Bersepeda Menyusuri Keindahan Ladang Tulip di Belanda

Ladang Tulip

Memasuki musim semi artinya bunga-bunga mulai menunjukkan keindahan warnanya. Tidak hanya bunga, pepohonan pun mulai berwarna warni dengan indahnya. Sejak pindah ke Belanda, saya menjadi seseorang yang menyukai bunga. Dulu saya tidak terlalu memperhatikan aneka rupa bunga, tetapi sejak tahun lalu, salah satu kesenangan saya adalah berlama-lama di pusat penjualan bunga dan pernak perniknya karena memang lokasinya dekat dengan rumah. Kalau tidak mengingat dirumah tidak terlalu banyak tempat untuk menaruh bunga, pasti pulang dari sana saya selalu menenteng pot bunga. Salah satu bunga yang sukai saat musim semi adalah tulip.

Tulip merupakan salah satu ikon negara Belanda. Tempat yang terkenal dengan beraneka macam tulip dan segala jenis bunga lainnya adalah Keukenhof, yang mampu menyedot turis dari segala penjuru dunia sejak pertengahan maret sampai pertengahan mei setiap tahunnya. Pesona Keukenhof pula yang membuat saya ingin mengunjungi Belanda, melihat tulip dalam wujud nyata, tidak hanya dari majalah Colours setiap saya naik Garuda ketika sedang ada urusan kerja. Dulu saya membayangkan bagaimana rasanya berada diantara jutaan tulip dan bunga-bunga lainnya. Bersyukur pada tahun 2014 akhirnya semesta mewujudkan hal yang selama ini menjadi impian, langkah kaki sampai juga ke Keukenhof. Saya pernah menuliskan pengalaman mengunjungi Keukenhof disini. Ada yang membuat saya penasaran ketika sedang didalam Keukenhof, mata saya tidak lepas memandang ladang tulip diluar area Keukenhof. Warna warni tulip berjejer rapi membentuk bentangan indah selayak karpet alami. Saat itu saya hanya berkata dalam hati, suatu saat ingin mengunjungi ladang tulip tersebut.

Dua tahun berselang, tepatnya satu bulan lalu, saya kembali teringat apa yang saya batin. Saya kemudian mengutarakan ide ke suami tentang mengunjungi ladang tulip. Suami sangat setuju. Akhirnya diputuskan pada akhir pekan pertengahan April kami berpetualang menyusuri ladang tulip dengan bersepeda. Ya, kami berangkat dari rumah di Den Haag menuju area ladang tulip disekitar Lisse, Sassenheim, Noordwijk, dan Noordwijkerhout. Yang saya sebutkan tadi adalah nama kota-kota yang masuk area Duin en Bollenstreek, yang merupakan wilayah pesisir antara Wassenaar dan Haarlem yang memiliki bukit pasir dan budidaya umbi bunga. Kombinasi pantai, bukit, ladang bunga, sejarah peternakan, danau, istana dan perkebunan membuat daerah ini sangat menarik untuk dikunjungi.

Jam 11 siang kami memulai petualangan satu hari bersepeda. Saya sebenarnya agak tidak terlalu yakin apakah sanggup bersepeda dengan radius lebih dari 50km, tapi rasa penasaran akan keindahan ladang tulip mengalahkan rasa tidak yakin tersebut. Senangnya kalau bersepeda adalah kami bisa berhenti ditempat-tempat yang diinginkan sewaktu-waktu. Jadi kalau merasa capek, ya berhenti dulu sambil foto sana sini. Kalau haus, tinggal cari kran air dan langsung minum air langsung dari sana. Kalau melihat tempat wisata seperti danau atau kebun yang penuh burung, langsung masuk tanpa dipungut biaya. Dan suguhan pemandangan selama perjalanan sangat menyenangkan, selain alamnya juga bisa melihat domba, sapi, kuda dimana-mana.

Sapi sedang merumput
Sapi sedang merumput
Domba
Domba
Memotret sambil bersepeda. Tangan kanan memegang stang sepeda, tangan kiri memegang Hp, kaki mengayuh, mata memandang kedepan supaya tetap fokus ke jalan dan tidak tiba-tiba nubruk :D
Memotret sambil bersepeda. Tangan kanan memegang stang sepeda, tangan kiri memegang Hp, kaki mengayuh, mata memandang kedepan supaya tetap fokus ke jalan dan tidak tiba-tiba nubruk 😀
Kalau ditengah perjalanan haus, tidak usah khawatir. Di beberapa ruas jalan ada keran bisa langsung minum air dari sini.
Kalau ditengah perjalanan haus, tidak usah khawatir. Di beberapa ruas jalan ada keran bisa langsung minum air dari sini.

Dari Den Haag, kami menuju Leiden terlebih dahulu. Karena suami sudah hafal luar kepala jalur bersepeda menuju Leiden, kami tidak menggunakan peta atau aplikasi Fietsknoop. Sebenarnya tanpa menggunakan aplikasi ataupun peta juga bisa karena disetiap titik jalur bersepeda selalu tersedia peta dan bisa dilihat kita sedang dititik nomer berapa kemudian melihat pada peta kita ingin ke titik nomer berapa. Petunjuknya sangat jelas, dan mudah-mudahan meminimalisir tingkat tersasar khususnya untuk orang seperti saya yang memang gampang sekali kesasar. Ditengah perjalanan, tanpa sengaja kami melewati kantor VVV di Teylingen. Jadi VVV ini adalah kantor pusat informasi tentang tempat wisata, rute bersepeda (fietsen), rute berjalan kaki (wandelen), museum, taman, dan tempat wisata lainnya yang ingin dikunjungi. Ada banyak brosur yang tersedia disini, kebanyakan gratis tapi ada beberapa yang harus beli, contohnya peta rute bersepeda ini kami beli seharga €1,20. Kalau rute jalan kaki disediakan gratis. Disini kita bisa bertanya apapun yang ingin kita ketahui tentang yang berhubungan dengan tempat wisata. VVV ini ada disetiap provinsi di Belanda. Bagi turis yang ingin bersepeda, bisa menyewa sepeda OV (OV Bicycle) di stasiun. Keterangan lebih lengkapnya bisa dilihat di website resmi mereka atau menyewa di area Keukenhof, hanya saya kurang jelas harga sewa sepedanya berapa.

Peta yang kami gunakan.
Peta yang kami gunakan.
Tanda bersepeda dan peta didepan sana yang menunjukkan pemberhentian dititik nomer berapa.
Tanda bersepeda dan peta didepan sana yang menunjukkan pemberhentian dititik nomer berapa.

Hal seru yang kami rasakan saat bersepeda adalah ketika bertemu sesama rombongan bersepeda lainnya dan kami saling bertegur sapa, saling melemparkan kata “Halo” atau “Hai” atau “Hoi.” Ada saatnya kami menolong keluarga yang nampak kebingungan harus menuju arah mana, ada saatnya kami berbincang dengan mahasiswa-mahasiswa dari Universitas Leiden yang sedang beristirahat. Hal lain yang tidak kalah menyenangkan yaitu kami membawa bekal makan siang dan beberapa makanan ringan lainnya, jadi semacam piknik. Saya yang tidak mau repot memasak, hanya membuat sushi. Kalau menuruti rasa ingin, harapannya bisa membawa nasi bakar, lalapan, ikan asin, tahu dan tempe goreng. Tapi karena rasa malas memasak sedang datang, sushi saja sudah cukup. Sebenarnya kami membawa tikar juga, tetapi karena menemukan bangku yang nyaman untuk tempat makan, maka rencana makan lesehan beralaskan tikar kami simpan dahulu. Makan siang dengan pemandangan serba hijau dan didekat kincir angin ditemani angin yang super kencang menjadi pengalaman tidak terlupakan.

Istirahat sembari menikmati bekal makan siang
Istirahat sembari menikmati bekal makan siang
Bekalnya Sushi
Bekalnya Sushi

Setelah beberapa jam bersepeda melintasi desa, akhirnya satu persatu ladang tulip bisa kami jumpai. Girang bukan kepalang saya rasakan. Ingin loncat-loncat saja rasanya melihat secara dekat hamparan warna warni tulip dan bunga lainnya yang dahulu saya lihat dari dalam Keukenhof. Sekarang saya bisa masuk kedalam ladang tulip secara langsung. Ladang-ladang tulip yang kami lalui ini sebagin besar berada pada jalur rute bersepeda maupun rute berjalan kaki. Jadi terkadang tersembunyi dari jalan besar yang dilalui mobil.

Tulip kuning. Gemes!
Tulip kuning. Gemes!
Tulip ungu
Tulip ungu
Semburat kuning dan oranye
Semburat kuning dan oranye

Secara tidak terduga, ditengah perjalanan kami menjumpai parade bunga. Kami lalu menghentikan laju sepeda dan memarkirnya untuk sesaat larut dalam kemeriahan iring-iringan parade bunga. Kalau dua tahun lalu saya harus berdesakan untuk melihat parade bunga ini di Keukonhof, namun kali ini saya berada dibarisan pertama tanpa harus berdesakan dengan penonton lainnya. Bahkan suami menonton parade bunga sembari duduk di rerumputan. Hanya sekitar 30 menit kami melihat parade ini dan kembali mengayuh sepeda untuk melanjutkan perjalanan. Informasi parade bunga atau dalam bahasa Belanda adalah Bloemencorso bisa dilihat pada website resmi mereka di Bloemencorso Bollenstreek.

Bloemencorso Bollenstreek
Bloemencorso Bollenstreek
Bloemencorso Bollenstreek
Bloemencorso Bollenstreek

Kalau melihat ladang bunga seperti ini, serta merta ingatan saya langsung tertuju pada berita rusaknya kebun bunga Amaryllis di Jogjakarta. Karena hasrat eksistensi diri atau hasrat ingin mengunggah foto di media sosial, harus dibayar dengan merusak keindahan bunga dikebun tersebut. Selama mengunjungi beberapa ladang tulip, saya melihat pengunjung lainnya bersikap santun, tidak merusak, tidak menginjak-nginjak ataupun tidur gegoleran hanya untuk mengikuti nafsu mengunggah foto diri di media sosial. Kalaupun ingin mengambil foto diantara tulip-tulip, maka mereka berjalan sangat hati-hati, memastikan bahwa kaki mereka tidak menginjak satupun bunga. Mudah-mudahan sikap seperti ini juga bisa ditiru di Indonesia. Menikmati keindahan dengan cara yang wajar dan santun, tidak hanya memuaskan hasrat eksistensi tetapi tidak mengindahkan etika dan tata krama.

Menikmati tulip melalui lensa kamera
Menikmati tulip melalui lensa kamera
Hamparan tulip
Hamparan tulip
Terpesona
Terpesona
Hyacinth
Hyacinth

Saya sudah bercerita beberapa kali melalui tulisan-tulisan terdahulu bahwa cuaca di Belanda itu sangat cepat berganti dalam satu hari, karenanya melihat prakiraan cuaca sangatlah dibutuhkan disini karena tingkat keakuratan yang tinggi. Sampai ada yang menyebut bahwa dalam satu hari bisa terjadi 4 musim. Hal ini kami buktikan selama bersepeda sabtu kemarin. Dalam satu hari melintasi kota dan desa kami harus berjuang dengan segala cuaca. Di satu kota cuaca hangat  dengan matahari bersinar cerah, kemudian di kota sebelahnya mendung gelap, hujan dan angin sangat kencang sampai saya nyaris jatuh dari sepeda beberapa kali karena tidak sanggup menahan laju angin. Setelahnya panas kembali, lalu tiba-tiba hujan es. Iya, dimusim semi seperti ini masih saja hujan es. Malah saya mendengar siaran berita dibeberapa kota dibagian utara turun salju. Pada hari minggu saat saya menulis postingan ini, hujan es tidak berhenti turun ke bumi. Tetapi dengan melalui beberapa cuaca dalam satu hari kemudian melihat pelangi muncul di ladang tulip paling akhir yang kami kunjungi, rasanya lengkap sudah petualangan satu hari bersepeda menyusuri keindahan ladang tulip. Kami berhitung sampai 3 kali melihat pelangi selama perjalanan pulang, sampai suami berseloroh ada kabar gembira apa yang sudah menunggu dengan pertanda 3 pelangi tersebut.

Pelangi di ladang tulip.
Pelangi di ladang tulip.

Belum semua tempat bisa kami kunjungi, mungkin tahun depan kami akan kembali lagi kesini, tidak melalui rute sepeda, mungkin melalui rute jalan kaki. Kami sudah rindu rasanya menghirup aroma wangi bunga yang menguar selama perjalanan, berjumpa gadis kecil yang menunggu tulip untuk dijual, ataupun membeli bunga tulip di kios tanpa penjaga dan cukup menaruh uang sesuai harga yang tertera pada kotak yang sudah tersedia. Kunjungan selanjutnya kami ingin menyusuri pantai, menyaksikan matahari terbenam dan tetap melintasi ladang tulip melewati rute lainnya. Jam 10 malam kami tiba dirumah setelah menempuh 90 km bersepeda sejak jam 11 pagi. Rasa capek terbayarkan dengan melihat kembali foto-foto selama bersepeda yang beberapa kami bagikan melalui cerita di blog ini.

Jika ada yang tertarik untuk melihat keindahan tulip, kami sarankan untuk datang pertengahan april sampai akhir april karena itu adalah waktu terbaik saat tulip sedang mekar-mekarnya. Sampai bertemu di cerita tulip selanjutnya, dan kami menunggu cerita tulip versi kalian 🙂

Taun depan kami akan mengunjungi kalian kembali wahai tulip-tulip yang indah
Tahun depan kami akan mengunjungi kalian kembali wahai tulip-tulip yang indah

-Den Haag, 24 April 2016-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi