Yang Terjadi Pada Kehidupan Setelah Keguguran

Perihal Keguguran. Saya pernah bercerita di blog tentang salah satu keguguran yang terjadi. Cerita singkatnya pernah saya tuliskan di bagian akhir tentang Berkah dan Musibah. Iya, salah satu, karena saya mengalami keguguran tidak hanya sekali. Jumlah keguguran yang pernah saya alami bukanlah hal yang ingin saya banggakan atau untuk kompetisi penderitaan. Bukan. Jika memungkinkan, lebih baik saya tidak pernah mengalami peristiwa yang akan selalu membekas dalam hidup sampai kapanpun. Perihnya bukan hanya tertinggal pada badan, tetapi juga pada jiwa dan pikiran. Sampai sekarang saya masih berdamai dengan keadaan, hati, dan juga pikiran. Tidak semudah itu buat saya untuk melepaskan yang telah pergi, yang pernah satu raga, dan pernah saya lihat detak jantungnya. Tidak semudah itu buat saya untuk melupakan yang pernah saya kandung tetapi tidak sempat saya lahirkan pada saat cukup umur. Hidup memang terus berjalan, tapi kenangan akan mereka selalu melekat dalam setiap langkah saya melewati hari. Kehidupan setelah keguguran tidaklah mudah, sangat tidak mudah.

image1.JPG

Butuh waktu buat saya untuk bercerita tentang keguguran pada lingkungan selain keluarga. Bahkan pada keluarga dekat pun saya memilih untuk tidak bercerita secara detail, malah pada akhirnya saya memilih untuk tidak bercerita sama sekali. Pada akhirnya saya lebih memilih bercerita pada yang saya percaya dan menyamankan. Hal yang paling menyakitkan dan menyedihkan buat saya adalah saat menerima komentar tentang keguguran (di luar lingkungan keluarga). Percayalah, ucapan belasungkawa saja sangatlah cukup. Jika memang tidak diberitahu, lebih baik simpan keinginan untuk bertanya, “kenapa keguguran?” meskipun memang mungkin keinginan bertanya hal tersebut sangatlah kuat. Apalagi kalau komentarnya disertai penghakiman seperti : Terlalu capek sih. Makanya makannya dijaga jangan sembarangan. Mungkin kamu melakukan hal-hal yang dilarang. Sudahlah lupakan saja toh hanya keguguran. Move on dan fokus dengan yang sudah ada sekarang. Dan sebagainya dan sebagainya. Keguguran sudahlah sangat membuat sedih, tolong jangan ditambahi dengan komentar yang lebih membuat terluka. Jika memang tidak diminta pendapat, tolong simpan saja segala macam komentar. Cukup berikan rasa simpati dan empati, itu sungguh sangat berarti. Mudah-mudahan tulisan saya kali ini bisa memberikan gambaran, bagaimana musti menyikapi dan bersikap ketika kita mendengar ada kerabat, teman, atau kenalan yang mengalami keguguran. Mungkin memang membingungkan bagaimana harus bersikap. Jika lama tidak berkomunikasi lalu mendengar ada yang keguguran dan kalian ada sedikit waktu, sekedar menanyakan kabar, itu sangatlah berarti. Jika mereka butuh dipeluk untuk membuat tenang, peluklah. Mungkin tampak luar mereka baik-baik saja, tapi dalamnya mereka sedang berjuang menyatukan kepingan-kepingan hati supaya kuat kembali. Mereka sedang bingung dan butuh ruang. Terkadang mereka butuh bahu dari seorang teman untuk menyandarkan sejenak dari rasa sakit akan kehilangan.

IMG_0123

Dukungan dari pasangan sangat diperlukan. Saya tahu, kesedihan bukan hanya dimonopoli oleh calon Ibu yang kehilangan calon bayinya. Rasa sedih pasti juga dirasakan oleh calon Bapak. Dalam situasi yang seperti ini, saatnya untuk menguatkan satu sama lain. Saling mendampingi dan tidak meninggalkan sesulit apapun kondisi dan situasinya. Jika memang kata-kata tak cukup untuk saling menguatkan, peluk sesering mungkin pasangan kalian. Perempuan yang kehilangan janinnya, perasaannya akan hampa dan kosong, bahkan seringnya emosi juga turun naik. Bagi suami atau pasangannya, tolong dampingi istrimu atau pasanganmu. Jangan anggap sepele perkara keguguran. Buat Istri, Perempuan yang mengalami keguguran, tolong sempatkan untuk menanyakan perasaan suami atau pasangan kalian. Kesedihan bukan hanya milik kalian saja. Suami atau pasangan kalian juga merasakan kehilangan itu. Inilah waktunya untuk saling menguatkan. Keguguran bisa mengakibatkan depresi jika tidak ada dukungan dari orang terdekat, bahkan bisa juga membuat retak hubungan dan ikatan pernikahan.

image3.JPG

Untuk semua Ibu yang kehilangan bayinya, doa saya selalu menyertai semoga saya, kalian, kita semua yang kehilangan selalu dikuatkan. Saya tahu, entah butuh berapa lama untuk bisa berdamai dengan keadaan ini. Rasa sakit yang menyertai hari-hari kita, pertanyaan yang selalu datang, “jika mereka lahir dengan sehat, tahun ini mereka seperti apa, sudah bisa apa?” Pertanyaan itu tetap datang pada saya, setiap saat. Bukan karena saya tidak mau melepaskan dan melanjutkan kehidupan dengan yang ada saat ini, tetapi seperti yang saya bilang di awal, kehilangan tetaplah kehilangan. Butuh waktu yang entah berapa lama untuk mengatasi rasa sakit karena kehilangan. Mungkin setahun, dua tahun, atau mungkin memang waktu tidak bisa menyembuhkannya karena sakit itu akan selalu ada. Saya tidak tahu caranya menghentikan rasa sakit itu dan saya memang tidak mencari tahu bagaimana caranya. Saya tahu rasa sakit yang kalian alami juga and I am sorry that any of us ever had to know this reality. Saya tahu duka itu mungkin akan selalu ada. Yang bisa kita lakukan adalah tetap menjalani hari demi hari dan membawa dalam hati dan pikiran, hati bayi kita yang hilang. Mereka pernah ada di sini. Mereka pernah ada satu badan dengan kita. Mereka pernah ada satu detak jantung dengan kita. Mereka pernah kita kandung. Kenangan akan mereka akan selalu ada sampai kapanpun. Bawa mereka dalam doa. Saya, Kalian adalah Ibu mereka, selamanya dan untuk selamanya.

Peluk erat dari saya.

Terima kasih saya ucapkan (kali ini saya tuliskan di blog setelah waktu itu saya ucapkan langsung) sepenuh hati pada teman-teman yang telah menguatkan saya, memikirkan, mencari dan menanyakan kabar saat saya tidak bisa dihubungi karena sedang butuh ruang untuk sendiri, serta ikut mendoakan yang terbaik untuk keluarga kami. Terima kasih.

-15 Oktober 2019-