Seperti biasa, kegiatan hari senin saya setelah mengantarkan anak – anak ke sekolah adalah olahraga. Kali ini saya lari dengan target 8km. Awalnya ingin jalan kaki saja, tapi akhir pekan ada race 10km jadi mau tidak mau harus latihan. Pagi hari semakin menggelap. Jam 7 pagi masih gulita. Jika beruntung, bisa melihat semburat merah matahari di langit.
Pagi ini kabut muncul. Untungnya matahari muncul. Jadi pemandangan sepanjang lari, meskipun dingin dengan suhu 10 derajat celcius, sangat indah karena kabut tertimpa cahaya matahari. Saya berlari pelan seperti biasa. Sempat berhenti beberapa detik, 2 kali untuk memfoto pemandangan. Target tercapai, 8km berlari terlampaui dengan baik tanpa keluhan kaki sakit atau nafas tersengal – sengal.



Saya masih meneruskan kebiasaan minum jus beet. Rasanya enak, jadi saya doyan. Lumayanlah kalau nanti ternyata bonus kulit tampak cemerlang bagus.
Akhir pekan lalu, ada seorang teman dari Denmark berkunjung ke rumah. Baru kali ini kami bertemu setelah kenal lama dari twitter dan IG. Diantara banyak obrolan seru yang tak putus kami bahas, dia tiba – tiba bertanya, “Mbak Deny apakah bahagia?”
Saya termenung sebentar untuk menjawab. Bahagia itu untuk saya pribadi, variabelnya tidak terukur. Seperti sesuatu yang tidak pasti karena memang banyak faktornya. Pun, bahagia itu sebuah rasa. Apa yang kita rasakan. Setelah berpikir beberapa saat, saya menjawab, “Sejauh ini dan untuk saat ini, aku bahagia. Semoga sampai kapanpun bahagia”
Sebenarnya berharap untuk selalu bahagia itu terlalu muluk ya. Namanya hidup, keadaan kadang ada di atas, kadang di bawah agak ndelosor. Kadang bisa jadi sedih, kadang bisa marah. Tapi kan, apa yang kita ucapkan dan batinkan itu adalah bagian dari doa. Jadi ya harapan saya, bahagia selamanya. Merasakan sedih pun tidak ada salahnya. Justru karena rasa sedih, saat datang keadaan bahagia, kita bisa sangat menghargainya.
Kebahagiaan sebenarnya bukan tujuan utama hidup yang selalu saya kejar. Buat saya, yang terpenting adalah selalu bersyukur. Jika selalu bersyukur, Insya Allah rasanya bahagia.
Yang saya rasakan saat ini memang bahagia. Hati saya tenang, tidak kemrusung, Insya Allah selalu penuh dengan rasa syukur, sudah berkurang overthinking dan tidak cemas berlebihan, menjalani hidup dan aktitas sehari – hari dengan pelan dan sadar, menikmati waktu dan hadir penuh setiap saat. Meskipun mungkin nampak monoton, aktifitas yang itu – itu saja sangat saya nikmati. Semua membuat saya merasa cukup dan tenang.
Untuk variabel yang bisa diukur, tentang keadaan keluarga. Saya sehat. Anak – anak dan suami sehat, kami dicukupkan rejeki untuk kehidupan sehari – hari, kami punya rumah untuk tinggal, saya punya waktu untuk diri sendiri, saya dan suami saling bekerjasama mengurus rumah dan membersamai anak – anak.
Meskipun dengan huru haranya, Alhamdulillah saya dengan suami sampai saat ini hidup rukun dan selalu saling mencintai. Anak – anakpun sayang dengan kami begitu juga sebaliknya. Saya bisa beribadah dengan tenang dan nyaman. Saya punya teman – teman yang baik (karena yang tidak baik sudah saya hempaskan). Saya dikelilingi dan merasa dicintai oleh keluarga, sahabat, dan teman – teman yang menerima saya sebagai seorang Deny.
Menjalani hidup dengan tenang.
Menjalani hidup penuh rasa syukur.
Konsep bahagia saya cukup sederhana. Merasa cukup dan melihat diri sendiri. Tidak punya keinginan dan ambisi yang berlebihan. Tidak membandingkan dengan hidup orang lain. Hidup itu kan memang sawang sinawang kalau kata orang Jawa. Kalau selalu nyawang -melihat- kehidupan orang lain, memang tidak akan ada habisnya. Selalu ada yang kurang dan merasa kurang. Padahal ya sebenarnya baik – baik saja. Hanya saja, karena orang lain memperlihatkan versi bahagianya, kita merasa hidup kita kurang. Lalu lupa bersyukur dan jadi tidak bahagia. Kunci tidak bahagia sebenarnya simple : membandingkan kehidupan kita dengan orang lain (terutama yang kondisinya dirasa di atas kita). Dijamin, ada saja kurangnya dari hidup kita.
Saya tidak mau jadi manusia yang kurang bersyukur. Jadi, saya latih hati dan pikiran aya untuk merasa cukup. Tak terkecuali tentang materi. Asal hal – hal dasar sudah terpenuhi dengan baik, itu sudah cukup. Jika diberikan rejeki lebih, ya ditabung. Sedekah dan zakat memang harus diusahakan ya, bukan menunggu rejeki yang lebih. Untuk keinginan materi lainnya misalkan barang – barang bermerek, saya memang tidak terlalu suka. Jadi Alhamdulillah saya sangat cukup dengan apa yang sudah ada saat ini. Merawat dengan sebaiknya apa yang di depan mata.
Tidak ada keinginan muluk lainnya. Hidup mengalir dan berjalan seperti semestinya. Mengusahakan apa yang bisa diusahakan. Melepaskan apa yang sudah tidak bisa dipegang lagi. Saya tidak mau ngoyo. Saya ingin menikmati hidup dengan tenang dan bahagia.
Kunci bahagia cuma satu, rasa syukur yang penuh.
Jadi jika ada yang bertanya apakah saya bahagia? Alhamdulillah, saya bahagia dengan penuh rasa syukur.
- 29 September 2025-