Ramadan dan Penghormatan, Haruskah?

Ramadan akan tiba dalam hitungan hari. Bulan yang saya nanti atau mungkin dinantikan oleh seluruh umat muslim di seluruh dunia. Kenapa saya katakan mungkin dinantikan? ya karena saya tidak tahu jumlah umat muslim yang menantikan Ramadan, apakah semuanya memang menantikan atau ada yang biasa-biasa saja. Jadi lebih baik saya tuliskan dengan kata “mungkin” saja. Namun mari berbaik sangka saja bahwa semua umat muslim di seluruh dunia memang selalu menantikan datangnya bulan Ramadan.

Tahun ini adalah Ramadan kedua (Insya Allah jika diberikan umur yang barakah) saya jauh dari keluarga di Indonesia, merasakan rindu berburu menu buka puasa bersama teman-teman, merasakan rindu suasana tarawih bersama di musholla atau masjid dekat rumah, memendam rindu berbuka puasa dan sahur bersama Ibu dan adik-adik. Banyak hal yang selalu saya rindukan ketika jauh seperti ini terutama menjelang Idul Fitri.

Selain menantikan datangnya bulan Ramadan dengan penuh suka cita, ada hal yang selalu meresahkan saya menjelang Ramadan tiba. Saya selalu membaca entah di twitter, di Facebook (dulu saat masih aktif) ataupun di portal berita tentang seruan untuk menghormati orang yang berpuasa. Seruan tersebut tidak saja datang dari perorangan tetapi juga diucapkan oleh para pemuka agama. Sungguh, hal ini benar-benar meresahkan saya sampai akhirnya saya memutuskan untuk menuliskan di blog kami saja, mengeluarkan uneg-uneg sebagai bentuk opini pribadi yang selama ini saya pendam, coba saya kaji sendiri dan mencari sambungan logikanya disebalah mana antara puasa Ramadan dan penghormatan.

Saya tidak tahu pasti entah sejak kapan fenomena seruan untuk menghormati orang yang sedang berpuasa itu muncul. Kenapa saya katakan fenomena? karena seingat saya (mudah-mudahan ingatan saya tidak terlalu buruk ya) saat masih kecil sampai masa kuliah tidak pernah mendengar “suara” lantang seruan ataupun himbauan untuk menghormati orang yang berpuasa. Bahkan seingat saya saat itu tidak pernah ada huru hara kegaduhan ataupun marah-marah, menuntut menutup dan mengobrak abrik warung dan tempat makan yang masih tetap beroperasi menjalankan usahanya saat bulan Ramadan, oleh mereka yang katanya mengaku beragama. Disini letak tidak paham saya dengan kelakuan orang yang mengatasnamakan umat beragama.

Sejak kapan seseorang yang berpuasa Ramadan butuh dihormati? Kenapa kalau menjalankan puasa Ramadan menuntut untuk dihormati? Puasa itu adalah ibadah yang hubungannya antara seseorang yang menjalankan dengan Allah, jadi fokusnya disana. Kenapa harus melibatkan orang lain yang terkesan memaksa dan diucapkan dengan kalimat “menghimbau”? Puasa maupun bentuk ibadah yang lainnya adalah sifatnya personal, perorangan. Puasa itu adalah rahasia antara yang berpuasa dengan Allah, maka Dia yang akan memberikan ganjarannya, bukan sesama manusia, bukan minta dihormati ataupun menuntut untuk dihormati.

Kita kembalikan lagi sebenarnya esensi puasa itu apa? menahan diri. Dalam hal ini bisa dijabarkan menahan diri dari makan, minum, tidak berhubungan suami istri dari terbit fajar sampai tenggelam matahari. Bisa juga dipanjangkan dengan menahan diri dari segala hawa nafsu dan hal-hal yang membatalkan puasa. Hawa nafsu disini termasuk tidak marah-marah, memaki, berprasangka buruk, bergunjing dan segala hawa nafsu lainnya. Jadi sudah jelas bahwa puasa itu adalah bentuk ibadah seseorang kepada Allah yang tujuannya adalah menahan diri. Nah, kalau sudah paham bahwa hakikat berpuasa adalah kita harus menahan diri, kenapa kita harus marah-marah kalau misalkan ada orang yang makan didepan kita? kenapa kita harus geram kalau ada yang minum es degan didepan kita? Yang harus kita tahan adalah hawa nafsu kita, bukan menyuruh orang lain untuk memahami kita yang berpuasa. Kalau memang sudah niat, yakin, nawaitu untuk beribadah puasa, apapun godaan diluar sana tidak akan menggoyahkan niat kita dalam beribadah. Itu adalah ujian keimanan kita. Masak iya, iman kita langsung goyah hanya karena ada yang makan rujak cingur atau lontong balap didepan kita. Kalau memang iya, harusnya kita menanyakan kepada diri sendiri niat berpuasanya apa, bukan malah menyalahkan mereka yang sedang makan atau minum atau hal-hal lainnya. Tidak usah mencari kambing hitam atau pembenaran dengan dalil ayat Al-Qur’an, lihat dulu kedalam diri sendiri sebelum menuding sana sini, bersihkan dulu niat kita dalam berpuasa, kuatkan niat kita. Kalau memang akhirnya goyah dan batal berpuasa, ya salahkan diri sendiri kenapa niatnya tidak kuat, kenapa iman kita selemah itu, kenapa tujuan kita berpuasa bisa kalah hanya karena melihat orang lain makan dan minum disekitar kita. Lihat kedalam diri sendiri sebelum menyalahkan siapapun.

Tidak perlulah sampai mengobrak abrik warung atau tempat makan yang tetap beroperasi selama Ramadan atau meminta mereka menutup warungnya. Mereka mencari nafkah, jangan sampai mematikan usaha orang lain dengan dalih penghormatan terhadap yang berpuasa, masak iya agama mengajarkan hal tersebut dan keimanan kita sedangkal itu. Agama tidak mengajarkan untuk berbuat kerusakan. Yang butuh makan kan bukan hanya umat Islam saja. Bahkan ada umat Islam yang tidak diwajibkan puasa (seperti orang yang sudah tua, Ibu hamil, Ibu yang sedang menyusui) juga tetap butuh makan dan minum. Kalau marah-marah sampai mengobrak abrik tempat makan dan menuntut mereka untuk menutup usaha selama Ramadan, kembali lagi, sudah benar belum niat puasa yang marah-marah itu. Puasa kok marah-marah bertamengkan ayat Al-Qur’an. Lihat lagi kedalam diri sendiri, kalau imannya kuat, niatnya benar, ujian seberapa beratpun Insya Allah ibadah puasa tetap lancar .

Islam itu sudah mayoritas di Indonesia, mbok ya ndak usah minta dihormati segala apalagi sampai gila hormat. Seseorang akan dihormati itu kan bukan atas dasar pemaksaan ataupun himbuan. Rasa hormat itu akan timbul dengan sendirinya jika seseorang memang layak dihormati, sesederhana itu. Rasa hormat itu bukan timbul karena himbauan “hai, aku puasa nih, kamu harus hormatin aku dong yang puasa. Jangan makan didepanku.” ya kan itu ga bener. Kalau memang niat kita puasa tapi merasa tidak kuat kalau melihat ada yang makan minum disekitar kita, ya kita yang menjauh, bukan koar-koar kalau sedang puasa dan marah-marah sama mereka. Kembali lagi, puasa itu adalah ibadah antara perorangan dengan Allah, tidak perlu juga semua orang tahu bahkan minta dihormati segala.

Saya tidak akan menceritakan panjang lebar pengalaman berpuasa selama di Belanda pada tulisan ini, karena sudah pernah saya tulisankan tahun lalu disini. Yang pasti saya senang menjadi minoritas disini, ibadah tetap khusyuk meskipun tetap ada penyesuaian di sana sini. Saya juga tidak akan menghimbau mereka yang menjadi mayoritas di Indonesia untuk merasakan menjadi minoritas di tempat lain, itu juga terlalu jauh langkahnya. Tidak usah jauh-jauh melihatnya. Kembali lagi saya tuliskan berkali-kali, lihat diri sendiri. Ini bukan masalah menjadi mayoritas atau minoritas, tetapi niat dalam beribadah. Menjadi Islam yang mayoritas ataupun minoritas disuatu tempat kalau berpuasa dengan niat yang benar dan kuat, segala hal yang ada disekeliling, baik itu hal yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan adalah sama-sama ujian keimanan. Hasil ibadah selama Ramadan selama satu bulan selayaknya tercermin selama 11 bulan setelahnya. Apakah kita menahan nafsu hanya selama Ramadan saja atau kita tetap menjalankan hakikat Ramadan dalam kehidupan sehari-hari pada sebelas bulan setelahnya, semua memang pilihan kita. Mudah-mudahan yang menjadi pilihan kita bisa membawa kebaikan untuk kita dan sekitar serta membawa berkah untuk hidup kita.

Mari luruskan niat untuk puasa Ramadan, niatkan beribadah untuk Allah, pergunakan sebaik mungkin bulan yang penuh barakah untuk beribadah dan berbuat baik kepada sesama, berdakwah dengan cara baik dan benar serta tidak merugikan. Dakwah yang dilakukan dari hati, sampainya juga akan ke hati. Mari hormati diri sendiri dengan berpuasa secara baik, benar, ikhlas serta sesuai ajaran agama, tidak usah mencari penghormatan dari orang lain. Orang lain akan hormat kalau memang kita layak dihormati, sesederhana itu. Wes ndak usah ribetlah itu intinya, puasa ya puasa saja. Kalau puasa sunnah biasa saja kenapa kalau Ramadan kok mendadak gila penghormatan. Semoga kita bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin selama bulan Ramadan, yang datang hanya satu tahun sekali.

Selamat puasa Ramadan bagi yang menjalankan.

-Den Haag, 2 Juni 2016-

48 thoughts on “Ramadan dan Penghormatan, Haruskah?

  1. Aku setuju Den, harusnya jendela-jendela yang ditutup korden itu dibuka sekalian, supaya yang puasa benar-benar berhadapan dengan godaan. Kalau gak ada godaannya kan gak seru? #eh

  2. Selamat menjalankan puasa Den. Aku setuju sama tulisanmu. Aku yang bukan puasa sudah seharusnya menghormati orang yang puasa dengan tidak makan atau minum didepan teman yang lagi puasa. Kalau memang sudah niat untuk puasa lihat orang yang makan pun seharusnya nga tergoda kan yach? Karena akupun beberapa kali ikutan teman-teman yang muslim untuk puasa walaupun nga full dan rasanya senang sich.

    Hanya yang aku paling sebel kalau lagi bulan puasa itu petasan. Ampun dech, serius itu menyebalkan sekali menurut aku. Anak-anak kan biasanya minggu pertama puasa libur, habis dari mesjid mereka mungkin nga tau mau kemana dan ngabisin waktu sukanya main petasan dan itu buat orang lain yang lalu lalang jadi kaget. Hiksss…

    1. Terima kasih Adel 🙂
      Ahh iyaa petasan itu beneran nyebelin ya. Ganggu orang istirahat dan ngagetin. Dan itu berlangsung selama Ramadan biasanya. Aku juga sebel banget dengar suara petasan kalau sebulan penuh gitu

    1. Terima kasih Kak Cum. Selamat puasa juga buat Kak Cumi, semoga rejeki lancar,puasa lancar dan berkah sampai Idul Fitri

  3. Setuju! Kalau udah niat puasa karena Allah makanan seenak apapun didepan kita gak pengen. Mungkin emang udah jadi mindset orang2 di Indonesia berhubung hampir 90% muslim jadi ya kluar istilah “hormati yang lagi puasa” gak tau juga kenapa begitu Dan sejak kapan. Btw met menyambut ramadan dan puasa ya, maap lahir batin.

    1. Terima kasih Lulu, selamat berpuasa juga buatmu. Semoga lancar dan berkah sampai akhir

  4. Aku setuju banget sama tulisan kamu Den, puasa itu kan ibadah, masa mau beribadah minta dihormati? lagian kok kayaknya seperti anak kecil sekali deh kalau sedang puasa terus dikasih lihat orang makan, puasanya batal hehehe.. aku rasa esensi nya puasa lebih dari itu 🙂

    Selama berpuasa ya Deny dan Mas E, semoga ibadahnya lancar 🙂

    1. Iya, ini mengeluarkan uneg2 yang selama ini dipendam saja Chris hehe.
      Terima kasih ya Christa untuk ucapannya 🙂

  5. Setan sekarang levelnya makin canggih,Mbak. Dulu cuma godain biar batal sekarang udah advance, jadi nyuruh manusia memancing kerusuhan. Tapi sih sama aja menurutku, kalo nyepi mau Muslim/nasrani mesti ikut matiin lampu dan lainnya. Natal pun gitu kok, memyesuaikan & pastinya menghormati satu sama lain. Itu kan hanya soal godaan imam manusia aja. Bukan soal agamanya.

    1. Kalau setannya lebih canggih. menurutku jangan disalahkan setannya. Setan kan memang fungsinya diciptakan memang untuk menggoda keimanan. Yang harus dibenahi dan ditingkatkan justru keimanannya. Secanggih apapun setannya, kalau memang imannya kuat, ga bakal tergoda. Yang perlu dibenahi memang harus diri sendiri, ga usah jauh2 dari pihak luar.

  6. Tulisan yang bagus sekali Deny 🙂
    Ini betul-betul mewakili perasaanku tentang puasa. Aku menghormati, mencoba nggak makan atau minum di depan temanku yang Muslim. Tapi masak aku nggak boleh posting foto makanan? Tempat makan nggak boleh buka? Malah pernah lihat berita jaman kapan itu, anak SD yang minoritas (tidak puasa di sekolahnya) makan di toilet yang dijadikan kantin mendadak. Walah kasihan 🙁
    Menurutku iya puasa tujuannya untuk menahan nafsu (diajarkan artinya oleh teman Muslimku) jadi nggak ada hubungannya dengan apa yang orang lain lakukan. Selamat berpuasa ya Den and suami

    1. Ini menulis juga karena keresahan yang tidak terbendung Mar. Selalu berulang setiap tahunnya. Kesannya umat muslim itu gila hormat banget sampai musti dihimbau yang tidak berpuasa untuk menghormati yang berpuasa. Tanpa himbauan pun menurutku hormat atau saling menghormati itu akan datang sendiri, dan yg berpuasa kalau sudah niat apapun godaannya ya tetap aja puasa.
      Posting makanan mah jalan terus aja Mar, sapa tahu bisa ngasih ide buat masak buka puasa atau sahur. Kalau ada yang protes ya kamu bilang aja sama mereka tinggal unfollow atau unfriend, kalau perlu block sekalian haha, beres kan.
      Terma kasih Mar 🙂

  7. kalau udah biasa berpuasa sih… lihat orang makan depan kita juga nggak ngiler kok ya…

    1. Iya bener sekali Mbak. Lha kalau puasa senin kamis atau puasa sunnah lainnya kan ya biasa aja lihat orang makan dimana saja. Masak pas Ramadan minta diistimewakan.

  8. Bener banget Den. Mungkin agak awkward untuk komentar karena aku berada di sisi yang berseberangan dengan kamu kalau soal puasa ini, tapi aku setuju banget dengan yang kamu tulis. Yang sudah diniati mestinya nggak ngaruh ada halangan apapun.

    Kadang sempet geregetan kalau denger mahasiswa Indonesia atau apalah orang Indonesia yang ngeluh disini banyak tantangan (banyak makanan, orang banyak makan eskrim di bulan summer, atau hari yang panjang). Lha itu kan urusannya dia sama Tuhan, kalau dia merasa nggak kuat ya dia sendiri yang memutuskan atau puasa apa enggak etc, dan soal godaan dan tantangan, hello –> apa kabar gw yang minoritas dobel dobel dari sejak jaman dahulu kala di Indonesia?

    Sori jadi curcol

    1. Gpp Va, ga awkward kok komentar meskipun berseberangan. Jadi aku bisa tahu juga atau yang baca tulisan ini bisa tahu juga pendapat dari yang diluar Islam.
      Aku juga sempat greetan dengan beberapa orang yang ngeluh puasa di Belanda. Katanya orang2 ga ngertiin mereka puasa makan didepan mereka. Lah piye, wong sehari2nya memang seperti itu. Lagian juga ga semua orang di Belanda tahu tentang Ramadan. Tak suruh pulang ke Indonesia aja mereka, kesel. Puasa di negara orang kok malah ngeluh. Ora opo2 Va curcol 😀 Iya, inilah manfaatnya ya kita pernah merasakan jadi minoritas atau mayoritas. Jadi bisa melihat keadaan dari dua sisi yang berbeda.

  9. bener mbak, lah kok ini ribut sweeping sana sini. klo udah niat puasa mah gak bakal ngaruh juga ada yang jualan atau makan. macam yang puasa senin kamis kan anteng-anteng aja walaupun sekelilingnya pada gak puasa

    1. Iya Mayang, kalau niat puasa ya puasa aja, ga perlu koar2 menghimbau yang ga puasa nyuruh menghormati yang puasa. Ga usah dibikin ribet. Bener sekali Mayang, lha kalau kita puasa sunnah juga biasa2 aja tho meskipun yang lain2 pada makan.

  10. hmmm…
    kayaknya kalau kita jadi mayoritas kita cenderung jadi agak-agak rasis deh. everything should go sesuai keinginan kita. eh nyambung ngga sih komen gw.
    misalnya nih, di sini banyak temen gw masih ribut soal jilbab syari non syari.
    yaa terlepas dari alasan makai jilbabnya kenapa deh. coba kalo tinggal di Uruguay misalnya, bisa pakai jilbab tanpa diliatin aneh aja udah seneng.

    1. Ga semua yang jadi mayoritas itu rasis sih Mbak. Yang santai kayak di pantai juga banyak. Kayaknya tentang hal kecenderungan itu ga bisa dipukul rata, balik ke masing2 orangnya. Dakwah kalau dilakukan dari hati, nyampe juga kok ke hati 🙂

  11. Coment perdana ya mba :D. Salam kenal

    Sebetulnya cara seperti itu sudah bagus kok mba, mungkin itu cara sebagian orang & pemerintah untuk memberitahu orang yg tidak berpuasa utk tidak makan di public area.
    Dubai misalnya, kalau ketahuan sama polisi bisa di tahan beberapa hari. Tapi klw di Netherland seperti itu, saya pun terkesima.

    Selamat berpuasa mba

    1. terima kasih Wahyu 🙂
      Tentang makan atau tidaknya orang di public area itu hak setiap orang. Kembali lagi, menghormati itu ga bisa datang dari himbauan. Menghormati itu timbul kalau memang sesuatu atau seseorang layak dihormati. Yang saya bicarakan ditulisan saya ini adalah kondisi di Indonesia. Kalau di Belanda, agama itu sifatnya privacy setiap orang. Disini orang2 ga pernah nanya agamanya apa.

  12. Komennya hilang >_< kalau dobel di hapus saja ya…thks…setuju lakum dinukum waliyadin…semakin banyak godaan semakin besar pahalanya, ya?

    Untungnya di daerah saya dan tempat-tempat yg dikunjungi scr nyata biasa-biasa saja, nggak ada himbauan aneh2….malah nggak tahu kalau ada himbau2an tsb, kalau ga buka medsos. Entah ya di daerah lain, tapi saya yakin jumlahnya kecil sekali..

    Mungkin sedikit oot, tapi sy kasihan sekali lho pada kwn yg tinggal di LN (no,bkn yg kenal di dunia online), hanya bisa membaca dari medsos, berita, dari opini org lain, mengenai perkembangan terakhir masyarakat tanpa melihat langsung keseharian. Tidak baik bagi kejiwaan. Seolah2 itu mewakili semua org Indonesia skrg. Pdhl yg lebih banyak bersuara adalah pengguna yg melek internet, sama seperti berita, punya tendensi sendiri2. Berani karena nggak langsung berhadap2an. Didunia nyata selevel apapun akan berpikir dua kali untuk bicara di hadapan sesama manusia. Internet memang benar-benar "dunia lain" dimana kita jadi melihat isi kepala orang lain yg tidak disaring…:))
    Jadi ….kita tinggal pindah ke dunia nyata sudah lumayan damai….Seperti yg deny bilang, seperti jaman dulu, tepatnya jaman sblm ada internet mungkin ya..:))..di bulan suci ini lebih tepat dianjurkan jgn buka medsos hahaha…

    Selamat berpuasa dan mohon maaf lahir batin…..

    1. Selamat berpuasa juga Fee dan keluarga.
      Ada kok Fee himbauan seperti ini, aku tahunya dan pas gencarnya ya ketika aku kerja di Jakarta. Yang sweeping2 itu juga kan di Jakarta. Kalau dikota2 kecil seperti yang aku tahu kotaku, memang ga pernah ada himbauan. Makanya aku nulis, semua balik lagi ke diri sendiri. Orang akan hormat kalau kita memang pantas dihormati, ga perlu sampai dihimbau dengan cara yang ga santun. Kalau menghimbau dengan cara pengrusakan seperti itu bukan hormat yang muncul, malah jengah. Dan informasi tentang himbau menghimbau seperti ini bukan setahun dua tahun muncul di wilayah berita atau sosial media, perorangan ataupun pemuka agama, tetapi sudah bertahun2. BErasa gerah aja, kok semacam gila hormat.
      Aku puasa ga puasa tetap buka twitter, punyanya cuma itu sekarang haha sama blog juga asih okelah.

  13. Hi Deny apa kabar?

    Bener banget Den, urusan ibadah adalah urusan masing masing, itu Pula yg Ibuku katakan semenjak kami kecil, tak perlu penghormatan Dari orang lain saat kita puasa, seperti misalnya minta maaf pada kita yg sedang berpuasa saat seseorang yg tidak berpuasa makan dihadapan kita.
    Tulisannya kena banget Den, bagus banget.

    Mohon maaf lahir bathin, Den….

    1. Hai Yang, Alhamdulillah kabar baik 🙂
      Terima kasih Yang, selamat puasa ya buat kamu 🙂
      Puasa atau ibadah lainnya memang urusan pribadi dengan Tuhan. Jadi memang kembali ke masing2 pribadi, ga perlu melibatkan orang lain.

  14. Setuju banget mba. Kenapa masih juga menghimbau restoran dan segala yang beroperasi untuk “menghormati” yang puasa, wong kitanya aja santai. Terlebih juga kan Indonesia masih ada agama lain toh.

    Aku deg-degan nih mba ini pertama kalinya puasa yang lama banget gini hehe. Semoga nanti puasa kita diberikan kelancaran ya mba 🙂 Selamat puasa!

    1. Iya bener Aiko. Selamat puasa Ramadan dengan waktu yang sangat panjang ya disana, puasa panjang pertama 🙂 Santai saja, Insya Allah bisa apalagi kalau banyak aktifitas, ga akan kerasa kok. Di Den Haag Imsak jam 3 pagi, buka jam 10 malam. Semangat!! 🙂

  15. Nicely written, Mbak, setuju sama semua yang Mbak Deny tulis. Semoga ke depan orang-orang bisa sadar dan saling menghormati. Selamat puasa Mbak 🙂

  16. Udah rame ya den? Aku ga pernah liat twitter dan jarang liat FB.

    Mungkin dulu juga rame kali den, tapi ngga terdengar krn ga ada sosmed. sekarang sosmed jadi media buat berpendapat…

    1. Kalau yang FB itu hasil pengamatanku sebelum aku menutup akun FB. Aku sudah tutup akun FB sejak tahun kemaren, jadi akhir2 ini mengamati dari twitter saja.

  17. Agree wholehearted with your opinion Den. Ga mau komen panjang karna aku bukan muslim tapi aku setuju semua dengan isi tulisan-mu Den Met siap2 puasa ya Den xx

  18. Selamat berpuasa ya mba & masnyaaa
    Iya aku yo bingung lho mbak. Lha karang yen wis niat puasa, yo wis dijalanin. Ikhlas gitu lho. Ga usah ngeluh, ga usah nyari pembenaran. Ga usah pake ribet.
    Mbaaa, dapet salam dari suamiku. Salam persodaraan ke seluruh persada Indonesiaaaa *nyanyi 😀
    Kata suamiku, pak Samiadji itu guru olahraga, tapi bu Monera dia ga kenal mba
    Ba’dha mudik ndak mba? Aku mau Lebaran an nang Suroboyo mbaaa

    1. Suwun ya San 🙂 selamat berpuasa juga buatmu dan suami.
      Aku lebaran ga mulih, macul sik nang kene ngumpulno receh gawe mulih haha. Waahh, selamat wisata kulineran yo nang Suroboyo. Ojok lali dicoba tahu tek pak Jayen, lombok e isok rikues haha karo sampaikan salam kangenku ke warung2 sepanjang Keputih Gebang 😀
      Bu Monera iku guru Biologi, asline aku lali namanya haha. Monera itu nama panggilan Beliau. Ciri khasnya adalah si Ibu dandannya heboh 😀

    1. Kamu selamat pulang ke Indonesia ya, goede reis. Ojok lali mbalik maneh mrene, eleng kuliahe durung mari *huahaha diselentik aku :)))
      Semogaaaa bukber bareng tahun depan bukber jam 10 bengi 😀

Thank you for your comment(s)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.