Liburan Tanpa Media Sosial

Sudah lama ternyata saya tidak menulis di blog. Terakhir menulis di sini, Januari 2025. Padahal banyak sekali hal – hal yang terjadi dalam hidup sehari – hari selama beberapa bulan yang sudah terlewati. Memang harus saya akui, sumber kemalasan saya menulis panjang karena terlalu asyik bermain media sosial. Sebagai pemanasan sebelum kembali aktif kembali di blog, saya akan menuliskan topik yang ringan saja.

Liburan tanpa membuka sama sekali media sosial yang saya punya.

Jadi ceritanya, kami baru saja selesai liburan musim panas selama 25 hari, roadtrip dari Belanda ke Jerman – Denmark – Swedia – Denmark – Jerman – Belanda. Hampir setiap musim panas, kami sekeluarga memang senang melakukan perjalanan jauh, darat, dan dengan durasi minimal 3 minggu. Tahun lalu ke 7 negara arah bawah (kalau di peta). Sedangkan tahun ini ke negara – negara di bagian atas.

Sebelum liburan dimulai, saya sudah berniat untuk tidak membuka satupun media sosial yang saya punya : Instagram, Facebook, Twitter, dan Threads, selama liburan. Saya ingin menikmati liburan secara maksimal tanpa harus berbagi fokus dengan membuka media sosial. Saya ingin bebas sejenak dari mengamati hidup orang lain, kecanduan membuka medsos, dan tidak fokus dengan dunia nyata. Selain itu, saya merasa sudah terlalu banyak menghabiskan waktu di media sosial akhir – akhir ini. Saya ingin detox dulu dari kecanduan ini.

Malam hari sebelum berangkat, saya sudah log out dan uninstall semua media sosial yang saya punya (twitter sudah saya lakukan 2 bulan sebelumnya) tanpa woro – woro apapun. Ya kan namanya mau liburan, masa mau woro – woro. Lagian, siapalah saya ini. Artis juga bukan. Saya hanya pamitan di twitter waktu itu. Takutnya punya tanggungan yang belum saya selesaikan.

Salah satu yang saya sudah tidak pernah lakukan lagi selama 11 tahun terakhir adalah tidak update apapun selama liburan. Kalaupun saya tetap buka media sosial, saya membahas atau unggah hal yang lain. Jika liburan sudah selesai, baru saya unggah foto dan cerita selama liburan. Semacam late post. Nanti saya akan bahas pada tulisan yang lain tentang hal ini.

Yang saya masih aktifkan cuma Strava dan Goodreads. Strava karena saya masih sempat lari selama liburan (wow ambisius) dan jalan kaki jauh. Jadi lumayan lah nambah angka statistik di Strava. Itupun saya tidak buka kalau sedang tidak terhubung. Sedangkan Goodreads, ya untuk laporan ke reading challenge.

BAGAIMANA RASANYA SELAMA LIBURAN OFF DARI MEDIA SOSIAL?

WOW Surga sekali. Baru kali ini saya benar – benar tidak membuka sama sekali medsos selama liburan. Tidak merasa kangen bahkan merasa sangat damai. Saya bisa menikmati liburan secara maksimal tanpa harus berbagi fokus dengan membuka telepon secara sering atau saat malam hari sebelum tidur. Saya maksimal hadir untuk diri sendiri, anak – anak, dan suami. Saya bisa sering bengong melihat apa yang ada di depan mata. Tidur bisa lebih lama dan panjang tanpa terputus. Otak saya fokus dengan apa yang terjadi saat itu. Otak saya jadi sangat enteng dan fresh. Buka mata di pagi hari setelah bangun tidur, bukan Hp lagi yang saya ambil. Tapi bengong dan ngelamun :))) Liburan kali ini benar – benar saya nikmati sekali, hadir nyata.

Saya tetap mengambil sebanyak mungkin foto dan merekam segala yang dilewati selama liburan. Saya kan sesi dokumentasi kalau di rumah :)))

Saya jadi berjarak dengan telefon jika di rumah sewa. Tidak sedikit – sedikit membuka Hp untuk mengecek isi medsos. Saya membaca buku dengan fokus. Selama 3.5 minggu, saya bisa menyelesaikan membaca 2 buku selama liburan. Lumayanlah ya.

Saat di Ribe, Denmark. Selesai membaca 2 buku ini dengan tuntas selama 3.5 minggu.

Karena tiba – tiba libur tanpa woro – woro, ada beberapa teman yang juga mutual di IG yang tau nomer WhatsApp saya, mengirimkan pesan apakah saya sehat kok tidak tampak story harian dalam waktu yang lama. Saya bilang kalau sedang liburan. Saya sempat tertegun. ternyata saya kangen juga ditanya secara personal seperti ini. Tau kabar saya bukan dari unggahan di media sosial. Jadi terharu.

Saya sempat membahas dengan suami, ada banyak orang yang saya lihat, membuat video dan mengunggah di halaman (bukan story) twitter atau IG ketika liburan masih berlangsung. Padahal profesi mereka bukan so called influencer yang ada hubungannya dengan jalan – jalan. Lalu saya pun mengomentari sendiri pernyataan saya tersebut : ya mungkin memang hobinya membuat video kapanpun dan dimanapun.

Lalu muncul pertanyaan yang lain : Apakah mereka benar – benar menikmati liburan dengan cara masih sibuk dengan unggahan di media sosial (bukan story)? Membayangkan pasti waktu istirahat yang dikorbankam. Padahal kan liburan ya waktunya libur ya. Bukan malah sibuk.

Atau ya memang itu yang bikin mereka bahagia.

Itu hanya segala overthinking yang sempat mampir sejenak.

Kembali lagi ke bahasan awal. Saking merasa nyamannya saya tanpa media sosial selama 4 minggu ini, saya ingin melanjutkan istirahat dari media sosial sampai waktu yang tidak ditentukan. Bisa jadi 3 bulan, bisa jadi 7 bulan (Tahun 2021 saya pernah rehat 7 bulan dari media sosial, segala alasannya pernah saya tulis panjang lebar di sini), bisa setahun, bisa selamanya, entah juga. Saya tidak ada rencana pasti. Cukup dijalani saja. Yang pasti, karena rehat dari medsos, saya jadi punya waktu untuk kembali menulis di blog. Memang saat ini blog sudah tidak populer lagi ya. Kalah pamor dengan media sosial. Tapi saya tetap setia menulis di sini. Meski tidak sesering dulu.

Saya menikmati hidup saat ini yang lebih menyenangkan tanpa media sosial. Lebih banyak waktu tanpa terdistraksi fokus. Lebih hadir untuk diri sendiri, anak – anak dan suami. Lebih bisa memikirkan hal – hal yang perlu. Lebih ada untuk diri sendiri. Bisa kembali menulis di blog. Banyak waktu untuk berjeda dengan hiruk pikuk dunia luar. Bisa kembali terhubung dengan teman – teman lama dengan berbagi kabar lewat WhatsApp.

Tanpa media sosial saja saya sudah sibuk sekali. Kenapa dulu saya bisa punya waktu banyak ya dengan aktifitas media sosial? Padahal siang hari rasanya kerjaan kok tidak selesai – selesai. Jadi heran dengan diri sendiri.

Saat di Landskrona, Swedia. Menunggu anak – anak yang sedang main seharian di pantai dengan membaca buku sampai tertidur. Ini suami yang memfotokan diam – diam. Katanya takjub lihat saya tidak lengket dengan telpon lagi :))))

Jadi kalau ada siapapun mutua atau follower saya yang kebetulan mampir ke blog dan membaca tulisan kali ini, saya mengabarkan dalam keadaan yang baik – baik saja. Kalau kalian kangen dengan segala celotehan saya, silahkan sering – sering mampir ke blog ini untuk ngecek tulisan terbaru dari saya *PD jaya dikangenin haha.

Maya bilang kalau kangen dengan story saya bagian pasukan soang :)))

– 28 Agustus, 2025 –

Menerapkan Minimalisme Digital dan Manfaatnya

Sourdouh Pukis. Pertama kali membuat pukis dan berhasil

Menyambung tulisan saya perihal undur diri dari twitter dan facebook, kali ini akan membahas kupas tuntas cara saya menerapkan minimalisme digital dan manfaat yang saya dapatkan sampai saat ini. Tulisan ini akan lumayan panjang, jadi siapkan waktu lebih untuk membacanya.

Saat memutuskan untuk rehat dulu dari dua media sosial ersebut, saya tidak merencanakan apapun sebelumnya. Jadi itu adalah keputusan yang mendadak pada pagi hari. Dua atau tiga hari setelahnya, saya mulai berpikir : apa ya yang sekiranya bisa dilakukan supaya tidak hanya media sosial saja yang saya kurangi, tapi juga membuat seminim mungkin kegiatan digital yang ada pada telepon genggam. Atau singkatnya, apa yang bisa saya lakukan supaya waktu saya bersama telepon semakin berkurang, sehingga bisa lebih produktif. Sebenarnya selama ini keterikatan saya dengan telepon juga tidak terlalu kuat. Misalnya kalau ke luar rumah ponsel ketinggalan, ya saya santai saja asal sedang tidah butuh google maps atau janjian ketemuan sama orang. Sering saya ke luar rumah tanpa membawa telepon. Atau kalau di rumah, telepon juga saya pegang kalau sudah senggang. Karena itu saya terkenal kalau membalas pesan lama sampai kena protes sana sini. Pesan dibalas sesuai prioritas ya. Kalau penting sekali ya langsung saya balas. Kalau bisa ditunda, kenapa tidak *ngikik

Jadi minimalisme digital ini singkatnya adalah memilih aplikasi digital yang sekiranya penting dan bisa memberi nilai tambah untuk kehidupan dan aktifitas sehari – hari. Jika memang tidak memberi nilai tambah, ya saya buang saja. Atau memang tidak terlalu sering saya gunakan, ya saya singkirkan.

Jadi, ini beberapa langkah yang saya lakukan untuk menerapkan minimalisme digital (terutama pada telepon genggam) dan hal – hal lainnya supaya tidak terlalu lekat dengan ponsel:

  • PILIH APLIKASI YANG PENTING SAJA

Saya mulai memilih dan memilah aplikasi apa saja yang sekiranya penting untuk dipertahankan dan mana yang lebih baik dibuang dari ponsel. Yang sekiranya sering saya buka semisal aplikasi belanja online mingguan, aplikasi bank, kalkulator, jam, aplikasi prakiraan cuaca dan sebagainya, saya tetap pertahankan karena hampir setiap hari saya buka sesuai dengan tingkat kepentingan. Sedangkan aplikasi yang sekiranya bisa saya buka lewat laptop atau PC, saya hapus dari ponsel Misalnya : goodreads, wordpress, beberapa aplikasi belanja online, dan sebagainya. Kalau email, memang sejak dulu saya tidak pernah install aplikasinya di ponsel. Saya selalu membuka lewat laptop atau PC.

Tujuan bersih – bersih tersebut supaya mengurangi keterikatan saya dengan ponsel. Juga untuk mempersulit saya menjangkau segalanya lewat ponsel. Misalkan : Kalau ingin membaca tulisan blogger lainnya, ya saya harus membuka WP lewat laptop atau PC. Atau kalau ingin beli buku online, ya saya buka aplikasinya lewat laptop. Saya ini paling malas buka laptop kalau tidak sangat perlu misalkan mengecek email atau membuat draft tulisan untuk blog, atau kebutuhan online lainnya.. Selebihnya ya malas menyentuh laptop. PC di ruangan saya, seringnya saya gunakan untuk belajar. Jadi harus ke lantai paling atas, butuh usaha ekstra.

Hasil dari bersih – bersih aplikasi di ponsel ini membuat saya tidak terlalu sering bersentuhan dengan ponsel. Apalagi sejak tidak twitter- an dan FB-an lagi, ya makin tidak terlalu pegang HP. Screen Time di HP turun drastis, rata – rata paling lama cuma 2 jam per hari. Ini sudah paling lama yang saya gunakan membalas pesan. Dulu, bisa sampai 5 jam per hari. Kalau di pikir lagi, kok seperti ga ada kerjaan saya dulu bisa sampai 5 jam berkutat dengan ponsel. Padahal punya bisnis saja tidak.

  • MATIKAN NOTIFIKASI DAN NADA DERING

Kalau ini sudah saya lakukan sejak dulu kala. Kalau di rumah, saya selalu mematikan dering telepon kecuali ada janjian dengan orang yang ingin menelepon saya. Notifikasi di ponsel pun sudah tidak saya aktifkan sejak lama. Alasannya supaya saya lebih konsentrasi dengan apa yang saya kerjakan di rumah. Itulah kenapa, saya kalau membalas pesan di WhatsApp terkenal lamaaaa sampai mendapatkan protes sana sini. Kalau ini saya punya dua alasan : pertama saya membalas berdasarakan prioritas. Kalau pas saya pegang ponsel, ada pesan masuk biasanya saya lirik saja. Membacanya nanti kalau sudah benar ada waktu luang. Kecuali ada pesan dari suami atau keluarga, biasanya langsung saya baca dan balas.

Alasan kedua kenapa saya lama membalas pesan : saya membalas kalau benar – benar senggang. Biasanya malam hari. Kalau tidak senggang sekali, saya tidak akan membaca segala pesan yang masuk.

Saya pernah membaca satu penelitian tentang konsentrasi yang bisa terganggu jika mendengar nada notifikasi. Jadi jika kita sedang konsentrasi terhadap satu hal, lalu tiba – tiba mendengar nada notifikasi atau dering telepon, untuk mengembalikan konsentrasi lagi butuh waktu 20 menit. Cukup lama juga ya.

  • TEMPATKAN TELEPON GENGGAM JAUH DARI JANGKAUAN

Hal ini juga sudah saya lakukan sejak lama. Alasannya simpel karena saya tidak mau mainan ponsel di depan anak – anak. Saya mentertibkan diri sendiri supaya tidak mengutak atik ponsel di depan mereka dan supaya lebih fokus saat saya bersama mereka. Ini juga berlaku saat ada suami. Tapi dulu suka curi – curi kesempatan. Jadi saat masak di dapur, saya suka mengambil ponsel dan membuka sesaat di dapur untuk melihat kelanjutan perseteruan yang ada di twitter misalnya. Atau ingin membaca kelanjutan berita A.

Nah sekarang, saya makin memperketat keterjangkauan ponsel dari jangkauan mata dan tangan. Karena aplikasi di ponsel semakin sedikit, jadi saya tidak terlalu tertarik lagi berdekatan dengan ponsel. Apalagi sejak suami kerja dari rumah, ya saya makin tidak terlalu butuh ponsel kalau di rumah, kecuali sedang ada janji ditelepon. Seringnya saat ini, saya lupa dengan ponsel kalau di rumah. Tiba – tiba ingat sore hari kalau seharian belum ngecek ponsel lalu lupa menaruhnya di mana.

Jika sedang mengerjakan sesuatu di PC atau laptop, ponsel juga saya letakkan jauh dari jangkauan. Misalkan saat belajar di PC, ponsel tidak terlihat depan mata. Walhasil belajar lebih khusyuk. Atau saat menulis blog, jadi lebih fokus dan cepat selesai nulisnya. Atau saat membaca buku, saya tidak pernah lagi berdekatan dengan ponsel. Hasilnya membaca buku jadi lebih konsen dan paham isinya.

  • SCREEN TIME dan FITUR IDLE

Dua bulan pertama menerapkan minimalisme digital, saya memanfaatkan fitur idle di ponsel. Sebelumnya tidak pernah saya pergunakan sama sekali. Akhirnya fitur tersebut saya gunakan untuk membatasi diri supaya tidak terlalu otak atik ponsel. Jadi saya atur waktunya dari jam 10 malam sampai jam 7 pagi, ponsel dalam keadaan idle. Semua aplikasi tidak aktif kecuali panggilan. Aplikasi tersebut bisa saja saya aktifkan pada pembatasan waktu yang saya buat, tapi saya ingin mendisiplinkan diri supaya menjadi terbiasa kedepannya. Dua bulan berjalan, akhirnya fitur idle tersebut saya hilangkan, untuk melihat apakah saya sudah terbiasa. Sampai sekarang, tanpa menggunakan fitur tersebut, saya jadi terbiasa jam 10 malam sudah tidak memegang ponsel lagi, kecuali ingin membalas pesan yang penting. Secara keseluruhan, saya sudah bisa mengontrol diri sendiri. Paling lama 2 jam memanfaatkan aplikasi yang ada di ponsel, seperti membalas pesan atau berbelanja mingguan online.

  • BUKA MEDIA SOSIAL LEWAT PC ATAU LAPTOP DAN BATASI WAKTUNYA

Ini rencananya akan saya lakukan saat sudah siap medsos-an lagi. Saya akan membuka, mengunggah status atau foto dari PC atau laptop saja. Ya karena aplikasinya sudah saya hapus dari ponsel, jadi kalau membuka dari PC atau laptop butuh usaha khusus tidak semudah saat dari ponsel. Juga waktunya akan saya batasi, misalkan saat hari tertentu saja atau cukup beberapa menit saja. Supaya ada kontrol terhadap diri sendiri.

Dua bulan setelah melakukan hal – hal yang saya sebutkan di atas, saya membaca buku Digital Minimalism yang ditulis oleh Cal Newport. Ternyata beberapa langkah yang saya aplikasikan, sama dengan yang ada di buku tersebut. Bukunya bagus sekali dan makin menguatkan saya untuk disiplin menjadi digital minimalist karena membawa banyak manfaat positif terhadap hidup saya.

Buku keren dan manfaatnya banyak, yang saya putuskan untuk pertahankan di rak buku, tidak saya berikan pada orang lain
Buku keren dan manfaatnya banyak, yang saya putuskan untuk pertahankan di rak buku, tidak saya berikan pada orang lain

MANFAAT MINIMALISME DIGITAL

Sebelum membahas lebih lanjut tentang manfaat yang saya dapatkan selama 5 bulan lebih memanfaatkan minimalisme digital, saya ingin membahas secara singkat apa yang saya rasakan saat 2 minggu pertama rehat dari media sosial. Jadi selama 2 minggu pertama tersebut, hati saya merasa sedih dan pikiran jadi gamang. Merasa seperti kesepian dan tidak punya teman. Merasa tidak diperhatikan. Setelah saya telaah lagi, hal tersebut terjadi karena biasanya setiap hari saya ada interaksi di media sosial. Jadi merasa seperti banyak yang memperhatikan. Jadi begitu rehat, rasanya jadi sepi. Setelah 2 minggu, lama – lama ya terbiasa. Sekarang ya biasa saja. Mungkin selama 2 minggu tersebut efek detoksifikasi sedang bekerja.

Ok, sekarang saya akan membahas manfaat apa saja yang saya dapatkan setelah menerapkan minimalisme digital :

  • BANYAK WAKTU UNTUK BERDIALOG DENGAN DIRI SENDIRI

Sejak tidak sibuk di twitter dan FB, saya jadi punya banyak waktu luang. Pikiran jadi lebih jernih dan bisa saya gunakan untuk banyak berdialog dengan diri sendiri. Karena punya banyak waktu untuk melihat ke dalam diri sendiri, saya makin mengenal diri saya seperti apa dan maunya apa. Selama ini saya terlalu sibuk ke sana sini sampai lupa menengok dan bertanya apa kabar ke diri sendiri. Mengabaikan apa yang sebenarnya diinginkan oleh diri ini. Setelah banyak – banyak berdialog dengan diri sendiri, satu persatu saya bisa menyembuhkan apa yang selama ini seperti luka menganga. Perlahan saya bisa menemukan apa itu yang namanya damai. Saya jadi bisa tahu apa yang sebenarnya saya inginkan, apa yang sebenarnya membuat saya bahagia dan tenang. Sekarang kalau ada yang membuat resah, pertama yang saya lakukan ada melihat jauh ke dalam diri dulu. Bertanya, berdialog, membuat jernih dulu di dalam.

Lima bulan terakhir ini, saya makin senang berdialog dengan diri, Makin menengok ke dalam. Hasilnya pikiran makin tenang.

  • LEBIH SADAR

Semuanya sekarang jadi lebih sadar. Mengerjakan sesuatu semuanya jauh lebih sadar. Bahkan makan saja sekarang lebih tau rasanya seperti apa. Dulu kalau sedang makan sendiri, tangan kanan melakukan aktifitas makan, tangan kiri scroll – scroll ponsel. Yang dilihat mata bukannya makanan tapi apa yang nampak di layar ponsel. Jadinya makanan cuma sekedar lewat saja tanpa mengerti rasanya seperti apa, tidak merasakan kunyahan demi kunyahan, melewatkan rasa penuh syukur karena masih bisa makan enak dan badan masih sehat untuk mengunyah, dan sebagainya.

Sekarang saya sudah terbiasa saat makan ya yang di depan saya adalah makanan. Saya tidak lagi melakukan aktifitas lainnya saat makan. Jadi mata betul – betul melihat pada makanan dan merasakan suapan demi suapan. Hal tersebut juga berlaku dengan aktifitas lainnya. Misalkan saat memasak atau baking saya jadi lebih sadar dengan prosesnya.

  • SLOW LIVING

Karena semuanya dikerjakan dengan lebih sadar, jadi pergerakan juga lebik lambat dan tidak terburu – buru. Dulu seringnya terburu karena ingin segera punya waktu istirahat supaya saya bisa lebih cepat ada interaksi dengan ponsel. Sekarang saya lakukan dengan lebih lambat tapi hasilnya lebih maksimal. Karena pergerakan yang lebih lambat dan lebih sadar ini, entah kenapa saya justru menikmati setiap prosesnya dan hasil akhirnya lebih baik dibandingkan sebelumnya. Semua dikerjakan dan dipikirkan tidak dengan terburu waktu. Saya lebih bisa mengerjakan banyak hal dan menikmati prosesnya. Saya jadi bisa mengerjakan satu hal dalam satu waktu. Tidak lagi multitasking karena ternyata lebih cocok untuk saya.

  • BERKEGIATAN TANPA DISTRAKSI, LEBIH FOKUS DAN LEBIH PRODUKTIF

Menyenangkan sekali rasanya berkegiatan tanpa ada gangguan. Baik itu gangguan dari pikiran maupun gangguan ponsel yang gampang dijangkau tangan. Sekarang baca buku saja jadi lebih tau isinya apa. Saya jadi lebih fokus membaca tanpa harus diselingi dengan membuka ponsel. Dulu membaca buku 5 menit, scroll – scroll ponsel 30 menit. Sekarang 1 jam membaca buku, saya jadi lebih khusyuk. Hasilnya, sampai akhir bulan April ini (saat tulisan ini mulai dibuat), saya sudah menyelesaikan membaca 20 buku dan paham isinya apa.

Contoh lainnya, memasak pun saya jadi lebih fokus dan tau yang saya masak apa. Dulu sambil masak, ingin cepat – cepat selesai supaya bisa memantau lagi apa yang sedang terjadi di FB dan twitter. Pikiran tidak seutuhnya di kegiatan memasak. Terburu – buru. Sekarang saya lebih menikmati proses memasak, lebih fokus, dan lebih sadar.

Karena lebih punya banyak waktu, saya jadi bisa mengerjakan hal – hal yang membutuhkan ketelitian tingkat tinggi. Ternyata, di rumah ada banyak hal yang bisa saya lakukan. Sesederhana, saya jadi punya banyak waktu untuk olahraga di rumah. Hasilnya badan lebih sehat dan berenergi, bonusnya turun berat badan. Sesederhana saya bisa otak atik resep untuk bikin kue, cookies, atau roti. Kok tahun lalu berasa punya banyak waktu untuk rebahan dan memantau media sosial ya, padahal di kehidupan nyata ada hal – hal yang lebih bermanfaat untuk diselesaikan. Ternyata, saya tidak senganggur itu.

Sourdouh Pukis. Pertama kali membuat pukis dan berhasil
Sourdouh Pukis. Pertama kali membuat pukis dan berhasil
  • MENIKMATI JOMO (JOY OF MISSING OUT)

Istilah JOMO ini saya dapatkan dari pembicaraan pagi hari dengan Maureen. Pagi itu saat kami bercakap di aplikasi kirim pesan, dia bilang kalau ingat saya saat ada yang membahas JOMO di twitter. Saya lalu googling, JOMO itu apa. Setelah paham, saya jadi berpikir, benar juga ya saya saat ini sedang menikmati fase tidak tau banyak hal dan itu baik – baik saja. Dulu saya rasanya merasa tidak percaya diri jika tidak tau berita terkini apa. Harus tau semua berita yang ada. Dulu saya merasa jadi orang yang tertinggal jika tidak mengikuti keributan apa yang sedang ada di timeline twitter atau FB.

Sekarang saya santai saja kalau tidak tau banyak hal. Saya cukupkan informasi apa yang bisa saya akses. Misalkan berita, saya hanya menonton 1 tayangan berita di TV nasional Belanda. Itu saja sumber berita yang saya akses. Jadi saya membatasi informasi apa saja yang masuk ke otak. Jikapun saya harus mencari informasi tambahan, tidak semuanya saya cari. Secukupnya saja. Sekiranya saya rasa sudah cukup, akan saya hentikan sampai di situ saja proses mencarinya. Membatasi informasi yang saya baca, ini berimbas pada hal – hal yang akan saya bahas selanjutnya. Intinya, saya sekarang santai saja kalau tidak tahu yang terkini apa.

  • TINGKAT KECEMASAN DAN BANYAK MIKIR JAUH LEBIH BERKURANG

Berhubungan dengan hal di atas, karena saya membatasi dan sangat memfilter informasi dan berita yang saya akses, tingkat kecemasan jadi jauh berkurang. Sangat jauh berkurang. Itu saya sadari selama 5 bulan ini. Ternyata, tidak tahu semua hal itu sangat menolong jiwa saya untuk jauh lebih waras. Tahun lalu kesehatan mental saya acakadut, setelah saya evaluasi sendiri, salah satu sumbernya ya karena semua hal ingin saya ketahui. Hasilnya, itu membuat lelah mental dan pikiran jadi ke mana – mana. Kalau malam jadi lebih cemas, tidur jadi tidak berkualitas, dan pikiran jadi tidak sehat karena mikir yang tidak – tidak.

Sekarang, pikiran saya lebih jernih, jiwa lebih tenang, dan rasa cemas sangat jauh berkurang, hasil dari saya membatasi informasi yang saya akses. Secukupnya saja. Ketinggalan informasi terkini, sekarang buat saya bukan jadi masalah besar. Tak tahu semua tidak membuat saya jadi orang yang terbelakang. Yang penting jiwa sehat bahagia.

  • PIKIRAN LEBIH TENANG

Karena membatasi sumber informasi dan tidak mengikuti semua berita terkini, juga lebih selektif dengan apa yang saya baca plus sudah tidak twitter an lagi, pikiran jauh lebih tenang. Saya jadi banyak waktu untuk bengong dan ngelamun. Jadi banyak waktu memikirkan hal – hal yang menyenangkan. Jadi punya kesempatan memikirkan hal – hal yang konyol. Otak saya seperti lebih banyak kapasitasnya sekarang. Berasa tidak penuh. Itulah sebabnya saya jadi lebih bisa berpikir jernih untuk segala hal. Lebih sadar dengan apa yang terjadi.

  • HIDUP UNTUK SAAT INI, SEKARANG, DAN DI SINI

Dengan menerapkan minimalisme digital, saya hidup untuk saat ini, sekarang, dan di sini. Artinya, saya lebih bisa melihat apa yang ada di depan mata, lebih bisa merasa dan mendengar. Saya lebih terhubung dengan yang ada di sekitar, lebih bisa mencium aroma, dan lebih peka.

Misalnya : Dulu saat jalan kaki di hutan, saya suka memfoto sana sini dengan pikiran ingin membagikan di medsos saat sudah sampai di rumah. Jadi sibuk cekrak cekrek sana sini. Sekarang, saat ke hutan, saya benar – benar bisa menikmati apa yang ada di depan mata. Bisa mencium aroma hutan tanpa sibuk foto sana sini. Sesekali tetap memfoto untuk mengabadikan. Atau bahkan memvideokan. Tapi ya sudah, tidak sibuk ria semua pojok difoto.

Contoh lainnya : Sekarang saat bersama anak – anak, ya saya 100% fokus membersamai mereka, pikiran tidak bercabang ke sana sini. Dulu saat main dengan anak – anak, pikiran saya suka ke sana sini misalkan mikir tentang berita di Indonesia lah, mikir tentang perseteruan di twitter gimana lanjutannya, mikir tentang kebijakan negara Belanda dan lain sebagainya.

5 bulan terakhir, hidup saya jadi berada di saat ini dan di tempat saya berada. Pikiran saya tidak ke mana – mana dan fokus dengan apa yang di depan mata. Hasilnya, saya jadi fokus dengan apa yang saya kerjakan. Atau saya jadi lebih menjejak ke bumi. Hidup saya sekarang melewati dari hari ke hari, tidak terlalu pusing dengan apa yang ada di depan atau terlalu memikirkan apa yang sudah berlalu.

  • MEMULAI HARI PENUH ENERGI, MENGAKHIRI HARI TETAP BERENERGI

Saya pernah membaca, mood orang ditentukan dengan apa yang dilakukan dia saat pertama kali bangun. Dulu, pertama kali bangun saya ngecek medsos. Ngecek ada notifikasi apa atau ada berita terkini apa bahkan pengen tahu ada keributan terbaru apa hari ini. Walhasil, selama satu jam memandang ponsel, energi saya jadi berkurang banyak. Mood untuk menjalani satu hari kedepan pun seringnya sudah amburadul.

Sekarang, saya memulai hari lebih berenergi karena saat bangun tidur ada banyak waktu untuk ngobrol dengan diri sendiri. Memikirkan hal – hal yang baik, mengevaluasi yang terjadi sebelumnya, dan merencanakan apa yang akan saya jalani hari ini. Waktu yang dulu saya gunakan untuk membuka media sosial, sekarang saya gunakan untuk membaca buku, menulis blog, atau hal – hal yang lebih nyata lainnya. Lebih punya waktu untuk banyak bersyukur dan beribadah. Tidak terburu – buru. Dalam sehari menjalani aktifitas, karena jadi fokus terhadap satu hal saat itu, jadi yang saya kerjakan pun selesai dengan baik. Mengakhiri hari saya masih punya energi tidak ngos – ngos san seperti kehabisan nafas karena mood selama sehari terjaga dengan baik. Mengakhiri hari saya masih bisa mengevaluasi apa yang terjadi hari ini, bisa menuliskan di buku harian apa saja yang bisa disyukuri hari ini, lalu sebelum tidur kembali berdialog dengan diri sendiri.

Memulai hari penuh energi, menjalani aktifitas sepanjang hari dengan maksimal dan tanpa uring – uringan, mengakhiri hari mood tetap baik dan energi masih ada.

Selama lebih dari 5 bulan menjadi digital minimalist, saya merasakan banyak sekali manfaat positifnya. Hal tersebut juga membawa banyak perubahan baik dalam cara pandang, mengelola emosi. dan mengatur aktifitas harian. Saya jadi punya banyak waktu untuk diri sendiri juga keluarga. Saya jadi punya banyak waktu untuk menjadi diri sendiri, berdialog dengan diri, dan menengok ke dalam diri sendiri. Saya jadi lebih tenang, lebih sadar, lebih fokus, dan lebih produktif sesuai dengan ritme yang inginkan. Hal lainnya yang saya syukuri adalah saya jadi makin dekat dengan keluarga, lebih ada dan nyata untuk mereka karena mereka adalah salah satu bagian terpenting dalam hidup.

Semoga yang saya tuliskan panjang lebar di atas bisa punya manfaat untuk yang sudah meluangkan waktu membaca. Terima kasih sudah menyempatkan untuk membaca.

Selamat berakhir pekan.

-7 Mei 2021-