Tidak Semua Tentang Uang dan Popularitas

Awal pindah ke Belanda tahun 2015, seingat saya dunia vlog di YouTube belum semarak sekarang. Terutama yang membahas kehidupan sehari – hari diaspora Indonesia di manapun berada. Saya punya akun YouTube sejak masih di Jakarta. Jauh sebelum pindah ke Belanda. Akun tersebut, saya isi video – video random kompilasi saat sedang jalan – jalan, kulineran, bahkan nonton konser. Kualitas video ya tentu saja secanggih Sony Ericsson Xperia Arc S warna Fuschia pada jaman itu di dunia Android. Sekarang kalau dilihat lagi, buram dan agak ngeblur hahaha. Dari dulu memang saya suka sekali membuat dokumentasi dalam bentuk tulisan, foto, dan video. Karena itulah, setiap ganti Hp (yang dari awal punya sampai sekarang masih bisa dihitung jari), yang saya prioritaskan adalah kamera dan megapixelnya.

Setelah pindah ke Belanda, saya tetap mengunggah beberapa dokumentasi tentang acara – acara di Belanda yang saya datangi, menonton konser, bahkan saat suami bermain piano (tapi memvideokan dari belakang, jadi tampak punggung:))). Tentu saja, semua itu untuk dokumentasi sendiri alias tidak pernah saya promosikan. Dulu ya mana terpikir tentang jumlah pengikut. Membuat dokumentasi video ya karena senang saja. Bukan supaya ditonton orang banyak atau mendapatkan pengikut yang bombastis jumlahnya.

Begitupun akun twitter, sejak punya pertama kali punya berbelas tahun lalu, saya mengibaratkan twitter itu sebagai taman bermain. Tempat saya mencari hiburan. Tidak pernah terpikir sejak awal untuk mengumpulkan pengikut yang super banyak. Yang saya tulis di sana ya opini pribadi, cuitan random seperti terjebak macet di Jakarta, terjebak banjir, menang kuis Detik, sampai kehidupan di Belanda, resep masakan dan baking, hal – hal receh tidak penting, ataupun pengalaman pribadi lainnya. Sangat jarang saya menuliskan tentang keluarga. Ternyata di kemudian hari pengikut akun twitter saya makin bertambah banyak. Kata mereka, suka dengan hal – hal yang saya tuliskan, opini yang saya bagikan, maupun foto – foto yang saya unggah. Ada sih yang tidak suka juga, sampai setiap saat membuat cuitan nyinyiran tentang saya. Tapi saya anggap mereka debu debu yang ga ada manfaatnya saja alias ga penting. Mending tetap fokus menebarkan hal – hal baik lewat tulisan. Meski demikian, sampai sebelum rehat dari semua media sosial, tidak ada dalam otak saya terlintas untuk mencari popularitas. Kalau ada yang suka, ya Alhamdulillah. Artinya hobi saya menulis yang tersalurkan lewat media sosial, bisa membawa berkah. Membuat bahagia yang membaca.

Sampai beberapa kali saya mendapatkan tawaran dari beberapa merek terkenal di Indonesia maupun beberapa startup, untuk bekerjasama dengan mereka. Semuanya tidak saya terima. Setelah mempelajari, memang tidak sejalan saja dengan tujuan saya dalam bermedia sosial. Bukan menolak rejeki, tapi saya ingin berlaku jujur. Bukan hanya mengejar uang lalu mengorbankan integritas. Saya tidak ingin melakukan suatu hal jika memang tidak sesuai dengan hati nurani. Untuk rejeki, Insya Allah akan ada jalan lainnya yang lebih berkah dan memberikan manfaat.

Yang pasti, sejak punya pengikut banyak, saya jadi rajin mempromosikan dagangan para UMKM yang Amanah dan memang saya pernah coba sendiri rasanya atau saya kirim ke saudara dan teman di Indonesia dan meminta mereka untuk mereview. Jadi saya tau kualitas produk mereka. Tanpa mencoba sendiri, ya bagaimana saya bisa mempromosikan. Minimal, ada review dari teman – teman dan saudara dekat. Alhamdulillah, beberapa yang saya bantu promosi di akun twitter (atau di Instagram sebelum saya rehat) berterima kasih sekarang jadi banyak pembeli dan banyak yang membeli ulang. Bahkan yang di Indonesia, pesanan sampai ke Eropa, Australia, dll. Sedangkan mereka yang berjualan di Belanda juga kalau enak dan sesuai selera saya, pun saya promosikan. Kalau laris kan saya ikut senang.

Inilah yang saya maksud bahwa rejeki itu bukan hanya selalu tentang mendapatkan uang. Saya mempunyai rejeki mendapatkan banyak pengikut di media sosial, ya saya teruskan berbagi berkah dengan mempromosikan secara gratis usaha orang – orang yang amanah di media sosial. Punya pengikut banyak itu bukan tentang populer saja. Tidak semua orang punya tujuan untuk populer saat bermain media sosial. Ada yang memang ingin memanfaatkan untuk misi sosial.

Berbicara tentang kepopuleran, setelah kami mempunyai anak, beberapa saudara saya di Indonesia bilang kenapa saya tidak membuat vlog kehidupan sehari – hari selama di Belanda. Mereka bilang banyak orang Indonesia yang tinggal di luar negeri dan punya anak, membuat vlog keluarga yang memperlihatkan kehidupan sehari – hari dengan anak – anak dan pasangan. Kata mereka, “Biar terkenal Den seperti mereka,” Saya selalu tersenyum kalau ada saudara yang berkomentar seperti itu.

Pun ada beberapa orang di Belanda sini, memberikan masukan yang sama, “Buat vlog gitu lho Den, kan kamu suka bikin video. Kalian sekeluarga suka jalan – jalan, anak – anakmu cakep, kegiatanmu banyak, pasti nanti kamu jadi terkenal trus bisa menghasilkan uang” Lagi – lagi saya tersenyum.

Beberapa pengikut saya di twitter juga begitu. Menyarankan pada saya untuk membuat vlog tentang kegiatan masak dan baking, karena memang saya sering membagikan resep masakan dan baking di twitter (juga di Instagram).

Jaman sekarang, rasanya semua orang yang tinggal di Luar Negeri itu dituntut harus terkenal dan menghasilkan uang lewat vlog, lewat media sosial, ataupun lewat media lainnya. Rasanya kalau memilih jalan sunyi yang biasa – biasa saja akan ada saja komentar, “Sayang lho kamu kan sudah tinggal di Belanda, bikinlah vlog supaya terkenal dan setidaknya banyak orang tau tentang keluarga kalian” Saya sih tidak masalah ya diberikan komentar seperti itu. Tapi, sayapun bisa memilih jalan sendiri. Untuk tidak menjadi terkenal ataupun menjadikan media sosial sebagai jalan mendapatkan uang banyak. Setidaknya tidak, sampai saat ini.


Bahwa, saya dan keluarga tidak perlu terkenal dengan cara mengunggah kegiatan sehari – hari kami lewat vlog sehingga semua orang di dunia bisa melihat dan memberikan komentar. Kami sudah sangat bahagia dan tenang dengan tetap menjaga privasi. Tidak populer tidak masalah.

Bahwa, kami ingin kehidupan anak – anak kami tetaplah sebagai anak – anak saja yang jauh dari sorotan media sosial, selama mereka masih belum bisa berpendapat secara sadar dan belum bisa memberikan ijin apakah foto atau video mereka bisa diunggah di internet. Biarkan mereka tumbuh besar selayaknya anak – anak saja, gembira dan ceria di kehidupan nyata.

Bahwa, tidak semua orang yang tinggal di Luar Negeri dan punya media sosial itu tujuannya ingin terkenal. Tidak semuanya tentang popularitas. Ada yang senang dan nyaman menikmati serta menjalani kehidupan tanpa memikirkan popularitas, tanpa mencari validasi ataupun butuh puja puji. Hidup yang sunyi senyap pun sangat membahagiakan. Tenang jauh dari keriuhan dunia maya.

Bahwa, Saya senang dan bahagia memilih jalan sunyi seperti ini. Saya tetap setiap saat mendokumentasikan kehidupan sehari – hari lewat foto, video, maupun tulisan. Tapi saya pilah dan pilih mana yang memang bisa saya bagi, mana yang tetap saya simpan sendiri sebagai dokumentasi keluarga.

Bahwa, masa – masa untuk mencari validasi buat saya itu sudah lewat. Itu masa – masa di Indonesia (khususnya waktu di Jakarta). Di sini saya hanya ingin menikmati hidup yang pelan dan sadar. Menikmati setiap waktu dengan tenang. Hadir secara nyata dan penuh. Sudah bukan waktunya lagi buat saya mengejar pengakuan orang lain. Saya sudah merasa cukup dengan apa yang saya jalani setiap harinya. Rejeki tidak selalu harus berupa materi. Rejeki bisa saja dalam bentuk membantu orang lain yang membutuhkan dan menjadi jalan berkah.

Bahwa, memang benar saya terlalu mager untuk membuat vlog hahaha ini masalah utamanya. Kerja saya sehari – hari sudah tak terhingga sibuknya. Sudah banyak kan yang membuat vlog kegiatan sehari – hari kehidupan diaspora di banyak negara. Ya biar mereka saja. Saya salut dengan komitmennya. Apalagi yang punya anak banyak. Salut dengan tenaga dan pengorbanan waktunya. Pasti tidak mudah. Kalau saya, jujur tidak sanggup. Saya lebih memilih menulis yang panjang di blog.

Bahwa, menjadi diaspora yang biasa – biasa saja, bukanlah sebuah dosa. Tidak perlu semuanya harus dibagikan di depan kamera untuk diunggah dan ditonton khalayak ramai. Tidak semua diaspora harus sama jalan hidupnya. Tidak semua harus membuat vlog atau jadi konten kreator.

Bahwa, saya tetap akan menulis, menjadi blogger, dan melaksanakan kegiatan lainnya yang saya suka, tanpa perlu dibebani dengan tanggung jawab menyenangkan orang lain atau menjadi pribadi yang berbeda supaya nampak sempurna di mata orang lain.

Bahwa, tidak semua tentang uang dan popularitas.

Hidup saya saat ini sudah sangat cukup, membuat nyaman, tenang, dan bahagia.

Apalagi yang harus dicari?

  • 19 November 2025 –

7 thoughts on “Tidak Semua Tentang Uang dan Popularitas

    1. Bikin video memang benar2 menguras waktu dan tenaga. Kalau ga benar2 panggilan dari hati, lelah rasanya.

    1. Terima kasih banyak Ira.
      Iya, memang semua hal itu idealnya dilakukan sepenuh hati. Kalau sudah tidak sesuai kata hati, ya ga perlu dilakukan dari awal.

  1. Aku pernah diminta bikin buku menuliskan perjalanan hijrahku, mbak, biar kayak orang2 lain. Jawabku ke mereka: aku cukup nulis secukupnya di blog karna aku memang senang nulis & berbagi cerita 🙂

    Karena seperti kata mbak deny, tidak semua tentang uang & popularitas 🙂

    1. Kalau menulis buku, aku ada keinginan ke sana Messa. Tapi nunggu mood dulu untuk nyusun materi (dari 5 tahun lalu tetap sama alasannya nunggu mood )

      Tentang Hijrahmu, kapan itu aku nemu tulisanmu tentang ini. Akhirnya aku paham yang kamu maksud dengan hijrah yang sering tersebut dalam tulisanmu. Semoga kamu sehat selalu ya Messa.

      1. Thank you mbak Deny 🙂 kutunggu bukunya mbak Deny lho 🙂 you are a good story teller. Tulisan mbak enak dibaca 🙂

Leave a Reply to Denald Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.