Bahasa Cinta Lewat Makanan

Memasakkan tetangga saat mereka sekeluarga sedang terkena Corona. Sop ayam sayur, cake, dan mie goreng.

Love Language.

Saya sudah menyadari sejak dulu kala kalau bahasa cinta yang saya berikan ke orang terdekat dan orang lain itu adalah sentuhan dan pujian. Saya sangat suka memeluk suami dan anak – anak tentu saja, keluarga dan beberapa teman dekat. Saya gampang sekali bilang I love You ke anak – anak dan suami. Sebaliknya, anak – anak pun jadi terbiasa mengucapkan I love you atau Ik hou van jou kepada kami. Hanya saja, suami memang bukan tipe orang yang gampang mengucapkan tersebut. Jadi kalau sampai dia mengucapkan kalimat tersebut, sebuah keajaiban sedang terjadi haha. Buat saya akhirnya tidak menjadi masalah karena ungkapan cinta dia lewat perbuatan.

Saya pun gampang memberikan pujian buat siapapun. Misalkan di tram ada Oma yang bajunya bagus, ya saya lontarkan saja omongan : Dress Anda warnanya bagus. Kalau anak – anak mulai bisa naik sepeda, saya puji : goed gedaan! Keren sudah bisa naik sepeda. Pun ke suami misalkan dia projectnya lolos, saya kasih apresiasi : selamat, aku bangga sama kamu. Ke siapapun memang saya gampang memuji.

Saya pun sebaliknya, senang sekali dipeluk atau dicium. Pun selalu tersenyum bahagia kalau mendapatkan apresiasi. Misalnya setelah masak, kalau rasanya cocok, anak – anak akan bilang : Ibu, masakannya enak. Terima kasih ya sudah memasak. Akhirnya anak – anak pun terbiasa untuk mengapresiasi hal – hal kecil di sekitar mereka. Bukan hanya untuk lingkungan keluarga, tapi untuk siapapun.

Rasanya saya sudah melambung di udara :)). Perhatian – perhatian kecil seperti itu membuat hati saya gembira. Oh satu lagi, mungkin bahasa cinta untuk orang lain yang saya lakukan selama ini adalah saya selalu senang merawat dan memberikan perhatian. Sangat totalitas.

Saya pikir hal – hal di atas yang selama ini menjadi bahasa cinta dan biasa diberikan. Sampai beberapa waktu lalu, ada seorang teman menyelutuk : bahasa cintamu ini selalu berbagi makanan dan hasil masakanmu ya. Setiap kali ketemu, ga pernah kamu ga ngasih makanan hasil masakanmu.

Lalu saya tertegun dan mencoba mikir ke belakang. Ternyata iya lho. Saya tidak pernah berpikir bahwa berbagi makanan, masak untuk orang lain, mengundang orang – orang ke rumah untuk makan bersama itu adalah sebuah bahasa cinta. Saya mikirnya ya hal yang biasa dan wajar. Setelah saya pikirkan berhari – hari, bener juga ya, ini merupakan bahasa cinta saya. Berbagi makanan, berkirim ahsil baking, memasakkan makanan untuk orang lain, dan mengundang makan ke rumah.

Awalnya sepertinya karena saya terbiasa melihat Ibuk berbagi makanan kepada siapa saja. Dari mereka yang tidak mampu, teman, saudara, tetangga, mengirim makanan ke semua orang, memasak makanan dalam jumlah banyak karena selain disimpan sendiri juga supaya bisa dibagikan ke beberapa orang. Dengan melihat yang dilakukan Ibuk, rasanya tanpa disadari saya menjadi pengikut Beliau dan melakukan hal yang serupa.

Sejak SD kalau saya mengingat lagi ke belakang, saya selalu membawa makanan yang saya masak sendiri untuk dimakan bersama teman – teman di sekolah. Setiap ada kegiatan di sekolah, saya selalu membawa bekal lebih supaya bisa makan bersama. Hal tersebut selalu saya lakukan sampai dunia perkuliahan. Meskipun posisi saya ngekos, tapi karena ada dapur yang bisa dipakai bersama, saya sering masak juga.

Sewaktu kerja, saya juga sering masak lalu membawa makanan ke kantor dan dimakan bersama seruangan. Seru rasanya. Seringnya saya membawa puding coklat dan vla vanilla. Wah itu laku sekali, katanya enak. Jadi di kantor saya terkenal dengan segala gorengan yang saya buat, sambel, dan puding coklat.

Saat kuliah S2 (10 tahun lalu), setelah saya ingat lagi, saya terkenal sebagai tukang masak diantara teman – teman haha. Setiap hari ada saja masakan yang saya bawa ke kampus. Paling terkenal ya nasi goreng pedes dengan potongan wortel. Saya juga sering mengundang teman – teman untuk makan di rumah. Tanpa ada acara tertentu. Ya makan bersama saja. Saya sering masak dalam jumlah banyak, beragam, dan makan bareng dengan mereka. Intinya saya senang mengundang teman – teman.

Testimoni teman - teman masa kuliah S2
Testimoni teman – teman masa kuliah S2
Testimoni teman – teman masa kuliah S2
Testimoni teman - teman masa kuliah S2
Testimoni teman – teman masa kuliah S2

Masak sendiri semua makanan ini untuk merayakan acara ulang tahun di rumah kos, tahun 2014, bersama teman - teman kuliah S2
Masak sendiri semua makanan ini untuk merayakan acara ulang tahun di rumah kos, tahun 2014, bersama teman – teman kuliah S2

Setelah pindah ke Belanda, rupanya kebiasaan tersebut tetap saya lakukan sampai sekarang. Saya senang sekali memasak dalam jumlah banyak lalu dibagikan ke para tetangga. Pun mengirim makanan untuk teman – teman jauh maupun saudara. Sampai Mama mertua protes : Deny, jangan sering kirim kue, nanti Mama gendut *ngakak. Sejak saya mulai rajin baking, untuk acara khusus di sekolah misalkan Sinterklaas, libur musim panas, Natal. saya selalu berbagi hasil baking kepada para guru anak – anak. Natal tahun lalu saya membagikan bingkisan berisi macarons, cookies, dan brownies.

Bingkisan akhir tahun - sweets- untuk guru di sekolah anak - anak
Bingkisan akhir tahun – sweets- untuk guru di sekolah anak – anak

Sewaktu pandemi, saya juga sering berkirim hasil baking lewat pos untuk beberapa teman. Berpikir bahwa waktu itu keadaan sangat sulit, jadi semoga kiriman yang manis – manis dari saya bisa memberikan suasana jadi sedikit lebih menyenangkan. Beberapa orang yang saya kirimi paket cookies, merasa terkejut dan terharu. Saya senang mengetahui kalau hal tersebut membuat mereka jadi bahagia.

Saya juga berkirim makanan saat ada teman atau tetangga dalam keadaan sakit atau sedang ada kesusahan. Semampunya saya saja karena mikir kalau ada makanan, sedikit bisa mengobati sedih dan bisa mengurangi beban karena ada makanan hangat yang bisa dimakan.

Memasakkan tetangga saat mereka sekeluarga sedang terkena Corona. Sop ayam sayur, cake, dan mie goreng.
Memasakkan tetangga saat mereka sekeluarga sedang terkena Corona. Sop ayam sayur, cake, dan mie goreng.
Untuk teman yang sedang mendapatkan ujian kehidupan
Untuk teman yang sedang mendapatkan ujian kehidupan

Bukan hanya itu saja, saya juga sangat senang mengundang siapapun ke rumah. Tidak harus teman dekat. Ini benar – benar siapapun asal sudah kenal sebelumnya. Misalkan : Oh, nanti pengen masak sayur asem pake ikan asin ah. Eh ngundang Putri enak nih makan bareng. Jadi saya berkirim pesan ke Putri apa hari ini dia kerja apa tidak. Kalau tidak, saya ajak makan siang di rumah. Ini karena rumah Putri dekat dengan rumah saya haha. Segampang itu mengudang untuk makan di rumah. Entah kenapa, saya senang saja kalau bisa makan rame – rame. Suami saya pun tidak keberatan, malah dia sudah terbiasa dengan saya mengundang mereka yang tidak terlalu saya kenal dengan dekat. Ada juga sih peserta tetap yang biasanya akan saya ajak makan di rumah. Atau kalau saya sedang masak banyak tapi tidak sempat untuk ngundang, biasanya saya akan bagikan makanan tersebut dan minta dijemput karena tidak bisa mengantar ke rumah mereka. Ya mereka senang menjemputnya. Ada satu tetangga Indonesia sampai hapal, kalau saya sudah kirim pesan, pasti ada limpahan makanan untuk mereka :)))

Meskipun saya tinggal jauh dengan saudara dan teman – teman baik di Indonesia, saya pun tetap sering berkirim makanan buat mereka. Saya pesan ke restoran atau katering rumahan atau beberapa kenalan yang punya usaha bakery, beli untuk dikirimkan kepada mereka. Bahasa cinta lewat makanan tetap tersampaikan 🙂

Satu lagi yang jadi kebiasaan saya berhubungan dengan makanan, setiap main ke rumah teman atau kenalan, pasti saya akan membawa makanan. Pasti itu. Kalau acara ulang tahun pun biasanya saya akan bawa makanan juga, tapi tidak banyak. Misalnya, cupcake atau roti atau makanan lainnya. Untuk disimpan tuan rumahnya. Dan kalau kami mengadakan acara di rumah, saya selalu membuat porsi yang lebih. Tujuannya supaya tamu undangan ada yang dibawa pulang a.k.a bungkus bawa pulang. Tamu kenyang karena makanan di acara dan juga pulang ke rumah membawa makanan.

Itu kenapa sewaktu mudik, yang paling banyak saya bawa sebagai oleh – oleh, ya makanan. Pikir saya, kalau oleh – oleh makanan itu nyata adanya. Bisa langsung dimakan meskipun sisi kenangannya kurang. Karena langsung habis kan. Dan juga saat kembali ke Belanda, saya berkirim oleh – oleh makanan ke beberapa orang, keluarga di sini juga gurunya anak – anak. Semua saya beri oleh – oleh makanan khas beberapa kota yang saya singgahi selama di Indonesia.

Memang menyenangkan buat saya berbagi makanan. Ada yang menanyakan di twitter apakah saya melakukan itu semua hanya untuk mereka yang klik di hati? Tidak juga, saya melakukan itu untuk semua orang. Bahkan mungkin orang yang sedang tidak berhubungan baik, tetap saja saya berbagi makanan ke mereka. Pas kuliah beberapa kali adik kelas yang saya tidak kenal baik juga pengen ikutan makan di rumah, ya saya terima saja haha lumayan meramaikan suasana. Saya tidak bia sa pelit untuk urusan makanan. Entah kenapa, saya berpikir tidak akan pernah merasa dan menjadi rugi untuk berbagi makanan.

Tentu saja saya masak kalau sedang mood ya. Kalau tidak mood ya tidak saya paksakan, nanti bukannya merasa gembira malah tekanan batin :)))

Bahasa cinta lewat makanan, berbagi hasil masakan sendiri atau hasil baking, mengirimkan, dan mengundang orang – orang makan di rumah, ternyata memang menggembirakan buat saya. Ada rasa bahagia yang luar biasa dan kepuasan tersendiri melakukan hal tersebut.

Sekarang saya paham, bahwa yang selama ini saya lakukan dan tidak menyadari kalau itu juga merupakan bahasa cinta adalah Berbagi makanan.

Bahasa cinta kalian, apa?

-13 September 2022-

Tentang Kebahagiaan

Bakers gonna bake

Beberapa hari lalu, saya bertemu dengan seorang teman setelah kelas baking. Kami hanya berbincang sebentar karena memang waktu yang kami punya tidak banyak. Disela pembicaraan yang topiknya ke sana dan ke sini, dia lalu bertanya : Apakah ini yang ingin kamu jalani sekarang? Apa ini membuatmu bahagia?

Saya butuh waktu beberapa detik untuk bereaksi, mencoba untuk mencerna pertanyaannya. Nampak biasa tapi sebenernya pertanyaan yang sulit.

Hidup saya selama hampir 8 tahun di Belanda sangat jauh berbeda dengan kehidupan saya di Indonesia. Di negara yang pada akhirnya saya panggil sebagai rumah kedua, tempat di mana saya menciptakan sebuah keluarga, hidup saya jauh lebih baik. Secara batin, secara spiritual, secara kematangan berpikir, dan bahagia yang saya rasakan dari dalam.

Umur dan waktu jelas berpengaruh dengan diri saya saat ini. Sewaktu di Indonesia, saya jauh lebih muda dengan segala ambisi dan keinginan yang menggebu. Saya rasa, itu wajar. Ada banyak hal yang ingin saya kejar. Ada banyak penasaran yang ingin saya tuntaskan. Ada banyak puncak yang ingin saya taklukkan. Dan ya, saya sudah mendapatkan itu semua. Saya hanya menghidupi diri sendiri, tidak punya kewajiban menghidupi orangtua dan anggota keluarga yang lainnya. Saya hidup lebih dari cukup secara materi dan keduniawian.

Yang saya rasakan tidak wajar adalah, saya melakukan semua hal tersebut karena ingin membuktikan bahwa saya hebat, saya cemerlang, dan saya layak untuk mendapatkan pujian. Akhirnya saya merasa kelelahan karena selalu mengejar pengakuan khalayak ramai. Saya mendapatkan semua yang saya targetkan. Saya mendapatkan apresiasi yang besar. Saya sukses secara karier dan harta atas kerja keras penuh lelah. Namun saya lupa menanyakan apa diri saya bahagia. Saya lupa untuk melihat ke dalam apakah benar ini yang saya ingin lakukan. Saya selalu berlari seperti orang kehausan mencari sumber air tapi tak juga menemukan. Saya tak pernah puas ketika sudah sampai pada satu titik tujuan. Saya tersengal – sengal. Saya capek. Semua saya dapatkan. Namun jauh di dalam hati, saya kesepian, saya merasa sendiri di tengah segala apa yang saya capai. Ternyata, saya tidak sebahagia yang dipikirkan. Saya merasa kosong. Hati saya seperti pasar, ramai. Hati saya susah mendapatkan ketenangan. Kemrusung.

Bakers gonna bake
Bakers gonna bake

Ketika umur bertambah, lingkaran pertemanan makin mengecil, punya lingkungan baru untuk tempat hidup, jauh dari keluarga, sontak cara pandang saya pun berubah. Tidak dalam waktu yang singkat, saya akhirnya lebih bisa berdamai dengan pikiran dan keinginan. Saya belajar menerima diri sendiri. Saya punya kesempatan untuk jauh dari keramaian dan tidak lagi memenuhi ekpektasi banyak orang.

Saya belajar untuk meredam hasrat supaya dunia melihat saya. Saya belajar untuk membahagiakan diri sendiri, bukan apa yang orang lain ingin lihat dari saya. Saya belajar untuk sadar secara keseluruhan. Sadar pikiran, sadar hati, sadar jiwa, dan sadar perbuatan. Saya belajar untuk bersyukur dari hal sekecil apapun. Belajar menerima bahwa marah adalah hal yang wajar. Belajar memahami bahwa manusiapun punya waktu untuk rapuh, sedih. Saya belajar menerima semua perasaan tersebut. Menerima bahwa saya berhak untuk lelah. Menerima bahwa saya tidak harus bisa semua. Menerima bahwa saya ternyata bukan seorang pribadi yang mampu segalanya. Saya menerima bahwa saya punya keterbatasan. Dan itu, tidak apa – apa. Saya menerima diri saya sendiri, seutuhnya. Diri yang bertahun lamanya, tercampakkan oleh keinginan untuk diakui. Pengakuan yang tak pernah berujung untuk dituju.

Saya belajar untuk bahagia dengan cara yang saya inginkan. Saya, pada akhirnya tau alur hati untuk lebih tenang. Saya, yang seiring berjalan waktu lebih banyak berucap syukur secara sadar. Saya bisa merasakan bahagia yang asalnya dari hati, bukan dari pengakuan orang lain. Hati saya jauh lebih tenang. Otak yang selalu ramai dengan pikiran yang ke sana dan kesini, perlahan mulai reda. Resah dengan kekhawatiran yang berlebih akan apa yang terjadi esok dan lusa, perlahan mulai menurun kadarnya.

Saya belajar untuk menerima.

Butuh latihan panjang untuk sampai pada titik menerima diri sendiri apa adanya. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk bisa mencintai diri sepenuhnya. Butuh banyak dialog dengan pikiran maupun orang – orang yang bisa saya jadikan tempat untuk diskusi, bahwa saya ternyata tidak sehebat yang orang lain lihat selama ini. Saya akhirnya menerima konsep bahwa dunia ini hanya tempat singgah yang sejatinya butuh untuk dijalani sewajarnya saja. Segala hal yang diluar jangkauan, berusaha untuk tidak saya risaukan lagi.

Semua yang saya putuskan saat ini, yang saya jalani sekarang, yang saya rasakan hari ini, adalah hasil saya menengok ke dalam. Hasil dari saya banyak berdialog dengan diri sendiri. Tidak lagi saya sibuk berpikir apakah orang akan melihat saya hebat, apakah orang akan melihat saya sempurna, atau apakah mereka akan senang dengan pencapaian yang saya raih. Saya selesai dengan itu semua.

Saya menjalani hidup saat ini, hari per hari. Bersyukur untuk hari ini, besok jalani syukur yang lainnya. Jangan dibuat resah. Lelah cukup untuk hari ini, besok pasti akan ada lelah yang lainnya. Kesukaran untuk hari ini, cukupkan sampai di sini. Besok akan ada cerita yang lainnya. Semakin banyak syukur yang saya sematkan di hati, dengan segala naik dan turun hari per hari, semakin saya lebih bahagia dengan diri sendiri. Bahagia yang membuat tenang.

Apa yang saya lakukan saat ini, segala keputusan yang saya jalani sekarang, segala dinamika hidup yang saya hadapi langkah per langkah, sudah cukup untuk membuat saya bahagia tanpa resah dengan penilaian orang. Saya mencukupkan batin dan pikiran. Saya mencukupkan keinginan. Saya mencukupkan kebutuhan. Saya merasa cukup.

Batin saya lebih bahagia dan ingin menjalani apa yang sudah menjadi keputusan hidup saat ini, sekarang. Apa yang akan terjadi esok hari, nanti, ataupun bertahun di depan, lepaskan saja. Tak perlu saya risaukan. Hidup sudah ada takaran dan aturannya. Hidup sudah ada jatahnya.

Langkah per langkah, hari per hari. Cukup dan bersyukur. Bahagia untuk hari kemaren, saat ini, dan sekarang.

-9 September 2022-

Akhirnya Mudik! (-Persiapan-)

Koper yang dibawa saat mudik pertama kali

Pecah rekor juga tahun 2022 menjadi -pada akhirnya- tahun mudik. Setelah 7 tahun (lebih beberapa bulan) sejak tahun 2015 awal pindah ke Belanda, tidak pernah mudik sama sekali. Setelah dari 2016 rencana mudik selalu tidak jadi atau malah tertunda. Dari akhir 2016 mudik masih sebatas wacana alias belum sampai beli tiket, tahun 2020 awal kami sudah membeli tiket. Saat itu, masih belum terdengar dengan serius selentingan tentang Covid yang akan mempengaruhi segala sendi kehidupan di seluruh dunia. Setelah tiket di tangan, 2 bulan kemudian Covid mulai masuk Belanda disusul lockdown dan tidak disarankan bepergian ke LN oleh pemerintah Belanda sampai beberapa bulan lamanya. Ditambah kondisi di Indonesia sangat suram (ya sama saja di Belanda pun kala itu).

Walhasil 2020 tidak jadi mudik lagi padahal kabar sudah tersiar ke seluruh keluarga besar di Indonesia kalau anak hilang ini (saking lamanya tidak mudik) sudah membeli tiket. Tahun 2021 tidak jadi mudik lagi karena di Indonesia lebih chaos keadaannya ditambah waktu karantina yang lama. Setiap tahun rasanya memberikan harapan palsu pada keluarga di Indonesia, terutama Ibu dan adik – adik. Tahun 2022 awal, saya tidak berani berencana pulang karena waktu karantina yang berubah tak tentu. Bahkan saat detik – detik kami akan mengganti tiket, karantina jadi 14 hari. Guendeng! lapo ae 14 hari nang hotel iku dikurung ga isok nang endi – endi. Ada satu lagi yang membuat cemas, bukan covid di Indonesia tapi Demam Berdarah waktu bulan Februari meningkat kasusnya. Saya khawatir karena selama di Indonesia kami akan tinggal di desa yang dikelilingi tegalan dan banyak sekali nyamuknya. Ditambah lagi saat itu musim hujan. Makanya niatan untuk mudik masih maju mundur. Ragu.

PADA AKHIRNYA

Saya sebenarnya ingin bersikeras mudik tahun 2022 karena tahun ini kesempatan terakhir kami bisa berlibur di luar liburan resmi sekolah. Dan juga, saya ingin sekali berpuasa Ramadan dan Lebaran bersama keluarga besar di sana. Awal April sudah mulai Ramadan dan awal Mei Lebaran. Jadi saya sangat ingin saat Ramadan sudah ada di Indonesia. Keputusan mudik masih maju mundur terkendala : waktu karantina yang berubah setiap saat dan suami masih belum bisa masuk Indonesia menggunakan visa turis (bahkan VOA pun ditiadakan). Untuk karantina, meskipun dengan berat hati akhirnya kami berkompromi : Ok lah ga masalah karantina merelakan uang untuk bayar hotel supaya dikurung di dalam. Yang penting mudik.

Permasalahan karantina, sudah tercapai kata sepakat. Saya mulai mencari informasi hotel yang cocok untuk kami sekeluarga. Cocok di sini terutama luas ruangan, makanan, dan juga budgetnya.

Permasalahan kedua, visa suami. Ada cara mengakali dengan menggunakan visa bisnis melalui agen perjalanan. Saya mulai mencari informasi agen perjalanan yang terpercaya, mengirimkan email caranya bagaimana, dokumen apa saja yang disiapkan, dan biayanya berapa. Semua sudah jelas hanya kok rasanya tidak sreg ya. Seperti masuk ke Indonesia dengan berbohong. Semacam was – was. Nanti kalau ada apa – apa bagaimana. Perkara visa ini akhirnya mbuletisasi tiada arah sampai awal Maret.

Yang menjadi permasalahan pamungkas adalah, suami baru saja pindah kerja. Kami mikirnya masa iya baru pindah kerja trus cuti liburan dalam waktu yang lama. Kami waktu itu rencana akan 6 minggu tinggal di Indonesia. Menghitung misalkan waktu karantina 14 hari, tersisa 4 minggu dihabiskan bersama keluarga. Akhirnya jadi ragu lagi, ga enak juga sama kantor yang baru. Belum apa – apa kerja, sudah ambil liburan yang lama.

Akhirnya awal Maret kami sepakat dengan satu hal yang sebenarnya tidak ingin kami lakukan. Saya dengan legowo bilang ke suami : ya sudah, aku mudik saja sama anak – anak. Soalnya kalau nunggu kamu, kok ruwet tiada akhir ya. Kayaknya sih bisa aku sama mereka saja mudiknya. Kayaknya ya (masih terdengar ragu – ragu saat itu). Suami menyetujui karena dia sadar diri sumber keruwetan ini adalah dia hahaha.

Keputusan sudah ok, saya mudik hanya dengan anak – anak saja, dua balita, tanpa suami. Selanjutnya, mengurus tiket.

TIKET

Tiket yang kami beli tahun 2020, oleh pihak Garuda selalu diperpanjang otomatis tiap tahun. Waktu itu ada dua pilihan, memperpanjang waktu tiket atau diminta kembali uang dalam bentuk voucher. Kami memilih yang pertama karena memang kami sudah berencana mudik meskipun waktunya entah kapan.

Saya lalu menghubungi Garuda untuk mengganti nama suami jadi nama anak kami yang terakhir. Karena saat membeli tiket awal, dia masih yang gratisan (ya tidak gratisan, hanya membayar sekian euro). Mendapat jawaban dari Garuda kalau prosesnya maksimal 2 minggu. Lalu saya mulai menentukan tanggal kapan berangkat ke Indonesia dan kapan kembali ke Belanda.

Tidak sampai seminggu, sudah ada jawaban dari Garuda kalau anak kami sudah bisa mengurus tiket atas nama sendiri, limpahan tiket dari suami. Tanpa ada biaya tambahan, kami malah mendapatkan kembalian uang lumayan dalam bentuk voucher. Kami mulai mengurus tiket untuk bertiga. Saya mengurus tiket melalui fasilitas Chat di website mereka juga meminta fasilitas meet and assistance karena saya membawa 2 balita sendirian, juga meminta menu makan khusus anak.

Minggu kedua Maret, tiket sudah ada di tangan. Selanjutnya mengurus segala macam dokumen.

DOKUMEN PERJALANAN DAN VAKSIN

Meskipun belum ada waktu pasti akan mudik, berbekal optimis, saya mulai mempersiapkan dokumen – dokumen atau melengkapi persyaratan mudik sejak awal Februari. Dimulai dengan mendaftarkan vaksin ke kementrian kesehatan Indonesia karena butuh waktu lama untuk mendapatkan persetujuan apakah vaksin yang sudah dilakukan sesuai standar mereka. Ternyata dalam waktu 4 hari saya sudah mendapatkan jawaban disetujui. Saya sudah vaksin sampai booster. Lalu saya mulai mengotak- atik aplikasi peduli lindungi. Mulai mempelajari bagaimana cara kerjanya.

Setelah mendapatkan tiket, kami mulai mengurus ijin sekolah anak – anak, mendaftarkan vaksin perjalanan untuk mereka. Anak – anak mendapatkan 3 vaksin (yang bayarnya aduhai mahal tidak diganti asuransi) yaitu : hepatitis A dan typhus 2 kali. Dokumen lain yang saya persiapkan adalah mengisi segala macam formulir : Formulir yang harus diisi suami menyatakan dia mengijinkan saya membawa anak – anak keluar Belanda, formulir deklarasi kesehatan, ngeprint bukti vaksin, lalu ada beberapa dokumen lainnya. Yang tidak kalah pentingnya, saya cetak semua dokumen yang sebenarnya sudah ada versi digitalnya. Jaga – jaga saja supaya ada backup-nya. Nampak ribet ya, karena memang saat saya mudik itu, masih kondisi yang ribet. Apalagi saya mudik sendiri tidak bersama suami, jadi saya meminimalisir segala error yang mungkin akan terjadi di lapangan. Tidak terbayang kalau bawa dua balita sendirian ditambah ada ruwet dengan dokumen. Jadinya mending ribet di awal daripada ruwet di akhir.

MENCARI HOTEL KARANTINA

Tanggal berangkat sudah ada, saya lalu menghubungi hotel yang masuk sebagai hotel resmi karantina. Kalau tidak salah ingat, waktu itu karantina sudah berkurang jadi 9 hari dari 14 hari. Hotel yang saya pilih ini juga hasil memantau grup orang – orang Indonesia yang tinggal di Belanda yang sudah mudik dan beberapa orang lainnya yang akan mudik juga. Mereka biasanya akan memberikan testimoni keadaan hotel. Yang jadi pembicaraan hangat saat itu adalah hotel yang memberikan hasil tes pcr positif. Istilahnya hotel yang mengcovidkan. Berita ini simpang siur dan jelas dipertanyakan kebenarannya. Tapi ya lagi – lagi, untuk amannya, entah itu benar atau tidak, saya menghindari hotel – hotel yang disebutkan.

Setiap hari sebelum hari H berangkat, jumlah hari karantina pun berubah. Bersyukurnya, berubahnya jadi berkurang bukan bertambah. Dari 14 hari menjadi 9 hari, jadi 7 hari, 5 hari, 3 hari. Dan Alhamdulillah, seminggu persis sebelum kami berangkat, ada pengumuman resmi dari pemerintah Indonesia jika pelaku perjalanan dari luar negeri tidak perlu lagi karantina tapi tetap menunjukkan hasil negatif tes pcr maksimal 48 jam (kalau tidak salah ingat 48 jam ya) sejak sample diambil. Perkara karantina terlewati, pada akhirnya tidak ada karantina. Sujud syukur, waktu dan uang terselamatkan. Saya langsung mencari hotel di Surabaya karena rencana akan singgah dulu di Surabaya selama seminggu. Ada banyak yang harus saya urus dan ingin bertemu dengan beberapa teman sekalian istirahat sebelum ke rumah Ibu.

Koper yang dibawa saat mudik pertama kali
Koper yang dibawa saat mudik pertama kali

MEMBELI OLEH – OLEH DAN MENCICIL PACKING

Hiburan saat tegang memantau perkembangan di Indonesia dan menyiapkan segala macam dokumen adalah membeli oleh – oleh. Karena 7 tahun tidak pulang sama sekali, jadi saya membeli oleh – oleh dalam jumlah yang lumayan banyak. Jatah bagasi dari Garuda dengan 3 penumpang total 90kg, jatah di kabin total 21kg. Jadi lumayan banyak kan. Setiap hunting oleh – oleh atau souvenir, hati saya mendadak gembira meskipun mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Untungnya, saat 2020 akan pulang, saya sudah membeli souvenir juga. Jadi, kali ini saya tidak terlalu banyak menambahi. Yang saya bawa sebagai oleh – oleh adalah aneka macam coklat (total sepertinya lebih dari 10kg coklat. Karena menjelang paskah, jadi coklat yang ada juga lucu – lucu bentuknya). Coklat ini saya beli dari yang mewah sampai yang biasa saja. Dari yang harga normal sampai yang harga diskon. Lengkaplah koleksi coklat yang saya bawa mudik. Selain itu saya juga membeli aneka macam parfum yang dibeli di Action. Baju – baju dan tas saya beli di Primark dan HnM. Beberapa macam pernak pernik lucu saya beli online dan action. Kalau coklat saya beli di Lidl, AH, Jumbo dan Action. Lalu saya membeli beberapa souvenir di So Low.

Selain coklat, tak lupa saya bawa camilan khas Belanda yaitu stroopwaffle. Ada beberapa jenis camilan lain juga yang saya bawa. Untuk baju, saya tidak membawa terlalu banyak. Saya pikir, kalau memang kurang saya bisa meminjam baju adik. Untuk baju anak – anakpun saya tidak terlalu membawa banyak. Toh di Indonesia hawanya panas, jadi kalau butuh bisa beli di pasar atau meminjam baju anak – anaknya adik. Perlengkapan lain yang saya bawa beberapa macam obat – obat dan salep. Bawaan saya dan anak – anak cukup untuk 1 koper. Satu koper isi oleh – oleh, sedangkan 1 koper sisanya isi jastipan. Saya membuka jastip supaya mengisi koper daripada kosong kan, lumayan juga menghasilkan uang haha. Intinya saat berangkat ke Indonesia saya membawa barang seminim mungkin supaya saat kembali ke Belanda, segala macam koper bisa saya isi makanan – makanan dan pernak pernik dari Indonesia.

Untuk di kabin saya tidak terlalu banyak membawa barang. Satu koper, tas ransel kecil isi baju dan keperluan anak-anak plus saya, satu tas jinjing isi dokumen dan mainan anak – anak. Total waktu berangkat saya membawa 3 koper besar di bagasi (total sekitar 60kg), koper kecil di kabin, satu tas punggung dan satu tas jinjing. Koper yang di kabin dibantu bawa oleh assistance dari Garuda.

NEXT

Cerita akan berlanjut di postingan berikutnya. Termasuk drama tes pcr dimana 12 jam sebelum keberangkatan hasil tes saya positif. Lalu bagaimana caranya saya bisa tetap naik pesawat sementara hasil tes pcr saya positif? ikuti di postingan selanjutnya.

-Agustus 2022-

Pertambahan Usia

Bunga ulangtahun

“Kok ga ada beritanya ultah, Mbak?” Kata salah seorang teman yang mengetahui saya berulang tahun pada hari tersebut, di minggu ini.

Jangankan dia, saya saja nyaris lupa kalau tidak melihat suami yang diam – diam membawa bunga pada H-1, maksud hati ingin memberi kejutan tapi malah kepergok saya yang mau mengambil tepung di halaman belakang. Tapi saya bilang ke dia “Aku besok pura -pura kaget dan terharu kok pas kamu kasih bunga. Tenang saja, anggap saja aku ga pernah lihat bunga itu.” hahaha lawak.

Pertambahan tahun ini, seperti tahun – tahun sebelumnya, spesial dengan cerita dibaliknya. Tahun ini tidak ada kado liburan karena saya sedang sibuk mengurus sesuatu. Tahun ini ulangtahun rasa tegang karena yang saya urus tersebut lumayan menyita perhatian dan menguras tenaga. Tahun ini tak ada nasi kuning tumpengan dan tart yang biasa saya buat sendiri. Ulangtahun kali ini istimewa karena saya masih dalam rangka pemulihan setelah terkena serangan Covid-19, dua kali. Sekarang lumayan mulai membaik dan makin membaik. Kapan – kapan saya ceritakan di sini tentang akhirnya saya kena juga Covid-19 setelah dua tahun bisa menghindar.

Bunga ulangtahun
Bunga ulangtahun

Cerita istimewa lainnya, mendapatkan ucapan ulangtahun dari semua pasukan, dari para sahabat dan teman – teman terdekat, dari Mama mertua, Ibu dan adik – adik saya. Pagi hari diberikan bunga -yang saya benar – benar tampakkan muka kaget dan terharu disusul suara tertawa dari suami melihat ekspresi jago akting ala saya-. Makan malam yang rencana awal dari minggu lalu inginnya di Scheveningen, akhirnya berubah haluan di restoran Yunani dekat rumah karena cuaca minggu ini mendadak dingin. Padahal minggu lalu kami serumah sudah bersandal jepit dan berkaos tipis saat keluar rumah. Bahkan yang lainnya sudah bercelana pendek. Masuk minggu ini, suhu jadi ngedrop. Dini hari ini, di sekitar Den Haag salju turun dengan deras dan pagi hari terlihat menumpuk tebal. Menjelang sore, salju mulai mencair. Dingin tidak karuan.

Makanan laut di restoran Yunani
Daging domba

Kembali ke cerita ulangtahun, seperti biasa juga, setiap ulang tahun atau hari – hari penting lainnya, saya menyiapkan dana khusus untuk berbagi berkah. Kali ini saya memesan 25 porsi ricebowl lewat Mbak Tami di twitter (akun at Tha_mieee) dan bersama beberapa donatur lainnya bisa membagikan sekitar 70 porsi kepada mereka yang berhak dihari Jumat ini.

Salju pagi jam setengah delapan saat kami sudah di jalan menuju suatu tempat

Harapan dan doa saya tidak muluk – muluk ulangtahun kali ini. Sehat panjang umur lengkap bersama keluarga tercinta saya dan selalu bisa berbagi berkah buat semuanya. Satu lagi, semoga tahun ini saya bisa bekerja di Bakery.

-1 April 2022-

Tahun Baru 2022

Tiramisu tahun baru 2022

Tahun dengan angka yang cantik. Selamat tahun baru semuanya. Sehat dan banyak berkah ya tahun ini. Harapan tidak muluk – muluk. Semoga keadaan dunia terkait Corona makin membaik. Karantina di Indonesia dihapuskan atau paling tidak jadi 2 hari sajalah, cukup. Saya pengen sekali mudik. Lalu apalagi ya, kami sekeluarga tetap komplit, sehat, bahagia dan lancar rejeki supaya makin banyak untuk berbagi. Usaha saya makin berkembang, mulai nambah pembeli dan rencana saya ikut beberapa kelas baking lancar tanpa hambatan.

Cerita malam tahun baru sama seperti tahun – tahun sebelumnya. Jam 8 sudah leyeh – leyeh di kasur sambil mainan twitter dengan mata sayup – sayup mengantuk. Tapi ada yang spesial sebenarnya tahun ini. Untuk pertama kalinya, kami melakukan tradisi keluarga di Belanda pada umumnya, malam tahun baru dengan gourmetten. Ini semacam BBQ an tapi dalam rumah pake alat listrik. Terharu juga akhirnya merasakan apa yang dilakukan keluarga Belanda lainnya hahaha agak norak memang saya. Ayam, daging, dan ikannya ya beli jadi sajalah yang sudah dibumbuin di supermarket kebanggaan orang Belanda :)))

Gourmetten

Selain itu, ya jelas yang tidak boleh ketinggalan, gerombolan Oliebollen, berlinerbollen, dan apelbeignet. Pastinya, ini beli semua karena saya malas membuat sendiri. Saya tidak terlalu suka oliebollen. Entah kenapa tekstur roti goreng, lebih cocok di lidah saya. Kalau berlinerbollen, saya suka karena ada vla vanilla di tengahnya. Pagi hari, saya memanggang sourdough bread dan siangnya sourdough baguette untuk dimakan saat gourmetten. Sorenya saya sempat membuat Tiramisu lalu masak beberapa printilan untuk tumpeng nasi kuning.

Berlinerbollen. Apelbeignet dan oliebollen
Sourdough bread with special patroon

Sama seperti tahun lalu, kembang api dilarang saat malam tahun baru. Tapi saya juga tidak tahu apakah ada denda atau cuma larangan saja karena ya tetap saja suara jedar jeder masih mengudara. Sebagai penyuka kembang api, ya saya nikmati saja suara jedar jeder dan warna warni di udara saat jam 12 malam. Saya melihat dari kamar sambil rebahan. Sebenarnya saya sudah tertidur sebelum jam 12 malam, padahal niatnya melek. Apadaya, sudah menjelang sepuh, gampang mengantuk. Pas jam 12 malam, terbangun ya karena suara kembang api. Saya bangunkan suami, seperti biasa mengucapkan selamat tahun baru sambil berdoa untuk harapan – harapan yang terucapkan. Saya bangunkan penghuni kamar -kamar sebelah, tak ada yang bergerak. Lalu saya kembali tidur.

Tiramisu

Hari ini, sejak pagi saya sibuk menyiapkan tumpeng nasi kuning. Ini semacam kebiasaan saja kalau tahun baru saya membuat tumpeng. Sebagai bentuk syukuran atas tahun yang telah terlewati dengan segala suka dukanya. Juga sebagai syukur awal tahun dengan segala harapan dan doa yang terucap untuk tahun ini. Dan seperti biasa juga, saya berbagi ke tetangga. Ditambah, saya berikan ke satu keluarga Indonesia yang baru saja saya kenal dan tinggalnya tidak jauh dari rumah kami. Kami satu almamater, jadi senang rasanya kenal orang Indonesia di dekat rumah dan ada latar belakang yang sedikit sama.

Bagi – bagi nasi kuning

Biasanya saya membuat nasi kuning langsung dari rice cooker. Kali ini saya niat pakai aron trus dikukus karena mencoba campuran beras basmati dan beras pandan. Hasil memang tidak khianat dari usaha karena teksturnya saya lebih suka yang hari ini dibandingkan yang sebelumnya dari rice cooker dan hanya menggunakan beras pandan. Jadi berikutnya kalau membuat nasi uduk, saya akan coba kombinasi beras ini.

Karena baru pertama kali menggunakan basmati, jadi saat membentuk tumpengnya agak kesulitan. Tidak terlalu lengket, langsung ambyaarr haha. Jadilah gunungnya agak longsor. Tak ada foto cantik tumpeng tahun ini karena tumpeng tak maksimal bentuknya. Lalu saya bentuk saja pakai mangkok kecil. Minimal supaya rapi tampilannya.

Tumpeng yang longsor gunungnya

Sorenya, kami ke rumah tetangga. Ini juga semacam tradisi, setiap tanggal 1 Januari, kami pasti ke sana karena ada undangan untuk makan oliebollen (sekalian mengantar nasi kuning). Sebenarnya untuk silaturrahmi saja sih, karena makanan yang disediakan bukan hanya Oliebollen saja. Lumayan juga variasinya untuk standar orang Belanda yang mengundang tamu *uhukk!

Selama 2 jam di sana, kami pulang ke rumah. Rangkaian acara malam tahun baru dan pas tanggal 1 januari sudah usai.

Semoga segala harapan baik tahun ini bisa terlaksana dan tercapai. Dimudahkan segala urusan dan dijauhkan dari segala marabahaya. Sehat dan bahagia untuk kita semua.

First sweets in 2022

– 1 Januari 2022 –

Cerita Natal Tahun 2021

Christmas Taart

Seminggu lalu, aturan di Belanda diperketat lagi terkait dengan Corona. Bahasa kerennya, Hard Lockdown. Apapun istilahnya, ya rasanya jadi terbiasa dengan keadaan ini. Hanya, terselip rasa sedih karena artinya Natal tahun ini tidak bisa kumpul keluarga lagi. Terakhir kami kumpul keluarga besar di sini waktu Natal 2019. Kami pergi ke restoran di sebuah hotel, semua memakai baju yang kece – kece dan makan malam yang agak fancy. Saya lahir dan besar di keluarga yang merayakan apapun dan kumpul – kumpul dengan keluarga besar, jadi momen keluarga ngumpul itu selalu membuat saya senang. Karenanya bisa dibayangkan, sejak 24 Desember pagi, hati saya sudah mendung. Sudahlah mudik entah kapan hilalnya belum terlihat, Belanda lockdown begini semua tutup kecuali yang penting – penting saja. Pas banget ada kartupos dari Agnes yang kata – katanya benar menyentuh sampai saya menangis membacanya.

Suasana hati yang mendung, Natal yang sepi, cuaca yang super dingin dan agak hujan, baca tulisan Agnes, langsung ambrol pertahanan. Nangis. Untungnya (Jawa banget ya, untungnya haha) sehari sebelum hard lockdown, masih bisa ketemuan sama Agnes, Ajeng dan Crystal. Jadi senang kalau mengingat obrolan kami siang itu. Bayangkan, dari jam 12 siang sampai rumah Agnes, mulut ga berhenti mengunyah sambil ngobrol sampai jam 7 malam. Itu saja seperti masih merasa kurang aja yang perlu diobrolkan masih banyak stoknya. Terakhir kami ketemu, 2 tahun lalu pas di rumah saya.

Bagian dari tulisan Agnes di kartupos

Tanggal 24 Desember siang, saya jalan – jalan di pusat pertokoan di kampung sini. Melewati satu persatu toko yang buka hanya untuk pelanggan yang ambil barang, melihat restoran tutup untuk makan ditempat, semua tempat jadi sepi. Sudahlah kampung ini sepi, eh ketambahan lockdown jadinya makin sepi.

Natal hari pertama, ya kami di rumah saja, mau ke mana. Tidak ada kumpul keluarga besar, Mama mertua juga tidak mau didatangi (Mama agak was – was karena ada varian baru), jadinya ya kami bikin acara sendiri di rumah. Sebenarnya jauh hari sudah mempersiapkan kondisi ini. Makanya kami juga tidak mengundang siapa – siapa untuk makan malam Natal. Belajar dari tahun lalu yang tiba – tiba juga akhir tahun lockdown.

Taart dengan isian buttercream dan selai Rhubarb

Jadi saya akan bercerita seputar makanan saja Natal hari pertama

Pagi hari, kerstonbijt alias sarapan Natal kami adalah Feestbrood atau roti pesta. Ini semacam stollen tapi tidak ditabur gula. Rasanya jelas manis dari kismisnya dan gelondongan almond campur gula. Saya tidak pernah bisa makan gelondongan putih itu.

Feestbrood

Lalu setelah sarapan, saya membuat siomay dan isian pangsit. Saya ingin makan siomay, sekalian bikin pangsit basah untuk makan siang dan makan malam.

Makan siang kami, mie bakso pakai pangsit basah. Ini menu paling gampang karena tinggal mengeluarkan stok dari freezer.

Makan malam, saya sudah mempersiapkan menu pembuka, utama, dan penutup. Ada sedikit tragedi sewaktu proses memasaknya. Jadi saya mengeluarkan box dari dalam kulkas isinya beberapa jenis jamur. Nah setelah saya potong – potong, saya taruh lagi di box tapi dekat wastafel. Suami lagi beres2 sampah apel. Lalu saya mengerjakan hal lainnya. Sekitar jam 4 sore, saya mulai masak – masak supaya jam 5 sudah siap semua. Pas saya cari jamur di mana, langsung saya berpikir buruk. Suami baru saja masuk rumah dari buang sampah

Saya : Hon, kamu buang box isinya jamur ya?

Suami : Lho, itu bukannya sampah ya. Kok kayak jamur sisa – sisa gitu

Saya : Itu buat makan malam kita. Aku kan ga suka Asparagus, makanya aku mau bikin oseng jamur.

…………………. langsung gondok kesel banget. Ya lagian bukannya nanya dulu, langsung aja dibuang. Jelas – jelas boxnya saya taruh atas meja dapur. Pakai inisiatif tinggi dibereskan trus dibuang. Pas kejadian sih gondok banget ya. Pas nulis ini, jadinya ngikik kok yaaa suamiku niatnya baik tapi berakhir tragedi jamur kebuang. Tapi ya sudahlah, setelah gondok ya saya akhirnya meneruskan masak lagi.

Meja makan yang beda dari biasanya

Meskipun kami tidak ada tamu, tapi karena spesial makan malam saat Natal, saya mengkondisikan ruangan yang spesial juga. Meja makan saya hias, sewaktu makan juga kami memakai baju yang rapi. Beda dengan makan malam seperti biasanya.

Makanan pembuka : Wonton dengan kuah kaldu ayam dan jahe

Makanan utama : Potatoes au gratin, steak rusa, dijon mustard sauce, asparagus, wortel warna warni, jamur (sisa bikin saus), kentang goreng, nugget ayam, mini burger, potongan kecil bebek panggang.

Senang karena warna steak rusanya merah muda

Penutupnya : Taart & Buttercream vanilla

Minumnya : cukup air kran, Kombucha, dan jus jeruk. haha tidak nyambung ya. Wes tak mengapa. Yang penting malam itu kami benar – benar menikmati makan malam spesial. Semua suka, semua gembira.

Setelah makan, acara penutup yang ditunggu – tunggu adalah buka kado.

Kartu Natal untuk Suami

Meskipun terselip rasa sedih kami masih belum bisa kumpul keluarga, tapi kami penuh rasa syukur masih diberikan kebersamaan, komplit sekeluarga tidak kurang apapun, umur dan kesehatan yang baik, juga masih bisa menikmati makan Malam Natal penuh suka cita. Tahun inipun kami menerima banyak sekali kartu ucapan Natal dan tahun baru. Lebih banyak dari tahun lalu. Ini juga yang membuat saya senang bulan Desember. Mengirim dan dikirimi kartu.

Semoga yang merayakan Natal juga merasakan kehangatan dan kebersamaan bersama keluarga dan orang – orang tersayang. Semoga tahun depan keadaan lebih baik.

Prettige Kerstdagen! Selamat Natal

-27 Desember 2021-

Vaksin Corona Ketiga (Booster)

Vaksin Ketiga (booster)

Mumpung masih hangat, jadi mari dituliskan (sebelum terbit madingnya *kriikk). Jadi, saya sudah suntik booster. Ini benar – benar dadakan, tanpa persiapan, tanpa pemberitahuan beberapa hari sebelumnya. Pun, saya tidak mendaftar.

Jadi begini ceritanya.

Saya ini tidak terlalu menyimak tentang vaksin ketiga. Setiap sore beritanya ada di TV, tapi ya sekilas saja saya memperhatikan, karena di Belanda baru dimulai. Setahu saya, kira – kira Januari pertengahan baru giliran saya bisa dapat (berdasarkan tahun kelahiran, itupun kalau lancar). Dan yang kedua, kalau tidak suntik booster, QR Code vaksin pertama dan kedua tidak bisa dipakai lagi. Saya sejak awal memang sudah berencana akan suntik booster. Satu – satunya alasan adalah supaya QR Code masih tetap bisa dipakai demi untuk kedepannya bisa liburan tanpa terkendala masalah pervaksin-an. Bisa sih tanpa bukti vaksin ya tapi harus tes dulu sebelumnya, atau malah ada negara yang mewajibkan vaksin dulu sebelum masuk ke sana. Intinya, saya tidak mau dibuat pusing kedepannya tentang vaksin ini. Tujuan utama saya ya mudik. Jadi saya tidak terlalu berpikir tentang proteksi badan terhadap Corona setelah vaksin ketiga. Yang penting nanti pas mudik, tidak terhadang tentang bukti vaksin. Itu saja. Meskipun kata menteri kesehatan Belanda setelah vaksin ketiga akan ada vaksin – vaksin selanjutnya, ya sudah itu dipikirkan nanti saja. Sekarang ya sekarang.

Beberapa waktu lalu, sekitar jam makan malam, ada dua surat yang diantarkan langsung ke rumah. Suami yang mengambil dan membaca, bilang kalau itu surat undangan untuk vaksin ketiga (booster) corona yang dilakukan di klinik huisarts (dokter keluarga). Jadi itu surat undangan langsung dari klinik tersebut. Membaca surat cuma selembar tersebut, saya awalnya Suudzon (berburuk sangka) karena kok nampak tidak formal. Tidak ada cap atau tanda tangannya atau apa gitu yang meyakinkan. Tapi disitu disebutkan jenis Vaksin apa yang akan kami dapatkan.

Nah, di surat undangan, disebutkan kalau cara penjadwalan suntiknya berdasarkan huruf pertama nama terakhir. Kami berdua, dapat hari pertama. Jadi cuma dua hari saja jadwal suntik booster di klinik. Selama dua hari dipakai vaksin, klinik ditutup untuk pemeriksaan lainnya. Hanya untuk mengambil atau membeli obat di apotek dalam klinik masih bisa. Suami keesokan hari setelah saya vaksin, menelepon klinik ingin membuat janji diperiksa. Ditolak oleh mesin penjawab, disuruh telpon besok paginya lagi.

Ok, kembali lagi ke bahasan vaksin. Disebutkan juga, kalau tidak datang sesuai jadwal, tidak akan bisa suntik di klinik pada waktu lainnya. Artinya harus lewat jalur GGD (Municipal Health Service). Yang vaksin pertama dan kedua memang jalurnya lewat GGD (atau ada yang lewat huisarts ya, saya juga tidak terlalu paham). Makanya kami kaget tiba – tiba dapat undangan dari klinik untuk suntik di sana. Saya masih ragu apa mau di GGD atau di klinik. Kalau di GGD, kok lokasinya yang terdekat di Delft dan kemungkinan besar dapat Moderna (Mama mertua sudah suntik 2 minggu lalu di GGD dan dapat Moderna. Vaksin 1 dan 2 Beliau adalah Pfizer). Jadi, malam itu saya belum memutuskan besok paginya mau suntik apa tidak. Sementara suami sudah memutuskan, dia cukup dua kali vaksin saja. Dia tidak mau suntik apa – apa lagi yang berhubungan dengan vaksin. Sudah males nuruti pemerintah katanya. Wes mbuh karepmu.

Besok paginya, saya ke kota mengantar pesanan. Sempat lupa perkara vaksin. Setelah sampai rumah kembali dan setelah makan siang, saya mencoba untuk menelepon GGD, ingin menanyakan apa benar undangan yang dari klinik ini. Masih dalam rangka Suudzon, ini jebakan batman apa bukan. Lahir dan besar di negara yang banyak marabahaya, jadinya terbawa sampai di sini, apa – apa musti waspada. Dari pihak GGD Den Haag menjelaskan, kalau sudah dapat surat undangan dari klinik huisarts dan jika memang saya ingin vaksin, bisa langsung ke sana karena memang bisa dilakukan di klinik juga. Wah jadi lega mendapatkan pencerahan seperti itu. Lalu hilang Suudzonnya.

Oh ya, syarat untuk bisa suntik booster di klinik tersebut berdasarkan surat undangan adalah usia 18+, vaksin yang kedua minimal 3 bulan lalu, dan dalam 2 bulan terakhir tidak positif Corona. Itu syarat utamanya. Ada juga syarat – syarat lainnya yang berhubungan dengan kondisi kesehatan. Saya lalu berangkat ke klinik sepedahan hanya 5 menit saja. Surat harus dibawa karena tidak bisa suntik tanpa membawa surat. Sesampainya di sana, saya lihat antrian di luar tidak terlalu panjang.

Vaksin ketiga

Saya menuju barisan, antri, lalu antrian mulai maju perlahan. Setelahnya macet sampai 45 menit. benar – benar tidak maju sama sekali. Suhu -2 derajat celcius plus agak berangin. Dinginnya menampar -nampar pipi. Pas saya lihat ke belakang, antrian sudah mengular kira – kira 40-50 meter. Orang – orang yang antri sudah kasak kusuk, tapi jelas saya tidak paham karena suaranya tidak terlalu keras. Tiba – tiba ada mobil berhenti, turun seorang perempuan membawa beberapa box warna putih. Ohhh ternyata antrian stuck karena stok vaksin di klinik habis. Pantes.

Antrian mulai maju cepat, lalu masuk pendataan, mengecek surat dan ID dan penulisan bukti di kertas. Setelahnya diarahkan masuk ruangan mana. Kalau di GGD dulu, Saat vaksin harus duduk. Sementara booster ini, nyuntiknya sambil berdiri. Cepet sekali prosesnya. Di surat undangan dibilang, kalau mau menunggu 15 menit setelah suntik, bisa saja tapi menunggunya tidak di dalam gedung melainkan di parkiran (kliniknya sungguh mungil, jadi ga cukup tempat menunggu). Juga dibilang kalau vaksin 1 & 2 tidak ada keluhan yang berat atau efek yang parah ke badan, kemungkinan besar vaksin ketiga juga akan biasa saja. Karena Vaksin pertama (Pfizer) dan Vaksin kedua (Pfizer) saya tidak ada keluhan apapun setelahnya (hanya jadwal mens yang berantakan 3 bulan pertama, setelahnya kembali normal), jadi saya memutuskan langsung pulang.

SETELAH VAKSIN

Beberapa jam setelah vaksin, keadaan masih aman terkendali. Saya tidak merasa ada yang berbeda dengan badan. Lengan pun tidak sakit. Tidak mengantuk parah. Tidak gampang lapar. Sampai malam menjelang tidur pun masih ok. Keesokan harinya, juga baik – baik saja. Tidak merasa sakit apapun. Lalu saya beraktifitas seperti biasa, bahkan saya tetap ber Chloe Ting 30 menit. Semua lancar – lancar. Setelah lewat 24 jam setelah vaksin, badan tidak ada rasa sakit sedikitpun, lengan tidak, semua baik dan aman terkendali. Jadi saya simpulkan, efek vaksin ketiga (Pfizer – booster) di badan saya tidak ada efek sakitnya. Entah nanti apakah jadwal mens akan terganggu lagi apa tidak. Mudah – mudahan tidak. Mama mertua yang mendapatkan Moderna divaksin ketiga ini (setelah yang pertama dan kedua adalah Pfizer), juga tidak ada keluhan apapun setelahnya. Sama seperti sebelumnya.

Begitulah cerita saya vaksin ketiga (booster) lewat jalur undangan dari klinik dokter keluarga. Kalau lewat jalur GGD, saat ini masih untuk mereka yang kelahiran tahun 1965 dan sebelumnya. Jadi, saya lumayan beruntung dapat jalur express. Tidak semua klinik huisarts di Belanda bisa sebagai tempat suntik vaksin ketiga ini. Entah kriteria kliniknya seperti apa. Dalam waktu dua minggu setelah vaksin, buktinya otomatis sudah ada di QR Code.

Sehat – sehat semua buat kita.

-23 Desember 2021-

Kembali Belajar : Kelas Dasar Membuat Roti

Mejeng di kelas roti

Pertengahan tahun 2020, saat mulai tertarik menekuni dunia bikin kue dan roti, saya mencari informasi sekolah baking yang ada di Belanda. Saat itu, setelah berdiskusi dengan suami, saya ingin lebih serius terjun di bidang ini. Alih – alih ingin meneruskan ke S3 di Institut teknik (yang sudah saya rencanakan sejak dulu kala tapi nyatanya maju mundur ga jelas dengan berbagai alasan dan kesibukan), saya berpikir lebih baik saya jadikan serius saja dunia oven mengoven ini. Setelah mencari dan mengumpulkan informasi, dari berbagai macam sekolah baking, pilihan saya jatuh pada satu institut. Ga jadi ke Institut teknik, beloknya ke institut bakery haha. Saya diskusikan secara mendalam dengan suami, dia sangat mendukung rencana saya kembali sekolah meskipun bidangnya sangat berbeda dengan latar belakang pendidikan juga pengalaman kerja. Dia bilang : tekuni kalau memang ini yang kamu yakini, inginkan dan bisa membuat kamu berkembang secara ilmu dan pengalaman. Tekuni kalau memang ini bidang kerja yang kamu ingin jalani dan juga kamu senang mengerjakannya. Dapat dukungan gini, saya tentu saja jadi ringan melangkah.

Ruang kelas

Institut ini punya program khusus berdiploma yaitu kelas 9 minggu untuk Pattiserie dan 9 minggu Boulangerie. Waktu itu, saya memutuskan untuk ikut gabungan keduanya. Jadi minimal 20 minggu, setiap hari masuk dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Saya dan suami juga mulai cari cara bagaimana supaya berjalan seimbang antara yang di rumah dan saat saya sekolah. Ada beberapa hal yang menyulitkan sebenarnya, tapi kami mencoba jalan tengahnya. Ini program yang sangat intensif dan musti punya komitmen tinggi. Tidak bisa berhenti di tengah karena biayanya sangat mahal. Pun ujian akhirnya juga belum tentu lulus. Tergantung kemampuan peserta selama mengikuti sekolah.

Hasil roti hari pertama kursus

Singkat cerita, setelah berpikir lama mempertimbangkan segala hal dan mencoba mencari celah kesulitan yang kami hadapi kalau saya kembali sekolah secara intensif, akhirnya diputuskan saya akan mendaftar 1 jurusan dulu yaitu Boulangerie. Saya mendaftar sekitar Maret 2021, lalu dipanggil interview sekitar bulan Mei. Saat interview, semua bisa saya jawab dengan baik, dengan bahasa Belanda tentunya. Saat interview itulah saya mendapatkan gambaran kira – kira bagaimana nanti suasana selama 10 minggu sekolah. Akhirnya keesokan harinya, saya mendapatkan kabar kalau saya lulus interview dan bisa meneruskan proses pendaftaran yang berikutnya.

Hasil roti hari kedua kursus

Lalu saya mulai gamang. Saya mulai mempertanyakan diri sendiri, apa iya saya sanggup meninggalkan rumah seharian, 5 hari dalam seminggu, selama minimal 10 minggu (karena akan ada masa magang juga). Apa iya saya akan kuat secara mental meninggalkan yang ada di rumah. Pertanyaan – pertanyaan itu mulai saya pikirkan secara serius. Kalau menuruti ambisi, saya bisa saja berkeras hati tetap berjalan sesuai rencana. Tapi saya kembali berpikir, sebenarnya prioritas saya sekarang apa.

Salah satu materi kursus

Singkat cerita, saya akhirnya memutuskan mengundurkan diri, tidak melanjutkan untuk ikut kelas pendidikan 9 minggu Boulangerie. Tapi hasrat saya untuk masuk kelas tetap membara. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil kelas kursus pengenalan pembuatan roti. Sebenarnya kursus yang saya incar adalah kelas Croissant. Namun kelas ini mensyaratkan untuk ambil kursus dasar dulu. Meskipun secara praktek saya sudah bisa membuat roti bahkan menjualnya (bisa ditengok akun jualan dan prakarya baked goods IG : @SophieBreadnSweets) khusus sourdough bread, tapi secara teori saya butuh banyak belajar. Akhirnya saya mendaftar kursus di Institut ini dengan dosen yang sama mengajar di kelas pendidikan 9 minggu. Saya pikir, dengan jalan tengah seperti ini, semua hal bisa terakomodasi. Saya bisa tetap belajar di kelas yang berhubungan dengan baking, pun yang di rumah tidak keteteran saya tinggal karena waktunya tidak terlalu intensif. Toh dosennya sama dengan kelas pendidikan dan diakhir kursus saya mendapatkan sertifikat. Win Win Solution.

Mejeng dulu

Awal November, saya masuk kursus kelas dasar pembuatan roti. Kursus ini berlangsung 2 hari, yang tempatnya lumayan jauh dari tempat tinggal saya. Sekitar 4 jam perjalanan menggunakan kereta total pergi dan pulang. Waktu kursus, hari minggu dan senin dari jam 8 pagi sampai 4 sore . Peserta total 8 orang. Setelah perkenalan, diantara 8 orang ini, hanya 2 orang yang punya usaha baked goods. Saya dan satu orang dari Zeeland. Selebihnya, mereka baru mengenal dasar – dasar roti ya dari kursus ini.

Selama 2 hari kursus, banyak teori baru yang saya dapatkan berkaitan dengan cara membuat formula resep roti, proses kimianya, bahkan praktek cara melipat dan membentuknya pun saya mendapatkan insight baru. Wah antusias sekali saya selama 2 hari ini. Beberapa kali dipuji peserta kursus lainnya katanya cara saya membuat roti pakai tangan sudah terlihat professional. Lalu dosennya menjawab : ya dia jualan roti, kalau sampai tidak bagus kan bawa reputasi usahanya. Bwuahaha Pak Dosen, beraatt Pak! Namanya belajar otodidak dan belajar di kelas pasti banyak bedanya. Intinya, yang namanya belajar, pasti akan banyak hal baru yang didapat.

Hasil karya punya Pak Dosen. Memang beda kalau ahlinya yang bikin

Setiap hari selama 2 hari ini, para peserta membawa pulang hasil karya membuat roti. Dalam 1 hari, kami membuat 4 macam roti, dan per satu varian, kami membuat 3. Jadi jumlah roti yang kami bawa sebanyak 12 haha mabok roti dalam dua hari. 12 roti itu dalam satu hari saja ya. Besoknya membawa jumlah yag sama dengan varian yang berbeda. Karena kami sekeluarga akan pergi liburan, jadi roti yang saya bawa pulang, saya bagikan ke tetangga – tetangga. Dan dihari kedua, rotinya saya bagikan ke peserta kursus lainnya.

Roti yang dibawa pulang hari pertama

Yang membuat saya bangga dengan diri sendiri adalah, selama kursus dua hari ini saya paham apa yang dijelaskan dosen dalam bahasa Belanda. Bahkan saya ikut bertanya dan menjawab beberapa pertanyaan dari dosen dan peserta kursus lainnya. Dosen hari kedua, sudahlah ngomong Belandanya cepet, aksennya perancis. Duh puyeng. Saya sampai musti benar – benar konsentrasi penuh dengan apa yang dijelaskan. Jangan sampai meleng sedikit. Dan selama kursus 2 hari ini saya bersyukur memutuskan tidak jadi meneruskan mendaftar ke pendidikan 9 minggu. Lha dua hari saja terasa sekali capeknya. Berangkat sebelum jam 6 pagi, sampai rumah paling cepet jam 6 malam. Selama di kelas, tidak duduk sama sekali. Beda dengan kelas Patisserie di sebelah yang disediakan tempat duduk. Jadi selama 8 jam, duduk cuma 1/2 jam waktu makan siang dan waktu di toilet. Selebihnya berdiri. Tidak duduk karena memang sistem kerjanya berdiri wira wiri ngurusin resep, mencatat di papan, ngecek oven, sampai membuat adonan pakai tangan dan diajari pakai mesin.

Para peserta kursus. Foto sudah disepakati bersama boleh diunggah di media sosial (termasuk blog)

Akhir dari kursus, peserta mendapatkan sertifikat dan berfoto bersama. Pengalaman dan banyak ilmu yang saya dapatkan selama 2 hari kursus di Bakery Insitute. Juga mengenal peserta kursus dari bidang pekerjaan yang lain. Mereka baik sekali, kalau saya tidak paham, dijelaskan secara sabar pelan – pelan. Yang sekelas, cuma saya yang pendatang. Bahasa Belanda pun pas – pasan mentok yang lumayan bisa paham penjelasan dosen. Waktu sesi perkenalan, masing – masing menyebutkan umur dan bidang kerja saat ini. Karena saya mendapatkan urutan awal, saya PD sekali kalau saya akan masuk umur yang lumayan masih muda. Lha ternyata saat semua sudah memperkenalkan diri, ternyata saya masuk 3 besar paling atas umur yang tua hahaha. Terlalu PD dengan wajah sendiri.

Me time yang saya sukai ya salah satunya seperti ini. Belajar hal baru yang mudah – mudahan jadi jalan karier saya dimasa depan, yang dengan perasaan senang jadi pekerjaan yang saya serius geluti. Untuk tahun depan, saya sudah mendaftar 2 kursus, satu di Pattiserie dan satu Boulangerie di tempat yang sama. Tidak sabar ingin belajar di kelas lagi, menambah banyak ilmu baru lagi, dan bertemu dosen juga peserta kursus yang baru. Jadi, sampai dicerita kursus baking selanjutnya.

-9 Desember 2021-

Pakjesavond 2021

Pakjesavond 2021

Pakjesavond atau malam saat Sinterklaas bagi – bagi kado, tahun ini lumayan meriah karena kami mendapatkan sumbangan kado yang banyak. Tahun kemaren penyumbangnya juga sama, tapi tahun ini jumlahnya lebih banyak. Selain itu, yang membuat meriah karena yang diberi kado lebih paham apa Pakjesavond itu.

Tahun ini kami mulai belanja kado sejak pertengahan oktober karena minggu kedua November kami pergi liburan selama 2 minggu. Pun karena minggu – minggu sebelumnya ada beberapa acara termasuk saya yang masuk kelas baking. Takutnya kalau tidak dicicil, tidak akan sempat dan terlalu pendek waktunya. Juga saat November, ada beberapa anak teman yang ulangtahun, jadi sekalian belanja untuk kado ulangtahun. Walhasil awal November semua kebutuhan kado ulangtahun dan untuk Pakjesavond sudah selesai. Kami pergi liburan dengan perasaan tenang.

Seluruh kado yang selesai dibungkus akhir Oktober

Menjelang tanggal 5 Desember, sumbangan kado dari tetangga dan Oma datang. Makin banyak kado yang kami terima. Karena menurut kami terlalu banyak jika diberikan saat Pakjesavond, jadinya dibagi 2. Nanti akan dibagikan saat Natal juga. Jadi terasa hawa Natalnya dengan bagi – bagi kado.

Cerita selingan, tentang pohon Natal. Kalau tahun – tahun sebelumnya termasuk tahun lalu akhir November sudah terpasang Pohon Natal, tahun ini kami baru sempat menyelesaikan tepat tanggal 1 Desember. Sebenarnya ini juga hitungannya terlalu awal karena tradisi di Belanda, Pohon Natal baru didirikan setelah Sinterklaas meninggalkan Belanda yaitu tanggal 6 Desember. Di komplek rumah kami, sepertinya hanya saya dan rumah Oma dekat sini yang sudah ada pohon Natal sebelum Sinterklaas.

Selama 6 tahun berturut, kami selalu menggunakan pohon Natal yang sama dari bahan plastik. Tahun ini kami memutuskan memasang pohon Natal asli dari pohon. Jadi kami membeli pohonnya di dekat rumah tanggal 30 November dan langsung dihias. Lumayan juga wangi pinus, segar. Meskipun tidak semerbak seperti yang saya bayangkan. Mungkin aroma pinusnya ketutup dengan aroma sate ayam haha.

Pohon Natal tahun ini dari pohon asli

Hiasan yang kami pakai tetap sama hanya ada tambahan sedikit. Semua ikut menghias makanya agak amburadul konsepnya. Saya juga tidak terlalu banyak ikut campur cuma membetulkan sedikit kalau ada yang jatuh. Yang penting semua senang dan ruang tamu jadi lebih meriah lampu kelap kelip di tengah cuaca yang abu – abu setiap hari dan dingin tidak karuan.

Rangkaian acara Sintreklaas juga dimeriahkan di sekolah – sekolah dan pusat perbelanjaan. Pesta di sekolah selain bagi – bagi kado, juga mendatangkan Sinterklaas dan Zwarte Piet yang jam 8 pagi sudah heboh nari – nari di atas genteng sekolah sambil pasang musik kenceng lagu Sinterklaas. Saya sampai ngikik membayangkan jangan sampai nyangsang aja di cerobong asap. Tapi seru sih, saya saja menikmatinya. Apalagi para bocah – bocah sekolah ya. Di beberapa supermarket menyediakan rak yang bisa ditaruh sepatu lalu bisa diambil lagi sebelum tanggal 5 Desember. Di dalam sepatu sudah ada coklat atau kruidnoten (biskuit kecil – kecil rasa kayu manis). Saya juga mengirimkan kado ke beberapa anak teman, menyemarakkan suasana Pakjesavond di rumah mereka.

Saat Pakjesavond, sama seperti tahun sebelumnya. Suami pura – pura menggedor pintu trus teriak – teriak ada siapa di depan pintu. Saya sampai ngakak saking ga tahan sama sandiwaranya. Sukses sih, dipikir beneran Sinterklaas yang mengantar kado – kado yang ditaruh dalam kantung depan rumah.

Lalu kami bareng – bareng membuka kadonya. Semua senang, semua riang. Kenangan seperti ini bukan hanya anak – anak se Belanda saja yang menikmati keseruannya, juga orang dewasanya. Seru dan penuh suka cita.

Pakjesavond 2021
Pakjesavond 2021

Sekarang saatnya mulai mencicil menulis kartu Natal dan mulai mengirimkan ke wilayah Belanda. Yang wilayah Internasional sudah saya kirimkan sejak minggu ketiga dan keempat November. Mudah – mudahkan sampai tepat waktu paling tidak sebelum tahun baru. Saya juga mulai memikirkan menu malam Natal nanti, meskipun tidak mengundang siapapun terkait peraturan hanya 4 tamu dewasa dalam satu hari (kalau peraturannya tetap sama sampai akhir Desember). Tahun ini sepi lagi Natalnya, tidak ada kumpul keluarga besar. Semoga tetap penuh suka cita. Dipatuhi saja, namanya juga peraturan kan.

Tot volgende jaar Sinterklaas!

-7 Desember 2021-

Resah dan Ingin Mudik

Danau di kampung sini

Beberapa hari ini perasaan saya gundah tidak menentu. Rasanya resah dan tidak tenang. Hal ini terkait dengan rencana kami yang akan mudik ke Indonesia tahun depan. Awalnya, kami optimis akan mudik karena peraturan karantina masih bisa kami penuhi dan persyaratan visa untuk suami, terpaksa kami ikuti alurnya. Itu saat kondisi masih dalam jangkauan aman – aman saja ditengah situasi yang belum sepenuhnya aman. Sampai minggu lalu yang peraturan cepat sekali berubah. Bahkan hanya dalam hitungan hari. Kemaren ada berita erupsi di Lumajang, Jawa Timur. Lumajang ini dekat dengan kota tempat Ibu dan adik – adik saya tinggal. Hati saya makin sedih karena makin sadar bahwa jarak yang terbentang antara Belanda dan Jawa Timur itu sangat jauh. Artinya, saya memang harus mengikhlaskan kalau ada segala hal terburuk terjadi dengan keluarga, saya tidak bisa segera ke sana. Sebenarnya saat pindah ke Belanda pun saya sudah tau konsekuensi tersebut. Hanya saat ini, makin nyesek di hati. Keluarga saya baik – baik saja, tidak terdampak erupsi kemaren.

Sebelum kami liburan ke Andalusia (cerita tentang ini, menyusul), suami sudah bertanya dan “mendesak” saya untuk menjadikan saja mudik tahun depan saat lebaran. Toh “hanya” karantina 5 hari (saat itu) dan syarat visa (atau KITAS) pun masih bisa diusahakan. Saya sebenarnya berat hati karena masih tidak rela men”sedekah” kan uang untuk karantina hotel 5 hari. Lalu suami bilang : yang penting bisa ketemu keluarga, kamu kan sejak pindah sini belum mudik sama sekali. Uang bisa dicari lagi, ga usah mikir terlalu panjang. Apalagi Ibuk beberapa kali bilang kangen ingin ketemu kita semua. Saya tertegun saat dia bilang begitu. Lalu saya berpikir, iya juga. Apalagi selama ini memang saya ingin sekali mudik saat lebaran. Saya berlebaran terakhir dengan keluarga di Indonesia, tahun 2014. Jadi saya memang benar – benar rindu merasakan lagi suasana lebaran berkumpul dengan keluarga besar di sana. Juga saya ingin memperkenalkan keluarga saya di sini, lebaran itu seperti apa dan bagaimana. Biar mereka tahu dan ada kenangannya. Ada alasan lain juga kenapa lebaran tahun depan satu – satunya kesempatan saya bisa mudik, tapi tidak bisa saya tuliskan di sini alasannya apa. Lalu aturan karantina dipersempit lagi jadi 3 hari. Saya semakin optimis. Saya sampai bilang ke Ibuk : Insya Allah mudik jadi Bu tahun depan pas lebaran. Saya akan urus semuanya setelah pulang liburan.

Akhirnya saya sanggupi saran suami : Ok, setelah pulang liburan dari Andalusia, kita akan urus semuanya. Kita mulai dengan reschedule tiket Garuda (yang memang sudah kami beli sejak sebelum pandemi masuk Belanda, awal 2020), lalu urus – urus semuanya. Kami sudah menetapkan tanggal kapan berangkat, sudah memilih jam berapa akan berangkat, dan tanggal berapa akan pulang ke Indonesia. Lalu kami pergi liburan lah selama 2 minggu. Selama di Andalusia pun saya masih sempatkan cari informasi apa saja rentetan persyaratan yang harus kami penuhi sebelum dan sesampainya di sana.

Sesampainya di Belanda kembali, kami teler beberapa hari, kecapean. Jadi baru ada tenaga untuk mikir mudik ya minggu lalu. Lalu terdengar kabar, karantina yang awalnya 3 hari, karena ada varian baru yang sudah masuk ke beberapa negara (termasuk Belanda), diperpanjang jadi 7 hari. Mencegah masuk ke Indonesia tentu saja. Saya masih punya harapan : ok, tidak apa – apa masih 7 hari. Begitu saya membesarkan hati. Suamipun ikut membesarkan hati (nya sendiri lol), 7 hari masih ok katanya. Lalu beberapa hari kemudian, sebelum subuh saya dapat kabar kalau karantina jadi 10 hari. Saya langsung sedih. Gila, 10 hari ngapain di dalam kamar ga bisa ke mana – mana. Untuk pembayaran hotel, meskipun dengan berat hati bisa kami sanggupi dan untuk waktu pun kami bisa (karena rencana liburan di Indonesia selama 6 minggu), tapi membayangkan 10 hari di dalam kamar itu ngapain saja. Sehobi – hobinya saya rebahan, tapi kalau 10 hari dalam ruangan sekeluarga, kan ya jadi gila rasanya kalau dibayangkan. Tidak bisa ke luar kamar sama sekali kan. Bisa saling bunuh kami di dalam ruangan.

Sampai kami membuat beberapa skenario yang pada akhirnya semuanya sulit diwujudkan (skenario ini dengan aturan karantina 10 hari) :

  1. Saya pulang sendiri ke Indonesia. Ini jelas tidak bisa saya lakukan. Keberadaan saya masih dibutuhkan secara fisik di Belanda dan juga saya tidak akan tenang meninggalkan keluarga saya di rumah dalam waktu yang tidak sebentar. Bukan saya tidak percaya dengan suami atau dia tidak bisa diandalkan, tapi memang saya masih harus hadir dalam keseharian. Tidak bisa tidak. Suami jelas bisa diandalkan, tapi untuk hal – hal tertentu, untuk saat ini, saya yang harus ada.
  2. Saya pulang membawa satu anak kami. Ini juga sulit diwujudkan karena dia sudah tak terpisahkan dengan saudaranya. Sehari ga ketemu saja sudah saling mencari nangis ga karuan. Memisahkan mereka, sama saja membuat mereka sakit yang nantinya kami juga yang kerepotan
  3. Kami mudik sekeluarga. Ini kemungkinannya juga kecil walaupun kalau bisa diusahakan kalau kepepet, karena anak – anak tidak pernah tidak ke luar rumah satu haripun kecuali sedang badai. Mereka setiap hari selalu beraktifitas di luar rumah, bermain di udara terbuka meskipun cuma 2-3 jam (di luar jam sekolah). Jadi membayangkan dikurung dalam ruangan selama 10 hari walaupun disediakan mainan dan bahan hiburan yang cukup, rasanya tidak bagus buat perkembangan mental mereka. Mereka ini sedang di usia yang aktif – aktifnya bergerak (kalau saya kan sudah masuk usia sedang aktif – aktifnya ingin rebahan tapi inginnya tetap bergelimang uang *yang mana ya jelas ndabrus.). Suami saya saja tidak bisa membayangkan apa dia sanggup selama 10 hari tidak beraktifitas di luar ruangan sama sekali.
  4. Saya sudah mencari informasi tempat karantina berupa apartemen, sudah dapat tapi dia hanya ada 1 kamar tidur. Bentuk apartemen ini rasanya lebih manusiawi buat kami karena ada sekat – sekat dengan ruangan yang lain. Punya dapur juga, dan jelas ada ruang tamunya. Juga ada balkonnya, jadi bisa cari udara segar di balkon. Tapi kalau cuma 1 kamar tidur, ya tetap sulit. Bisa dipaksakan kalau kepepet. Tapi males juga kalau dipepet – pepet tidur karena memang tidak pernah selama ini. Sudahlah tidak bisa ke mana – mana 10 hari, masa tidur juga musti merana.
  5. Saya pulang membawa anak – anak sendiri tanpa suami. Lah ini sama juga dengan skenario sebelumnya tapi dengan kondisi yang lebih merepotkan karena saya harus mengurus semuanya sendiri. Encok buukkk kalau ga ada suami siaga di samping saya. Hari pertama mungkin sudah dadah – dadah ke kamera.
  6. Skenario terakhir, terpikir untuk mendatangkan kembali Ibuk ke Belanda. Tapi rencana ini langsung gugur mengingat Ibuk sudah sepuh dan perjalanan panjang ke sini terlalu melelahkan untuk usia Beliau. Saya juga tidak tega membayangkan prosedur yang harus dijalani Ibuk nanti jika kembali ke Indonesia harus menunggu berjam – jam sebelum bisa ke hotel karantina.

Baru itu saja skenario yang terpikirkan karena belum ada pembicaraan lebih lanjut dengan suami (juga sahabat – sahabat saya). Suami dan sahabat – sahabat saya juga lelah hati memikirkan skenario apa lagi. Hal yang paling mungkin kami lakukan ya tetap mudik. Saya menuliskan semuanya di blog ini untuk menguraikan keruwetan yang ada di otak dan keresahan yang ada di hati perkara rencana mudik dan peraturan yang berubah dan juga varian baru yang mak bedundug muncul lagi. Supaya saya berasa lebih lega sedikit. Tidak usah banyak, sedikit saja bisa membuat saya lebih legowo menjalani esok hari. Seminggu ini saya mengerjakan sesuatunya seperti ngawang tidak menginjak tanah. Bahkan mengerjakan pesanan juga dengan perasaan yang tidak tenang. Untungnya ya saya bisa menyelesaikan pesanan minggu lalu dengan baik. Minggu depan dan depannya lagi juga masih banyak pesanan. Alhamdulillah bulan Desember ini saya banyak pesanan.

Sepupu saya di Jakarta mengingatkan : kalau mau mudik menjelang momen besar misalkan akhir tahun atau lebaran, pasti aturan akan diperketat. Polanya selama ini seperti itu. Sahabat – sahabat saya di sana pun berpendapat yang sama. Kenapa saya “ngotot” ingin mudik tahun depan. Selain alasan yang sudah saya sebutkan di atas, juga karena ada beberapa hal yang harus saya urus di sana. Saya harus hadir sendiri secara fisik, tidak bisa diwakilkan. Juga alasan ada perasaan khusus kalau saya memang harus mudik tahun depan. Seperti perasaan yang sangat kuat, tidak bisa ditunda lagi, memang harus mudik.

Selain itu, alasan utama ya karena saya sudah rindu sekali ingin bertemu dengan Ibuk, adik – adik saya dan keluarga besar di sana. Tidak ada yang saya rindukan lainnya selain keluarga dan para sahabat. Saya memang dekat dengan keluarga di Indonesia apapun dinamika yang terjadi selama ini. Mereka tetap dan akan selalu jadi alasan utama saya untuk liburan lama di Indonesia. Bahkan waktu 3 bulan saja buat saya masih kurang, apalagi 6 minggu, rasanya tidak cukup untuk melepas kangen dan saling bercerita. Makanan tentu saja rindu tapi masih bisa ditunda. Januari tahun depan, tepat 7 tahun saya tidak bertemu dengan mereka (kecuali adik dan Ibu saya yang pernah ke Belanda tahun 2017. Sedangkan adik saya yang satunya, terakhir bertemu tahun 2014). Rasanya sesak sekali setiap memikirkan betapa sulitnya mudik di situasi saat ini. Saya tahu, akan ada banyak (dan sudah banyak) yang menyarankan : ditunda saja sampai keadaan lebih aman dan memungkinkan. Jika saya pernah mudik ke Indonesia selama 7 tahun sejak pindah ke sini, saran tersebut akan bisa saya dengarkan dengan perasaan lebih nerimo. Tapi karena saya belum pernah mudik sama sekali, jadi susah buat saya untuk menunda sampai keadaan aman. Parameter aman yang bagaimana, sampai kapan benar – benar aman, apakah memang akan bisa benar – benar aman? Saya sedang menata hati mencoba berdamai dengan keadaan ini.

Saat mengabarkan pada Ibuk kalau karantina saat ini jadi 10 hari, hati ini rasanya retak. Sedih sekali. Membayangkan Ibuk dengan susah payah mencoba mengerti situasi yang memang sulit saat ini. Saya tahu, Ibu memang tidak akan pernah menampakkan kekecewaannya. Bisa merasakan bagaimana Ibuk bersusah payah menyiapkan mental jika kami mungkin akan batal mudik lagi. Membayangkan begitu saja, saya sudah tak sanggup untuk tidak keluar air mata. Meskipun Ibuk selalu menjawab : tidak apa -apa Den, yang penting semua sehat. Tapi saya tahu dengan pasti, sebenarnya Beliau menata perih hatinya supaya tidak nampak oleh saya.

Sekarang yang bisa saya harapkan dan doakan ya keadaan lebih baik kedepannya dan peraturan karantina lebih diperpendek dan dalam waktu dekat tidak muncul lagi varian baru. Suami meyakinkan sambil memeluk saya untuk menenangkan : apapun yang terjadi, selama kita bisa mudik, lebaran tahun depan kita akan mudik sekeluarga ke Indonesia.

Saya ingin mudik. Saya ingin bertemu Ibuk, adik – adik dan keluarga besar di sana. Ingin mempertemukan keluarga saya dengan mereka semua. Ingin ziarah ke makam Bapak yang terakhir saya kunjungi akhir tahun 2014. Itu saja, tidak muluk – muluk.

-5 Desember 2021-

Saat ini sebenarnya ada perayaan yang menggembirakan di rumah karena sedang Pakjesavond (Sinterklaas bagi – bagi kado), tapi hati saya tetap digelayuti rasa sedih. Jadi mencoba professional nampak baik – baik saja, padahal tidak. Hanya suami yang tahu, dan dia bertanya ada apa. Ya sebenarnya dia tahu kenapa saya begini. Dia hanya memastikan saja.