Ingin Membuktikan Apa?

Mulai musim semi di Belanda meski dinginnya ga karuan

Suatu malam, disalah satu pembicaraan kami sebelum tidur, saya tiba – tiba teringat sesuatu :

Saya : Kapan – kapan pengen deh nulis khusus tentang kamu. Semacam apresiasi buat kamu atas semua yang sudah kamu lakukan selama kita menikah. Jadi nulis yang baik – baiknya. Semacam yang indah – indah gitu. Segala hal baik yang sudah kamu lakukan *lalu yang baca nahan – nahan mual di perut.

Suami : Oh ya bagus itu, biar aku sesekali tampil lah jadi pemeran utama di blog kamu. Bukan sekedar bayangan *huahaha bayangan, ngakak waktu itu. Tulis ya yang bagus – bagus, yang banyak *lah rikues Pak Suami.

Saya : Eh tapi, nanti dipikir kita ada lagi ada masalah. Kan aku ga pernah nulis panjang lebar tentang kamu. Tiba – tiba membahas kamu, semacam mencurigakan. Biasanya kan gitu, kalau ada pasangan yang jarang atau bahkan ga pernah ngomongin hubungan mereka secara terbuka, trus tiba – tiba sering muncul dengan foto dan cerita yang indah – indah, biasanya kan ada sesuatu yang disembunyikan. Lalu akhirannya, terjadi sesuatu. Kamu pernah mengamati hal itu ga?

Suami : oh ya, bener juga. Aku juga sering memperhatikan hal ini. Sama pemikiran kita…….. *pembicaraan pun berlanjut makin seru.

Suami istri kompak nggosip berkedok menganalisa tingkah laku manusia.


Saya pada dasarnya suka mengamati sekitar, apapun itu, manusia, hewan, bahkan kerikil – kerikil. Sejak kecil sudah seperti itu. Makin bertambah umur, makin terasah apalagi sejak nyemplung di dunia riset (kualitatif). Makanya saya lebih senang tidak terlalu berisik kalau sedang dalam suatu kelompok, karena saya sibuk mengamati. Lalu dari hasil pengamatan tersebut, biasanya kepala saya akan sibuk menganalisa, cari – cari referensi semacam jurnal atau artikel. Atau ya hanya sekedar mengamati dan menganalisa di kepala saja. Ujung – ujungnya, jadi bahan tulisan. Pernah beberapa teman ngomong seperti ini : hati – hati loe – loe pada sama Deny, otaknya tuh ga pernah berhenti mikir. Kelihatannya dia diem, tapi kepalanya penuh ide buat nulis. Daun ga gerak aja bisa dibuat tulisan panjang sama dia. Jadi, hati – hati sama gelagat kalian, bisa – bisa jadi bahan tulisannya.

Saya ngakak parah sih kalau ada yang komentar seperti itu, karena benar adanya. Saya tidak menggosip kelakuan secara personal, tapi saya suka mengamati, menganalisa, dan ujung – ujungnya hasil analisa pribadi jadi bahan tulisan. Senang saja saya mengamati tingkah laku manusia.

Tapi pada hasil amatan dalam tulisan ini, cuma sekedar amatan tanpa ada bukti ilmiah yang mendukung. Hanya sekedar mengamati fenomena sosial yang terjadi sejak saya mulai ngeh dengan media sosial, diantara kalangan pertemanan, pesohor, ataupun saudara sendiri. Ini tentunya tidak bisa gebyah uyah atau pukul rata ya, hanya beberapa yang tak luput dari amatan saya, kok ya pas kejadian. Dan sekali lagi, tidak ada yang salah dalam membagikan cerita romantis dan foto – foto bahagia dengan pasangan. Sama sekali tidak salah karena itu hak setiap orang. Pada dasarnya memang media sosial diciptakan untuk berbagi hal apapun kan.

Banyak pasangan yang memilih untuk berbagi cerita kehidupan sehari – hari, cerita percintaan, ataupun foto – foto mesra yang diunggah ke khalayak umum. Tak sedikit pasangan juga memutuskan hal sebaliknya, menyimpan dan tidak mau berbagi hal – hal ke media sosial, yang mereka anggap masuk ranah pribadi, dengan alasan menjaga privasi. Yang memilih berbagi foto mesra dan cerita kehidupan bersama pasangan, alasannya banyak. Ada yang memang hanya sekedar berbagi cerita, berbagi momen bahagia, syukur – syukur bisa menginsipirasi yang melihat dan membaca. Ada beberapa juga yang ternyata sedang menyembunyikan gundah gulana lalu ingin menunjukkan pada dunia bahwa mereka sedang baik – baik saja dengan menuliskan hal – hak baik tentang pasangan, mengunggah foto yang ceria, ataupun memuji setinggi langit apa yang sudah dilakukan pasangan.

Untuk mereka yang masuk pada kelompok terakhir, biasanya yang tidak pernah atau sangat jarang muncul hadir di media sosial bersama pasangannya, lalu mak bedundug ikut meramaikan jagad media sosial dengan segala cerita indah dan puja puji untuk pasangan. Biasanya saya langsung curiga wahh ini ada apa ya. Insting langsung berbicara. Tapi yah, itu kan hanya Suudzon saya saja. Meski banyak juga yang akhirnya terbukti seperti hipotesa awal saya.

Saya sendiri, sudah lama sekali tidak pernah menampilkan foto suami di akun media sosial maupun di blog. Apalagi follower twitter saya makin banyak, jadi tidak bisa sebablas dulu lagi untuk menuliskan dan menampilkan foto di sana. Bagus juga seperti itu. Jadi saya punya rem cakram. Punya filter. Hanya 2 tahun pertama kalau tidak salah, saya menampilkan foto suami di blog. Setelahnya tidak sama sekali. Kalau untuk bercerita, ya pasti masih saya ceritakan.

Sama halnya dengan anak – anak. Baru beberapa tahun terakhir saya mulai membuka diri untuk mengatakan bahwa saya adalah seorang Ibu yang punya anak tiga. Sebelumnya, saya lumayan tertutup tentang anak – anak. Sekarang saya ceritakan beberapa kali di media sosial tentang anak – anak, secara umum, tanpa menyebutkan umur, jenis kelamin, dan foto. Dan yang saya ceritakan pun, bukan hal yang spesifik.

Banyak yang bertanya (ya beberapa oranglah, ga banyak banget) kenapa saya tidak terbuka tentang keluarga, paling tidak pamer foto anak dan suami. Jawabannya simple : saya menghargai privasi mereka dan saya takut kejahatan mengintai. Itu saja. Toh saya tidak harus membuktikan apapun kepada dunia tentang keluarga saya. Mereka yang saya jumpai di dunia nyata mengetahui dengan pasti, itu saja sudah lebih dari cukup. Selebihnya saya memilih menyimpang dan tidak membagikan pada dunia luas yang saya tidak tau seberapa aman di luar sana.

Kembali lagi ke pembahasan tentang pasangan yang tiba – tiba memunculkan foto berdua atau cerita kemesraan, padahal sebelumnya tidak, ya biarkan saja. Bukan hak saya untuk menghakimi kalau mereka sedang ada masalah atau memang sedang dalam masa romantis. Meski menganalisa dan membahas dengan sirkel terdekat tetap berjalan. Saya sudah tidak adil sejak dalam pikiran.

Mau pamer untuk membuktikan sesuatu silahkan. Mau pamer ya karena sedang jatuh cinta bertubi dengan pasangan ya silahkan. Tidak usah kepikiran nanti orang lain mikir ini dan itu. Yang tau kebenarannya, ya cuma kamu.

Kalian sendiri bagaimana, apa tipe yang ga masalah menampilkan foto pasangan dan anak – anak di media sosial? atau ya sudah disimpen saja, ngapain ditampilkan.

-29 Februari 2024-

*Tulisan ini intinya apa? Ya ga ada hahaha. Saya sedang meneruskan tulisan yang ada di draft saja. Daripada cuma tersimpan ga jelas, sayang. Jadi saya teruskan, meski ngalor ngidul ga jelas. Lumayan kan, blog jadi terisi lagi :))))

Belanda Kembali Panas

Ngidam Bakso

Cerita yang santai saja kali ini ya, setelah sebelumnya membahas hal yang terlalu serius. Belanda seminggu ini kembali panas. Tentu saja saya menyambut dengan riang gembira. Bagaimanapun, sebagai anak tropis dan lahir besar di pesisir, kalau cuaca di Belanda menghangat itu rasanya ingin sujud syukur setiap saat. Maklum saja, dibandingkan panas yang sebenarnya, Belanda lebih sering hujan, mendung, dingin, angin, dan bisa 4 musim terjadi dalam satu hari. Jadi, buat saya kalau cuaca menghangat, berkah luar biasa.

Sebenarnya ini bukan kali pertama Belanda mengalami panas sampai seminggu pada tahun ini. Sebelumnya saat kami di Kroasia, Belanda terkena heatwave.

Panas
Panas

Hari ini, saat saya menulis, suhu sampai 33°C. Konon, kamis sampai 39°C. Walaupun hari ini panas, untungnya masih ada angin semilir. Jadi tidak terlalu gerah. Biasanya kalau sedang panas, saya sudah blingsatan merencanakan pergi ke sana sini. Tapi seminggu ini saya sudah berencana untuk anteng di rumah saja sambil memamah biak haha.

Rujak buah bumbu gula merah, petis ikan, bawang putih, cabe, gaaram, terasi, sedikit kacang, asem, , dan sedikit air
Rujak buah bumbu gula merah, petis ikan, bawang putih, cabe, gaaram, terasi, sedikit kacang, asem, , dan sedikit air

Untuk memenuhi rencana makin menambah berat badan, saya sudah menyiapkan asupan yang penuh lemak, seperti bakso, mie ayam, dendeng balado, kikil pedas, dan masih ada menu-menu lainnya. Ada juga yang menyehatkan, macam rujak buah. Ya lumayan lah untuk menambah cadangan lemak menghadapi musim dingin nanti haha.

Ngebakso minumnya Nutrisari
Ngebakso minumnya Nutrisari

Mie jamur, bakso, minumnya es kopi
Mie jamur, bakso, minumnya es kopi

Kalau di rumah saja, selain menyiapkan asupan perut, juga kesempatan untuk main air karena suhu diatas 30°C. Kalau di bawah itu, terlalu dingin. Cemal cemil juga tetap berlanjut karena saya sudah punya beberapa camilan dari Indonesia. Satu persatu camilan tersebut dikeluarkan, seperti wafer Superman, Malkist, Silverqueen. Saya agak kecewa karena rasa wafer Superman tidak seenak jaman saya masih SD. Selain rasa, bungkusnya pun tidak warna merah dan bentuknya lebih langsing. Mungkin Supermannya sudah diet *kriik kriikk.

Nyamil sambil cibang cibung
Nyamil sambil cibang cibung

Mungkin ada yang penasaran apakah jajanan itu ada di Belanda. Oh tentu saja tidak ada karena saya beli di Indonesia lalu pake Jastip sewaktu Rurie mudik . Lumayan, harga teman jadi tak terlalu mahal. Ini lho hasil jastipan saya, sekalian pamer (bandeng dan otak-otaknya gratisan dari Rurie) *haha pamer kok jastipan panganan.

Jastipan ke Rurie
Jastipan ke Rurie

Calon-calon anggur di halaman belakang pun sudah mulai nampak. Biasanya bulan Agustus kami akan panen, kurang lebih 10kg. Lumayan banyak untuk ukuran nanam sendiri. Anggur-anggur tersebut tidak kami jual melainkan diberikan ke para tetangga, saudara, dibuat selai dan dimakan sendiri.

Sebagian kecil calon-calon Anggur
Sebagian kecil calon-calon Anggur

Ya sudah, begitu saja cerita singkat kali ini. Kalau sudah mood, saya akan nulis yang agak serius lagi. Kalau kalian suka membaca tulisan saya yang serius, yang santai-santai saja, atau yang seperti apa? *bwuahaha macam banyak yang baca aja, Den!

Ngidam Bakso
Ngidam Bakso

Oh ya, beberapa blogger menyampaikan keluhan dan masukan tentang susahnya meninggalkan komentar di blog kami. Terus terang, saya tidak tahu permasalahannya di mana karena saya tidak pernah mengotak atik settingan. Hanya update yang perlu diupdate. Jadi mohon maaf ya, kalau susah berkomentar. Terima kasih karena sudah menyempatkan membaca dan berusaha menulis komentar.

Cuaca di tempat kalian bagaimana?

Update : saking panasnya (pas update ini suhu 38°C, saya jemur sprei, sarung selimut, handuk2 semuanya kering dalam waktu ga sampai 3 jam. Kipas angin yang lumayan bagus di rumah pun ga ada rasanya. Akhirnya sore kami ngadem dari satu toko ke toko lainnya. Lumayan 1.5 jam kena ademnya AC haha. Hikmah panas, jadi bisa ngerasakan AC di toko :)))

-Nootdorp, 23 Juli 2019-

Ada Apa di Bulan Maret?

Coimbra

Bulan Maret selalu spesial di hati, karenanya saya selalu membuat rangkuman apa saja yang sudah dilalui di bulan Maret

  • Salju datang lagi

Awal bulan Maret salju datang lagi ke Belanda. Lumayan tebal juga. Dan cuaca semakin tidak menentu pada saat itu. Saya pikir musim semi akan semakin dekat, tapi cuaca minus tidak membuat keadaan jadi baik, apalagi suasana hati yang sudah bosan terkungkung jaket tebal dan ribet sekali kalau mau keluar padahal cuma mau beli tempe ke toko yang jaraknya cuma 5 menit jalan kaki.

  • Membuat Lumpia isi Rebung, Tahu dan Wortel

Saya itu doyan banget yang namanya lumpia isi rebung. Seringnya beli di toko Asia. Tapi, kalau beli mahal sekali. Per lumpia isi rebung dan ayam harganya €1.5. Kalau saya lagi rajin, lebih baik membuat sendiri. Nah pertengahan Maret lalu, saya lagi kepengen banget nyemil lumpia. Kepengennya sudah macam orang hamil yang ngidam. Lalu saya niati bikin lumpia isi rebung, tahu, dan wortel. Ternyata isinya kebanyakan. Walhasil saya bisa membuat sekitar 50 lumpia. Niatnya untuk stok di freezer, tapi saya pikir lebih baik dibagi ke tetangga dan Mama mertua. Tetangga senang sekali, trus dibarter dengan brownies. Kalau Mama mertua memang suka sekali dengan lumpia, apalagi bikinan menantunya *yang terakhir tambahan saya sendiri, ke PD an haha.

Kreasi Lumpia untuk tetangga dan Mama Mertua
Kreasi Lumpia untuk tetangga dan Mama Mertua

  • Setahun Lalu

Setahun lalu, seminggu sebelum ulangtahun saya menjadi hari yang tidak akan pernah kami lupa. Tanggal bersejarah kami menyebutnya.

  • Ulang Tahun

Akhir Maret adalah ulangtahun saya. Karena sudah terbiasa menghadiahi diri sendiri saat ulangtahun, maka kali ini saya memilih untuk membeli tas punggung dan pouch yang dibuat oleh Aggy. Nama produk ini adalah Astanya. Nama variannya adalah Sejuk dan Gula Jawa. Sejak awal lihat motif Sejuk dan Gula Jawa, saya langsung jatuh cinta. Dan karena memang saya suka sekali dengan tas punggung, belilah saya tas buatan Aggy ini (padahal dua tahun berturut lalu dikasih hadiah sama Mama mertua juga tas punggung. Beliau sampai heran, barang yang saya beli kalau tidak tas punggung, sepatu lari atau jalan, dan buku. Seputar itu saja). Saya belinya di sini. Saya suka tas dan pouchnya. Tasnya besar dan bisa menampung banyak barang. Pouchnya juga pas sekali sesuai dengan ukuran yang saya butuhkan.

Suka dua duanya!
Suka dua duanya!

 

Pada hari ulangtahun, saya sudah ribet sejak jam 3 pagi karena kami akan pergi ke Portugal pesawat jam 9 pagi. Makan malam ulangtahun, di restoran Italia di Portugal (haha ga nyambung sebenarnya, di Portugal tapi makannya Italy). Sebenarnya restoran ini juga pas nemu saja karena kami sudah capek dengan perjalanan satu hari dari Belanda ke Portugal. Eh tapi restorannya bagus sekali. Terkesan klasik. Saya makan menu favorit, apalagi kalau bukan Risotto.

Risotto Jamur dan Bayam. Duh ini enak sekali
Risotto Jamur dan Bayam. Duh ini enak sekali

Doa dan harapan saya setiap ulangtahun selalu sama, sehat dan bahagia selalu bersama keluarga kecil kami serta tidak menjadi orang yg lupa untuk selalu bersyukur atas apapun.

  • Roadtrip pertama kami tahun 2018 ke Portugal

Sewaktu menulis tentang liburan kami ke Münster, sedikit saya singgung kalau kami akan liburan dalam waktu dekat ke suatu tempat. Nah, suatu tempatnya itu adalah Portugal. Roadtrip selama 10 hari ini adalah kado ulangtahun suami untuk saya. Seperti biasa, setiap ulangtahun, saya ingin kadonya adalah jalan-jalan. Kalau kami sedang ada waktu dan uang, jalan-jalannya agak jauh. Jika uang dan waktunya mepet, jalan-jalan yang dekat saja. Senang kali ini bisa ke Portugal karena ke Portugal sebenarnya adalah rencana liburan musim panas tahun 2017. Tapi tahun lalu kami akhirnya roadtrip dengan rute yang berbeda. Selama 10 hari di Portugal, kami roadtrip berkunjung ke beberapa kota yaitu Porto, Lisabon, Sintra, Coimbra, dan Braga. Bersyukur semua lancar tanpa halangan yang berarti sejak berangkat sampai kami kembali ke rumah. Cerita lengkap tentang Portugal akan saya tulis pada postingan terpisah.

Coimbra
Coimbra

Porto
Porto

Kastil di dekat Braga
Kastil di dekat Braga

Oh ya, pulang liburan, saya turun 2kg lho. Meskipun mulut ngunyah tanpa henti karena makanan Portugal tidak ada yang tidak enak, tapi jalan kaki seharian dengan kontur kota yang naik turun, sukses merontokkan 2kg lemak di badan.

Nasi kuning syukuran
Nasi kuning syukuran

Beberapa hal itulah yang terjadi di bulan Maret. Saat ini, cuaca menghangat di Belanda. Senang karena bunga-bunga mulai bermekaran, saya bisa keluar rumah tanpa jaket tebal dan malah sudah pakai sandal terbuka.

-Nootdorp, 10 April 2018-

Cerita Terbaru

Karena saya sedang tidak bisa tidur padahal sudah lebih dari jam 12 malam dan dari tadi sudah baca buku, maka saya mau cerita ngalor ngidul saja di blog ini. Siapa tahu setelah menulis mata jadi mengantuk. 

MAKAN GRATIS

Sabtu minggu lalu saya ada undangan ke salah satu rumah teman yang ada di Rotterdam. Undangan makan dan kumpul-kumpul saja. Awalnya untuk merayakan ulang tahunnya, tapi mendekati hari H beberapa orang yang diundang mengusulkan untuk bawa makanan sendiri. Nambah-nambah makanan yang sudah disediakan tuan rumah. Saya bawa yang gampang saja, tahu isi dan kue (tentu saja kuenya beli). 

Saya pergi sendiri naik metro tanpa suami, karena ini adalah salah satu me time kami berdua. Saya kalau me time memang sukanya keluyuran haha, sedangkan suami lebih senang di rumah, berkutat dengan hobi bermusiknya. Sampai di rumah teman saya jam 12, saya pikir sudah telat. Eh ternyata saya yang pertama datang. Perut keroncongan tapi harus menunggu 2 keluarga yang lain datang. Untung jam 1 mereka sudah datang. Makanan yang tersaji sungguh menggugah selera. Terutama Combro karena isinya benar-benar dari Oncom yang dibawa si pembuat sewaktu mudik ke Sumedang. Saking enaknya, saya dengan tak tahu malu makan lebih dari 5 *nggragas ga boleh nanggung 😅 #prinsip

Opor ayam telur, lodeh rebung kacang, sayap ayam, mie goreng, lontong, nasi, bebek, cumi hitam, kulit ayam, berbagai macam taart, es buahnya menyusul
Opor ayam telur, lodeh rebung kacang, sayap ayam, mie goreng, lontong, nasi, bebek, cumi hitam, kulit ayam, berbagai macam taart, es buahnya menyusul
Kue Cubit, Combro, Bala Bala (aka ote-ote), Tahu isi
Kue Cubit, Combro, Bala Bala (aka ote-ote), Tahu isi
Peserta Makan Gratis
Peserta Makan Gratis
 

Saking serunya obrolan kami dan becandaan, duduk di meja makan sejak jam 12 saya datang sampai jam 8 malam betah sambil mulut ga berhenti ngunyah (saya ini maksudnya haha). Pindah cuma geser tempat duduk saja dan ke toilet. Sampai suami kirim wa kok ga ada kabar dari saya. Ihiiyyy kangen nih si mas (GR😅). Padahal dia kawatir takutnya ada apa-apa seharian tanpa kabar. Ditambah angin kencang dan gerimis, karena saya dari stasiun ke rumah naik sepeda. Jadi dia kawatir soalnya sudah malam. Pas ngontel sepeda memang ngeselin banget sih, anginnya ga santai. Saya harus pelan-pelan sekali karena jalanan yang saya lewati gelap gulita ditambah angin dan gerimis. Extra hati-hati.

Sampai rumah jam 21.30. Senang sekali kumpul teman seharian dan makan-makan. Hati senang, perut kenyang. Tentu saja ada acara bungkus membungkus karena makanannya lebih banyak. Jadi minggu saya tidak perlu memasak.

RAJIN BERBERES RUMAH

Sudah sebulan ini saya rajin berberes. Dari merapikan tanaman di taman depan belakang rumah, merapikan isi lemari baju, merapikan isi gudang, merapikan isi lemari dapur, merubah posisi isi kamar-kamar, ngecat beberapa rak dari Ikea yang masih belum ada catnya, dll. Lumayan juga ya bikin encok, jadi butuh tukang pijit.

Dari hasil berberes itu, bisa mengumpulkan barang-barang yang sudah tidak layak simpan seperti koran2, majalah2, bumbu dan bahan2 dapur yang sudah ED, baju2 yang harus disingkirkan, sepatu2 yang jarang terpakai, dan masih banyak lainnya. Saya sih memang ratu tega buang ya, sementara suami raja sayang buang. Tapi lumayan lah dia sekarang agak berkurang kebiasaan ngumpulin barang-barang. Kalau ga dijual lagi, ya langsung buang. 

RAJIN BACA BUKU

Karena saya sedang banyak waktu luang dan kalau malam agak susah tidur cepat, mengakibatkan saya jadi rajin baca buku. Lumayanlah jadi bisa kejar target Reading Challenge Goodreads (meskipun pasti ga akan kekejar sih). Sampai saat ini, sudah baca 20 buku dari target 50 buku. Ini sangat lumayan dibandingkan tahun kemarin sepertinya hanya 10 buku. Topik yang saya baca tahun ini pun beragam. Tidak hanya novel saja. Nanti kalau sudah akhir tahun mudah-mudahan bisa membuat ringkasan buku-buku apa saja yang sudah saya baca tahun ini. 

Saya sekarang sedang membaca bukunya Laksmi Pamuntjak yang judulnya Amba. 

MULAI AGAK RAJIN MEMASAK

Saya mulai agak rajin masak (lagi). Meskipun ya menunya standar sih, seputar oseng mengoseng. Karena beberapa bulan terakhir ini saya mulai mengkonsumsi daging dan unggas, kalau akhir pekan membiasakan untuk makan dan masak yang ada daging atau unggasnya. Karena sudah lama tidak makan, jadi membiasakan dengan rasanya kembali. Meskipun sejujurnya saya lebih suka makan tahu tempe telur atau ikan.

Nasi gurih, ayam bakar dan lauk lainnya
Nasi gurih, ayam bakar dan lauk lainnya
Lodeh tewel pakai tetelan
Lodeh tewel pakai tetelan
Tumis kangkung, ayam dan tempe bakar
Tumis kangkung, ayam dan tempe bakar
Oseng Pare tempe teri
Oseng Pare tempe teri

Rawon daging labu siem kacang panjang
Rawon daging labu siem kacang panjang

Begitulah cerita ngalor ngidul saya. Mata mulai mengantuk. Oh ya, suhu di sini sudah mulai dingin, tadi pagi 5°C. Kalau ke luar rumah sudah mulai pakai jaket tebel. Perbedaan waktu dengan Indonesia menjadi 6 jam.

-Nootdorp, 31 Oktober 2017- 

Maret Berlalu Sangat Cepat

Kok sudah akan April ya, lah Maret saya ke mana saja kok tidak berasa *mikir. Beberapa hal yang terjadi di bulan Maret ini.

KOPDAR DENGAN PUJI

Setelah beberapa kali saling mengirim email tentang rencana Puji dan Suaminya akan liburan ke Eropa dan Belanda salah satu tujuan liburan mereka, kami lalu membuat janji untuk saling ketemu. Mendekati hari H, keadaan antara pasti dan tidak pasti dari pihak saya karena ada satu hal. Setelah berunding di WhatsApp,  bersyukur mereka menyanggupi ke Den Haag (karena satu keadaan saya tidak bisa mendatangi mereka) dari Amsterdam, tempat merek menginap, demi supaya saya dan Puji bisa saling ketemu. Saya kenal Puji dari blog sejak sekitar 2014, jadi tidak terlalu lama juga. Saya suka Puji apalagi kalau sudah bercerita tentang makanan. Rasanya saya seakan berada disekitarnya menikmati hasil memasaknya saat akhir pekan. Beberapa kali saya mengirim kartupos ke Puji dan saling kirim-kirim email juga. Jadi rasanya seperti sudah kenal lama.

Saya telat 10 menit saat ketemu Puji karena ada perbaikan rel kereta (berangkat lebih awal tetep aja telat) dan sudah memberitahu sebelumnya ke Puji. Saat ketemu Puji dan Suaminya, saya tidak merasa canggung sama sekali. Biasanya saya kalau ketemu orang baru pertama kali, pasti suasananya jadi canggung, karena saya tidak bisa langsung ngobrol atau cerita ini itu. Saya harus memetakan situasi dulu. Tapi dengan Puji dan suaminya beda. Seperti sudah kenal lama, padahal tahu cerita tentang mereka ya hanya mengandalkan dari blog.

Singkat cerita, sebelum ke tempat makan, saya membawa mereka berkeliling sebentar ke sekitar Den Haag kota. Karena sudah jam 8 malam, jadi tidak banyak yang bisa dilihat. Cuma yang saya ingat dari Puji beberapa kali ngomong “Lho ini Den Haag kok sepi ya, kok jam 8 malam sudah banyak toko tutup ya padahal ini kan sabtu malam. Lho ini mallnya kok seuplik gini, aku kira dulu Mbak deny becanda lho kalau di Den Haag ga ada mall gede.” hahaha Puji terkaget mungkin tidak menyangka Den Haag ga ada apa-apanya dibandingkan Jakarta.

Kami lalu menuju restoran Indonesia karena saya sudah reservasi sebelumnya lewat telefon. Waktu kami tidak terlalu banyak di sana karena restorannya akan tutup jam 9 malam. Setelah memesan dan mengobrol sambil makan, tidak menyangka saya diberi buah tangan oleh Puji, dua botol sambel Bu Rudy. Plus makanan saya dibayarin oleh mereka. Jadi (ga) enak hati nih, tuan rumah macam apa saya sampai makan dibayarin (padahal ya seneng sih, kan rejeki ya jangan ditolak :D). Kesampaian juga ketemu dengan Puji dan Mas Eri yang super ramah jadi berasa sudah berteman lama. Sekitar jam setengah 10, saya dijemput suami sekalian saya kenalkan dengan mereka. Lalu kami berpisah karena mereka menuju Den Haag Centraal untuk kembali ke Amsterdam dan saya pulang ke rumah. Semoga kita bisa ketemu lagi nanti ya Puji dan semoga lancar liburan keliling Eropanya.

MASUK KORAN BELANDA

Ini sebenarnya tidak disengaja. Jadi sewaktu acara ulang tahun Piet Mondriaan ke 145 dan juga De Stijl ke 100, Pemerintah kota Den Haag mengadakan acara bagi-bagi Taart gratis ke 5000 orang di balai kota. Jadi ini Taart raksasa. Nah saya hari itu ada urusan ke kota, akhirnya mampir untuk lihat sebesar apa taartnya. Ternyata memang besar sekali dengan motif Mondriaan. Saat sedang asyik makan Taartnya (yang enak sekali rasanya), ada seseorang menawari saya untuk berfoto di depan taart bersama dua orang lainnya. Beliau adalah wartawan koran Belanda AD (Algemeen Dagblad). Lalu berposelah kami bertiga. Kata wartawannya, berita bisa di baca online sorenya. Saya bilang suami ternyata memang sorenya sudah ada beritanya di website mereka dengan foto kami bertiga (yang dua lagi saya tidak kenal) di depan taart. Keesokan paginya, Mama mertua heboh kasih tahu kalau foto saya ada di koran lalu Beliau bersemangat menggunting bagian yang ada foto saya itu. Lumayanlah pernah masuk koran Belanda, makan taart haha.

KANGEN DENGAN MAKANAN RUMAH, MAKANAN WARUNG, DAN JAJANAN MALAM

Entah kenapa sepanjang maret ini saya benar-benar kangen dengan makanan rumah, makanan warung, dan jajanan malam di Indonesia (khususnya di Surabaya dan Situbondo). Makanan rumah ini maksudnya adalah makanan yang biasa dimasak Ibu atau tetangga atau Bude saya. Kalau makanan warung yang saya kangen adalah warung-warung di dekat kampus saya dulu. Kalau jajanan malam yang saya kangen semacam terang bulan, martabak, gorengan ote-ote dimakan dengan sambel petis dan cabe (duh nulis ini saja saya ileran sendiri), singkong goreng yang ngeprul, tahu tek, nasi goreng dan mie goreng gerobak (ini bukan jajanan ya, tergolong makan besar haha). Dulu kan kalau lapar pas malam saya keluar kos lalu keluyuran jalan kaki cari tukang gerobak trus beli. Di sini kan tidak ada mas yang jualan dorong gerobak. Saking nelongsonya saya, beberapa minggu lalu sampai nangis trus ditanya suami kenapa, saya jawab pengen makan nasi goreng merah gerobakan. Dia cuma menghela nafas, dipikir ada masalah serius, ternyata ingin makan nasi goreng merah. Tapi kan buat saya segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan itu menjadi serius haha!.

Daripada nelongso berkepanjangan, akhirnya saya singsingkan lengan baju, masak sendiri (lah emang biasanya masak sendiri :D). Saya masak lodeh tewel kacang pete. Kali ini lodeh tewelnya istimewa karena saya campuri dengan tempe busuk (tempe bosok). Saya memang punya persediaan tempe semanggit untuk dibuat sambel tumpang. Saya ambil sedikit tempe bosok ini untuk campuran lodeh (karena Ibu kalau masak lodeh pasti dicampuri tempe bosok). Waaahh aromanya luar biasa bisa mengobati kangen lodeh buatan Ibu. Lodeh ini dimakan pakai ikan asin dan sambel trasi. Ikan asinnya saya buat sendiri. Saya beli ikan kebanyakan di pasar lalu saya jemur buat ikan asin. Suami saya sampai nambah makan lodehnya. Dia tanya “ini kok beda ya lodehnya?” Saya jawab “iya, aku kasih tempe bosok.” Dia manggut-manggut saja haha.

Lodeh tewel kacang panjang pete
Lodeh tewel kacang panjang pete

Lalu saya masak jangan klentang. Di pasar Den Haag sini kan ada kios langganan yang jual klentang, makanya saya bisa sering masak sayur asem klentang. Ihhh seger sekali pakai belimbing wuluh. Ibu saya sampai heran kok di sini ada klentang dan belimbing wuluh.

Sayur asem klentang
Sayur asem klentang

Lalu saya masak rawon labu siem dan kacang panjang. Makan pakai telur asin dan sambel trasi pakai kecambah pendek dari kacang hijau yang direndam. Wuahhh saya dan suami nambah makan rawon ini.

Rawon labu siem kacang panjang
Rawon labu siem kacang panjang

Saya juga buat nasi bakar, botok tempe teri, dan bumbu urap banyak karena ada yang pesan. Lumayan bisa buat stok saya juga kalau sewaktu-waktu malas masak. Nasi bakar isi osengan sayur plus pete dimakan pakai botok, lalapan dan sambel bawang. Suami bawa bekal nasi bakar tiga hari berturut ke kantor. Mudah-mudahan setelah makan dia gosok gigi ya, kan ada petenya :)))

Nasi bakar komplit
Nasi bakar komplit

Kangen mie goreng gerobak, akhirnya buat sendiri mie goreng pakai kol, sawi, telur, tuna dan saya taburi ebi. Masih kalah sih rasanya dengan yang dijual gerobakan itu. tapi lumayanlah tombo kangen.

Saya sudahi saja cerita makanannya, sebenarnya masih ada beberapa tapi saya jadi lapar ketika nulis ini. Intinya saya bersyukur meskipun kangen sekali dengan masakan rumah tapi masih dikasih kekuatan untuk masak sendiri. Bersyukur masih bisa makan.

MASTER EVENT TU DELFT 2017

Awal Maret saya datang ke TU Delft untuk melihat Master Event TU Delft 2017. Padahal ingat sekali hari itu badan saya lemas seperti tidak ada tenaga. Rasanya ingin tidur seharian. Tapi sayang juga acara ini kalau dilewatkan dan cuaca di luar cerah sekali, langitnya biru. Akhirnya saya seret pantat ke Master Event TU Delft karena juga sudah terlanjur daftar sehari sebelumnya. Jadi acara ini adalah pemberian informasi untuk semua program S2 yang ada di TU Delft. Jadi saya benar-benar memanfaatkan kesempatan ini untuk bertanya sejelas mungkin tentang informasi yang ingin saya tahu ke beberapa jurusan yang saya incar. Selain itu, ada sesi pemberian informasi, tanya jawab untuk mereka yang lulusan S1 (dan juga S2) nya berasal dari luar Belanda. Saya bertanya di forum ini tentang biaya kuliahnya jika saya punya ijin tinggal karena menikah dengan orang Belanda. Ternyata membayarnya 1/8 nya dibanding dengan siswa Internasional yang normal. Lumayan menghemat. Ini ceritanya kan saya sedang berencana untuk kuliah lagi. Untuk kapannya masih belum tahu, yang penting niat dulu dan sudah mulai cari-cari informasi  dan memantapkan jurusan mana yang ingin saya ambil. Mudah-mudahan ya bisa merealisasikan niat ini.

KE LIMBURG

Rencana liburan ke Limburg ini diputuskan beberapa hari sebelum ulang tahun saya. Jadi awalnya sekitar dua bulan lalu kami berencana merencanakan ulang tahun jalan-jalan ke beberapa negara ke LN. Rencana sempat ganti beberapa kali sampai akhirnya kami memutuskan tidak jadi liburan ke LN karena satu hal. Daripada tidak kemana-mana, akhirnya saya bilang bagaimana kalau jalan-jalan sehari saja ke kota yang dekat. Jadi masih bisa jalan-jalan di hari ulang tahun saya. Akhirnya suami mengajukan cuti, saya memilih ke Limburg. Jadi kami ke dua kota yaitu ke Thorn dan Valkenburg. Jaraknya 2.5 jam berkendara dari rumah kami. Setelah dari Thorn, sempat istirahat dulu di pemberhentian untuk tidur karena saya dan suami ngantuk sekali. Setelah tidur selama satu jam, kami melanjutkan perjalanan ke Valkenburg. Eh ternyata setelah sampai Valkenburg tempat yang ingin kami datangi sudah tutup. Sempat kesal sih tapi ya mau bagaimana lagi. Kami terlalu lama tidurnya haha. Akhirnya kami hanya jalan-jalan di kota saja lalu makan. Saya senang sekali dengan alam di Limburg karena seperti alam di Jerman. Beda dengan struktur alam di tempat tinggal kami. Rasanya saya akan kerasan kalau tinggal di Limburg (tapi jauh ya kalau mau ke kota besar *lalu bingung). Senang menghabiskan hari ulang tahun dengan berjalan-jalan dan seharian bersama suami. Senang mendapatkan ucapan dari teman-teman dekat dan keluarga. Bersyukur masih diberikan kesempatan untuk tinggal di dunia, bilangan umur nambah, dan sehat bersama seluruh keluarga. Kami menghabiskan sisa hari di Limburg dengan makan malam di sebuah restoran.

Maret memang berlalu sangat cepat, mungkin pertanda saya sangat menikmati setiap detiknya. Bagaimana dengan Maret kalian?

-Nootdorp, 31 Maret 2017-

Makna Pada Bilangan Usia yang Tidak Lagi Sama

Zoetermeer, The Netherlands

Setiap periode usia mempunyai cerita yang berbeda. Rentang usia 20an dibandingankan dengan rentang usia 30an pasti tantangannya juga berbeda. Tidak hanya itu saja karena semakin bertambah bilangan usia, pasti ada beberapa hal yang tidak sama, misalkan : penyikapan terhadap suatu masalah, cara memandang suatu perkara, memilih lingkungan pergaulan, ambisi yang ingin dituntaskan, bahkan sampai pada gaya hidup. Entah apakah ini berlaku untuk semua orang, tetapi semua yang tersebut di atas adalah bagian dari cerita perjalanan usia saya.

Saya merasa periode usia 20an berjalan begitu cepat. Jika menengok lagi ke belakang, pada rentang waktu tersebut, saya mempunyai daftar ambisi yang ingin digapai. Dengan darah muda yang masih bergelora dan energi yang masih berlimpah sehingga ada setumpuk cita-cita yang ingin diraih, melakukan kegiatan dan pekerjaan bersamaan sehingga merasa waktu 24 jam sehari tak akan pernah cukup, ingin membuktikan kesuksesan kepada seisi dunia, ingin selalu ada di setiap lapisan pergaulan agar nampak “eksis”, melakukan kenakalan masa muda atas nama penasaran semata, masih berjiwa “senggol bacok”, dan masih banyak hal lainnya yang terjadi pada rentang usia 20an. Waktu berlari begitu cepat karena memang saat itu saya sangat menikmati semua hal dengan cara yang saya pilih. Cara mendongakkan kepala dan lupa melihat ke bawah, begitu saya menyebutnya. Mendongakkan kepala karena ingin memperlihatkan ke semua orang tentang keberhasilan yang telah saya capai agar mendapatkan pujian sebanyak-banyaknya, berjalan cepat bahkan berlari kencang sampai tidak sempat menengok kiri kanan ataupun menatap ke tanah, dan segala cara asal tidak merugikan orang lain pasti akan saya lakukan asal segala ambisi tercapai. Pernah merasakan lelah dengan kehidupan yang seperti itu, tetapi keinginan untuk membuktikan dan mendapatkan pengakuan akan segala keberhasilan yang telah diraih mengalahkan letih yang sesekali menghampiri. Pernah juga bertanya pada diri sendiri, apakah saya benar-benar bahagia? apakah saya benar-benar menikmati itu semua? karena ada saatnya saya merasa sepi ditengah keramaian, merasa sendiri padahal mempunyai banyak kenalan dan teman, merasa seperti ada lubang besar dan hitam yang selalu mengikuti dalam setiap perjalanan, dan merasa terasing padahal banyak tangan yang membutuhkan. Saya pernah dalam pusaran tersebut dan saya tidak pernah menyesalinya sampai sekarang karena masa-masa tersebut adalah waktu dimana saya belajar banyak hal.

Teufelsberg, Berlin
Teufelsberg, Berlin

Jika tidak mempunyai ambisi dan melakukan segala sesuatu sampai melampau batas yang saya bisa, maka saya tidak akan tahu sampai mana kemampuan saya. Jika tidak punya setumpuk cita-cita dan mengerahkan segala kekuatan untuk meraihnya, saya tidak tahu apakah saya bisa berhasil atau tidak. Jika tidak pernah mencoba untuk “eksis” disemua kalangan (terlebih kalangan yang terkenal), saya tidak merasakan kesempatan untuk mempelajari karakter orang dan belajar untuk tahu mana kawan mana lawan. Jika tidak pernah melakukan kenakalan masa muda, maka mungkin sampai sekarang saya akan penasaran bagaimana rasanya, karena saya adalah tipe orang yang punya rasa ingin tahu yang besar dan ingin mencoba apa yang menurut saya layak dicoba. Jika tidak mendongakkan kepala, berlari kencang, serta berjalan cepat pasti saya akan merasakan kebosanan dan merasa hampa karena merasa ada lubang hitam besar yang selalu mengikuti. Jika pada saat itu tidak mempunyai daftar keinginan yang harus dibuktikan, pasti saya tidak belajar banyak tentang pahit manis kehidupan, jatuh bangun mencapai keberhasilan, merasakan sakit yang mendalam, bahkan indah dan kelamnya pertemanan. Saya menikmati rentang usia 20an dengan cara yang menggebu. Ambisi membuat hidup saya lebih hidup, pada saat itu. Semua hal tersebut membawa saya pada sebuah perenungan ketika mengarungi rentang usia 30an yang masih pada tahap pertengahan ini.

Cinque Terre, Italy
Cinque Terre, Italy

Saya menyebut umur 30an ini sebagai rentang usia yang selektif akan segala hal. Kalau dulu saya bisa bergaul dengan siapa saja, sekarang saya lebih pemilih. Awal usia 30 saya berhenti bekerja dan memilih untuk melanjutkan kuliah. Mengikuti kata hati untuk memenuhi keinginan lainnya, bukan atas nama pembuktian kepada orang lain, tetapi keinginan untuk belajar sesuatu yang baru. Saya melepaskan kesempatan untuk memiliki karir yang (nampaknya akan) cemerlang dan memilih untuk membaca beratus-ratus jurnal penelitian, tertimbun tugas sampai dini hari, melakukan presentasi setiap hari, saat kembali ke bangku kuliah. Memulai lagi pertemanan dengan mereka yang berbeda usia jauh dibawah saya, menikmati status kembali sebagai mahasiswa. Saat itu, kehidupan saya benar-benar berbeda dengan kehidupan dunia kantor yang saya tekuni selama 8 tahun. Tidak mudah, tetapi saya nikmati. Pada saat kuliah tersebut, saya mulai menyadari bahwa sesungguhnya saya ini adalah tipe “pertapa,” yang masih bisa hidup tanpa harus dikelilingi ataupun harus berada diantara orang banyak. Ternyata saya bisa sendiri dan justru dalam kesendirian itu saya bisa lebih mengenal siapa dan bagaimana diri ini sebenarnya. Sejak awal pindah ke Belanda, saya tidak pernah memaksakan diri untuk harus kenal dengan sesama orang Indonesia. Saya tidak pernah ngoyo untuk bisa kenal ataupun dikenal dengan sesama orang Indonesia. Saya sudah pernah mengalami masa-masa harus selalu “tampak di mana-mana.” Rasanya capek karena tidak menjadi diri sendiri. Saya merasa cukup dengan lingkungan pertemanan dan kenalan yang saya miliki saat ini, yang memang hanya segelintir. Jika ada yang mengenal saya, Alhamdulillah. Tidak ada yang kenal pun, ya tidak masalah, tidak memaksakan diri untuk terkenal. Yang penting KBRI tahu keberadaan saya. Ada yang tidak suka dengan saya dan selalu membicarakan di belakang serta selalu mencari kejelekan, ya silahkan. Namanya juga hidup, pasti ada yang suka ataupun tidak suka. Dan saya tidak akan pernah memaksakan semua orang untuk suka pada saya. Selama yang saya lakukan tidak merugikan orang lain, saya tetap akan melakukan apapun yang ingin saya lakukan. Saya bisa lebih fokus pada diri sendiri dibandingkan harus kesana kemari untuk mendapatkan sebuah pengakuan.

Teufelsberg, Berlin
Teufelsberg, Berlin

Usia 30an juga mengajarkan saya untuk lebih pemilih terhadap makanan yang saya konsumsi dan cara menjaga kesehatan badan. Kalau dulu menjaga pola makan dengan alasan agar kurus, tetapi sekarang saya memilih apa yang masuk dalam badan karena alasan kesehatan. Dulu saya terlalu memanjakan lidah, sekarang saya lebih mementingkan memanjakan tubuh dengan memberi asupan makanan yang sehat, tentunya juga tidak melupakan rasa asalkan masih dalam koridor sehat. Bukan hanya makanan saja, olahraga juga tidak kalah pentingnya untuk menjaga kesehatan. Kesehatan lebih penting buat saya daripada angka yang tertera pada timbangan badan. Karena kalau kita menerapkan pola hidup sehat sehingga badan dan pikiran kita juga sehat, maka berat badan akan menyesuaikan. Saya tidak tahu sampai pada angka berapa usia saya di dunia ini, yang saya tahu adalah menjaga anugerah kesehatan dengan sebaik-baiknya. Kalaupun diberikan kesempatan yang panjang untuk hidup, inginnya saya bisa hidup lama dalam keadaan badan dan pikiran yang sehat.

Menjaga pikiran untuk selalu sehat memang gampang-gampang susah. Namanya juga manusia, ada saja jiwa “ingin”nya. Apalagi di era media sosial seperti ini, gampang sekali terjangkiti yang namanya penyakit hati. Membaca ada yang menuliskan liburan kesini, jadi ingin. Melihat ada yang memasang foto tahu tek, jadi ngiler tapi malas masak karena tidak ada tukang tahu tek yang jualan di depan rumah. Membaca berita politik ataupun gosip, jadi ikutan emosi sendiri. Dunia pada masa sekarang hanya sejauh jangkauan jari, apapun bisa dan gampang diraih. Segala sesuatu menjadi mungkin. Suami pernah bertanya, apakah ada rasa rindu dengan Facebook (FB) dan Instagram (IG) yang saya nonaktifkan dan tidak pernah saya buka lagi (sampai kata kuncinya pun lupa) sejak September 2015? Saya menjawab, tidak. Saya mencukupkan diri saat ini dengan Twitter dan Blog untuk media sosial yang saya miliki sebagai sumber informasi, berbagi informasi dan cerita, membentuk jejaring perkenalan, ataupun sarana untuk pamer-pamer. FB dan IG banyak sekali manfaatnya untuk saya karena banyak juga informasi yang bisa saya dapatkan dari dua media sosial tersebut. Tapi untuk saat ini, saya mencukupkan diri dengan yang ada saja. Saya belum mau lagi menjebakkan diri stalking-stalking yang tidak penting yang dulu sering saya lakukan. Saya tidak mau menyia-nyiakan menit berharga saya untuk mengkepo urusan orang lain dan menjadikan bahan perbincangan di belakang. Selain karena memang hal tersebut tidak ada manfaatnya untuk hidup saya, juga untuk menjaga pikiran tetap sehat. Kalau ada akun di Twitter dan Blog yang saya ikuti dan isinya mulai tidak sejalan, tinggal tekan tombol unfollow. Semudah itu. Saya ingin membuat segampang mungkin kehidupan nyata dan kehidupan media sosial. Apa yang gampang, tidak saya buat susah. Saya tidak mau ngoyo. Saya juga bukan manusia suci yang tidak pernah menggosipkan orang di belakang. Saya tidak munafik, pasti saya pernah melakukan itu bahkan sampai sekarang, hanya porsinya semakin hari semakin saya kurangi dan saya batasi. Dari wacana menggosipkan saya ubah menjadi membahas. Saya tidak perlu lagi tahu sampai kulit ari kehidupan orang lain, apalagi orang yang saya tidak kenal. Lebih baik saya gunakan waktu untuk membaca buku ataupun melakukan kegiatan berguna lainnya, misalkan tidur atau membaca blog dan artikel tentang perjalanan. Seorang teman baik bilang, saya lebih tertutup sekarang. Sebenarnya bukan tertutup, hanya berbagi informasi yang perlu saja. Hanya mau pamer seperlunya saja. Saya belajar mengendalikan diri untuk tidak memberitahu semua hal kepada semua orang. Ada batas-batas yang memang saya ciptakan sendiri.

Atasan saya di kantor sebelumnya, pernah berkirim pesan, menanyakan kabar saya saat ini. Lalu kamipun terlibat perbincangan yang cukup lama. Dia memperhatikan saya yang sekarang sangatlah berbeda dengan 10 tahun lalu saat dia mewawancara saya. Dalam rentang 6 tahun bekerja bersamanya, dia tahu betul siapa saya. Tapi dia sekarang melihat saya dari seorang ambisius berubah menjadi seseorang yang lebih santai dan menikmati hidup. Lalu dia melontarkan pertanyaan : apakah masih ada yang ingin saya lakukan dan ingin saya capai serta saya buktikan kedepannya?. Cukup lama juga saya berpikir untuk bisa menjawabnya. Keinginan, pasti banyak hal yang masih ingin saya lakukan. Saya masih ingin kuliah lagi, ingin mendapatkan pekerjaan impian, ingin bisa lebih dekat dengan keluarga, ingin lebih berguna bagi orang lain, ingin ikut Half Marathon, ingin bisa bepergian kesana sini, ingin selalu sehat, ingin menulis buku, dll. Kalau dijabarkan, daftar keinginan saya masih panjang, butuh berlembar-lembar kertas untuk menuliskannya. Keinginan untuk melakukan ini dan itu menurut saya wajar. Kalau tidak ada keinginan, tidak ada arah kehidupan mau dibawa kemana. Kalau ditanya apakah masih ada yang ingin saya buktikan? mungkin bukan pembuktian kata yang tepat untuk menggambarkannya. Masa pembuktian saya sudah lewat. Saya sudah memanfaatkan sebaik mungkin segala pembuktian yang ingin saya buktikan, baik itu kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Saat ini, yang lebih penting adalah melakukan segala keinginan yang ada dalam daftar karena memang saya ingin melakukan, bukan keharusan untuk melakukan. Keinginan yang datangnya dari hati, keinginan yang realistis. Target tetap saya buat supaya saya tahu sampai mana pencapaiannya, tetapi tidak ngoyo dan gaspol lagi dan lebih mementingkan untuk menikmati prosesnya.

Rentang usia 20an dan 30an saya nikmati dengan cara berbeda, yang menghadirkan kebahagiaan dan pengalaman yang berbeda. Semua masa pasti ada cerita uniknya karena semua ada saatnya. Saat ini saya ingin lebih mengatur ritme perjalanan. Kadang saya berjalan lambat agar bisa menengok kesegala arah untuk melihat pemandangan ataupun menyapa orang-orang yang saya jumpai dalam perjalanan. Namun ada kalanya saya mempercepat laju kaki, untuk menyesuaikan ritme dengan alam semesta dan target yang telah saya buat. Saya ingin menikmati setiap detik yang terjadi dalam hidup dengan penuh kesadaran, bukan ketergesaan. Merasakan pahit manis kehidupan dan menikmati hidup dengan tetap mengerjakan hal-hal yang saya ingin lakukan. Lebih banyak bersyukur akan apa yang saya dapatkan saat ini, mencukupkan diri namun tetap berusaha untuk menuju apa yang ingin saya tuju di depan sana.

Zoetermeer
Zoetermeer, The Netherlands

-Den Haag, 13 Oktober 2016-

Tidak sedang berulangtahun dan semua foto milik pribadi

Catatan Perjalanan – Pantai Papuma

Pantai Papuma, Jember

Masih dalam rangkaian Catatan Perjalanan jalan-jalan bulan Agustus – September 2014

Setelah dari Bali (Cerita Perjalanan di Bali bisa klik disini), maka perjalanan kami lanjutkan menuju Kota Ambulu, Kabupaten Jember. Mengapa ke Ambulu? Karena saya dilahirkan di Ambulu. Saya anak pertama dari 3 bersaudara. Kami sekeluarga sebenarnya tinggal di Situbondo. Tapi saya dan kedua adik dilahirkan di Ambulu yang merupakan kota asal Bapak. Ambulu adalah kecamatan di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Wilayah selatan kecamatan ini berbatasan dengan Samudera Hindia dengan pantai yang terkenal Pantai Watu Ulo dan Pantai Papuma. Kecamatan Ambulu mempunyai luas wilayah 104,56 Km² dengan ketinggian rata-rata 35 m di atas permukaan laut (Sumber : Wikipedia). Kami sekeluarga masih sering pergi ke Ambulu meskipun Bapak dan Mbah sudah meninggal. Ambulu kotanya nyaman, sejuk dengan masyarakatnya yang ramah (ramah yang tulus bukan kepo), setidaknya itu yang saya rasakan.

Mas Ewald ingin mengetahui lingkungan dimana saya dilahirkan dan ingin mengenal lebih jauh saudara-saudara yang ada disana. Kami menginap dirumah Bude karena kediaman Mbah yang biasanya saya dan keluarga tempati jika sedang di Ambulu, dalam tahap renovasi. Sejak sampai di Ambulu, Mas Ewald sudah sangat suka dengan lingkungannya. Tenang, tidak terdengar bising kendaraan lalu lalang, khas kota kecil, apalagi kami tinggal didesanya. Benar-benar nyaman dijadikan sebagai tempat istirahat, kalau malam hanya terdengar suara jangkrik dan kodok, suara adzan mengalun syahdu saat menjelang subuh. Bahkan Mas Ewald sudah punya cita-cita akan tinggal di Ambulu kalau sudah pensiun nanti. Selama 2 hari di Ambulu, Mas Ewald banyak mengenal hal baru. Pertama kali melihat kelapa yang langsung diambil dari pohon. Baru mengetahui tanaman sereh, jahe, dan beberapa tanaman bumbu lainnya yang langsung diambil dari tanah. Makan buah yang langsung dipetik dari kebun. Sayuran yang langsung diambil dari sawah. Dia senang karena semua makanan yang dia makan selama disana segar. Mandi dari air sumur, benar-benar segar dibadan. Saya senang karena bisa memperkenalkan kekayaan alam Indonesia dimulai dari lingkungan terdekat. Saya bahagia karena suami semakin kaya pengetahuannya akan Indonesia.

Salah satu menu makanan di Ambulu yang membuat Mas Ewald nambah nasi : Tahu tempa goreng, sambel trasi, sambel belimbing wuluh, ikan asin, terong goreng, sawi kukus. Menu ini benar-benar menggugah selera.
Salah satu menu makanan di Ambulu yang membuat Mas Ewald nambah nasi : Tahu tempa goreng, sambel trasi, sambel belimbing wuluh, ikan asin, terong goreng, sawi kukus. Menu ini benar-benar menggugah selera. Sawi, terong, cabe, dan belimbing wuluh langsung dipetik dari kebun dan sawah milik Mbah.

Malamnya Mas Ewald bercengkrama dengan beberapa saudara. Dalam satu desa ini, nyaris semua penduduknya masih mempunyai ikatan saudara. Meskipun dengan Bahasa Indonesia yang terbatas, tapi dia sangat menikmati berkumpul dengan mereka. Tertawa, menyimak beberapa hal, dan menceritakan tentang Belanda. Kalau seperti ini, bahasa tidak menjadi kendala utama lagi. Yang paling penting adalah saling memahami. Menjelang tidur, dia berkata bahwa menyenangkan mempunyai banyak saudara, karena di Belanda dia berasal dari keluarga yang sangat kecil. Mas Ewald merasakan kehangatan berkumpul dengan keluarga baru di Indonesia. Jadi memang benar, pernikahan itu bukan hanya tentang cinta 2 manusia, tetapi memperkenalkan budaya dan keluarga yang berbeda.

Keluarga Ambulu, Jember
Keluarga Ambulu, Jember

Keesokan paginya, saya membawa Mas Ewald ke Pantai Papuma yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal kami, hanya 10 menit berkendara.

PANTAI PAPUMA

Sebenarnya di Jawa Timur memiliki banyak sekali pantai-pantai yang eksotis. Papuma adalah salah satunya. Pantai Papuma terletak diwilayah kabupaten Jember Kecamatan Ambulu, tepatnya didesa Sumberejo. Jalan menuju Pantai Papuma harus melewati tanjakan dimana kiri dan kanannya adalah hutan yang sebagian besar ditanami pohon jati, palem, serut dan beragam pohon kecil lainnya. Jalan ini pada saat Agustus kami kesana sedang rusak. Aspal yang berlubang disana sini membuat para pengendara harus esktra hati-hati mengendarai sepeda motor ataupun mobil.

Hutan menuju Pantai Papuma
Hutan menuju Pantai Papuma

Disepanjang Pantai Papuma terhampar pasir putih yang bersih dan indah. Meskipun ombak di pantai ini tidak terlalu tinggi tetapi tidak diperbolehkan untuk berenang karena Pantai Papuma merupakan gugusan pantai selatan yang terkenal dengan ombaknya yang tidak bersahabat. Papuma merupakan singkatan dari Pasir Putih Malikan. Malikan adalah nama yang diberikan Perhutani setelah membuka lokasi wisata ini. Kata Tanjung ditambahkan didepannya menjadi Pantai Tanjung Papuma yang menggambarkan posisi pantai yang menjorok ke laut barat daya. Selain pantai, hutan dikawasan ini juga menjadi daya tarik wisatawan karena ada beberapa hewan seperti orang hutan, ayam hutan, dan burung yang berkeliaran.

Pantai Papuma juga terkenal dengan karang-karang besar yang diberi nama tokoh pewayangan. Tempat makan banyak terdapat didalam kawasan pantai ini. Menu yang ditawarkan tentu saja sekitar makanan laut. Terdapat beberapa penginapan juga yang disewakan oleh pihak Perhutani jika ada wisatawan yang ingin menginap dengan harga yang bervariasi.

Salah satu karang besar yang ada di Pantai Papuma. Karang-karang tersebut dinamai dengan tokoh pewayangan
Salah satu karang besar yang ada di Pantai Papuma. Karang-karang tersebut ditandai dengan diberi nama tokoh pewayangan

Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember

Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember

Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember

Pantai Papuma
Pantai Papuma

Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember

Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember

Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember

Bagaimana, tertarik untuk mengunjungi Pantai Papuma? Atau sudah pernah ke Papuma?

 

Catatan Perjalanan bulan madu kami selanjutnya adalah Karimunjawa. Pulau Karimunjawa memberikan kesan yang tidak terlupakan buat kami dalam proses pengenalan satu sama lain juga keindahan alam dan lautnya. Ingin tahu ceritanya? silahkan klik disini.

Bersiap menuju kota selanjutnya, Jogjakarta. Pose dulu bersama saudara-saudara
Bersiap menuju kota selanjutnya, Jogjakarta. Pose dulu bersama saudara-saudara

 

-Situbondo, 15 November 2014-

Update : -Den Haag, 1 Maret 2016-

Catatan Perjalanan – Kawah Ijen dan Pantai Pulau Merah

TULISAN LAMA TAYANG ULANG.

Kenapa tayang ulang? Karena Kawah Ijen adalah salah satu tempat favorit saya, selain karena ada kenangan tersendiri disana, juga karena letaknya dekat dengan rumah di Situbondo maupun dari Ambulu. Jadi saya merasa senang berbagi ulang tulisan lama supaya lebih banyak yang membaca.

Selamat Hari Blogger Nasional (27 Oktober) -aslinya saya belum menelusuri sejarah hari blogger Nasional ini darimana, ikut memeriahkan ini :D-. Banyak hal yang saya dapat dari menulis diblog. Bukan hanya banyak kenalan baru, tetapi ilmu dan pengetahuan serta hal-hal yang bermanfaat juga. Keep on blogging.

——————————————————————————————————————————-

Sebenarnya perjalanan ke Kawah Ijen dan Pulau Merah adalah catatan yang tertunda diposting. Perjalanan kami kesana ketika calon suami (pada saat itu) datang ke Indonesia untuk melamar. Bulan Februari 2014, Mas E datang ke Indonesia. Awal niatnya hanya ingin bertemu saya, karena kami belum pernah bertemu sebelumnya. Trus dia bertanya apakah boleh main kerumah orangtua. Saya sih tidak masalah karena pada saat itu status kami hanya teman. Alasan lainnya karena dia pengen ke Bromo. Rumah orang tua di Situbondo, tidak terlalu jauh dari Bromo. Ya sudah, saya bilang sekalian saja ke Kawah Ijen dan Pantai Pulau Merah. Kalau saya sih sudah pernah 2 kali sebelumnya ke Kawah Ijen. Tapi ke Pantai Pulau Merah belum. Karena pada saat itu Pantai Pulau Merah sedang booming dibicarakan para pelancong, dan sekali jalan juga kalau dari Kawah Ijen, akhirnya 2 tempat itu kami masukkan dalam daftar yang akan dikunjungi selain Bromo.

Ternyata, Mas E tidak hanya sekedar ingin tahu kota dimana saya dibesarkan. Ternyata dia punya agenda besar lainnya. Dia melamar saya langsung ke Ibu. Saya antara percaya dan tidak percaya, Antara senang dan bingung karena hubungan kami sebelumnya memang hanya sebatas teman. Antara melongo dan pengen sorak-sorak bergembira. Singkat cerita, 6 bulan kemudian kami menikah. Cepat juga ya.

Karena Mas E hanya cuti satu minggu dari kantornya, maka jadwal jalan-jalan kami sangat padat. Kami menyewa mobil beserta supirnya untuk menghemat tenaga dan waktu. Adik saya yang biasa mengantar kemana-mana sedang capek. Jadi kasihan saja kalau harus minta tolong dia buat mengantar ke Kawah Ijen dan Pantai Pulau Merah. Kami berencana berangkat malam karena ingin melihat Blue Fire di Kawah Ijen. Blue Fire ini adalah belerang yang terlihat seperti api berwarna biru pada dinding kawahnya pada saat malam hari. Saya harus menunggu teman dan pacarnya yang berangkat dari Surabaya. Tetapi mereka datang terlambat dari jadwal yang sudah disepakati. Untuk melihat Blue Fire, kami seharusnya sudah sampai di kawasan Kawah Ijen sekitar jam 2 pagi dan mendaki pada jam tersebut. Tetapi karena kami baru berangkat jam 2 pagi dari Situbondo, maka kami harus menahan kekecewaan tidak bisa melihat fenomenal alam yang sangat terkenal tersebut.

 

KAWAH IJEN

Gunung Ijen sendiri berada di kawasan Wisata Kawah Ijen dan Cagar Alam Taman Wisata Ijen di Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi dan Kecamatan Klobang Kabupaten Bondowoso. Gunung ini berada 2.368 meter di atas permukaan laut dimana puncaknya merupakan rentetan gunung api di Jawa Timur seperti Bromo, Semeru dan Merapi. Kawah Ijen merupakan tempat penambangan belerang terbesar di Jawa Timur yang masih menggunakan cara tradisional. Ijen memiliki sumber sublimat belerang yang seakan tidak pernah habis dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri kimia dan penjernih gula.

Kawah Ijen merupakan salah satu kawah paling asam terbesar di dunia dengan dinding kaldera setinggi 300-500 meter dan luas kawahnya mencapai 5.466 hektar. Kawah di tengah kaldera tersebut merupakan yang terluas di Pulau Jawa dengan ukuran 20 km. Ukuran kawahnya sendiri sekitar 960 meter x 600 meter. Kawah tersebut terletak di kedalaman lebih dari 300 meter di bawah dinding kaldera (Sumber : Wonderful Indonesia)

Kami sampai diparkiran Kawah Ijen sekitar jam 4 pagi. Setelah sholat shubuh, kami melanjutkan  perjalanana pada jalanan yang menanjak sejauh 3km. Ada tiket masuknya. Saya lupa tepatnya berapa, tetapi berbeda jauh harganya antara wisatawan domestik dan wisatawan asing. Jalan menanjaknya bukan tanjakan biasa, melainkan dengan derajat kemiringan hampir 45 derajat hampir disepanjang jalan. Disarankan untuk menggunakan alas kaki yang nyaman, misalkan sepatu olahraga atau sandal gunung karena dibeberapa tempat jalannya ada yang berpasir. Selain itu, karena udara pada pagi hari sangat dingin, sekitar 10 derajat, jangan lupa untuk menggunakan pakaian hangat. Karena Mas E terbiasa hidup di negara 4 musim, jadi dia hanya memakai celana pendek dan jaket tipis. Tidak terasa dingin menurutnya. Selain itu, jangan lupa untuk membawa masker dan kacamata. Masker ini diperlukan ketika sudah sampai di kawasan kawah karena asap belerang jika terhirup bisa menimbulkan sesak. Tips jika nafas tetap sesak walaupun sudah memakai masker, maka basahi masker dengan air kemudian pakai lagi. Kemudian minum air putih yang banyak. Air bisa menetralisir efek sesak nafas dari asap belerang. Dan kacamata diperlukan untuk menghindari mata dari asap belerang yang tertiup angin karena bisa menimbulkan pedih dan iritasi. Peralatan lain yang perlu dibawa adalah senter, jika berencana naik pada dini hari karena jalan mendaki yang dilalui kanan kiri adalah hutan dan sepanjang pendakian tidak ada lampu. Terbayang kan bagaimana pekatnya tanpa senter. Dan yang terakhir, jangan lupa juga untuk membawa perbekalan. Karena dengan mendaki jalan sejauh 3km diperlukan waktu antara 1-2 jam untuk sampai di kawahnya. Makan dan minum yang cukup karena sangat diperlukan sepanjang jalan.

Pemandangan yang terlihat sepanjang jalan menuju ke kawah

Hutan sepanjang jalan menuju Kawah IJen
Hutan sepanjang jalan menuju Kawah IJen

Hutan sepanjang jalan menuju Kawah IJen
Hutan sepanjang jalan menuju Kawah IJen

Gunung entah apa namanya disisi menuju Kawah Ijen
Gunung entah apa namanya disisi menuju Kawah Ijen

 

Jalan menuju Kawah Ijen
Jalan menuju Kawah Ijen

 

PENAMBANG BELERANG KAWAH IJEN

Sepanjang jalan kami berpapasan dengan para penambang. Penambang Belerang Kawah Ijen Berbekal keranjang rotan dan kain seadanya yang dibasahi air sebagai penutup hidung dari kepulan asap yang menyesakkan paru-paru dan memedihkan mata, mereka berjuang mempertahankan hidup dengan mengambil belerang dan dijual Rp 800/kg. Para penambang ini harus mengangkut belerang dari kawah kaldera yang cukup curam sepanjang 300m dan menuruni gunung sejauh 3km. Mereka rata-rata bisa mengangkut 80-90 kg, yang ditaruh dikeranjang pada pundak, sekali jalan. Tidak heran, seringkali dijumpai tonjolan pada pundak mereka karena beban berat yang selalu dipikul. Mereka tidak pernah menyerah berjuang untuk kehidupan yang lebih baik. Dalam sehari mereka maksimal bisa bolak balik sebanyak 3 kali. Bayangkan saja, kami yang hanya membawa ransel berisikan makan, minum, dan kamera terengah-engah untuk sampai ke kawahnya. Bagaimana mereka bisa melakukan itu selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun. Himpitan ekonomi yang memaksa mereka untuk mempertaruhkan nyawa dengan memilih pekerjaan sebagai penambang belerang. Dengan berat belerang yang dipanggul, mereka mendapatkan maksimal (jika memikul 100kg) Rp 80.000. Jika beruntung mereka akan membawa uang maksimal, sekitar Rp 200.000. Jika kondisi tidak memungkinkan, mereka hanya membawa uang Sekitar Rp 80.000 setiap hari. Keadaan yang ironis dibandingkan keindahan dari Kawah Ijen. Mas E sampai takjub. Dia bilang betapa susah mencari uang di Indonesia dengan nyawa sebagai taruhannya.

Penambang belerang Kawah Ijen
Penambang belerang Kawah Ijen

Belerang yang harus dibawa para penambang
Belerang yang harus dibawa para penambang

Penambang dengan membawa belerang menaiki lereng dari kaldera menuju bagian atas kawah
Penambang dengan membawa belerang menaiki lereng dari kaldera menuju bagian atas kawah

Mereka harus berjuang untuk menuju atas melewati jalan curam dan terjal
Mereka harus berjuang untuk menuju atas melewati jalan curam dan terjal

Penambang belerang di kaldera. Nyawa menjadi taruhannya
Penambang belerang di kaldera. Nyawa menjadi taruhannya

Setelah menempuh 1.5 jam jalan menanjak, akhirnya kami sampai di kawahnya. Karena matahari sudah bersinar terik, sekitar jam 7, maka kami bisa melihat air kawahnya yang berwarna hijau kebiruan. Setelah beberapa saat kami menikmati keindahan dari atas, ada seorang penambang menyarankan kami untuk turun sampai kalderanya. Setelah tawar menawar harga sebagai imbalan karena Bapak tersebut sebagai pemandu, maka kami mulai turun menuju Kaldera. Jalan yang kami lalui sangat curam. Beberapa kali saya harus berhenti karena takut terpeleset. Membayangkan kalau tiba-tiba terpeleset terus nyemplung di Air Kawahnya. Bisa langsung larut saya karena tingkat keasaman air yang tinggi.

Kawah Ijen
Kawah Ijen

Jalan menuju kaldera. Curam sepanjang 300m
Jalan menuju kaldera. Curam sepanjang 300m

Begitulah pengalaman kami ke Kawah Ijen. Selain bisa menikmati keindahan alamnya, kami juga melihat dan berinteraksi langsung dengan para penambang sebagai cerita lain yang ada dibalik keindahan Kawah Ijen. Diantara kokohnya dinding Kaldera, ada nasib para penambang yang diletakkan disana. Diantara indahnya air Kawah Ijen, ada tetesan keringat yang mengalir dalam setiap keranjang rotan yang membawa belerang diantara pundak meraka. Masih mengeluh dengan beban hidup kita setelah melihat perjuangan mereka?

Keindahan Kawah Ijen dan Penambang Belerang kesatuan yang tidak dapat terpisahkan
Keindahan Kawah Ijen dan Penambang Belerang adalah kesatuan yang tidak dapat terpisahkan

PANTAI PULAU MERAH                   .

Setelah dari kawah Ijen, Kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Pulau Merah yang terletak di Banyuwangi. Untuk mencapai ke Pantai ini diperlukan waktu sekitar 3 jam dari Kawah Ijen. Pantai ini terkenal dikalangan surfer karena merupakan salah satu spot favorite surfer internasional selain kawasan G-Land di Plengkung, juga di kota Banyuwangi. Dinamakan Pantai Pulau Merah karena sekitar 100m dari bibir pantai terdapat sebuah pulau kecil yang ujung atasnya akan memantulkan warna merah jika terkena sinar matahari pada sore hari. Konon seperti itu, karena saya tidak membuktikan dengan mata kepala sendiri. Pantai Pulau Merah dikenal juga denga Pantai Kuta nya Jawa karena tipe pantainya yang menyerupai Pantai Kuta. Mungkin ekspektasi saya terlalu tinggi dengan informasi yang saya dapatkan sebelumnya, sesampainya disana saya justru kecewa. Pantainya tidak seindah seperti yang saya bayangkan. Justru lebih indah Pantai Papuma yang ada di Jember. Sisi positifnya, akhirnya saya tahu Pantai yang sekarang menjadi pembicaraan para pelancong.

Pantai Pulau Merah
Pantai Pulau Merah

Pantai Pulau Merah
Pantai Pulau Merah

 

Tetep, sampah dimana-mana. Miris!
Tetap, Sampah dimana-mana. Miris!

Pulau yang konon kalau menjelang matahari terbenam memantulkan warna merah diujung atasnya
Pulau yang konon kalau menjelang matahari terbenam memantulkan warna merah diujung atasnya

 

Nyempil, narsis dulu :)
Nyempil, narsis dulu 🙂

Tertarik untuk mengunjungi Kawah Ijen dan Pantai Pulau Merah?

 

-Surabaya, 10 November 2014-

 

Tentang Toleransi

Toleransi menurut pandangan saya adalah saling menghormati terhadap perbedaan yang ada, tahu batasan, tidak memaksakan kehendak pribadi, serta bisa menempatkan diri terhadap situasi yang tidak ideal.

Jumat minggu lalu ada acara perayaan ulang tahun keponakan yang berusia 9 tahun. Dia gadis kecil yang manis, selalu tersenyum, dan beberapa minggu lalu memenangkan turnamen gymnastic pada urutan kedua di Amsterdam. Saya ingin memberikan sesuatu yang spesial. Berbekal kenekatan dan ilmu yang pas-pasan dalam dunia per-oven-an, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk memberikan kue ulang tahun buatan saya sendiri sebagai hadiah. Ini kali pertama seumur hidup saya membuat kue ulang tahun dan mendekorasinya sendiri. Walhasil jadinya ya masih acakadut. Tetapi begitu saya serahkan kepada Chimene, nama keponakan, dia sangat senang. Orangtua Chimene yang adalah ipar, serta Mama mertua terkagum dengan kerajinan tangan saya, mengatakan kreasi yang saya buat bagus adanya. Tentu saja saya senang bukan kepalang, berharap rasanya juga cocok untuk mereka.

Tamu-tamu berdatangan, acara demi acarapun sudah terlewati, termasuk pemotongan kue. Kata mereka yang makan, kue buatan saya enak. Ah, kembali rasanya senang. Kemudian seorang lelaki, teman dari ipar saya mengedarkan makanan. Dari jauh saya melihat kalau itu adalah daging, roti, dan keju. Saya tentu saja tidak bisa mengambil bagian dagingnya. Pertama karena saya tidak makan segala jenis daging, yang kedua tentu saja karena saya tidak tahu itu jenis daging apa. Tetapi ketika lelaki itu sampai didepan saya, dia mengatakan kalau ada yang ikan “This is fish and i think it’s safe for you” entah mengapa ketika lelaki itu mengatakan hal tersebut, saya jadi terharu. Dia tidak tahu kalau saya tidak makan daging, karena kami belum pernah bertemu sebelumnya, yang dia tahu adalah saya tidak diperbolehkan memakan daging babi sebagai seorang muslim. Dia melihat saya berbeda dari yang lain.

Mengingat kebelakang, keluarga suami juga pada awalnya merasa tidak nyaman dengan kehadiran saya yang tentu saja berbeda dengan mereka. Wanita muslim berjilbab yang akan menjadi anggota keluarga besar. Namun saya tahu bahwa ini adalah bagian dari proses untuk bertoleransi. Saya sebagai pendatang baru dan berbeda dari yang lain harus bisa menempatkan diri. Apa yang tidak bisa saya makan atau lakukan, akan saya beritahukan diawal. Misalkan : saya tidak bisa makan ditempat yang dimenunya ada makanan yang mengandung Babi, atau saya tidak bisa melakukan cium pipi kepada lelaki yang bukan Muhrim, meskipun cium pipi tiga kali adalah ciri khas di Belanda. Pada akhirnya mereka bisa menerima saya secara perlahan dengan mulai melakukan penyesuaian disana sini. Contohnya : kalau ada acara makan di Restoran, mereka akan mencari yang tidak ada menu yang mengandung babi. Karenanya, pada saat Mama mertua ulang tahun, kami makan malam di Restoran Indonesia yang halal. Bagaimana bentuk toleransi saya kepada mereka? Misalkan : jikapun ternyata mereka menghidangkan menu yang mengandung babi kepada tamu jika ada acara disalah satu rumah anggota keluarga, saya tidak akan makan, dan tentu saja saya tidak akan protes. Itu bentuk penghormatan saya dan berusaha untuk bisa menempatkan diri pada posisi yang tidak ideal.

Suatu ketika, Mama mertua pernah bertanya tentang jam berapa saya bangun tidur dipagi hari. Saya menjawab sekitar jam 5 sampai setengah enam. Mertua kaget, kenapa pagi sekali. Saya menjelaskan bahwa selain untuk menyiapkan bekal makan siang suami, saya juga harus melaksanakan sholat subuh. Setelahnya kami berbincang tentang berapa kali sembahyang yang saya laksanakan dalam sehari. Dilain waktu, ketika Papa mertua meninggal dan ada upacara kremasi, saya juga mengikuti setiap prosesnya sampai selesai. Saya berdoa sesuai agama saya, dan mereka tidak menolak kehadiran saya pada acara tersebut. Bahkan ada salah satu anggota keluarga yang menanyakan apakah diperbolehkan dalam Islam untuk menghadiri upacara tersebut. Saya menjawab, buat saya tidak masalah, karena tidak keluar dari Aqidah.

Memang semuanya butuh proses, tidak bisa instan. Saya yang sebagai orang baru dinegara ini harus belajar banyak untuk bisa menempatkan diri dan bersikap. Apa yang tidak perbolehkan oleh agama, akan saya hindari dengan cara yang santun. Hidup sebagai pendatang memang tidak mudah, tetapi juga jangan dibuat sulit. Hidup memang tidak selalu semanis kue ulang tahun. Tapi jika perbedaan dapat bersanding dengan manis seperti hiasan pada kue ulang tahun, maka semua akan terlihat indah, itupun tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Bertoleransi terhadap perbedaan bukan sesuatu yang susah, jika kita tahu batasannya. Intinya, jangan rewel kalau pada kenyataannya kita punya banyak keterbatasan. Terbatas bukan berarti kita tidak bisa bergerak dengan leluasa. Seringkali kita tidak bisa menyatukan perbedaan dan membuatnya menjadi sama, tetapi berdamai dengan perbedaan adalah jalan yang bisa kita lakukan.

-Den Haag, 12 April 2015-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi

Kue Ulang Tahun pertama yang saya buat untuk keponakan berusia 9 tahun. Ini kali kedua membuat kue. Keponakan bahagia, dan kata tamu-tamu serta saudara kueya enak. Saya tentu saja bahagia :)
Kue Ulang Tahun pertama yang saya buat untuk keponakan berusia 9 tahun. Ini kali kedua membuat kue. Keponakan bahagia. Tamu-tamu serta saudara mengatakan kuenya enak. Saya tentu saja bahagia 🙂

Perihal Pindah (Lagi)

Hidup berpindah bukan hal baru lagi buat saya. Sejak umur 15 tahun saya sudah merantau. Lulus SMP di Situbondo saya memutuskan ingin melanjutkan sekolah di Surabaya. Orangtua menyetujui. Walhasil sejak umur 15 tahun saya sudah menjadi anak rantau, tinggal di rumah kos, hidup mandiri demi cita-cita melanjutkan pendidikan di SMA favorit di Surabaya. Selama 10 tahun setelahnya saya habiskan waktu di kota yang sama. Melanjutkan kuliah dan bekerja di salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia. Selama kurun waktu tersebut, tercatat saya pindah 4 kali tempat kos. Pada tahun ke 10, saya merasa saatnya untuk pindah kota. Menetap di satu tempat yang sama dalam jangka waktu yang lama membuat saya terlalu merasa nyaman, malas bergerak, dan menjadi tidak peka untuk berbuat lebih dari yang sudah ada. Awalnya saya diliputi rasa cemas harus memulai segala sesuatunya dari awal. Mengenal kota yang baru, teman baru, lingkungan baru. Segala sesuatunya baru. Tetapi jika tidak memutuskan pindah, saya merasa hidup tidak ada tantangan. Bukankah manusia pada dasarnya melakukan perpindahan untuk kelangsungan hidupnya. Saya juga ingin hidup tetap berlangsung, tapi dengan keadaan yang berbeda, tidak melulu itu itu saja.

Akhirnya saya diterima kerja di Jakarta. Tidak tanggung-tanggung kantor tempat saya bekerja adalah perusahaan asing. Gegar budaya tentu saja saya alami. Bermodalkan nekad, saya seperti ingin menantang diri sendiri untuk bekerja di perusahaan tersebut. Bagaimana tidak, Bahasa Inggris saja minim sekali, pas-pasan, bahkan nyaris tidak bisa berkomunikasi. Pasti Tuhan sedang bercanda, pada saat itu pikir saya. Satu tim dengan orang-orang asing, bosnya pun orang asing, dan sehari-hari komunikasi dipaksa untuk menggunakan Bahasa Inggris. Laporan serta presentasi pun dalam Bahasa Inggris. Saya yang awalnya hampir menyerah karena nyaris tidak bisa mengikuti ritme kerja mereka, serta terkendala bahasa, pada akhirnya mampu mengimbangi. Saya berpikir lagi tujuan pindah ke Jakarta apa. Saya memotivasi diri sendiri sambil terus berusaha keras belajar untuk bisa membuktikan bahwa saya mampu dan bisa lebih dari yang mereka kira. Bersyukur, pelan-pelan tapi pasti hampir tiap tahun mendapatkan promosi jabatan. Dari awalnya posisi paling bawah, pelan-pelan bisa naik sampai pada posisi yang saya targetkan. Dari anak kampung yang awalnya belepotan berbicara dan menulis dalam Bahasa Inggris, dengan kerja keras dan semangat ingin maju, saya bisa selangkah lebih pada yang dituju. Pada akhirnya saya berterima kasih pada diri sendiri bahwa dulu memutuskan pindah. Berpindah memberikan saya waktu untuk bergerak maju, tidak membiasakan diri untuk diam karena bisa belajar banyak hal baru. Pindah itu seperti mencari ilmu.

Enam tahun di Jakarta, berkarir pada satu tempat yang sama kembali membuat saya gelisah. Sudah saatnya harus kembali pindah. Saya merasa ditempat itu tidak terlalu memberikan tantangan lagi. Saya kembali mencari alasan untuk keluar dari zona nyaman. Kuliah, ya itu sepertinya jawaban yang tepat. Momennya juga tepat. Akhirnya saya kembali mengemas barang, pindah ke kota yang lama pernah saya singgahi, Surabaya. Kenapa harus Surabaya? Karena saya sudah jatuh cinta dengan kota ini, terutama makanan dan orang-orangnya. Lain waktu saya akan bercerita tentang Surabaya. Saya sangat antusias ketika menyadari bahwa pindah kali ini adalah untuk menuntut ilmu. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Surabaya kembali, saya ingat betul pernah berujar dalam hati “Pindah kali inipun bersifat sementara. Setelah kuliah ini selesai, saya ingin tinggal diluar Indonesia. Entah dimana, tapi saya harus bertualang jauh dari negeri ini. Saya ingin seperti busur panah yang kali ini dalam tahap ditarik pemanahnya, disuatu saat nanti akan dilepas, meluncur jauh dari titik semula

“Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan.
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang”

-Imam Syafi’i-

Dan apa yang saya ucapkan pada waktu itu, 2.5 tahun lalu, saat ini terjadi. Saya akan pindah lagi, jauh dari Negeri sendiri, merantau mengadu nasib di Negara orang. Saya akan mencoba peruntungan, mencari penghidupan dan kembali berburu ilmu disamping menjalankan peran sebagai seorang istri. Beradaptasi bukan perkara yang kecil. Tapi dengan pengalaman yang sudah saya lewati sebagai perantau, saya yakin bahwa semua akan teratasi, perlahan tapi pasti.

Karena pindah kali ini jaraknya sangat jauh, lintas benua, maka pengalaman mengemas barang juga berbeda. Banyak barang yang harus saya relakan untuk dihibahkan. Contohnya buku-buku yang sedikit demi sedikit saya kumpulkan, karena dulu niatnya ingin mempunyai taman baca, akhirnya dengan berat hati saya hibahkan untuk taman baca milik teman. Baru menyadari ternyata buku yang saya kumpulkan selama ini mencapai 300an buku. Semoga mereka menemukan pemilik yang akan selalu menyayangi dan merawat penuh kasih. Proses Packing ini pun memakan waktu lama. Saya harus memilih satu persatu barang yang harus dibawa, barang yang harus dibuang, ataupun barang yang harus diberikan pada orang supaya tetap bermanfaat. Seperti sebuah kenangan, ada yang harus disimpan, ada yang harus dibuang. Begitu juga barang. Pindah juga mengajarkan keikhlasan. Merelakan barang kesayangan berpindah tangan.

Pindah juga artinya berpisah dengan orang-orang tersayang. Keluarga, teman, dan handai taulan. Proses berpamitan pun dilakukan, untuk mengabarkan bahwa saya tidak akan bisa mereka temui lagi dalam kurun waktu tertentu. Meskipun tidak bisa bertemu secara fisik, namun dengan kemajuan teknologi, tentu saja berkirim pesan bukan hal yang jauh dari jangkauan . Semua tetap menjadi mungkin untuk saling menjaga silaturahmi.

Dalam hitungan jam, sekarang saya siap untuk terbang. Pergi ke tempat baru, lingkungan baru, bersiap mendapatkan kenalan baru, pengalaman baru, dan keluarga baru.

Pindah selalu menimbulkan sensasi yang luar biasa meskipun melewatinya tidak selalu mudah. Pindah kali ini berbeda karena menuju Suami tercinta.

Punya cerita seputar pindah?

 -Surabaya, 29 Januari 2015-

Gambar Cover dari sini

Makan siang sampai malam bersama teman-teman kerja sewaktu di Jakarta. 8 tahun pertemanan, dari awal berkarir sampai sekarang mereka sudah dijabatan Top Manajemen semua. Proud of you girls
Makan siang sampai malam bersama teman-teman kerja sewaktu di Jakarta. 8 tahun pertemanan, dari awal berkarir sampai sekarang mereka sudah dijabatan Top Manajemen semua. Proud of you girls

Makan malam bersama teman-teman kuliah yang tinggal di Jakarta. 16 tahun tahun pertemanan. Selalu saling silaturahmi ya Teman :)
Makan malam bersama teman-teman kuliah Statistika yang tinggal di Jakarta. 16 tahun tahun pertemanan. Selalu saling silaturahmi ya Teman 🙂

Makan siang bareng teman-teman kuliah yang di Surabaya sambil belajar membuat Bento. Pertemanan 16 tahun. Awet dengan segala hiruk pikuknya :)
Makan siang bareng teman-teman kuliah Statistika yang di Surabaya sambil belajar membuat Bento. Pertemanan 16 tahun. Awet dengan segala hiruk pikuknya 🙂

Makan malam bersama teman-teman kuliah Teknik Industri dan Statistika. Kalian pasti akan selalu kurindukan :)
Makan malam bersama teman-teman kuliah Teknik Industri dan Statistika. Kalian pasti akan selalu kurindukan 🙂

 

Meskipun saat itu Surabaya sedang hujan sangat deras dan banjir dimana-mana, mereka tetap menyempatkan datang. Terharu ^^
Meskipun saat itu Surabaya sedang hujan sangat deras dan banjir dimana-mana, mereka tetap menyempatkan datang. Terharu ^^

Pilah Pilih berkas berkas
Pilah Pilih berkas berkas

Buku-Buku yang harus rela dihibahkan. Sedih sebenarnya
Buku-Buku yang harus rela dihibahkan. Sedih sebenarnya

Bertahun-tahun mengumpulkan sedikit demi sedikit. Mudah-mudahan berguna buat Rumah Baca Srikandi
Bertahun-tahun mengumpulkan sedikit demi sedikit. Mudah-mudahan berguna buat Rumah Baca Srikandi

Packing baju yang digulung membuat banyak tempat kosong dan muat banyak
Packing baju yang digulung membuat banyak tempat kosong dan muat banyak

Taraaa!! 2 tas siap diangkut
Taraaa!! 2 tas siap diangkut

Akhir dari perjuangan selama ini, dan awal dari perjuangan lainnya. Semoga kamu "laku" ya Nak di Negara orang :)
Akhir dari perjuangan selama ini, dan awal dari perjuangan lainnya. Semoga kamu “laku” ya Nak di Negara orang 🙂

Narsis sesaat. Selama kuliah belum pernah foto disini :)
Narsis sesaat. Selama kuliah belum pernah foto disini 🙂

Siap menuju Belanda. Yiaayy!!
Siap menuju Belanda. Yiaayy!!