Masak Besar Lebaran di Belanda Tahun 2025

Lebaran tahun 2025, sebulan sebelumnya saya mengumumkan ke beberapa teman kalau saya akan mengadakan semacam open house. Sama seperti tahun kemaren. Awalnya sudah tidak berminat rame – rame lebaran di rumah. Tapi setelah saya pikir lagi, takutnya malah nangis karena lebaran jadi sepi. Akhirnya mengundang beberapa orang teman ya yang itu itu saja :))) Yang bisa datang ya yang itu itu saja hahaha anggota tetap. Ya sama seperti lebaran tahun lalu.

Pagi hari saya tidak ikut sholat Ied di Masjid Al Hikmah di Den Haag karena ada bayi di rumah. Saya tidak tega meninggalkan anak ragil berlama – lama sholat di Masjid. Untuk dibawa serta, takutnya malah rewel dan jadi menganggu jamaah sholat yang lain. Ya sudah, saya putuskan untuk tinggal di rumah saja.

Lebaran tahun 2025, persis satu hari setelah saya berulangtahun, jadi saya niatkan masak banyak sekalian. Yang terhidang di meja, semua makanan kesukaan saya kecuali rendang. Meski saya bisa masak rendang dan beberapa kali mendapatkan pujian rendang buatan saya enak, terus terang saya tidak terlalu suka makan rendang. Bahkan beberapa kali saya juga jual rendang sampai lintas negara. Masaknya saja saya yang suka, untuk makan rendang, tidak terlalu doyan. Tidak terbiasa dari kecil. Saya baru makan rendang itu pas tinggal di Jakarta, sekitar umur 24 tahun an. Di Jawa Timur, waktu itu, rendang tidak terlalu populer.

Saya masak dengan metode mencicil di minggu yang sama. Jadi tidak ada yang saya masukkan freezer. Lebaran hari minggu, jadi saya mulai mencicil masak hari rabu. Lalu saya masukkan ke kulkas setelah selesai masak.

Menu yang ada di meja ini adalah :

  • Pecel Pitik. Ini masakan khas lebaran asal desa saya di Jember.
  • Bebek Madura bumbu ireng. Saya sempat berjualan bebek ini di Belanda, pun sampai kirim luar Belanda. Jadi best seller pada masanya. Sudah diakui banyak orang kata mereka enak.
  • Oseng Pepaya
  • Bakso pentol kasar lengkap dengan tetelan
  • Rendang
  • Sambel goreng hati ayam, pete, kentang
  • Mie goreng
  • Lontong
  • Tiga macam sambel : Sambel untuk bakso, sambel korek, dan sambel bawang
  • Telor petis madura. Ini juga khas Jember, paduan dengan pecel pitik
  • Kue lumpur
  • Tahu, tempe, dan ikan asin goreng

Bagaimana, lengkap bukan. Kerupuk yang membawa, Ajeng. Agnes membawa es campur. Ika membuat sosis solo dan martabak madura. Wah lebaran yang meriah sekali makanannya. Saya pun membuat kue kering 4 macam : Kue kacang, putri salju, Kaasstengels, kue coklat, kacang bawang, dan kue satu lagi lupa namanya (kue ini lagi ngetren di Indonesia saat menjelang Idul Fitri).

Inilah teman – teman peserta tetap yang rajin datang kalau saya ada acara di rumah. Ajeng, Ika, Agnes, Ratih, dan Yayang. Seraphine baru pertama kali ini ke rumah karena dia baru pindah lagi ke Belanda setelah sempat pulang ke Indonesia saat kuliah S2 selesai. Saya kenal Seraphine juga dari blog awalnya. Senang sekali mereka selalu datang, jadi lebaran saya tidak pernah sepi. Di tanah rantau, jika berlebaran sendirian rasanya ngelangut. Saat teman – teman bisa datang dan bersama menikmati hidangan yang saya sajikan dan mereka suka sampai nambah – nambah, rasanya riang gembira. Kami juga ngobrol panjang sampai tertawa terbahak. Obrolan yang menghangatkan hati dari sesama perantau di tanah nun jauh dari Indonesia.

Cuaca hari itu juga cerah ceria hangat matahari gonjreng keluar. Makin membuat suasana lebaran jadi menyenangkan.

Saya mendapatkan beberapa kado. Antara kado untuk ulang tahun, buah tangan lebaran, juga untuk pertama bertemu. Pun saya menerima banyak kartu lebaran dari teman – teman yang lain. Benar – benar lebaran yang penuh dengan perhatian. Ternyata, banyak yang menyayangi saya 🙂 Alhamdulillah.

Foto di bawah ini dari kiri ke kana adalah : Pecel pitik dengan sambel goreng kentang ati dan pete, bebek madura bumbu ireng, dan oseng pepaya.

Memang tulisan kali ini lebih banyak fotonya dibanding kata – kata, karena semua cerita sudah terwakili dari foto – foto yang saya sertakan di sini hahaha alias ceritanya ya tentang makanan. Seperti biasa, acara makan – makan orang Indonesia tidaklah lengkap kalau tidak bungkus bawa pulang setelah acara selesai. Bukan hanya makanan saja, tapi juga kue kering. Saya malah senang lho kalau banyak yang bungkus makanan. Artinya saya tidak perlu menyimpan banyak makanan dan semoga yang dibawa pulang jadi berkah untuk semua.

Lebaran memang sudah lama berlalu, saya baru sempat menuliskan ceritanya di sini. Maaf lahir batin untuk semua pembaca blog Denald. Terima kasih selalu membaca tulisan saya. Semoga lebaran tahun depan saya bisa merayakan di Indonesia, sama seperti lebaran tahun 2022 saat pertama kali mudik setelah 7 tahun tinggal di Indonesia.

Sampai pada tulisan lebaran tahun depan.

  • 8 November, 2025 –

Berulang Tahun Angka Kembar

Monnickendam

Tahun 2025 ini, dalam perjalanan hidup saya, banyak berhadapan dengan angka kembar. Ulang tahun perkawinan kami tahun ini, menginjak sebelas tahun. Ulang tahun Mama mertua, angkanya kembar. Sayapun, akhir maret 2025, berulang tahun dengan angka kembar. Itulah kenapa, tahun 2025 buat saya sangat spesial, sehingga saya rayakan dengan Half Marathon yang pertama, yang bulannya bertepatan dengan saya berulang tahun.

Tahun lalu, suami memberikan kejutan pada saat saya berulang tahun dengan berlibur ke Paris, sekeluarga. Ini kali kedua saya ke Paris. Pertama kali ke sana, 7 tahun lalu. Ceritanya saya tuliskan di sini. Tahun lalu, kami sekeluarga juga ke Disneyland.

Tahun ini, saya ditanya ingin merayakan ulang tahun ke mana atau yang bagaimana. Ulang tahun sekarang, bertepatan dengan hari terakhir puasa Ramadan dan besoknya Idul Fitri. Jadi, saya memutuskan untuk dirayakan di Belanda saja. Saya pun mengundang beberapa teman ke rumah, yang bisa datang, untuk makan bersama saat lebaran. Sekali rengkuh, 2 tujuan tercapai. Merayakan ulang tahun dan berlebaran. Hanya saja, saya tidak menginformasikan ke mereka kalau sehari sebelumnya saya berulang tahun. Jadi ya mereka taunya, makan rame – rame untuk lebaran. Hanya 1 orang saja yang tau karena memang tiap tahunnya selalu memberikan kado.

Selain merayakan di rumah bersama teman – teman, saya juga merayakan ulang tahun angka kembar ini dengan jalan – jalan satu hari ke wilayah Belanda utara. Tepatnya ke kota Water in Broekland dan Monnickendam. Saya memilih dua kota ini karena saya paling suka dengan suasana laut. Melihat kapal sandar dan menikmati aroma laut, selalu membuat hati saya gembira. Berlama – lama memnadang air, membuat hati saya tenang.

Pagi hari sebelum kami sekeluarga berangkat, saya mendapatkan hadiah bunga dan jam tangan dari suami dan anak – anak, serta ucapan yang hangat dari mereka. Ciuman bertubi dan pelukan penuh kasih sayang dari mereka, membuat saya tidak membutuhkan hadiah apapun. Cukup kehadiran mereka secara lengkap, sehat, dan kami berkumpul bersama dihari spesial saya. Tapi kalau diberi hadiah ya tidak menolak *lah. Jam tangannya terpakai sampai sekarang, meski hanya saat olahraga saja. Bukan hanya saat lari, juga semua olahraga yang saya lakukan. Saya tidak terlalu suka memakai smartwatch diluar jadwal olahraga. Merasa dimata-matai :))) Lebih nyaman memakai jam tangan biasa saja.

Beberapa teman, sahabat, keluarga di Belanda dan Indonesia pun mengucapkan lewat whatsapp. Menambah kebahagiaan saya tentunya. Saya pasang di sini foto dari beberapa ucapan tersebut. Saya tidak mengumumkan di media sosial kalau sedang berulang tahun. Memang selama ini seperti itu. Cukup orang – orang terdekat saja yang memang selama ini tau dan tak pernah absen mengucapkan. Itu lebih terasa intimnya. Lebih bermakna dihati. Makin tua, ulang tahun ingin yang sederhana tapi bermakna.

Karena kami perginya sekitar jam 10 pagi, saya masih ada waktu membuat kuah bakso untuk lebaran esok harinya. Curi – curi waktu ceritanya haha. Lumayan kan, memanfaatkan waktu seefisien mungkin.

Setelahnya, kami pergi. Tujuan pertama ke Water in Broekland. Kami sekeluarga baru pertama kali datang ke kedua kota ini. Kotanya saling berdekatan dan tidak jauh dari Amsterdam. Jadi jika ada yang sedang liburan ke Amsterdam dan ingin melipir sejenak dari hiruk pikuk kota besar, bisa datang ke kota – kota yang areanya dikelilingi air dan minim turis seperti Marken, Water in Broekland, Monnickendam, Purmerend. Volendam juga termasuk, hanya saja turis di Volendam sudah melimpah ruah.

Saat di Water in Broekland, kami datang ke gereja setempat untuk melihat dalamnya seperti apa. Tidak disangka, ada acara pasar loak di sana. Wah saya kalap melihat segala pecah belah. Sampai pada pojokan gereja, saya melihat satu set peralatan makan. Lho, kok ternyata murah. Akhirnya saya beli semua. Satu set banyak ini, harganya hanya 10 euro. Masih bagus semua kondisinya. Saya seperti mendapatkan rejeki nomplok. Pas sekali, bisa dijadikan wadah hidangan lebaran keesokan hari. Bagaimana, cantik kan. Untuk cerita lebaran tahun ini, akan saya tuliskan terpisah.

Siangnya, kami makan di restoran lokal di Broek in Waterland. Yang sedang buka saat itu, Pannekoekenhuis atau arti harfiahnya rumah pancake. Jadi menunya segala pancake dengan topping macam – macam. Dari manis sampai asin. Anak – anak tentu senang sekali. Setelah melihat menunya, kami cocok, dan makan di sini. Saya lupa nama menu yang saya pesan, yang pasti rasanya enak.

Malamnya, kami makan di restaurant dekat rumah, tinggal jalan kaki saja. Rangkaian acara ulangtahun saya untuk hari ini, selesai sampai di sini. Keesokan hari, saya merayakan dengan teman – teman yang datang ke rumah karena akan berlebaran bersama. Sementara itu, sampai sekarang yang saya undang hanya satu orang yang tau kalau waktu itu saya sedang berulangtahun.

Ulang tahun angka kembar ini sangat bermakna untuk saya. Bukan hanya angkanya saja yang cantik, pun saya merasa cukup dan bertumbuh sebagai seorang Deny. Cukup dengan apa yang Allah titipkan saat ini, bersyukur tanpa henti dengan segala barokahNya, dan tidak lagi mempunyai ambisi yang muluk – muluk. Alhamdulillah sehat dan bahagia bersama suami dan anak – anak. Mempunyai hubungan yang baik dengan teman – teman dan sahabat yang masih ada sampai saat ini, menjaga hubungan yang secukupnya saja dengan keluarga.

Cukup menjalani hari, berencana seperlunya, lalu selebihnya serahkan pada Allah.

Angka memang benar hanya sebuah angka, tapi buat saya ini adalah sebagai simbol bertumbuh. Banyak hal yang terjadi, mengajarkan saya untuk menjadi jiwa yang lebih baik dan sebisa mungkin bermanfaat bukan hanya buat diri sendiri, pun bagi yang membutuhkan. Meluruskan hati bahwa semua tindakan dan perbuatan sebagai media untuk ibadah. Mendengarkan hanya yang baik saja, segala omongan buruk saya anggap sebagai gangguan kehidupan. Semoga langkah kaki dan segala ucapan menjadikan ke arah kebaikan.

Semoga pertambahan angka umur ini menjadikan sebuah manfaat dan ladang kebajikan.

  • 6 November 2025 –

Sepuluh Tahun Tinggal di Belanda

Bunga dari Suami

Akhir bulan Januari 2025, tepat 10 tahun saya tinggal di Belanda dan merasakan winter ke 11. Senang karena saya tinggal di sini bersama keluarga yang saya sayangi sepenuh hati : suami dan anak – anak. Keluarga suami juga baik dan perhatian. Mama mertua yang selalu memperlakukan saya dengan dengan penuh sayang. Punya beberapa teman Indonesia di Belanda yang baik sampai sekarang. Jumlah tidak banyak, tidak mengapa. Orang yang itu – itu saja yang penting saling mengisi dan memberikan kebaikan serta saling mengingatkan di depan jika salah satu dari kami sedang berada di luar jalur. Teman – teman yang membuat nyaman di hati. Pertemanan yang makin mengecil lingkarnya. Alhamdulillah. Tetangga sebelah rumah yang baiknya sudah rasa saudara. Lingkungan rumah yang menyenangkan, tinggal di desa yang juga sangat nyaman dan tenang. Punya rumah yang hangat Insya Allah dipenuhi dengan cinta dan kasih di dalamnya, sangat nyaman untuk kami berteduh dalam segala cuaca, dan tempat terbaik untuk tinggal.

Segalanya saya syukuri dengan peran yang pernah dan sedang saya jalani. Dari pernah bekerja, mempunyai usaha sendiri, sampai memutuskan menjadi Ibu Rumah Tangga yang penuh tinggal di rumah. Dari hanya berdua dengan suami, 5 kehamilan, dan 3 anak yang Alhamdulillah terlahir dan tumbuh sehat sampai sekarang. Banyak belajar hal baru dari menguatkan tekat belajar menyetir mobil sampai mendapatkan SIM, belajar baking di tempat yang professional, membuka usaha dan berdagang, mengambil banyak sertifikasi di luar bidang keilmuan, dan masih banyak lagi. Semuanya sangat bermanfaat untuk hidup saya di Belanda.

Menjalani tahun demi tahun dengan segala naik turunnya dengan ikhlas. Dijalani saja. Pahitnya tidak perlu diumbar terlalu detail di media sosial. Ditelan sendiri dan hanya suami yang tau semuanya. Kalaupun ingin bercerita, saya akan memilih mereka yang amanah. Berbagi di media sosial yang bikin bahagia saja. Tinggal di negara orang, berapapun lamanya, tentu saja rasanya tetap sebagai pendatang. Beda rasa, seperti tidak memiliki. Yang namanya negara, tidak ada yang sempurna. Sama dengan manusia.

Namun saya sudah merasa negara ini sebagai rumah. Tempat di mana saya bisa kembali pulang dan merasa nyaman, bahagia, dan tenang. Setiap langkah, saya jalani dengan perlahan. Hidup yang pelan. Tidak terburu waktu, tidak tergesa, dan tidak butuh membuktikan apapun. Saya bisa menjadi diri sendiri. Tidak harus memikirkan lagi dan terusik pendapat orang lain. Selama tidak merugikan siapapun, kepala saya tetap tegak melihat ke depan. Tidak perlu membandingkan diri sendiri dengan apapun dan siapapun. Yang terutama tetap saya, suami, dan anak – anak. Itu saja sudah lebih dari cukup.

Selama tinggal di Belanda, saya selalu bermusuhan dengan musim dingin. Setiap musim dingin, saya selalu jatuh sakit. Tapi tahun ke 10 ini, ajaibnya, saya segar bugar. Sama sekali tidak sakit. Mungkin karena saya rutin lari karena persiapan Half Marathon di Den Haag. Atau mungkin juga mental saya pada akhirnya sudah menerima, ya mau bagaimana lagi. Musim dingin akan selalu datang tiap tahunnya. Tinggal dijalani saja, tidak perlu terlalu dipikirkan. Tinggal di Belanda juga mengajarkan saya untuk tidak terlalu overthinking. Dijalani saja. Toh tiap manusia ada saja cobaannya. Dan pasti banyak juga masa bahagianya. Semua tidak ada yang abadi. Tinggal dijalani, banyak berdoa, dan berserah. Yakin bahwa langkah kaki saya di sini pun semua atas ijin Allah. Dia yang akan memberikan perlindungan dan kekuatan.

IJIN TINGGAL DI BELANDA

Bulan November 2024, saya mendapatkan surat dari kantor imigrasi Belanda kalau ijin tinggal saya akan segera berakhir masa aktifnya. Saya diminta untuk memperpanjang sebelum tanggal yang sudah disebutkan. Kalau tidak salah ingat, ini sudah ketiga kali saya memperpanjang ijin tinggal. Saya sudah mendapatkan ijin tinggal permanen sejak tahun ke 4. Jadi proses memperpanjang ini tidak perlu memasukkan dokumen – dokumen apapun. Tinggal memberikan konfirmasi ke pihak imigrasi (lewat online) beberapa informasi terkait.

Tepat akhir bulan Januari 2025, saya datang ke kantor imigrasi di Belanda untuk mengambil kartu ijin tinggal saya yang permanen yang sudah diperpanjang. Persis 10 tahun lalu, ditanggal yang sama, saya juga datang ke kantor imigrasi Belanda untuk mengambil kartu ijin tinggal sementara. Pas tanggal kedatangan saya di Belanda. Bedanya, sekarang kantor imigrasinya sudah pindah. Rok yang saya pakai 10 tahun lalu, saya pakai juga ke kantor imigrasi tahun ini. Roknya sih masih muat ya, badan saya saja yang melebar :))). Tulisan saya 10 tahun lalu, bisa dibaca di sini. Jadi bisa melihat muka saya 10 tahun lalu dibandingkan dengan foto di bawah ini.

MERAYAKAN 10 TAHUN DI BELANDA

Pagi itu langitnya cantik sekali. Saya menerima bunga dari suami dan sebuah hadiah. Dia bilang, untuk merayakan sepuluh tahun di Belanda. Malamnya kami makan bersama di sebuah restoran. Makan segala macam ada. Kami memang keluarga yang merayakan apapun. Bahkan tiap tahun pertambahan saya tinggal di sini, selalu dirayakan. Apalagi tahun istimewa ini, satu dekade. Saya sendiri tidak memasak, hanya membuat kue lumpur kentang karena tiba – tiba ingin makan.

Sepuluh tahun di Belanda, saya tidak punya ambisi apapun lagi. Tinggal menjalani hidup, menikmati tiap harinya dengan pelan dan sadar, sehat jasmani rohani, selalu bersyukur, berusaha menjadi orang yang bermanfaat dan memberikan banyak berkah, bisa menyeimbangkan peran antara diri sendiri, Ibu, dan seorang istri.

Itu saja, tidak ada yang hal yang muluk.

Yang penting hati tenang, nyaman, dan bahagia pun mengikuti.

Keluarga buat saya tetap yang utama.

  • 31 Oktober 2025 –

Cerita sembilan tahun di Belanda, bisa dibaca di sini.

Ngeblog Sudah Tidak Tren Lagi?

Dunia blog saat ini, tidak seramai 11 tahun lalu saat saya mulai menulis di WordPress. Sebelum aktif di sini, saya juga rajin menulis di Blogspot, Multiply, Tumblr. Friendster termasuk tidak ya, karena dulu juga rajin curhat di sana. Ya tulisan saya di blog memang tidak jauh dari curhat, cuma tampilannya saja yang berbeda. Kalau di Blogspot, curhat dalam bentuk puisi. Di Multiply sering menuliskan kegundahan dalam bentuk tulisan pendek.

Di WordPress, saya mulai belajar menulis panjang tentang dokumentasi kehidupan sehari – hari, peristiwa terkini yang terjadi, cerita jalan – jalan, sampai cerita keluarga. Menulis di sini, dari saya dan suami belum menikah, sampai sekarang kami sudah punya anak tiga. Hanya saja, untuk cerita tentang anak – anak, memang saya batasi tidak saya buka semua di sini. Cerita tentang suami juga, tidak terlalu banyak. Saya membatasi menuliskan tentang keluarga, berkaitan dengan privasi. Sebagian besar yang saya tuliskan di sini ya tentang kegiatan saya, kegelisahan, maupun uneg – uneg di kepala yang perlu dikeluarkan.

Blog ini awalnya dibuat karena komitmen kami berdua untuk menulis, pun karena suami suka menulis. Itu kenapa nama blognya Deny dan Ewald. Walaupun Denald sendiri bukan singkatan nama kami berdua (meskipun kalau cocoklogi sebenarnya bisa ya hahaha). Awal – awal memang masih dijalur yang benar, suami masih menulis di sini. Lama – lama dia mangkir dan menulis di blognya sendiri. Lah, bagaimana ini :))) Ya sudah, selanjutnya saya sendiri yang solo karir di sini.

Denald itu nama alias yang sudah saya gunakan sejak SMP. Denald kependekan dari Deny suka Donald hahaha iya, Donald Duck. Saya memang penggemar Donald.

Seingat saya, 2014 sampai sekitar sebelum pandemi, WordPress masih ramai. Masih banyak yang menulis lalu saling berbalas komentar. Dari cerita sehari – hari yang ringan sampai pembahasan berat seperti politik. Dari yang hanya kenal di dunia blog, sampai kopi darat dan berteman sampai sekarang. Saya masih berteman baik sampai saat ini dengan beberapa blogger yang kenal di WordPress kisaran tahun 2014 – 2017, sering jalan bareng, ngobrol nyambung, ketemuan kalau mudik, sampai nggosip di WhatsApp. Ada juga yang sudah tidak sejalan lagi. Namanya dinamika kehidupan, ada yang datang dan ada yang pergi. Tidak mengapa.


Semakin tahun, saya mulai merasa dunia blog semakin sepi, terutama di WordPress. Entah untuk media blog yang lain. Setidaknya beberapa blogger yang saya ikuti sudah jarang sekali menulis, bahkan memutuskan tidak menulis di blog lagi dan pindah ke media sosial. Misal lebih aktif menulis di twitter, Quora, Substack atau beralih jadi konten kreator di tiktok, Youtube, dan Instagram. Semakin maraknya media sosial, bisa dipahami kalau ngeblog itu jadi hal yang membutuhkan ekstra. Bukan hanya ekstra fokus, waktu, pun tenaga. Sementara menulis di media sosial, bisa dengan cerita singkat atau bahkan tanpa cerita hanya unggah foto atau video saja. Menulis panjang di blog lebih nyaman di depan laptop atau komputer, sedangkan di media sosial bisa dilakukan melalui telefon genggam. Belum lagi, ada yang sudah membayar biaya anggota per tahun di blog kemudian jarang menulis, berasa rugi uang. Sedangkan di media sosial, gratis.

Sayapun mengakui, sejak pandemi, menulis di WordPress frekuensinya jadi jarang. Apalagi sejak di twitter saya pelan – pelan mempunyai banyak pengikut, akhirnya lebih aktif di sana. Interaksinya pun menyenangkan. Instan dan menemukan komunitas baru. Bisa dijadikan tempat berjejaring. Menulis di blog jadi bolong – bolong. Ditambah aktifitas saya di dunia nyata yang memang lumayan menyita waktu. Mengurus 3 anak yang super aktif, ada bisnis yang dikerjakan, berjibaku dengan kegiatan sehari – hari, dan menyoba menyeimbangkan peran antara sebagai istri dan tidak melupakan diri sendiri.

Setahun belakang ini, saya pun menambah media sosial di Instagram dan Threads. Memang cari perkara baru nambah medsos ini. Dipikir kebanyakan waktu padahal sehari – hari bisa duduk cantik saja sudah Alhamdulillah :))) Makin jaranglah saya ngeblog. Terlena dengan “mainan” baru. Terlena dengan segala kenyamanan di sana. Meskipun pada akhirnya, saya putuskan untuk hiatus di semua platform media sosial yang saya punya sejak 6 bulan terakhir. Bosen juga ternyata dan saya ingin kembali fokus dengan dunia nyata. Fokus dengan diri sendiri.

Saya kembali lagi aktif ngeblog 3 bulan belakang ini. Sejak awal ngeblog dulu, memang tujuan saya untuk mendokumentasikan dan menumpahkan apa yang ada di kepala, secara runtun. Dari kecil saya memang suka menulis. Bahkan karena suka menulis, saya pernah ikut keroyokan menulis di beberapa buku. Ceritanya saya tuliskan di sini. Dulu senang sekali kalau setelah menulis lalu ada yang meninggalkan komentar. Saling berbalas jawaban. Sekarang menyadari WordPress mulai sepi, jadi saya sudah niatkan bahwa ada atau tidak ada yang komen, menulis tetap berjalan. Kalau ada yang baca Alhamdulillah, tidak ada yang baca ya tidak masalah. Ada yang meninggalkan komentar saya senang, kalau tidak ada yang komentar sama sekali, ya sama senangnya.

Kesenangan ngeblog sekarang buat saya mulai bergeser. Bukan lagi tentang interaksi antar blogger, tapi lebih ke berinteraksi dengan pikiran sendiri. Berkoneksi dengan diri sendiri. Dulu juga begitu, sekarang lebih intensif lagi. Perlahan mulai menata kembali fokus di otak yang sempat kocar kacir karena terlalu aktif di media sosial dengan kesenangan instan dan konten yang pendek – pendek. Sekarang lebih berteman dengan sunyi di blog. Saya menulis sekarang untuk meditasi dan ketenangan diri. Bukan lagi untuk mencari gegap gempita tenar ataupun pujian. Dan kesenangan ngeblog memang tidak tergantikan, buat saya.

Tentang semangat ngeblog, saya pernah menuliskan tema ini juga saat hari blogger Nasional tahun 2021. Silahkan baca di sini. Sama dengan yang saya tuliskan di sana, sampai kapanpun, saya akan tetap semangat ngeblog. Rasanya beda antara menulis di blog dan di media sosial. Di blog selain bisa menulis panjang, juga bisa melatih runtun dan fokus. Sedangkan di media sosial, memang lebih gampang dan ringkes, tapi rasanya berbeda. Kurang penuh, ada ruang kosong yang tidak bisa terisi oleh menu – menu canggih media yang lain.

Kalaupun saat saya menulis panjang di media sosial, misal Instagram, tetap saja tidak dibaca dengan tuntas oleh mereka yang melihat foto yang saya unggah. Tetap menanyakan apa yang sudah ditulis di sana. Ingin tepuk kepal, tapi ya sudah, mencoba memahami. Karakteristik pengguna Instagram memang suka yang singkat padat. Memang harusnya di Instagram itu tidak untuk menulis panjang tapi mengunggah foto dengan cerita yang ringkas. Saya yang biasa menulis di blog, lumayan kagok juga ketika saat itu mencoba aktif di sana. Bahkan mengunggah Insta Story saja, pasti ada cerita panjangnya hahaha. Susahlah saya beradaptasi. Walau ternyata ya banyak yang suka dengan unggahan story saya yang penuh cerita itu. Karena kalau membuat story, saya selalu persiapkan dengan matang. Tidak asal unggah. Pasti ada cerita yang dituliskan.

Buat saya, menulis di blog tetaplah yang terbaik. Meski ngeblog bukan tren lagi di masa kini, saya akan tetap setiap menulis di sini.

Terima kasih untuk kalian yang sudah mampir ke blog saya dan membaca segala tulisan dari semua suasana hati, opini, cerita perjalanan, ataupun cerita acak lainnya. Terima kasih untuk yang meninggalkan komentar. Terima kasih sudah menyediakan waktu untuk bertahan membaca sampai selesai.

Selamat hari blogger Nasional.

Mari kita semarakkan lagi dunia blog.

Para blogger, yuk nulis di sini lagi!

  • 27 Oktober 2025 –

CPC Loop Den Haag 2025 – Virgin Half Marathon

Virgin Half Marathon

CPC Loop Den Haag adalah acara lari tahunan yang diselenggarakan di Den Haag. Ada beberapa jarak dari 5km, 10k, sampai Half Marathon 21.1km. Itu untuk kategori dewasa. Untuk anak – anak, jaraknya berbeda lagi. Setiap tahun sejak pindah ke Belanda, saya hampir selalu mengikuti acara ini untuk lari jarak 10km. Cerita yang tahun 2015, bisa dibaca di sini. Bahkan saat saya hamil anak terakhir, usia kandungan hampir menginjak trimester tiga, saya ikut juga CPC Loop Den Haag untuk jarak 5km. Cerita lengkapnya ikut acara lari saat hamil besar, bisa dibaca di sini.

Nah, karena sudah bertahun – tahun saya rajin ikut yang kategori 10km, rasanya butuh tantangan baru. Beberapa kali mencoba menguatkan niat untuk naik ke jarak 21.1km alias Half Marathon, beberapa kali pula mengurungkan niat. Merasa kok jauh sekali hahaha. Rasanya kapan selesainya itu lari. Sementara saya kan larinya super lelet. Selama ini pun lari buat saya adalah hobi. Bukan hal yang ambisius harus cepat. Senyamannya saja.

Lalu akhir tahun 2023, saya mengumpulkan niat mendaftar half marathon untuk tahun 2024. Itu beberapa bulan setelah melahirkan. Ternyata belum direstui Allah, mungkin karena masih ada bayi. Disuruh fokus dulu dengan bayi, tidak usah pecicilan :))) Bulan Januari 2024, saya sakit parah sampai 2 minggu tergeletak dan tempat tidur jadi teman setia. Padahal half marathonnya bulan Maret. Setelah masa kritis terlewati, saya butuh waktu untuk penyembuhan sebulan. Walhasil ya selama 2 bulan tak ada latihan. Sebulan menjelang hari H, dengan kesadaran penuh, saya turunkan ke 10km saja. Selain alasan sakit, waktunya pun tidak sesuai dengan bayi kami tidur dan bangun. Jadi ya sudah, half marathon kapan – kapan saja. Cerita CPC Loop tahun 2024, saya tuliskan lengkap di sini. Enak ya punya blog, jadi dokumentasinya lengkap dan terperinci. Itulah kenapa saya tidak bisa berhenti ngeblog. Lebih jelas dokumentasinya.

Akhir tahun 2024, saya niat lagi untuk mendaftar half marathon untuk tahun 2025. Saya sudah berniat bulat, tahun 2025 harus jadi. Tahun yang akan banyak memperingati hari – hari yang bersejarah dalam hidup saya. Jadi saya bertekat kuat untuk latihan secara rutin. Setelah mendaftar sekitaran Oktober – November, saya mulai latihan yang terstruktur. Dari jarak, waktu, sampai intensitas pun terukur. Bahkan saat pagi beku pun saya tetap bangun, untuk latihan lari. Semua saya lewati dengan penuh sungguh – sungguh. Semua latihan ini saya dokumentasikan alias pamerkan di story Instagram apakabar.denald (dan saya taruh di highlight). Tapi sekarang sedang hiatus Instagram.

Niat saya bukan untuk mempercepat tempo lari per menit. Tujuan saya latihan teratur cuma dua : Bisa finish dalam waktu 3 jam dan tanpa cedera.

Bulan Februari, saya ikut race di dekat rumah, 10km. Kok ya pas banget cuacanya sedang dingin parah dan berangin hebat. Jadi lari sambil melawan badai angin. Saya pikir, ya sudah anggap saja latihan buat Half Marathon. Mendekati bulan Maret, saya semakin grogi. Latihan juga saya rasa cukup. Alhamdulillah musim dingin kali ini saya tidak jatuh sakit. Biasanya musim dingin tidak pernah terlewati tanpa sakit.

CPC Loop tahun ini, pas banget dengan Ramadan. Karena saya masih menyusui, jadi saya belum ikutan puasa. Seminggu sebelum hari H, dapat kiriman email dari panitia menginformasikan kalau hari H prakiraan cuaca akan terik. Jadi disarankan memakai pakaian setipis mungkin, minum yang banyak dan cukup terhidrasi. Cuaca yang terik nih membuat mental saya agak goyah. Saya bilang suami, terus apa tidak ya. Takutnya pingsan. Mulai nih bisikan – bisikan untuk turun saja ke 10km.

Tapi saya menguatkan hati untuk tetap maju tak gentar menjalankan ibadah Half Marathon. Bismillah.

Tepat tanggal 9 Maret 2025, jadi tanggal bersejarah dalam perjalanan saya di dunia lari. Half Marathon pertama akhirnya dijalani. Dengan mengucap banyak doa dan deg – degan tidak karuan, terlewati juga garis start. Saya menggunakan pakaian senyaman mungkin dan jilbab setipis mungkin. Saya mulai lari jam 11 siang, karena wave terakhir hahaha wave 3. Pas saya baru mulai lewat garis start, yang wave 1 elite runner sudah sampai finish :)))) padahal mulainya jam 10. Beneran uji mental. Suhu 17 derajat celcius. Bayangkan, biasa latihan disuhu 1 digit sekitaran 5 derajat bahkan 0 derajat, eh pas hari H, suhunya jadi 17 derajat. Mana larinya melawan sinar matahari. Ongkepnya Subhanallah bukan main.

Ya sudah, saya hanya bisa pasrah. Niat saya dari 2 akhirnya jadi 1. Sampai finish dengan sehat, happy, tanpa cedera. Saya sudah tidak memikirkan berapa lama lagi waktu sampainya. Senyampainya saja. Saya yakin pasti dtunggu panitia haha.

Sewaktu di km 4, ada peserta orang Belanda tiba – tiba memelankan lari dan jejer saya, bertanya, “kamu puasa Ramadan? kuat kamu lari cuaca terik begini?” Saya kaget sekaligus terharu ada yang bertanya tentang Ramadan. Saya bilang kalau tidak puasa karena masih memberikan ASI. Dia lalu bilang. “hebat! Sukses ya!!” lalu dia pamit lari lebih dulu.

Saat km 5, ada water station. Wah saya minum langsung banyak. Haus sekali. Panas dan ongkepnya luar biasa. Lalu saya melanjutkan lari. Nah setelah lewat km 6, ada mobil panitia menghentikan lari saya. Mereka bilang, waktu saya lewat dari skema yang mereka tetapkan. Jadi saya disuruh menyudahi lari dan ikut masuk ke mobil mereka. Wah saya kaget donk. Seumur – umur ikut race, baru kali ini disuruh stop lari. Lalu saya bilang, bisa tidak saya melanjutkan lari sampai finish, tapi lari di trotoar. nego ceritanya. Setelah berunding dengan sebelahnya, akhirnya dibolehkan. Saya tidak menoleh ke belakang karena saya pikir jadi peserta HM yang terakhir. Wah ketika menulis ini, saat ini, saya jadi merasakan lagi traumanya. Yang membekas dan membuat saya jadi punya kenangan yang tidak nyaman untuk diingat tentang HM pertama.

Lalu saya melanjutkan lari di trotoar. Sementara truk yang mengambil pembatas – pembatas di jalan raya, bersisian dengan saya lari. Jalan raya kembali dibuka. Jadi sepanjang km ke 7 sampai km ke 15 kalau tidak salah, saya lari di trotoar. Km ke 15 saya lari lagi di jalan raya karena rute steril untuk yang race 10km. Lumayan ya, karena jadi peserta lelet, ikut nebeng rute :))). Nah di titik ini, saya dengar kok banyak suara sirine. Saya pikir apa ambulan atau polisi. Dikemudian waktu saya baru tau kalau banyak peserta half marathin yang tidak sampai finish karena tumbang dan harus dibawa ke RS. Penyebab terbesarnya dehidrasi dan kepanasan parah.

Saat lewat rute pantai yang menanjaknya wassalam curam, saya akhirnya jalan kaki saja sambil foto – foto hahaha anggap istirahat sesaat. Lumayan, mumpung langit biru. Sekalian saya mengunyah energy bar. Lapar berat. Lalu saya lanjut lari lagi. Sewaktu dikm ke 18, saya telpon suami yang sudah menunggu di garis finish bersama anak – anak. bertanya apa saya selesai saja ya. Kok rasanya ga sampai – sampai ini. Mulai halusinasi. Kata suami terus saja karena peserta 5km juga baru saja lewat start. Sayang, kurang 3km lagi. Saya pikir iya, sayang kurang sedikit lagi. ya sudah saya lari sambil selang seling jalan kaki.

Yang paling menyenangkan dari event lari di kota besar dan taraf Internasional. sepanjang jalan pasti ada saja yang menyemangati. Dari berteriak, diberikan camilan, diputarkan musik, sampai dijejeri lari supaya tidak berhenti. Karena saya peserta yang ngotot sampai finish meski waktunya melset jauh, jadi saya pun mendapatkan ekstra penyemangat dari mereka. Terharu lah pokoknya. Diteriakkan nama saya.

Singkat cerita, akhirnya sampai finish juga, bersamaan dengan peserta jarak 5km hahaha. Jadi saya nyempil diantara mereka. Untung saja suami melihat saya, lalu dia berteriak. Saya sampai putar balik lagi untuk mencium anak – anak yang menunggu lama di garis finish. Anak ragil digendong papa di pundak. Saya sampai terharu ditunggu mereka.

Tentu saja setelah selesai Half Marathon, saya pamerkan di semua media sosial saya haha. Salah satu sahabat malah salah fokus dengan lipstick yang saya pakai, kok bisa tetap merah merona meski sudah lari lebih dari 21km. Lha ini juga penting, memilih lipstick yang tepat saat race. Jadi saat difoto tetap bagus :))))

Rasanya tuntas sudah perjuangan latihan selama ini saat saya diberikan medali. Meski catatan waktu meleset jauh dari yang saya rencanakan, bersyukur sekali sampai finish dengan sehat dan tanpa cedera. Meski kebahagiaan saya sempat ternoda karena adegan diciduk panitia :))) tetap rasa syukur tak henti saya ucapkan.

Suami dan anak – anak menyambut saya di pintu keluar dengan bunga. Mereka satu persatu memeluk saya dan mengucapkan selamat karena sudah menyelesaikan Half Marathon yang pertama. Medali Half Marathon ini juga buat mereka, yang selalu saya tinggal saat akhir pekan untuk latihan lari jarak jauh. Mereka di rumah yang merelakan waktu agar saya bisa lari. Saya yang seringnya sudah pergi lari saat mereka belum bangun tidur. Half Marathon yang pertama ini sangat berarti bukan untuk saya sendiri sebagai ajang pembuktian kalau saya bisa, juga buat anak – anak dan suami yang tak pernah putus mendukung dan memberikan semangat pada saya dari sebelum mendaftar, proses latihan selama 6 bulan an, sampai menunggu di garis finish.

Saya betul terharu menahan tangis. Tuntas sudah yang saya jalani selama ini. Latihan disiplin, tetap lari meskipun musim dingin, mengalahkan rasa malas, dan tetap maju sampai titik maksimal kesanggupan. Alhamdulillah saya sanggup sampai garis akhir.

Half Marathon inipun punya arti yang spesial karena :

  • Marayakan 10 tahun tinggal di Belanda dengan segala warna warninya.
  • Merayakan 10 tahun status saya sebagai lulusan S2.
  • Merayakan ulangtahun angka kembar dibulan yang sama Half Marathon.
  • Merayakan 10 tahun sejak pertama ikut CPC Loop Den Haag.
  • Merayakan 10 tahun rutin berlari selama di Belanda.
  • Merayakan diri sendiri yang tak pernah menyerah dan gigih memperjuangkan apapun yang sudah dijalani. Menyelesaikan dengan baik apapun yang sudah dimulai.
  • Merayakan status sebagai Ibu 3 anak dengan 5 kali kehamilan.
  • Merayakan tuntas menyusui sampai ketiga anak yang sampai saat ini dan semoga seterusnya tumbuh sehat, aktif, pintar, kreatif, dan semoga bahagia.
  • Merayakan segala kemenangan dari yang kecil sampai yang besar dan berkah yang sudah didapat selama ini
  • Merayakan 11 tahun pernikahan dan 12 tahun saling mengenal dengan suami.

Half marathon ini sebagai pembuktian meski sampai finish dengan waktu 3 jam 25 menit, Alhamdulillah saya tidak menyerah. Meski ada opsi untuk naik tram saja kembali ke tempat acara (ya km ke 18 sudah sempat memikirkan opsi ini hahhaa) tapi saya masih diberikan kewarasan pikiran untuk lanjut sampai selesai. Banyak peserta yang tidak bisa menyelesaikan sampai finish, saya diberikan kekuatan, kesehatan, sampai menyelesaikan apa yang sudah saya impikan. Yang penting sudah mencoba dan tau rasanya.

Sampai ke rumah, langsung menyantap soto ayam :))).

Buat saya, half marathon pertama ini bukanlah sekedar sebuah medali. Tapi kegigihan, perayaan, dan penghargaan terhadap diri sendiri dan keluarga yang selalu mendukung langkah saya. Dan tak lupa, tentang semangat dan pantang menyerah.

Setelah ini Half Marathon lagi atau Marathon?

Enggak dulu. Saya masih belum sanggup meninggalkan anak – anak dalam waktu lama untuk latihan. Nanti saja kalau mereka sudah lulus SD, mungkin akan memikirkan. Setelah ini, ganti cabang olahraga jalan cepat saja :)))

Tapi, never say never kan ya. Siapa tau tahun depan ikutan HM lagi.

Sekian cerita kali ini. Terima kasih sudah membaca sampai akhir.

  • 25 Oktober 2025-

SöderÃ¥sen National Park – Swedia

Söderäsen National Park

Saat sedang menyusun rencana kasar tempat mana saja yang akan kami kunjungi selama di Swedia, tentu saja kami memasukkan agenda untuk hiking. Mumpung di Swedia gitu kan ya yang banyak tempat untuk hiking dan juga banyak Taman Nasionalnya. Kami memutuskan untuk setidaknya pergi ke 1 wilayah hiking yang ramah untuk anak – anak. Artinya, medannya tidak terlalu susah. Saya mulai googling dan menemukan beberapa tempat. Lalu saya juga menghubungi satu orang mutual di twitter dan Instagram yang tinggal di Malmo, apakah ada rekomendasi dari dia Taman Nasional yang bagus dan ramah untuk kami pergi hiking. Lalu dia mengusulkan ke Söderäsen National Park. Pas sekali, lokasinya tidak jauh dari tempat kami menginap selama di Landskrona.

Persiapan kami untuk hiking, sangat maksimal. Maksudnya, dari segi perlengkapan. Kami sekeluarga sampai membeli sepatu baru khusus hiking dan suami membeli apa ya namanya semacam tas panggul yang bisa membawa anak kicik, merk Deuteur. Saya bilang mending beli yang tangan kedua saja, wong cuma dipakai selama liburan musim panas. Di Belanda yakin tidak akan terpakai. Lagian anak ragil sebentar lagi sudah tidak muat untuk dipanggul. Dia bilang, tidak masalah beli baru. Nanti kalau sudah tidak terpakai bisa dijual lagi. Ya sudah, uang dia ini.

Selain sepatu khusus hiking, kami bahkan hampir membeli celana khusus. Tapi setelah dipikir – pikir dan setelah melihat medan di taman nasional di wilayah Swedia bagian selatan, tidak terlalu serius dibandingkan Swedia bagian utara yang nampak lebih sulit. Akhirnya kami batalkan membeli celana khusus hiking. Pakai yang ada saja. Selebihnya, kami menggunakan tas ransel yang sudah dipunya, lalu anak – anak juga memakai jaket yang sudah ada di rumah. Musim panas kan, jadi semoga cuaca juga tidak terlalu buruk selama hiking.

Kami ke Söderäsen National Park saat hari terakhir di Landskrona sebelum pindah ke Enkoping, dekat dari Stockholm. Hari H, kami bangun pagi dan saya mulai mempersiapkan bekal makan siang dan camilan yang akan dbawa selama hiking juga minuman. Suami membawa roti isi, sedangkan saya dan anak – anak makan mie goreng dengan lauk telur dadar. Standar bekal orang Indonesia hahaha. Saat tiba di lokasi, tempat parkir masih belum terlalu ramai. Memang kami sampainya masih hitungan pagi, jam 10. Taman Nasional ini karena lokasinya sangat luas, jadi ada beberapa pintu masuk. Kami memilih pintu masuk yang paling dekat dengan tempat kami menginap. Bisa dibaca di sini untuk deskripsi lengkapnya tentang Taman Nasional Söderäsen.

Suami dan anak – anak ke toilet terlebih dahulu sebelum kami mulai masuk ke dalam lokasi. Di bagian depan, ada peta dan pilihan rute. Setelah berunding, kami memilih rute yang paling jauh yaitu 10km. Ya kalau ternyata rutenya terlalu menantang dan anak – anak capek, nanti bisa potong rute. Untuk 2 kilometer pertama, rute yang kami pilih ini masih bisa diakses untuk kursi roda atau kereta bayi. Setelahnya, mulai jalan setapak biasa.

Awalnya jalan setapak masih datar tanpa tantangan apapun. Kanan atau kiri masih lebar dan ada aliran sungai. Setelah makin jauh, jalanan makin susah karena melewati bebatuan yang lumayan runcing. Lebar jalan pun makin mengecil. Untuk tanda arah, sangat jelas sekali. Papan nama bahkan warna rute yang dipilih juga jelas. Jadi tinggal mengikuti arah.

Saat sudah memasuki km ke 5, anak – anak mulai bilang capek dan ingin istirahat dulu. Kami bilang tunggu sebentar karena akan sampai ke tempat khusus istirahat. Pas juga waktunya untuk makan siang. Selama jalan, saya juga sudah memberikan camilan dan minuman untuk mereka, termasuk anak ragil yang anteng digendong papanya di punggung. Sepanjang jalan digendong, dia juga tidak berhenti bernyanyi sesuai bahasanya sendiri :))) lumayan, kami jadi ada hiburan.

Sampai ke suatu area, kami mulai bingung karena tanda berwarna di pohon tidak muncul lagi. Bahkan ada pohon di depan yang nampaknya sengaja dirubuhkan untuk menghalangi jalan. Artinya, kami harus mendaki ke atas karena terlihat dari tempat kami berdiri, seperti nampak ada bangunan. Sempat ragu apakah harus jalan terus atau menanjak ke atas. Ini medannya susah sekali untuk ke puncak. Tapi ya tidak ada pilihan lain. Ada sih sebenarnya, putar balik. Tapi sayang kan sudah sampai hampir puncak malah putar haluan.

Akhirnya kami pelan – pelan naik. Anak – anak sudah mulai mengomel. Saya berikan semangat ke mereka kalau sebentar lagi sudah sampai atas dan makan siang bekal mie goreng. Setiap mendengar kata makanan, mereka langsung ceria. Memanglah darah Indonesia yang melekat ke mereka lebih kuat. Orang Indonesia kan kalau dipancing makanan langsung bersemangat :))).

Suami sih yang merasa kesusahan naik karena harus memanggul anak kicik. Saking susahnya medan naik, saya sampai tidak bisa mendokumentasikan dalam video. Ya seperti biasa, di manapun berada tugas saya tetaplah jadi bagian dokumentasi dan konsumsi :)))

Setelah perjuangan panjang menanjak yang Ya Allah membuat ingat untuk menguruskan badan :)) akhirnya kami sampai ke semacam area istirahat. Tempatnya bersih, rapi, dan tidak ada sampah berserakan. Ada toilet juga, tempat sampah banyak, dan tempat semacam rumah berteduh. Kami istirahat di sini untuk makan siang. Saya dan anak – anak lahap sekali makan mie goreng Indomie yang khusus saya bawa dari Belanda. Suami bilang kok ya kepikira bawa Indomie dari Belanda. Saya bilang, “Lah ini sudah bekal wajib orang Indonesia kalau mau naik gunung, kemah, atau piknik. Indomie goreng plus telor dadar hahaha”

Setelah cukup beristirahat selama hampir setengah jam, kami melanjutkan perjalanan dengan rute turun kembali ke tempat parkir. Sama dengan sewaktu naik, kami juga mengikuti tanda di pohon atau tanda panah di tonggak kayu. Pemandangan dari atas, wah cantik sekali. Belanda itu kan negara yang sangat flat ya, datar seperti pancake. Jadi setiap ada kesempatan naik gunung atau bukit, kami selalu takjub dengan pemandangan dan rute yang kami lewati. Maklum, di Belanda tidak ada.

Di atas, ada satu area penuh dengan bunga warna ungu. Bukan lavender pastinya. Seperti bunga yang ada di taman nasional di Belanda. cantik sekali. Tentu saja saat di puncak, kami mengabadikan foto sekeluarga. Jangan sampai ini terlupa.

Rute turun lebih mudah. Ya iyalah, di mana – mana kan kalau turun lebih gampang dibandingkan naik. kecuali rutenya licin. Makanya kan orang lebih gampang tergelincir dalam kehidupan saat sudah susah – susah naik *bahasan mulai membelok.

Saat melintasi hutannya yang yang sangat hijau, Saya dan suami sampai terkagum, sepanjang jalan naik sampai puncak sampai turun ke parkiran, kami tidak melihat satupun sampah berserakan. Herannya lagi, sepanjang rutepun tidak terlihat tempat sampah. Hanya ada tempat sampah saat di area istirahat di puncak. Yang kami kagumi adalah kesadaran para pengunjung untuk tidak membuang sampah sembarangan. Saya acungi jempol dan benar – benar terkagum saat tulisan ini diunggah. Kalau hanya mengandalkan petugas kebersihan taman nasional, area yang sangat bersih susah terwujud kalau tidak diikuti dengan kesadaran tidak buang sampah sembarangan dari pengunjungnya. Benar – benar bersih lho dari semua bagia hutan. Salut!

Ada satu cerita yang tidak bakal saya lupa. Saya dulu kan anak gunung. Ya beberapa kali naik gunung. Jadi ada satu hal yang selalu dipegang anak gunung perihal jangan sombong jika naik gunung. Jangan congkak dan meremehkan. Nah, entah ini kebetulan atau apa, pada satu titik, saya membatin, “Ya kalau naik gunung seperti ini tidak bakalan tersasar, wong petunjuknya jelas sekali.” Lalu kami jalan terus. Lama – lama saya sadar kok tanda biru di pohon sudah hilang. Tinggal warna Oranye. Artinya kami akan menuju ke arah lain. Wah saya bilang suami jangan – jangan kita tersasar. Kami putuskan kembali arah. Ternyata benar donk, kami terlewat membaca tanda. Harusnya belok ke kiri, kami malah terus berjalan.

Makanya, jangan sombong bin congkak di gunung. Perhatikan arah dan tanda. Jangan sok – sok bilang tidak bakal tersasar. Dikabulkan lah yang dibatinkan.

Dengan drama menyasar yang lumayan jauh itu, akhirnya kami sampai juga di bawah, di pintu pertama masuk. Total 12km kami jalan dari awal masuk sampai turun ke pintu ke luar. Lumayan ya gempor. Untungnya anak – anak tidak rewel. Cuma bagian naik ke atas saja yang lumayan susah. Selebihnya mereka benar – benar menikmati hiking ini.

Sewaktu kami masih di atas, anak – anak bilang ke saya jangan jalan terlalu ke pinggir. Lalu saya tanya kenapa, dijawab, “Nanti kalau jatuh, Ibu bisa meninggal.” Saya tanya lagi kenapa kalau saya meninggal. Mereka jawab, “Sedih kalau tidak ada Ibu.” Saya tanya lagi kenapa sedih, kan kalau tidak ada saya, tidak ada yang marah dan mengomel di rumah. Jawaban mereka, “Nanti tidak ada masak enak, tidak ada yang menyiapkan baju. Ibu kan penyayang. Suka peluk, cium, dan bilang I Love You. Jadi jangan meninggal ya Ibu, aku cinta sama Ibu.” Lalu mereka berdua memeluk saya. Sementara suami sudah berjalan jauh di depan. Ini saat kami belum sadar sudah tersasar jauh.

Duh, saya jadi terharu mendengarkan omongan mereka. Ternyata, meskipun sering ngomel, ada juga hal baik yang diingat mereka dari saya. Ya setidaknya, tidak hanya ngomelnya saja yang diingat :))

Waktu liburan inilah yang sangat saya suka. Selalu ada momen – momen percakapan yang spontan dari anak – anak atau suami. Karena itu, saya menjadikan momen liburan sebagai waktu untuk benar – benar hadir sepenuhnya untuk keluarga. Pikiran dan badan untuk mereka. Itulah kenapa, kalau liburan, saya jauh – jauh dari media sosial. Bahkan liburan kali ini, saya uninstall media sosial dari telefon genggam saya.

Taman Nasional Söderäsen meninggalkan banyak kenangan manis untuk kami sekeluarga. Bukan hanya terkesan dengan rutenya yang bersih, alamnya yang cantik, dan medannya yang tidak terlalu susah, pun kami sekeluarga jadi bertambah lagi momen yang indah yang akan selalu kami ingat sampai anak – anak besar nanti.

Momen kebersamaan, mempererat ikatan satu sama lain, percakapan yang hangat, saling memberikan semangat, pengalaman baru, dan hadir sepenuhnya satu sama lain.

Kenangan yang sangat indah. Selain dokumentasi foto dan video yang tak kalah pentingnya.

  • 18 Oktober 2025 –

Kunjungan Dari Copenhagen, Cerita Baking, Race 10km, dan Membaca 34 Buku

Sourdough Roti Manis

Kembali ke cerita kompilasi gado – gado alias semua cerita yang bukan hanya akhir pekan, juga cerita sehari – hari dalam 3 minggu terakhir, saya jadikan satu unggahan.

  • KUNJUNGAN DARI COPENHAGEN

Setelah gagal bertemu Rani saat kami ke Copenhagen bulan Agustus lalu (awalnya mau ke Copenhagen hari Sabtu, dia lagi ikutan lomba lari. Dan kami juga tidak jadi ke Copenhagen. Saat hari minggu, Rani lagi panjat tebing ke Swedia. Selipan terus), akhirnya ketemu Rani malah di Belanda. Berunding ke sana sini enaknya di mana tempat untuk ketemuan, akhirnya saya udang dia ke rumah. Saya pikir lebih nyaman juga buat ngobrol dan saya tidak harus ke mana – mana membawa anak kicik. Saya masakkan Rani menu yang cocok untuk musim gugur. Bakso, mie ayam, dan segala gorengan. Orang Indonesia sih kurang komplit kalau ngobrol tanpa gorengan haha. Selain itu saya membuat tiramisu dan kue lumpur. Semua yang saya hidangkan buat Rani, saya masak semua sendiri. Demi menjamu tamu dari negara maju :)))

Kocaknya, salah satu oleh – oleh yang Rani bawa, sama persis dengan yang Kiki (tinggal di Denmark juga) berikan ke saya waktu kami ketemuan di Ribe. Jadilah saya sekarang punya koleksi coklat lempengan buat makan roti :))) (itu foto terakhir).

Ngobrol panjang lebar dengan Rani. Dari susahnya hidup sebagai pendatang, segala tes yang harus dilalui, sukanya juga hidup di negara masing – masing, sampai ke satu fakta bahwa Rani ini ternyata tau saya pertama kali dari membaca blog ini. Setelahnya kami saling berkoneksi di twitter lalu setahun belakang di Instagram. Wah saya jadi terharu. Rani membaca blog saya pertama kali tahun 2019 sebelum dia pindah ke Belanda. Semacam jumpa pembaca blog ini. Senang ngobrol banyak dengan Rani.

  • CERITA BAKING

Saya mulai rajin baking lagi nih. Setelah mati suri beberapa bulan ini. Lumayan mengisi waktu ya. Kan sedang rehat dari media sosial. Jadi banyak waktu luang sekarang. Bukan hanya baking roti yang menggunakan ragi alami, juga saya membuat kudapan manis. Roti yang saya buat juga bukan hanya yang berasa manis, juga roti keras untuk suami. Dia senang sekali saya kembali sibuk baking. Rumah kembali wangi roti dan butter. Pewangi alami.

  • KE RUMAH YAYANG

Suatu pagi saya menerima pesan dari Yayang. Dia sekeluarga Agustus lalu baru mudik. Dia ingin memberikan saya oleh – oleh. Jadi dia ingin ketemuan. Saya usulkan untuk ketemu di rumahnya saja saat dia sedang libur kerja. Memang jarak rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah saya. Hanya terpaut 10km sekali jalan. Dia bilang, ok. Akhirnya janjian hari Jumat. Saya ke rumahnya dengan naik sepeda. Ini pertama kalinya. Biasanya naik metro. Itupun sudah lama sekali.

Lumayan juga ya PP 22km (karena ada jalan yang ditutup, jadi harus memutar). Hujan agak rintik. Untung saya ada hiburan, anak ragil di boncengan nyanyi tiada henti. Jadi terasa tidak membosankan. Saya membawakan Yayang Banana Cake andalan. Lalu di sana saya bisa mencicipi segala keripik – keripik yang dibawa Yayang dari mudik. Lalu kami makan siang dengan mie ayam dan bakso.

Saya senang bisa ngobrol banyak dan bertukar kabar terkini dengan Yayang. Pulangnya saya dibungkuskan makanan.

  • RACE 10KM

Di kota sebelah, tiap bulan Oktober selalu ada event lari Half Marathon dan jarak – jarak lainnya. Tentu saja saya ikut yang 10km saja. Tahun lalu saya juga ikutan. Awalnya saya ingin ikut yang Half Marathon. Tapi setelah saya pikir – pikir lagi, kok males latihannya. Akhirnya saya mendaftar yang 10km saja. Kebetulan, anak – anak juga ikutan, termasuk anak ragil yang masih umur 2 tahun. Mereka tentu saja ikut yang jarak paling pendek, 600 meter. Eh kok 2 hari mendekati hari H, saya ambruk sakit. Akhirnya, suami yang menggantikan. Sayang daripada nomernya tidak terpakai. Ini dijoki suami sendiri hahaha. Dihasilnya, 10km selesai dalam waktu 1 jam. Sejarah dalam hidup,nama saya bisa selesai 1 jam 10 km :)))

Tahun lalu ada 3 medali, tahun ini menjadi 4 medali karena anak ragil ikutan. Di foto cuma ada 3 karena satunya entah ada di mana. Medali tahun ini bagus karena dari kayu. Unik desainnya. Saya senang sekali anak – anak juga suka dengan lari tanpa kami paksa. Mereka ikut dengan sendirinya. Mereka juga suka dengan olahraga lainnya.

  • MEMBACA 34 BUKU

Salah satu yang saya syukuri dari rehat media sosial adalah bisa membaca buku dengan fokus dan tanpa terdistraksi apapun. Lumayan saya jadi bisa menyelesaikan banyak buku yang isinya berat yang sudah saya beli tahun lalu tapi belum sempat saya baca. Dan akhir bulan September lalu, saya sudah melampaui target 30 buku. Sudah 34 buku terbaca (1 buku tidak ada di goodreads). Kalau sesuai rencana, kemungkinan sampai akhir tahun bisa 40 buku. Saat ini saya sedang membaca 3 buku pararel haha. Saya kalau membaca buku memang suka pararel.

  • LARI DAN JALAN KAKI

Olahraga seperti biasa tetap lari dan angkat beban di rumah. Sejak September, saya jadi senang untuk mencoba menekuni jalan kaki. Ternyata menyenangkan juga. Selama jalan kaki, bisa dengan tenang melihat sekitaran yang saya lewati. Menikmati pemandangan dan mendengarkan suara lebih khusyuk. Sekarang ke manapun, kalau memungkinkan, saya lebih memilih jalan kaki dibandingkan naik sepeda. Misalkan kemaren ke dokter gigi, biasanya saya naik sepeda. Tapi karena saya ada waktu sendiri (anak kicik sedang sekolah) dan cuaca tidak hujan, jadi saya jalan kaki saja ke sana. Lumayan PP bisa 7km.

Saya berencana, tahun depan akan mengurangi ikutan race lari dan beralih ikut event jalan kaki.

  • LANGIT CANTIK

Meskipun akhir – akhir ini warna langit sehari – hari adalah abu – abu, saya beruntung 2 pagi yang berbeda masih bisa melihat semburat warna yang cantik di langit. Dua foto di bawah ini saya lihat dari loteng yang paling atas, pada 2 pagi yang berbeda. Anak – anak saya sudah hafal, kalau langitnya nampak cantik, mereka pasti teriak antusias memanggil saya dan memberitahu lalu meminta saya untuk memfoto langitnya.

Hal – hal yang simple tapi bermakna seperti ini yang jadi penghiburan saya dimusim yang mulai gelap dan hujan terus setiap hari. Alhamdulillah masih diberikan kesempatan melihat langit yang cantik dan hati jadi gembira.

  • DAUN BERUBAH WARNA

Daun sudah mulai berubah warna, banyak yang sudah rontok malahan. Senang kalau melihat warna daun musim gugur. Yang tidak suka adalah melihat langit yang warnanya abu – abu. Ya langit belanda pada umumnya. Saya nikmati saja. Ya bagaimana lagi. Saya syukuri tiap harinya.

Sudah terlhat juga mulai banyak labu di mana – mana.

  • MASAK MEMASAK

Suatu hari, tiba – tiba ingin masak garang asem. Mumpung berlimpah tomat hijau hasil panen yang pernah saya unggah di sini ceritanya. Plus ada banyak belimbing wuluh di freezer. Wah, serumah makannya nambah – nambah. Anak – anak dan suami senang sekali dengan garang asem. Seger dan hangat di badan. Cocok untuk musim saat ini.

  • CERITA RANDOM LAINNYA

Saya kemaren ke dokter gigi. Kunjungan dadakan karena ada sakit di mulut. Setelah minggu lalu ke dokter umum belum membaik, Beliau bilang untuk periksa ke dokter gigi saja.

Karena sampai di komplek klinik terlalu cepat, jadi saya mampir saja ke toko India yang letaknya persis di depan klinik. Setelah memilih beberapa barang untuk dibeli, mata saya tiba – tiba melihat klenthang. Wah mata saya langsung berbinar. Terbayang segarnya sayur asem klenthang, makan dengan tempe goreng, dan sambel terasi belimbing wuluh. Tanpa pikir panjang, saya membeli 3 batang. Klenthang ini buahnya daun kelor. Sayur asem klenthang makanan orang Madura dan khas daerah Jawa Timur wilayah tapal kuda. Biasanya saya membeli Klenthang di pasar di Den Haag. Hanya satu stan yang berjualan, juga punya orang India.

Setelah membayar semua belanjaan, saya ke klinik. Si klenthang ini, karena memang panjang, jadi nongol di tas yang saya bawa. Saat diletakkan di kursi, terlihat mencuat sedikit. Seperti di foto kanan. Setelah diperiksa, dokter gigi tiba – tiba kaget melihat tas saya. Dia tanya apa itu yang mencuat. Dia pikir apa ular hahaha saya menahan tertawa. Saya bilang kalau itu sayur namanya Klenthang. Saya keluarkan dari tas dan memperlihatkan dari dekat. Lalu saya jelaskan juga kalau sayur ini biasanya dibuat sup asem. Dia yang belum pernah melihat klenthang sebelumnya, takjub :)))

Lumayan ya jadi duta makanan Indonesia. Memperkenalkan Klenthang :)))

Cerita penutup unggahan kali ini adalah kami ke Ikea. Setelah membeli beberapa barang yang kami butuhkan, seperti biasa pasti kami makan di restoran. Saat duduk, bangku belakang kami masih kosong. Tidak berapa lama terdengar ada beberapa orang yang sudah menempati. Lalu terdengar suara satu orang yang sedang melakukan video call. Suaranya lumayan kencang dan saya jadi tau, dari negara mana mereka (dari bahasanya tentu saja).

Setelah video call selesai, suara di belakang jadi anteng lagi. Tidak berapa lama, saya mendengar ada suara nyanyian dari telefon salah satu dari mereka. Otomatis saya menoleh. Suaranya itu keras sekali. Ternyata mereka sedang entah menonton film atau menonton konser musik dari telefon genggam karena mata dari 2 orang ini menatap layar telefon.

Saya dan suami jadi tertawa. Saya merasa sedang makan di warung yang ada suara musik dengan genre yang bisa menggoyangkan badan hahaha. Anak saya protes kenapa suara dari telefon mereka keras sekali. Saya bilang, biar nanti ditegur petugas Ikea. Sampai kami selesai makan, mereka masih khusyuk melihat lagu yang diputar di telefon genggam. Dan tetap dengan suara kencang. Dan tidak ada satu pegawai Ikea yang datang menegur.

Entah kenapa, saya kalau bertemu orang – orang dari negara ini, ada saja cerita uniknya. Angap saja ini kebetulan.

Warna – warni akhir pekan.

Selesai sudah rekapan cerita yang lumayan menarik untuk saya tulis di blog. Semoga bisa menghibur untuk yang membaca ya. Meskipun ngeblog sudah tidak populer lagi sekarang, tapi saya tetap akan ngeblog dan menuliskan hal – hal yang simpel seperti ini. Ada kenang – kenangan kalau dibaca lagi.

Sehat – sehat semuanya.

  • 14 Oktober 2025 –

Sebelas Tahun Pernikahan

Landskrona

Pagi ini saya bangun tidur dengan perasaan membuncah. Bahagia. Hari ini, tepat 11 tahun lalu, kami melangsungkan pernikahan di rumah orang tua saya, di sebuah kota kecil, di Jawa Timur. Sebelas tahun berlalu, di sini kami sekarang dengan tiga anak sehat sangat aktif yang selalu meriah mengisi hari – hari disegala musim. Kami menjalani pernikahan ini dengan begitu banyak kompromi, saling memaafkan, saling membersamai, saling mendukung, saling memberi ruang, tak ada bosan untuk segala perbincangan, suka dan duka, tangis dan tawa, dan segala hal pahit manis yang telah kami lalui selama 11 tahun ini. Alhamdulillah, Insya Allah cinta dan sayang di antara kami tetap dan akan selalu menguat. Insya Allah kami jalani 11 tahun ini meski ada beberapa kali badai datang, meski tidak besar, bisa kami lewati, dan pada akhirnya kami jalani penuh ketenangan, banyak bersyukur, dan penuh bahagia. Sebelas tahun yang membahagiakan.

Saat ini kami sedang berada di Landskrona, Swedia. Kami sedang dalam rangkaian perjalanan darat liburan musim panas. Awalnya kami berencana merayakan 11 tahun pernikahan dengan pergi ke Copenhagen, Denmark menggunakan kereta dari Landskrona. Tapi perkiraan cuaca mengatakan kalau hari ini akan cerah seperti kemarin, jadi kami putuskan ke Copenhagen besok pagi saja. Hari ini saya ingin menghabiskan banyak waktu dengan leyeh – leyeh di pinggir pantai bersama anak – anak dan suami. Selama di Landskrona, kami tinggal persis di pinggir pantai, Jadi bisa dengan maksimal merasakan suasana pantai dari matahari terbit sampai terbenam. Anak – anak pun senang sekali seharian utuh main pasir dan berenang di laut.

Setelah kami saling mengucapkan selamat dan berdoa, saya memutuskan lari pagi sepanjang pinggir pantai. Niatnya ingin menjadikan lari perayaan ulangtahun pernikahan. Tapi kalau harus 11km, kok PR bangert. Akhirnya ya sudah 6 km saja. Eh ternyata, jam tangan saya mengatakan jarak yang saya tempuh 6.11km. Ya lumayanlah, ada unsur 11 nya hahah maksa. Suasana masih sepi. Saya bisa berlari dengan perasaan yang tenang. Sambil refleksi, memikirkan 11 tahun pernikahan saya dan suami. Senyuman tiba – tiba tersungging di bibir ketika teringat hal – hal manis dan lucu.

Sesekali saya berhenti untuk mengambil foto beberapa sudut pantai sebagai kenang – kenangan.

Saat kembali ke penginapan, anak – anak dan suami sudah bangun. Mereka mulai mempersiapkan sarapan. Rencana kami pagi ini akan ke kota Helsingborg yang letaknya tidak jauh dari Landskrona. Helsingborg adalah kota pelabuhan. Saya selalu bersemangat jika pergi ke kota pelabuhan. Melihat kapal bersandar, mencium aroma laut, dan melihat bangunan – bangunan tua di kota itu.

Setelah sarapan selesai dan semua persiapan tuntas, kami berangkat. Sesampainya di Helsingborg, masih pagi. Jadi kota masih terasa sepi. Kami mulai berjalan menyusuri pusat kota. Suami bilang, bisa melihat kota dari atas bukit. Jadi ke sanalah tujuan kami. Sebelum sampai ke bukit yang dimaksud, kami melihat taman bermain. Anak – anak minta berhenti sebentar untuk bermain di sana. Tidak berapa lama kami di sana karena sinar matahari yang cukup menyengat. Kami melanjutkan perjalanan sampai ke atas bukit yang dimaksud. Wah cantik sekali di atas. Selain melihat taman yang sangat asri, ada semacam menara tinggi sekaligus museum yang bernama Karne Museum yang bisa dinaiki sampai atas. Anak – anak dan suami masuk ke dalam, saya dan anak ragil menunggu di luar saja.

Setelah selesai, suami menunjukkan foto dari atas menara. Kota Helsingborg dari atas menara. Sangat cantik. Kami lalu melanjutkan perjalanan. Sudah mendekati waktu makan siang, jadi kami jalan sembari mencari restaurant. Anak – anak ingin kencing juga, jadi sekalian mencari toilet. Karena memang masih jam 11 pagi, jadi tidak banyak yang restaurant yang sudah buka. Akhirnya kami melihat ada satu Chinese restaurant sudah buka. Ya sudah, kami memutuskan makan di sini saja. Sayapun sudah kangen makan nasi haha karena sudah seminggu lebih perut tidak terisi nasi.

Lumayan enak rasa masakan di restaurant ini. Setelah makan, kami memutuskan menuju ke tempat parkir untuk kembali ke Landskrona, sambil saya mencari toko souvenir untuk membeli kartupos. Mungkin Helsingborg bukan kota turis, jadi di pusat kota pun saya tidak menjumpai toko souvenir. Sayang sekali, jadi tidak ada kenang – kenangan dari Helsingborg berupa kartupos.

Sesampainya kembali di penginapan Landskrona, saya dan anak – anak langsung bersiap ke pantai. Suami memutuskan akan jalan kaki ke kastil penjara yang jaraknya 7km dari tempat kami menginap. Matahari sangat gonjreng meski anginnya lebih dingin dari kemarin. Saya leyeh – leyeh saja di pasir sambil membaca buku. Anak – anak bermain pasir dan berenang. Bermain sepak bola, main lempar piring terbang, membangun kastil, dll. Kami ingin berpuas ria di sini karena perkiraan cuaca besok tidak sebagus hari ini.

Sekitar jam 5 sore, angin makin dingin. Jadi kami memutuskan untuk selesai bermain di pantai. Suami pun sudah sampai kembali dari jalan kaki sepanjang 15km. Kami kembali ke penginapan. Anak – anak mandi. Kami mulai bersiap ke restaurant di area penginapan, sekalian sebagai makan malam perayaan ulangtahun pernikahan. Awalnya, kalau sesuai rencana kami hari ini ke Copenhagen, ingin merayakan di Saji, restauran Indonesia yang terkenal di sana. Ini saya mendapatkan rekomendasi dari Rani yang tinggal di Copenhagen. Ternyata, restaurannya tutup karena mereka sedang pergi liburan. Ya sudah, memang pas waktunya jadi kami rayakan di Landskrona saja.

Restaurant yang kami tuju (cuma jalan kaki dari rumah menginap) ternyata penuh dan baru ada tempat jam 8. Kami sudah sangat lapar. Jadi kami ke restaurant sebelah. Masih ada, cuma sistemnya buffet. Kami lihat menunya ok lah, BBQ an. Anak – anak bisa makan juga. Jadi kami makan di sini. Saya bertanya pada petugas yang memanggang, apakah ada menu yang bukan babi. Kok ya, pas banget. Yang bagian memanggang ini orang Islam. Jadi dia bilang akan memanggangkan ayam buat saya tapi di pemanggangan yang berbeda, bukan barengan dengan pemanggangan untuk babi. Saya disuruh menunggu sebentar. Alhamdulillah, tanpa harus menjelaskan, dengan melihat jilbab saya dia paham. setelah menunggu beberapa saat, dia datang dari dapur dengan ayam panggang spesial yang dipanggangkan khusus untuk saya. Hal yang nampak simpel seperti ini, buat saya sangat berarti. Saya mengucapkan banyak terima kasih buat dia.

Sebelum makan, anak – anak mengucapkan kembali (karena pagi hari mereka sudah mengucapkan) selamat ulang pernikahan untuk Ibu dan Papa, lalu mereka mencium kami bergantian. Saya dan suami saling mengucapkan juga diselingi dengan doa baik semoga pernikahan ini selalu diberikan banyak berkah, bisa menjadikan jalan berkah untuk orang lain, bisa saling menopang dalan duka dan tidak berlebihan dalam suka, diberikan kesehatan yang baik untuk satu keluarga, diberikan kelimpahan rejeki material dan non material, dikelilingi cinta dari orang – orang tersayang, dijauhkan dari bala, dan langgeng sampai berlangsung lama usia pernikahan kami.

Hari ini ditutup dengan melihat matahari terbenam dari tepi pantai.

Sebelas tahun bukan waktu yang cukup lama karena kami menjalani semuanya bersama. Malah kami suka kaget sendiri, lho kok sudah sebelas tahun. Sepertinya baru kemaren ini kami melaksanakan pernikahan di depan penghulu. Sebelas tahun rasanya sangat sebentar. Memang tidak selalu ada pelangi di pernikahan ini, tapi sebelas tahun saya rasakan adalah bahagia. Alhamdulillah diberikan jodoh suami yang sabarnya seluas dunia. Mendukung sepenuhnya apa yang ingin saya jalani selama itu membuat saya bahagia. Jadi Bapak terbaik untuk anak – anak. Semua sudah cukup untuk saya. Kami jalani semua penuh rasa tenang, syukur, dan bahagia.

Semoga kami berjodoh panjang sampai berpuluh tahun kemudian.

  • 9 Agustus 2025 –

*Tahun lalu, 10 tahun pernikahan, kami rayakan di Zator, Polandia. Ceritanya bisa dibaca di sini.

Apakah Saya Bahagia?

Sunrise

Seperti biasa, kegiatan hari senin saya setelah mengantarkan anak – anak ke sekolah adalah olahraga. Kali ini saya lari dengan target 8km. Awalnya ingin jalan kaki saja, tapi akhir pekan ada race 10km jadi mau tidak mau harus latihan. Pagi hari semakin menggelap. Jam 7 pagi masih gulita. Jika beruntung, bisa melihat semburat merah matahari di langit.

Pagi ini kabut muncul. Untungnya matahari muncul. Jadi pemandangan sepanjang lari, meskipun dingin dengan suhu 10 derajat celcius, sangat indah karena kabut tertimpa cahaya matahari. Saya berlari pelan seperti biasa. Sempat berhenti beberapa detik, 2 kali untuk memfoto pemandangan. Target tercapai, 8km berlari terlampaui dengan baik tanpa keluhan kaki sakit atau nafas tersengal – sengal.

Saya masih meneruskan kebiasaan minum jus beet. Rasanya enak, jadi saya doyan. Lumayanlah kalau nanti ternyata bonus kulit tampak cemerlang bagus.

Akhir pekan lalu, ada seorang teman dari Denmark berkunjung ke rumah. Baru kali ini kami bertemu setelah kenal lama dari twitter dan IG. Diantara banyak obrolan seru yang tak putus kami bahas, dia tiba – tiba bertanya, “Mbak Deny apakah bahagia?”

Saya termenung sebentar untuk menjawab. Bahagia itu untuk saya pribadi, variabelnya tidak terukur. Seperti sesuatu yang tidak pasti karena memang banyak faktornya. Pun, bahagia itu sebuah rasa. Apa yang kita rasakan. Setelah berpikir beberapa saat, saya menjawab, “Sejauh ini dan untuk saat ini, aku bahagia. Semoga sampai kapanpun bahagia”

Sebenarnya berharap untuk selalu bahagia itu terlalu muluk ya. Namanya hidup, keadaan kadang ada di atas, kadang di bawah agak ndelosor. Kadang bisa jadi sedih, kadang bisa marah. Tapi kan, apa yang kita ucapkan dan batinkan itu adalah bagian dari doa. Jadi ya harapan saya, bahagia selamanya. Merasakan sedih pun tidak ada salahnya. Justru karena rasa sedih, saat datang keadaan bahagia, kita bisa sangat menghargainya.

Kebahagiaan sebenarnya bukan tujuan utama hidup yang selalu saya kejar. Buat saya, yang terpenting adalah selalu bersyukur. Jika selalu bersyukur, Insya Allah rasanya bahagia.

Yang saya rasakan saat ini memang bahagia. Hati saya tenang, tidak kemrusung, Insya Allah selalu penuh dengan rasa syukur, sudah berkurang overthinking dan tidak cemas berlebihan, menjalani hidup dan aktitas sehari – hari dengan pelan dan sadar, menikmati waktu dan hadir penuh setiap saat. Meskipun mungkin nampak monoton, aktifitas yang itu – itu saja sangat saya nikmati. Semua membuat saya merasa cukup dan tenang.

Untuk variabel yang bisa diukur, tentang keadaan keluarga. Saya sehat. Anak – anak dan suami sehat, kami dicukupkan rejeki untuk kehidupan sehari – hari, kami punya rumah untuk tinggal, saya punya waktu untuk diri sendiri, saya dan suami saling bekerjasama mengurus rumah dan membersamai anak – anak.

Meskipun dengan huru haranya, Alhamdulillah saya dengan suami sampai saat ini hidup rukun dan selalu saling mencintai. Anak – anakpun sayang dengan kami begitu juga sebaliknya. Saya bisa beribadah dengan tenang dan nyaman. Saya punya teman – teman yang baik (karena yang tidak baik sudah saya hempaskan). Saya dikelilingi dan merasa dicintai oleh keluarga, sahabat, dan teman – teman yang menerima saya sebagai seorang Deny.

Menjalani hidup dengan tenang.

Menjalani hidup penuh rasa syukur.

Konsep bahagia saya cukup sederhana. Merasa cukup dan melihat diri sendiri. Tidak punya keinginan dan ambisi yang berlebihan. Tidak membandingkan dengan hidup orang lain. Hidup itu kan memang sawang sinawang kalau kata orang Jawa. Kalau selalu nyawang -melihat- kehidupan orang lain, memang tidak akan ada habisnya. Selalu ada yang kurang dan merasa kurang. Padahal ya sebenarnya baik – baik saja. Hanya saja, karena orang lain memperlihatkan versi bahagianya, kita merasa hidup kita kurang. Lalu lupa bersyukur dan jadi tidak bahagia. Kunci tidak bahagia sebenarnya simple : membandingkan kehidupan kita dengan orang lain (terutama yang kondisinya dirasa di atas kita). Dijamin, ada saja kurangnya dari hidup kita.

Saya tidak mau jadi manusia yang kurang bersyukur. Jadi, saya latih hati dan pikiran aya untuk merasa cukup. Tak terkecuali tentang materi. Asal hal – hal dasar sudah terpenuhi dengan baik, itu sudah cukup. Jika diberikan rejeki lebih, ya ditabung. Sedekah dan zakat memang harus diusahakan ya, bukan menunggu rejeki yang lebih. Untuk keinginan materi lainnya misalkan barang – barang bermerek, saya memang tidak terlalu suka. Jadi Alhamdulillah saya sangat cukup dengan apa yang sudah ada saat ini. Merawat dengan sebaiknya apa yang di depan mata.

Tidak ada keinginan muluk lainnya. Hidup mengalir dan berjalan seperti semestinya. Mengusahakan apa yang bisa diusahakan. Melepaskan apa yang sudah tidak bisa dipegang lagi. Saya tidak mau ngoyo. Saya ingin menikmati hidup dengan tenang dan bahagia.

Kunci bahagia cuma satu, rasa syukur yang penuh.

Jadi jika ada yang bertanya apakah saya bahagia? Alhamdulillah, saya bahagia dengan penuh rasa syukur.

  • 29 September 2025-

Etika Menerima Kartu Ucapan

Pagi ini setelah mengantarkan anak – anak ke sekolah, saya melanjutkan aktifitas dengan berjalan kaki cepat. Lumayan, bisa sampai 7km setara dengan -hampir- 9600 langkah. Ditengah jalan kaki, saya melihat pelangi. Senang sekali karena sudah lama tidak melihat penampakannya. Memang cuaca tadi pagi sedang labil. Antara mendung dan tiba – tiba cuaca cerah. Hanya saja karena anginnya kencang, jadi hawanya lumayan dingin. Saya juga bertemu pasuka soang yang sedang berjemur. Sesampainya kembali di rumah, saya membuat jus yang isinya beet, wortel, timun, jahe, dan air lemon. Untuk makan siang, saya masak tumis kangkung, menggoreng ikan makarel, dan telur dadar.

Seperti biasa, saat berjalan kaki, tiba – tiba ada saja ide ini dan itu muncul. Salah satunya ide untuk menulis di blog. Dari sekian banyak ide yang muncul, akhirnya saya memutuskan untuk menuliskan seperti yang judul di atas, tentang Etika saat menerima kartu ucapan. Tapi ide tulisan ini bukan saat saya jalan kaki, melainkan saat menemani anak ragil bermain di taman.

Mumpung juga, sebentar lagi masuk ke musim saling berkirim kartu ucapan selamat Natal dan Tahun Baru di Belanda. Walaupun sebenarnya, secara umum tulisan saya ini bisa diaplikasikan bukan hanya saat menerima kartu ucapan, pun ketika menerima kiriman kartupos, atau kartu – kartu lainnya.

Sebenarnya ini hal yang simpel, sederhana, tapi tidak semua orang paham etikanya. Setidaknya, paham untuk sekadar memberi kabar ataupun mengucapkan terima kasih.

Saat menerima kartu ucapan, entah itu ucapan Natal, tahun baru, Idul Fitri, ulang tahun, atau kartu pemberitahuan kelahiran bayi (di Belanda disebut Geboortekaart), bahkan kartu kematian, normalnya kan langsung mengabari si pengirim, bahwa kartu yang mereka kirimkan sudah diterima dan juga mengucapkan terima kasih karena sudah dikirimi kartu. Simpel kan sebenarnya, tapi tidak semua orang paham dan bisa melakukan hal ini. Entah karena malas atau tidak peduli. Dengan alasan sibuk atau ya sudah, “ngapain musti ngabari” Padahal mengabari kalau kartunya sudah sampai itu, bisa menenangkan pengirim bahwa kartu dari mereka sudah sampai pada alamat yang benar. Kalau tidak ada kabar, bisa jadi kartunya nyasar karena salah dari petugas pos atau mungkin dari pengirim salah menuliskan alamat. Jadi bisa dikirim kartu yang baru.

Pun saat menerima kartupos. Saat sudah menerima, langsung kasih kabar kalau kartu dari mereka sudah sampai dan ucapkan terima kasih.

Hal sederhana seperti ini sudah masuk dalam etika, saya rasa. Saat ada orang yang mengirimkan kartu ucapan atau kartupos, artinya kita punya tempat yang spesial di dalam hidup mereka. Diingat saat sedang bepergian atau diingat saat ada kabar baik bahkan juga kabar duka. Kalau hubungannya tidak terlalu dekat, mana mungkin orang tersebut memberikan dan mengirimkan kartu untuk kita. Kalau tidak pernah saling ngobrol atau berinteraksi secara intens sebelumnya, tidak mungkin kan ujug – ujug dikirimi kartu. Nah karena hubungan yang dekat itu, paling tidak kita punya kontak telefon atau email atau mungkin private message di media sosial. Jadi ya, etikanya kan bisa langsung mengabari kalau kartunya sudah sampai.

Etika ini sangat gampang dilakukan tapi entah kenapa ada saja orang – orang di luar sana yang susah sekali untuk melaksanakannya. Selain tentang etika, sebenarnya memberi kabar tentang kartu yang sudah sampai itu juga bentuk menghargai. Memberikan apresiasi pada pengirim. Percayalah, bagi oarng yang mengirimkan kartu, tidak ada hal yang lebih membahagiakan selain menerima kabar bahwa kartunya sudah sampai. Itu saja. Syukur – syukur kalau diberikan ucapan terima kasih juga.

Karena itulah, saya sangat mengapresiasi kepada mereka yang saya kirimi kartu dan memberi kabar kalau kartunya sudah sampai, sebelum saya bertanya. Saya pun melakukan hal yang sama jika menerima kartu. Setelah menerima, saya langsung memberikan kabar kalau kartu dari mereka sudah sampai dan saya ucapkan terima kasih. Gampang banget lho dan tidak perlu ditunda – tunda sampai lupa. Berasa kok tidak menghargai.

Kalau saya sendiri, memang punya pengalaman dengan beberapa orang yang seperti ini. Dikirim kartu, eh tidak ada kabar apakah kartu yang saya kirimkan sudah sampai atau belum. Menunggu sampai seminggu kok juga tidak ada kabar padahal ke alamat yang lain sudah sampai. Akhirnya saya tanyakan langsung. Ternyata sudah sampai seminggu lalu tapi lupa ngabari dengan alasan sibuk. Sesibuk – sibuknya orang, masa sih dari 24 jam tidak punya waktu satu menit untuk mengirimkan pesan. Biasanya orang seperti ini langsung saya coret dari daftar yang akan saya kirimi lagi. Atau malah mengabarinya lewat akun media sosial padahal punya nomer telfon saya. Duh, kenapa tidak mengabari langsung malah lewat media sosial. Biasanya sih setelahnya, ya sudah saya tidak kirimi lagi. Cukup tau saja.

Terbaca rewel ya saya untuk perkara yang nampak sederhana ini. Memang iya. Sederhana tapi ini tentang etika dan rasa menghargai. Itu saja sebenarnya.

Jadi semoga yang membaca tulisan saya kali ini, ketika suatu ketika nanti menerima kartu ucapan atau kartu pos atau kartu yang lain – lain, jangan lupa untuk memberi kabar kepada pengirim bahwa kartunya sudah sampai dan jangan lupa untuk mengucapkan terima kasih. Jangan memberikan beban pikiran pada si pengirim padahal kita sudah diingat dan dijadikan bagian dari berita yang dikirimkan lewat kartu.

Atau kalau kemaren – kemaren tidak memberikan kabar ketika kartu sudah diterima, tolong jangan dijadikan kebiasaan ya. Ayo saatnya berubah. Jangan mbidheg kalau kata orang Jawa. Artinya jangan diam saja. Gak elok rasanya.

Kecuali, kartu tagihan dari kantor pajak, ya kalau ini ga usah diberi kabar pengirimnya. Urusannya sudah lain. Laksanakan saja kewajiban asal sesuai dengan perhitungan.

  • 22 September 2025 –