Bentuk Badanku, Pilihan Olahragaku, Bukan Urusanmu

Tidak ada latar belakang apapun yang mendasari tulisan saya kali ini. Bukan pengalaman pribadi juga. Hanya sebagai pengingat diri sendiri atau yang membaca -mungkin-, bahwa bentuk badan dan pilihan olahraga orang lain, bukanlah urusan kita. Kecuali Anda adalah instruktur olahraga, dokter, ahli gizi, atau dietist yang dibayar seseorang untuk mengubah bentuk badannya supaya lebih sehat. Jika tidak, sekali lagi, buka urusanmu. Apalagi menjadi tanggungjawab kita yang berujung pada body shaming. Yang menjadi urusan dan tanggungjawab kita, adalah badan kita sendiri, pun pilihan olahraga yang kita jalani saat ini.

Oh sebenarnya, tulisan ini ada dengan sedikit pemicu pengamatan pribadi di twitter tentang orang – orang yang gampang sekali mengomentari a.k.a julid alias nyinyir melihat pilihan olahraga orang lain dan bentuk badan mereka. Padahal yang berkomentar pedas tersebut pernah ada di posisi orang yang dikomentari. Jadi saya bertanya – tanya : Kok bisa ya nyinyir terhadap keadaan orang lain, padahal dia sendiri pernah di posisi yang tidak menyenangkan tersebut.

Sebelum mulai jauh membahas, saya ingin bercerita tentang diri sendiri dulu sehubungan dengan olahraga dan bentuk badan.

OLAHRAGA

Dari kecil, saya suka sekali yang namanya berolahraga. Kalau ada yang mengenal saya sejak lama, pasti sudah tau hal ini. Banyak jenis olahraga yang sudah saya coba, dalam rangka ingin mencari yang mana sesuai dengan kesukaan. Dari Karate, Taekwondo, Voli, Badminton, Yoga, Pilates, jalan cepat, Lari, Renang, Sepak Takraw, sampai olahraga di rumah mengikuti channel di Youtube. Pindah ke Belanda, olahraga saya bertambah satu, yaitu bersepeda. Ya karena ke mana – mana menggunakan sepeda. Bukan sepeda yang khusus untuk race.

Dari sekian banyak jenis olahraga tersebut, yang saya tekuni dan lumayan menghasilkan prestasi adalah karate dan lari. Karate yang sudah saya ikuti dengan tekun dari SD sampai SMA, sudah menghantarkan sampai sabuk coklat akhir dan pernah ikut kejuaraan Kata tingkat karesidenan. Bahkan saat kerja di Jakarta, saya sempat mengajar ekstrakurikuler karate di salah satu SD di Jakarta Timur. Sedangkan Lari, saya sudah sering ikut lomba sejak SD sampai saat ini. Saat ujian akhir Ebtanas di SMA, praktek lari, saya menjadi yang tercepat satu sekolah diantara para murid perempuan. Saya mendapatkan nilai olahraga yang tinggi.

Entah darimana kesukaan saya terhadap olahraga awalnya datang. Yang pasti, olahraga bukanlah sesuatu yang baru dalam hidup saya. Sampai saat inipun, saya masih (usahakan untuk rutin) berolahraga. Saya ikut senang, beberapa tahun ke belakang, dengan makin banyaknya pilihan media sosial semacam tiktok (walaupun saya tidak punya akunnya) ataupun channel YouTube, semakin banyak yang memamerkan kegiatan olahraganya. Termasuk saya, tentu saja.

Saya pamer kegiatan olahraga, tidak ada maksud tertentu, selain memang pamer haha. Murni pamer. Ya termasuk menulis di sini juga dalam rangka pamer. Apakah lantas dalam kegiatan pamer tersebut saya berusaha menyelipkan upaya untuk mengajak orang lain ikut rajin seperti saya? Oh tentu tidak! Lha saya saja males kalau diajak orang untuk olahraga, jadi saya pun tidak “berkampanye” dengan mengajak orang lain ikut olahraga. Kalau ada orang yang sedang memamerkan kegiatan olahraganya lalu diakhiri dengan tulisan “Saya saja bisa, pasti kamu juga bisa” pasti akan saya jawab dalam hati “Ya kamu aja kalau begitu, saya mau leyeh – leyeh menikmati hidup”. Saya pun tidak memandang sebelah mata orang yang tidak ada keinginan olahraga. Pikiran saya simpel : duh bukan urusan saya. Mau orang olahraga kek, nggak kek, rugi untungnya ditanggung masing – masing.

Kalau ada yang termotivasi dengan ikut berolahraga juga setelah melihat aktivitas pamer saya di twitter (saya menerima beberapa komentar tentang ini), wah ya saya senang sekali. Minimal, pamer yang saya lakukan menghasilkan nilai positif. Kalau tidak adapun, saya tetap pamer.

Hal inipun berlaku dengan jenis dan tempat olahraga. Orang senyamannya saja mau olahraga di mana, mau pake apa. Kalau saya, dari dulu memang tidak suka olahraga di Gym. Sudah pernah mencoba saat kerja di Jakarta, tapi ternyata saya tidak cocok. Jadi setelahnya sampai sekarang, olahraga di Gym, bukan pilihan. Saya lebih nyaman workout di rumah dengan memilih channel YouTube olahraga mana yang sesuai kebutuhan. Kalau dilakukan di rumah, bisa saya sambi dengan memanggang roti di oven, menunggu masakan matang, atau bahkan ajang bermain dengan anak. Buat saya lebih murah juga karena gratisan haha.

Jam tangan, sepatu lari dan satu - satunya baju lari yang saya punya sejak tahun 2015
Jam tangan, sepatu lari dan satu – satunya baju lari yang saya punya sejak tahun 2015

Untuk apa yang saya kenakan, ada sepatu lari, barang olahraga mahal yang saya punya. Kalau ini, memang saya khususkan beli yang bagus kualitasnya. Untuk lari rutin, supaya tidak cedera kaki, saya pilih sepatu yang kualitasnya bagus, tentu saja harganya mahal. Selain itu, saya juga punya smartwatch yang meskipun tidak beli sendiri melainkan hadiah ulangtahun, tapi itu harganya mahal. Selebihnya, penunjang olahraga yang saya punya, kualitasnya biasa saja dan harganya terjangkau. Tidak perlu khusus.

Apa lantas saya mengucilkan dan nyinyir kalau melihat orang yang tidak menggunakan penunjang olahraga yang bermerek? Duh, saya tidak punya banyak waktu untuk menelisik satu persatu apa yang dipakai orang. Mau bermerek bagus atau tidak ada merek, bukan urusan saya. Apa yang nyaman dipakai orang, tidak menjadi tanggungjawab saya. Kan mereka beli pakai duit sendiri, tidak minta saya. Lalu kenapa saya musti nyinyir, seperti tidak ada kegiatan yang bermanfaat lainnya saja.

BENTUK BADAN SAYA

Bentuk badan saya sejak kecil sampai sebelum melahirkan, kurus. Tinggi badan saya pun ya tidak tinggi. Jadi kalau dilihat, saya ini kecil. Berat badan saat kuliah sampai sebelum melahirkan, berkisar dari 45kg sampai 51kg. Saya susah gemuk, gampang kurus. Porsi makan saya, jangan ditanya, bar bar saking banyaknya. Saya tidak suka menyamil, tapi suka makan berat.

Setelah rangkaian yang tanpa putus dari hamil melahirkan menyusui – hamil lagi melahirkan lagi menyusui lagi, lalu kembali hamil lagi beruntun, bentuk badan saya mulai berubah. Saya tau dengan pasti yang menyebabkan kenapa pernah ada di satu masa berat badan sampai 80kg. Ya jelas saja karena tidak memperhatikan asupan makan dan malas berolahraga. Saya tidak pernah mengkambinghitamkan proses hamil melahirkan dan menyusui sebagai penyebab terbesar lonjakan berat badan, meskipun faktor hormon ada pengaruhnya. Saya dengan sadar tau bahwa berat badan saya naik dengan pesat karena tidak rutin olahraga dan terlalu sembarangan makan. Hanya menuruti keinginan lidah saja tanpa memperhatikan kandungannya. Lebih menuruti kata hati untuk selonjoran saja dengan scrolling media sosial sampai beberapa jam tanpa menyisihkan waktu minimal 30 menit untuk berolahraga. Saya sadar dengan pasti kenapa bentuk badan berubah.

Lalu dengan sadar juga, saya harus mengubah gaya hidup tersebut. Pemicunya adalah telapak kaki saya mulai terasa sakit setelah bangun tidur. Artinya ada yang tidak beres. Perlahan, saya mulai kembali berolahraga secara rutin, mengatur pola makan lebih sehat dan tidur lebih berkualitas saat malam hari. Setelahnya, setelah 1 tahun, berat badan saya turun ke 57kg dari 80kg. Lumayan lah ini, melalui proses panjang akhirnya stabil di angka segitu, sebelum akhirnya naik lagi karena hamil. Hamilpun, saya tetap usahakan untuk rutin olahraga dan tidak nggragas makan supaya badan tidak terlalu menggemuk.

Saya tidak pernah punya isu tidak percaya diri dengan bentuk badan. Saat berat 80kg, perasaan saya ya biasa saja, karena saya tau pasti penyebabnya. Jadi saya menerima dengan sadar bahwa saya gemuk, ya karena salah diri sendiri kenapa malas olahraga dan makan sembarangan, padahal kalau sudah umur 40 tahun segala proses metabolisme jadi melambat.

BODY SHAMING

Mungkin ya, ini mungkin, analisa abal – abal, karena saya tidak pernah punya isu pribadi tentang tidak percaya diri terhadap bentuk badan sendiri, jadi saya tidak terpikir untuk nyinyir tentang bentuk badan orang lain, ataupun pilihan olahraga orang lain. Saya terlalu fokus dengan diri sendiri. Entah kalau misalnya saya pernah punya rasa tidak percaya diri terhadap badan sendiri, apakah jadi kacang lupa kulit atau malah punya empati yang besar. Rasanya, saya tetap yang seperti sekarang. Tidak terlalu ngurusi bentuk badan atau pilihan olahraga orang.

Seperti yang saya tuliskan di awal, tentang keheranan saya terhadap orang yang (gampang sekali) berkata tidak menyenangkan akan bentuk badan orang lain, padahal dia pernah di posisi tersebut dan merasakan ketidaknyamanannya, apa motivasi yang mendasari.

Misal begini : A pernah menuliskan kalau dulu badannya pernah gemuk (entah penyebabnya apa, tidak disebutkan). Lalu dengan kesadaran penuh, dia mengubah gaya hidupnya. Rajin berolahraga, makan lebih sehat, dan memperhatikan segala aspek yang berhubungan dengan hal tersebut. Dengan proses dan perjuangan panjang, bentuk badannya berubah lebih langsing berotot berisi atau apapun namanya, pokoknya lebih bagus dari sebelumnya. Pola makan pun berubah jadi lebih sehat dan kualitas hidup yang lain pun mengikuti jadi lebih baik. Saya senang membacanya dan ikut merasakan bahagia karena dia sudah mencapai yang diinginkan terkait hidup lebih sehat.

Namun, entah kenapa A ini juga jadi gampang nyinyir ke orang yang badannya gemuk dan santai memperolok menggunakan kata – kata semacam, “pahanya gendut ya” atau “pantatnya lebar kayak wajan” atau “kerempeng banget badannya'” dan kalimat tak pantas lainnya. Pun kalau misalkan melihat ada yang olahraga “cuma” bermodalkan channel olahraga di YouTube, trus disindir, “kalau badannya mau jadi, ya bayar lebih lah ke gym, ga bisa cuma di rumah saja olahraganya”.

Si A ini, mendadak jadi pongah. Padahal, dia pernah ada di situasi yang tidak menyenangkan saat badannya tidak sebagus sekarang atau saat hari – harinya tidak diisi dengan kegiatan di gym yang bayaran tiap bulannya mahal. Dia pernah merasakan saat orang – orang nyinyir ke dia. Nah, kenapa sekarang saat sudah terlepas dari keadaan yang dulu, malah sikapnya sama seperti orang – orang yang berkata tidak menyenangkan tersebut? Bukankah dia tau kalau itu rasanya tidak menyenangkan?

Hal seperti ini tidak hanya beberapa kali saya baca di twitter, bahkan saya saksikan langsung di dunia nyata. Kasarnya : kenapa kamu memperolok bentuk badan seseorang yang tidak sesuai standarmu, padahal kamu pernah ada diposisi yang diperolok tersebut dan pernah merasakan sendiri rasa tidak nyaman bahkan sakit hatinya.

Mengapa harus meneruskan perasaan tidak nyaman tersebut pada orang lain, apa motifnya? meneruskan dendam, atau ada hal masuk akal lainnya? Atau kamu merasa tidak percaya diri dengan badanmu saat ini? Bukankan orang yang sudah nyaman dengan dirinya sendiri, tidak ada waktu dan keinginan untuk berkomentar jelek terhadap badan ataupun kegiatan olahraga orang lain.

Kalau perkataan tersebut sampai terlontarkan pada saya, dengan lantang respon saya : BADANKU, PILIHAN OLAHRAGAKU, BUKAN URUSANMU!

Kita tidak pernah tau ada perjuangan apa dibalik badan seseorang. Kita tidak pernah tau. Bersikap bijaklah dengan jari dan mulutmu.

Semoga saya tidak akan pernah jadi bagian orang dengan mulut atau jari tanpa kendali mengomentari bentuk badan orang lain

-21 Maret 2023-

313 thoughts on “Bentuk Badanku, Pilihan Olahragaku, Bukan Urusanmu

  1. [url=https://yourdesires.ru/psychology/fathers-and-children/795-kak-vybrat-begovel-dlya-rebenka.html]Как выбрать беговел для ребенка?[/url] или [url=https://yourdesires.ru/vse-obo-vsem/1481-chto-takoe-kislorod.html]Что такое кислород?[/url]

    [url=http://yourdesires.ru/home-and-family/cookery/1143-ananas-polza-i-vred.html]полезны ли консервированные ананасы[/url]

    https://yourdesires.ru/beauty-and-health/lifestyle/1416-programma-12-shagov-dlja-lechenija-alkogolizma-i-narkomanii.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.