Berakhir Pekan ke Cochem – Jerman

Cochem - Dari atas jembatan

Ide untuk berakhir pekan di Cochem, Jerman, mendadak setelah kami pulang liburan dari Kroasia. Tidak direncanakan sebelumnya untuk merayakan 5 tahun perkawinan kami dengan berlibur ke Cochem, karena biasanya makan malam di restoran sudah cukup. Tahun pertama perkawinan, kami sebenarnya juga merayakan dengan bepergian, yaitu ke Texel. Setelahnya, setiap ulang tahun pernikahan, kami rayakan dengan makan malam di restoran saja. Namun karena lima tahun dan kami rasa sangat spesial, maka kami sepakat untuk weekendje wegistilah bahasa Belanda untuk liburan akhir pekan dengan bepergian ke suatu tempat dan menginap.

Awalnya kami inginke Hamburg. Tapi setelah mempertimbangkan banyak hal, rencana tersebut dibatalkan. Hamburg kotanya sangat besar, jadi sayang kalau hanya kami kunjungi untuk akhir pekan saja. Mungkin lain waktu kalau kami jadi roadtrip ke arah Denmark dan sekitarnya. Lagipula kalau ke Hamburg, waktunya lebih lama di perjalanan (sekitar 5 jam berkendara dari tempat kami, tanpa berhenti) dibandingkan jalan-jalan di kotanya. Setelah bertanya di grup, akhirnya Beth memunculkan satu nama kota yaitu Cochem. Setelah saya cari info, langsung suka. Kota kecil tapi indah karena ada kastil dan juga wisata kapal menyusuri sungai. Kami sekeluarga memang sangat menyukai berwisata ke tempat yang ada kastilnya, selain juga suka ke Amphitheater.

Cochem dari atas Kastil
Cochem dari atas Kastil

Kami berangkat Jumat siang. Cuaca di Belanda sejak dini hari hujan lumayan deras. Sampai siang saat kami berangkat juga masih deras. Waktu itu kami berharap semoga hujannya tidak mengikuti kami sampai di Cochem. Maklum ya, hujan di Belanda ini kadang-kadang semacam kutukan, bisa ngintil ke manapun orang mau liburan haha. Eh ternyata ya doa dan harapan belum dikabulkan. Sepanjang perjalanan dari Belanda sampai Cochem hujannya super deras ditambah petir dan kilat. Benar-benar mencekam di sepanjang jalan tol. Suami harus menyetir sangat pelan karena jarak pandang yang pendek. Perjalanan ke Cochem yang normalnya hanya 3.5 jam, jadi molor 8 jam karena kami berhenti dua kali, hujan deras, ditambah pula macet. Lengkaplah sudah. Untungnya (selalu saja untung ya), keadaan di dalam mobil sangat kondusif, jadinya meskipun perjalanan panjang tetap tanpa stres. Semua tetap riang gembira.

Keesokan harinya, cuaca di Cochem lumayan cerah meskipun pagi masih sedikit mendung dan agak hujan rintik. Tujuan pertama adalah ke Kastil. Hotel kami tidak jauh kastil, jadi jalan kaki ke atas tidak terlalu jauh, hanya sekitar 30 menit sambil menanjak. Tanjakannya lumayan ya, berasa juga agak ngos-ngosan. Mungkin selain membawa berat tubuh, juga berat dosa makanya makin berat :)))

Jalan menuju kastil
Jalan menuju kastil
Cochem Kastil
Cochem Kastil

Kastil di Cochem dibangun pada abad ke 12 dan sudah mengalami beberapa kali renovasi. Jadi kastil yang nampak sekarang ini bukan bangunan aslinya. Untuk menuju kastil, ada dua jalur yang bisa ditempuh. Satu adalah jalur mendaki menggunakan tangga dan satunya jalur mendaki jalan biasa yang melewati perkebunan anggur (dipinggir jalannya, bukan pada jalur mendakinya). Melihat dalamnya kastil, kita wajib mengikuti tour yang bisa dipilih berdasarkan bahasa penuturnya. Kami waktu itu ikut tour yang berbahasa Belanda.

Tour ini tidak gratis, tepatnya membayar berapa saya lupa, kalau tidak salah €6 per orang. Lama tour di dalam kastil sekitar 45 menit. Selama di dalam, saya tidak terlalu banyak mengabadikan dengan kamera. Terlalu khusyuk menyimak penjelasan guide nya, maklum pakai bahasa Belanda kan. Wong pakai bahasa Inggris saja kadang-kadang agak mbleset mengartikan kalau guide nya menggunakan aksen tertentu. Nah ini Guide nya menggunakan aksen daerah Brabant, makanya saya harus menyimak dengan seksama. Itupun masih saja ada kejadian konyol yang kalau saya bahas dengan suami selalu membuat kami mengakak :)))

Dari atas jalan menuju kastil
Dari atas jalan menuju kastil

Jadi begini ceritanya. Saat guidenya menerangkan tentang sebuah lampu yang berbentuk dewa laut, waktu itu saya sempat meleng sebentar melihat ke arah yang lain. Jadi ada penjelasan dia yang saya tidak terlalu mendengar. Lalu dia menyuruh para peserta tour untuk memegang badan orang disebelahnya, sambung menyambung begitu. Nah Ibuk guidenya memegang lampu tersebut. Lalu saya sayup-sayup mendengar dia berkata sesuatu yang sebenarnya saya tidak jelas. Nah, orang-orang mulai menutup mata. Lalu saya main asumsi, oh mungkin disuruh merasakan apakah ada aliran listrik yang terasa dari lampu. Saya tunggu-tunggu kok tidak terasa apa-apa (suami memegang lengan saya, sementara saya memegang lengan Opa di sebelah).

Saat orang-orang sudah membuka mata, saya bilang ke suami, “mana sih aku kok ga kerasa ada aliran listrik.” Suami bingung, “aliran listrik apa?” lah saya jadi bingung juga,”lho tadi itu disuruh saling memegang bukannya untuk merasakan aliran listrik ya. Nah itu guidenya ngapain pegang lampunya?” Suami lalu ngakak ditahan (maklum tournya belum selesai),”itu tadi disuruh meminta sesuatu. Kayak berdoa gitu lho, mohon apa gitu. Katanya lampu dewa laut itu membawa keberuntungan. Berarti kamu ga mohon apa-apa ya?” hahaha kami lalu berdua ngakak. Duh Den, pintar sekali kamu. Disuruh memohon sesuatu malah mikir disuruh merasakan aliran listrik :))) koplak!

Cochem
Cochem

Setelah dari kastil, kami turun menuju kotanya. Karena ini memang kota sangat kecil ya, jadi menjelajah sehari sudah cukup. Meskipun kota kecil, turisnya sangat padat. Tapi saya tidak merasakan ramai yang umpel-umpelan. Ramainya masih asyik buat dinikmati. Menyusuri gang-gang di kota tuanya menyenangkan. Menikmati bangunan tua, gereja, mendengarkan lonceng dari gereja berbunyi setiap 15 menit, duduk-duduk menikmati pretzel, lalu kami ikut wisata sungainya dengan menggunakan perahu besar.

Cochem
Cochem

Tour menggunakan perahu durasinya selama satu jam, kita bisa melihat kota Cochem dari sisi lainnya. Jadi bukan hanya di pusat kotanya tapi juga di pinggirannya. Selama tour juga dijelaskan, bangunan bersejarah apa saja yang dilewati. Cochem ini terbagi jadi dua bagian kota yang dipisahkan oleh sungai Mosel. Nah untuk melihat Cochem bagian satunya, sebenarnya kita bisa berjalan melewati jembatan, jadi tidak perlu naik perahu. Namun, jika ingin merasakan keseruan naik perahu, bisa dicoba juga.

Dari atas perahu
Dari atas perahu
Cochem - Dari atas jembatan
Cochem – Dari atas jembatan

Liburan ke kota kecil seperti Cochem, saya sangat suka. Cochem mengingatkan saya pada Monschau, kecil tapi menarik. Meskipun turisnya banyak (karena musim panas juga kan), tapi tidak terasa sesak. Kami juga santai sekali jalan-jalan. Semua tempat bisa dikunjungi. Malah sorenya kami sempat satu jam mampir ke taman bermain yang ada di sisi sungai Mosel.

Keesokan harinya, kami kembali ke Belanda setelah sarapan. Perjalanan pulang lumayan lancar. Tidak ada macet, cuaca cerah, kami berhenti satu kali untuk makan siang. Total lama perjalanan pulang 5 jam. Selesai sudah weekendje weg. Karena roadtrip kali ini berjalan lancar, semoga roadtrip selanjutnya pun tidak akan banyak kendala. Ke mana? nantikan saja ceritanya 🙂

-20 Agustus 2019-

 

 

 

 

Bavaria Road Trip dan Kastil Neuschwanstein

Kastil dilihat dari atas jembatan

Akhir bulan Juni sampai akhir minggu pertama di bulan Juli 2018 kami melakukan perjalanan darat selama 12 jam dari tempat tinggal kami ke daerah Bavaria di Jerman (Jika ingin tahu lebih jelas tentang Bavaria, bisa dibaca di sini). Perjalanan darat yang saya maksud adalah dengan menggunakan mobil. Bisa dikatakan ini adalah liburan musim panas walaupun sebenarnya liburan ini dalam rangka merayakan ulang tahun suami. Kami berangkat hari minggu jam setengah tujuh pagi, waktu dimana para tetangga nampaknya masih tertidur dengan pulas. Hari sebelumnya, kami datang ke undangan ulang tahun anak seorang teman. Acaranya meriah dengan hidangan yang luar biasa enaknya (penting ini), maklum yang punya acara Ibunya orang Indonesia jadi bisa dipastikan makanan melimpah ruah. Kami pulang terlebih dulu setelah perut kenyang, tentu saja, dan tak lupa membungkus.

Memilih hari minggu untuk petualangan 12 jam naik mobil menuju Bavaria adalah pilihan tepat. Sepanjang perjalanan lancar, baru setelah Frankfurt jalan lumayan tersendat tetapi tidak sampai macet yang mengesalkan. Aman terkendali. Kami berhenti sebanyak 4 kali untuk makan siang, isi bensin, istirahat sejenak, dan ke toilet. Secara keseluruhan, perjalanan kami sangatlah lancar tanpa hambatan. Walaupun mobil yang kami sewa (kami memutuskan untuk tidak punya mobil sendiri sejak lama) tidak ada fasilitas AC, tapi hal tersebut tidak mengurangi riang gembira kami selama perjalanan, dengan konsekuensi jendela mobil dibuka. Kebayang dimusim panas yang sangat menyengat seperti saat ini, membuka jendela mobil sama saja terkena hawa panas dari luar. Tapi daripada pengap di dalam, hitung-hitung seperti road trip jaman dulu saat belum ada AC. Sebenarnya lama perjalanan kalau tidak pakai berhenti sama sekali hanya butuh waktu 8 jam. Tapi ya kan tidak mungkin kalau tidak berhenti. Maklum, tulang tidak muda lagi, butuh untuk diluruskan setelah duduk dalam waktu yang lama.

Selama 5 hari kami menginap di Munich atau München dalam bahasa Jerman. Munich adalah ibukota Bavaria. Karena liburan kali ini dalam rangka ulangtahun suami, maka seperti kebiasaan kami, semua yang mengurus adalah yang berulangtahun, termasuk hotel. Jadi saya tidak bertanya secara detail tentang hotel yang akan kami tempati. Yang saya dapatkan gambarannya adalah letaknya di pusat kota. Ternyata sesampainya di sana, ada saja kejadian diluar kuasa. Air di WC nya yang mengalir terus, beberapa kali menghubungi resepsionis dijawab akan segera diperbaiki yang nyatanya sampai akhir kami kembali ke Belanda tetap saja tanpa solusi. Walaupun bisa digunakan secara normal, tapi suara air lumayan terdengar sayup dimalam hari. Keluhan-keluhan lainnya bersifat minor, jadi ya anggap saja seni selama liburan.

BERKELILING di PUSAT KOTA MUNICH

Selama di Munich, kami jalan kaki mengelilingi pusat kotanya dan juga naik metro serta tram ke beberapa tempat yang agak jauh dari pusat kota. Kami mengunjungi Olympiapark yang menjadi tempat dilaksanakannya Olimpiade tahun 1972. Tempatnya sangat luas. Saking luasnya saya lebih memilih menunggu suami yang dengan semangatnya menelusuri hampir seluruh tempat ini, termasuk lapangan sepakbolanya.

Olympiapark dilihat dari atas bukit
Olympiapark dilihat dari atas bukit

Masih satu area dengan Olympiapark, ada museum BMW. Sayang waktu kami ke sana pada hari senin, museumnya tutup. Jadi yang bisa dilihat adalah galeri BMW nya. Saya tidak masuk, menunggu diluar duduk di rumput di bawah pohon.

BMW Welt (Foto oleh suami)
BMW Welt (Foto oleh suami)

Di Munich, saya sempat janjian untuk bertemu dengan Mbak Dian yang tahun kemarin saya datangi kota tempat tinggalnya yaitu Salzburg (ceritanya ada di sini). Selain itu, saya juga ketemu Mindy yang terakhir ketemu sewaktu di Berlin (ceritanya di sini). Foto kami ketemuan bersama tidak saya tampilkan di sini ya. Senang sekali bisa bertemu lagi dengan mereka berdua diantara jadwal liburan kami. Meskipun waktu bertemunya tidak lama, tapi pembicaraan kami seperti biasa sangatlah bermakna.

Munich
Munich
Munich
Munich
Munich
Munich
Munich
Munich

DACHAU

Salah satu tempat yang ingin dikunjungi suami adalah Dachau Concentration Camp Memorial Site. Sebenarnya saya tidak terlalu suka mengunjungi kamp konsentrasi karena selalu membuat saya sedih dan berpikir berkepanjangan setelahnya yang berujung kepala saya pusing. Entahlah, jika berhubungan dengan Hitler, hati dan pikiran saya tidak kuat membayangkan apa yang terjadi pada masa itu.

Dachau Concentration Camp Memorial Site
Dachau Concentration Camp Memorial Site

Benar saja, baru memasuki satu penjara, saya sudah tidak sanggup meneruskan ke seluruh area. Saya bilang suami, lebih baik kami menunggu di bawah pohon dekat pintu masuk sambil main-main di rumput. Sedangkan suami menyusuri seluruh areanya. Sekitar 2.5 jam kami di sana. Masuk ke sini, gratis.

Dachau Camp Concentration
Dachau Camp Concentration

Kastil Neuschwanstein

Salah satu tujuan utama kami adalah ke kastil Neuschwanstein. Sudah lama saya melihat dan membaca di internet tentang keindahan kastil ini. Apalagi melihat fotonya yang tampak megah dan menjulang dengan warna putihnya. Semakin penasaran ketika membaca blog Dixie menceritakan tentang kastil ini. Waktu itu saya berdoa semoga suatu saat berkesempatan ke sini. Musim panas tahun ini, kesampaian juga mengunjungi kastil yang menjadi sumber inspirasi Walt Disney untuk beberapa ceritanya. Kami membeli tiket online (saya sarankan membeli tiket secara online untuk menghindari antrian yang panjang apalagi saat musim liburan). Kami berangkat jam setengah tujuh pagi dari hotel karena perjalanan akan memakan waktu lebih dari 1.5 jam. Jam setengah sembilan pagi kami sudah sampai di parkiran lalu menuju loket untuk menukarkan tiket dalam bentuk fisik.

Ditiketnya akan tertera jam berapa kita bisa masuk ke dalam kastil. Jangan sampai telat ya karena kalau telat, tidak akan bisa masuk dan harus membeli tiket ulang. Lebih baik 15 menit sebelum waktunya, sudah menunggu didepat pintu masuk. Untuk menuju ke kastil ada dua cara. Jalan kaki menanjak selama kurang lebih 30 menit atau naik kereta kuda yang harus membayar jumlah pastinya saya tidak tahu. Kami memilih jalan kaki sambil menikmati hawa segar pagi hari dari hutan kanan dan kiri jalan. Jalan menanjak pun kami lalui dengan sesekali menyanyi dan bersenda gurau.

Jalan menuju kastil
Jalan menuju kastil

Sesampainya di halaman kastil, kami masih punya waktu satu jam untuk menunggu. Saya pergunakan waktu tersebut untuk foto sana sini. Beruntungnya saat itu cuaca sedang bersahabat, tidak terlalu terik maupun tidak hujan.

Pemandangan dari halaman kastil
Pemandangan dari halaman kastil

Selama tour di dalam kastil, akan ada pemandu yang menjelaskan semuanya. Saat pertama masuk, saya sangat deg-degan. Seperti ketika saat pertama kali saya akan melihat Menara Eiffel secara langsung. Karena selama ini saya hanya membaca dan melihat di internet tentang kastil Neuschwanstein lalu sekarang bisa menjejakkan kaki di dalamnya, rasanya benar-benar campur aduk. Luar biasa terharu. Dan benarlah seperti yang saya baca, kastil ini memang indah sekali. Selama di dalam, tidak diperbolehkan mengambil foto. Hanya di balkon selesai tour boleh memfoto area sekeliling kastil. Selama di dalam kastil, saya benar-benar terbengong dengan karya manusia yang luar biasa indah. Takjub. Dinding penuh lukisan, bahkan ada satu ruangan yang berisi lukisan angsa yang berjumlah ratusan atau ribuan saya lupa yang menginsipirasi film Frozen. Saya bersyukur diberi kesempatan ke tempat yang sejak lama saya ingin kunjungi dan pada akhirnya bisa mengunjungi bersama keluarga.

Pemandangan dari atas kastil
Pemandangan dari atas kastil
Pemandangan dari atas kastil
Pemandangan dari atas kastil
Dari jembatan di depan sana, bisa melihat kastil dengan sudut yang paling baik
Dari jembatan di depan sana, bisa melihat kastil dengan sudut yang paling baik

Untuk bisa memotret atau melihat kastil secara keseluruhan, bisa dilakukan di jembatan seberang kastil. Kita harus berjalan menanjak lagi, sekitar 10 menit. Untuk masuk ke jembatan inipun harus melewati penjaga supaya tidak terlalu banyak pengunjung di atas jembatan. Saran saya jika ingin mengunjungi kastil Neuschwanstein, datang lebih pagi lebih baik karena saat kami kembali ke parkiran mobil, antrian untuk bisa ke jembatan, mengular. Antrian di loket, mengular.

Jalan menanjak menuju jembatan
Jalan menanjak menuju jembatan
Kastil Neuschwanstein dilihat dari atas jembatan
Kastil Neuschwanstein dilihat dari atas jembatan
Kastil dilihat dari atas jembatan
Kastil Neuschwanstein dilihat dari atas jembatan

Saat turun menuju parkiran mobil, hujan datang. Kami berteduh di restoran karena memang sudah saatnya makan siang. Selesai makan, hujan masih saja turun. Kami lalu nekat berlari menerobos hujan melewati jalan yang berbeda saat kami datang. Kali ini kami memilih jalan di dalam hutan. Meskipun agak berkerikil dan licin, tapi meminimalkan terkena air hujan. Selesai juga menuntaskan rasa penasaran saya tentang Kastil Neuschwanstein. Pengalaman yang tidak pernah akan saya lupakan.

FüSSEN

Jika sudah sampai di Kastil Neuschwanstein, mampirlah ke Füssen. Kota kecil yang berjarak hanya 5 menit berkendara. Meskipun kota ini kecil, tetapi menyusuri kotanya seperti ada daya tarik sendiri yang susah dijelaskan. Sungai yang berwarna hijau, bangunan-bangunan yang berwarna warni, dan latar belakang pegunungan. Füssen tidak terlalu banyak dikunjungi oleh turis, bahkan pada musim liburan seperti saat musim panas. Füssen juga salah satu kota yang termasuk dalam Romantic Route di Jerman

Fussen
Fussen
Fussen
Fussen
Fussen
Fussen
Fussen
Fussen
Taman di Fussen
Taman di Fussen
Fussen
Fussen

 

TEGERNSEE

Tujuan terakhir kami adalah ke danau Tegernsee. Karena saat ke sana sedang mendung, rencana untuk naik kapal mengelilingi danau kami batalkan. Akhirnya kami berjalan kaki menyusuri setengah danau. Lumayan juga untuk melunturkan lemak makanan yang banyak selama liburan.

Tegernsee
Tegernsee

 

MAKANAN DI BAVARIA SELAMA LIBURAN

Beberapa foto di bawah ini adalah beberapa makanan (yang sempat saya abadikan) yang kami makan selama liburan, Jangan tanya namanya apa, karena saya tidak ingat sama sekali. Yang saya ingat adalah makanan yang kami beli di restoran halal, isinya sate ayam dan sate kambing. Selain makanan itu, saya tidak ingat. Yang penting masih dalam kategori bisa saya makan.

Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria

Begitulah cerita liburan dalam rangka ulangtahun suami dan juga liburan musim panas kami. Perjalanan kembali ke Belanda juga lancar jaya selama 12 jam meskipun panasnya luar biasa menyengat. Sesampainya di Belanda, kami langsung menuju ke Pempek Elysha, seperti biasa tempat yang pertama kami setelah kami liburan.

Langsung kalap di Pempek Elysha
Langsung kalap di Pempek Elysha

Semoga suami yang berulangtahun selalu diberikan kesehatan yang baik, umur yang berkah dan sehat serta bahagia bersama kami sekeluarga. Sampai membaca cerita liburan kami selanjutnya.

-Nootdorp, 20 Juli 2018-

Road Trip : Jerman – Ceko – Austria


Kami baru saja kembali dari liburan dengan menempuh perjalanan darat selama 10 hari. Rutenya adalah Jerman – Ceko – Austria. Liburan kali ini tidak seperti liburan musim panas sebelum-sebelumnya yang direncanakan dengan sangat matang. Liburan dengan rute ini sangatlah mendadak. Awalnya, jauh hari sebelumnya, kami merencanakan liburan musim panas selama 3 minggu di Portugal. Jadi rencana awalnya akan road trip di beberapa kota di Portugal selama 3 minggu. Saya sudah mencatat kota mana saja yang akan dikunjungi, mau menginap di mana, sampai ke info kuliner. Lalu tiba-tiba akhir Juli, suami memberitahukan kalau dia tidak bisa cuti lama dari kantornya karena ada project yang kejar tayang. Akhirnya liburan ke Portugal tinggal wacana dan kami tidak ada pembicaraan sama sekali tentang liburan pengganti. Sampai saya dan beberapa teman punya rencana untuk girls trip ke Jerman 2 hari. Eh ternyata rencana girls trip ini pun buyar di tengah jalan karena ketidaksesuaian jadwal satu dengan lainnya. Yah, mungkin memang saya harus tinggal di rumah untuk beres-beres beberapa hal termasuk satu kamar yang akan datang mebel pengisinya di bulan September.

Sampai pada minggu ke dua Agustus, tiba-tiba suami bilang kalau dia butuh liburan karena penat dengan pekerjaan. Lah piye wong iki. Tapi tetap, liburannya tidak bisa terlalu lama dan ke negara yang tidak terlalu jauh karena dia inginnya dari Belanda bisa ditempuh dengan naik mobil. Mas Ewald memang suka sekali road trip. Setelah didiskusikan, akhirnya terpilihlah Jerman, Ceko, dan Austria. Sebenarnya tujuan utamanya ke Ceko terutama Praha karena dia belum pernah ke kota ini (saya juga). Lalu Austria dan Jerman pun kami kunjungi sebagai tempat berhenti untuk beristirahat saat menuju dan kembali ke Belanda. Karena memang waktu diputuskannya mepet sekali (satu minggu)  sebelum berangkat, akhirnya saya menyusun rencana perjalanannya juga ngebut. Memutuskan di kota mana saja kami akan berhenti, kota mana saja yang akan dikunjungi, menginap di hotel atau Airbnb, dan tentu saja informasi kuliner. Satu hari cukup untuk saya menyusun itu semua, walaupun tidak dengan sangat detail. Minimal ada gambaran liburan kami akan bagaimana nantinya. Nah, saat di Salzburg, saya sudah berencana harus bertemu dengan Mbak Dian yang sebelumnya pernah kopdar pertama kali di BerlinSetelah menghubungi Mbak Dian, ternyata pada hari kami di Salzburg dia ada jadwal kerja, tetapi dia bisa menemui saya setelah selesai bekerja. Lalu saya teringat Nova, salah satu anggota #Mbakyurop #Uploadkompakan yang juga tinggal di Austria. Kalau dengan Nova, saya belum pernah ketemuan, makanya kalau waktunya cocok kami bisa ketemuan, ini akan jadi pertemuan pertama kami setelah sekitar 1 tahunan berada di grup whatsapp yang sama. Senangnya, Nova ternyata bisa ke Salzburg dari kota dia karena dia juga belum pernah ketemu dengan Mbak Dian. Asyiknyaa, liburan sekalian bisa kopdaran walaupun mungkin waktunya tidak akan lama.

Jadi, inilah rute perjalanan kami dengan kota-kota yang didatangi di setiap negara yang kami singgahi. Pada tulisan kali ini, saya akan memberi gambaran secara garis besarnya saja. Ditulisan terpisah, akan saya bahas masing-masing kotanya.

Rute
Rute

JERMAN

Jerman menjadi tempat pemberhentian kami saat akan menuju Ceko dari Belanda dan saat akan kembali ke Belanda dari Austria. Pada saat berangkat, kami menginap satu malam di Kassel dan pada saat kembali ke Belanda, kami menginap satu malam di Trier.

  • KASSEL

Awalnya sempat ragu apakah kami harus menginap di Kassel atau Gottingen. Tetapi suami lebih memilih untuk singgah di Kassel karena kotanya lebih menarik perhatiannya. Selain itu di Kassel ada acara Internasional yang bernama Dokumenta. Jadi Dokumenta ini adalah pameran seni berkelas Internasional. Yang dipamerkan semacam instalasi seni. Walaupun kami tidak mengunjungi secara khusus, tetapi kami bisa melihat beberapa karya seni yang ditaruh di luar gedung, seperti contohnya adalah pada foto di bawah ini. Bangunan di sebelah kiri, berbentuk seperti bangunan di Yunani namanya adalah Panthenon yang dibangun dari 25.000 buku-buku yang dilarang beredar pada jamannya. Disekitar Panthenon ini ada sekitar 20 orang petugas keamanan yang berjaga. Pengunjung bisa masuk dan melihat secara dekat buku-buku apa saja yang ada di sana.

Kassel
Kassel

Selain Dokumenta, di Kassel kami juga mengunjungi taman yang termasuk  UNESCO World Heritage Site, bernama Bergpark Wilhemshöehe yang didalamnya ada 3 bangunan bersejarah, satu diantaranya adalah kastil dan Hercules Monument. Kami naik ke Hercules Monument yang tingginya bikin ngos-ngosan ketika naik melalui tangganya. Saya hanya sanggup sampai 3/4 jalan, sedangkan suami sampai titik paling atas. Beberapa kali saya sempat mencari, siapa tahu ada cable car haha. Airbnb yang kami tinggali letaknya tidak jauh dari taman ini, hanya 5 menit berjalan kaki. Tetapi taman ini sangatlah luas. Kami mulai menjelajahi taman pukul 9 pagi, baru selesai sekitar pukul 2 sore, dengan berhenti-berhenti tentu saja.

Bergpark Wilhemshoehe
Bergpark Wilhemshoehe
Hercules Kastil - Kassel
Hercules Monument – Kassel
  • TRIER

Trier adalah kota paling tua di Jerman, letaknya berdekatan sekali sekali dengan perbatasan Luxembourg. Beberapa bangunan di Trier tercatat sebagai UNESCO World Heritage Site, salah satunya adalah Porta Nigra. Kami juga mengunjungi Amphiteater di sana. Pada masanya, Trier adalah menjadi kota perdagangan yang paling diperhitungkan dan penting. Trier berkaitan erat sekali dengan Romawi .

Palace Garden - Trier
Palace Garden – Trier
Porta Nigra - Trier
Porta Nigra – Trier
Amphiteater - Trier
Amphiteater – Trier

CEKO

Ada tiga kota yang kami datangi saat di Ceko yaitu Praha (tentu saja), Kutna Hora, dan Cesky Krumlov. Dibandingkan Belanda, harga-harga di Ceko lebih murah (terlebih makanan).

  • PRAHA

Siapa tidak kenal dengan kota yang terkenal romantis ini. Saya lupa tepatnya kapan pertama kali tahu tentang Praha. Yang pasti jauh sebelum film Surat Dari Praha. Entahlah, saya benar-benar tidak ingat. Tapi satu yang pasti, sudah sejak lama saya memendam keinginan untuk bisa mengunjungi kota ini. Ingin membuktikan sendiri hawa romantisnya seperti apa. Suami juga ternyata sejak lama ingin berkunjung ke Praha. Jadi pas sekali kalau kami ternyata akhirnya bisa sama-sama mengunjungi kota yang sudah lama kami ingin datangi. Hari itu, Praha sangat terik. Tetapi tidak menyurutkan langkah kami mengikuti free walking tour selama 3 jam menyusuri tempat-tempat bersejarah di Praha. Kami berjalan menyusuri Praha dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam. Badan rasanya rontok, tetapi hati senang. Tidak itu saja, kaki juga cenat-cenut. Belum semua tempat sempat kami kunjungi, mungkin ini pertanda kami akan kembali lagi lain waktu. Siapa tahu 🙂

Charles Bridge Praha
Charles Bridge Praha
Praha
Praha dilihat dari atas kastil
Praha
Praha
  • KUTNA HORA

Kota Kutna Hora terletak tidak jauh dari Praha, 1 jam berkendara atau sekitar 2.5 jam naik kendaraan umum. Kutna Hora terkenal dengan gereja yang didalamnya banyak tengkorak manusia, namanya adalah Sedlec Ossuary. Ini tengkorak manusia betulan. ada sekitar 40.000-70.000 tengkorak manusia di dalamnya. Selain gereja ini, ada beberapa bangunan yang termasuk UNESCO World Heritage Site. Kutna Hora kotanya tidak terlalu ramai oleh turis, sangat berbeda jauh dibandingkan Praha. Kami menghabiskan waktu satu hari untuk berjalan disekitar Kutna Hora. Jika ingin menepi sejenak dari Praha yang ramai, Kutna Hora bisa dijadikan pilihan.

Sedlec Ossuary
Sedlec Ossuary
Kutna Hora
Kutna Hora
St. Barbara's Church Kutna Hora
St. Barbara’s Church Kutna Hora
  • CESKY KRUMLOV

Saya mengetahui Cesky Krumlov ini dari twitter. Ada artikel perjalanan yang membahas kota-kota yang termasuk UNESCO World Heritage Site. Sejak saat itu, saya sudah membuat daftar bahwa kota ini akan menjadi salah satu kota yang wajib dikunjungi jika kami akan berlibur ke Ceko. Kebetulan juga perjalanan kami menuju Hallstatt melewati Cesky Krumlov. Kami menginap satu malam di sini. Airbnb yang kami sewa, hanya berjarak 5 menit jalan kaki ke kota tuanya dan kalau malam, kami bisa melihat megahnya kastil dari kamar. Sungguh romantis. Sayang waktu kami ke sana, cuaca sedang tidak begitu bagus, hujan satu hari. Jadi tidak tampaklah awan biru. Meskipun begitu, menjelajah kota tua Cesky Krumlov membuat kami seperti ditarik ke abad 14 dengan bangunannya yang apik juga letak kotanya yang seperti labirin. Terus terang sewaktu kami awal datang, rasanya seperti di Monschau di Jerman yang pernah kami kunjungi.

Cesky Krumlov
Cesky Krumlov
Cesky Krumlov
Cesky Krumlov
Cesky Krumlov
Cesky Krumlov

AUSTRIA

Sedangkan saat di Austria, kami singgah di Hallstatt dan Salzburg

  • HALLSTATT

Hampir saja Hallstatt tidak masuk dalam daftar yang kami kunjungi, sampai ada salah satu kenalan yang mengatakan kenapa tidak mampir sebentar di Hallstatt karena letaknya tidak terlalu jauh dari Salzburg, kota tujuan utama kami di Austria. Setelah saya lihat, rutenya memang tidak terlalu nyempal. Ternyata desa ini sudah lama saya lihat foto-fotonya yang indah jika saya sedang berselancar di dunia maya. Desa yang termasuk UNESCO World Heritage Site ini cukup unik karena seperti terperangkap diantara lembah dan terletak di pinggir danau yang sangat luas. Kali ini, kami tidak cukup beruntung menikmati awan biru di Hallstatt. Walaupun awalnya sempat kesal dengan hujan deras yang turun dan kabut pekat yang menyelimuti sehingga jarak pandang sangatlah terbatas, namun kemudian saya bersyukur bisa menikmati Hallstatt dengan keindahan yang berbeda. Seperti yang suami saya katakan pada saat itu, “Kita tidak bisa mendapatkan semua yang kita inginkan. Nikmati saja yang ada, sehingga kamu tidak akan lupa untuk bersyukur.” Saya jadi malu karena mengeluh di awal. Bersyukur saya berkesempatan ke Hallstatt dan menikmati keindahan desa ini dengan mata kepala sendiri dan menuliskan di blog ini.

Hallstatt
Hallstatt
Hallstatt
Hallstatt
Hallstatt
Hallstatt
  • SALZBURG

Terus terang, yang mengusulkan untuk ke Salzburg adalah saya karena banyak cerita dan foto-foto indah yang Mbak Dian bagikan tentang kota ini. Saya ingin membuktikan sendiri. Dan tentu saja, saya mengunjungi Salzburg karena ingin bertemu Mbak Dian yang tinggal di Salzburg dan akhirnya Nova pun bisa diajak ketemuan. Ada pengalaman yang kurang menyenangkan dengan Airbnb di Salzburg yang menyebabkan kami memutuskan untuk pindah ke hotel di kota tua. Foto yang ditampilkan di Airbnb tidak seindah kenyataan. Akhirnya suami yang memang agak rewel masalah penginapan, memutuskan untuk pindah keesokan harinya. Beruntungnya kami mendapatkan harga yang tidak mahal di hotel ini dan letaknya yang strategis, persis di kota tua. Tentu saja yang tidak kalah menyenangkan adalah bisa kopdar dengan Mbak Dian dan Nova, selain menikmati keindahan Salzburg yang selama dua hari kami di sana diguyur hujan yang deras. Jika ingin melihat keindahan Salzburg dari lensa kamera Mbak Dian, bisa kunjungi IG nya di @dian_photo_journal atau jika ingin tahu tentang Nova, bisa dilihat IG nya di @inong_sam.

Nova dan Mbak Dian
Nova dan Mbak Dian

Pagi hari ketika kami meninggalkan Salzburg menuju Trier, matahari kembali bersinar terang. Suami sempat menggoda saya, “Gimana, apa harus kembali ke Hallstatt ini untuk bisa foto-foto dengan langit yang biru?” yang tentu saja saya sambut dengan cubitan kecil.

Schloss Mirabell and Garden - Salzburg
Schloss Mirabell and Garden – Salzburg
Salzburg dari Hohensalzburg Castle
Salzburg dari Hohensalzburg Castle
Salzburg
Salzburg. Ini favorit saya. Pretzel.

Itulah sekilas (yang ternyata panjang juga kalau dituliskan) rangkuman perjalanan liburan kami ke beberapa kota. Selama singgah di beberapa kota ini, seperti biasa saya juga selalu mengirimkan kartupos ke beberapa teman dekat dan juga beberapa blogger. Tunggu saja, siapa tahu  kartupos dari saya tiba-tiba muncul di rumah kalian 🙂

Oh ya, saya menerima beberapa email yang menyarankan (atau menanyakan) kenapa saya tidak membuat Vlog tentang keseharian saya (termasuk membuat Vlog tentang memasak) dan suami di Belanda maupun tentang cerita perjalanan kami. Saya sudah punya channel youtube sejak lama untuk mendokumentasikan beberapa hal, tetapi bukan khusus tentang Vlog. Untuk Vlog tentang keseharian, sudah pernah saya singgung di tulisan (entah yang mana) bahwa ada banyak hal yang lebih baik kami simpan dan bagikan di dunia nyata, bukan dunia maya karena menyangkut kenyamanan dan privasi. Lagipula percayalah, saya jauh lebih baik ketika membagikan cerita dalam bentuk tulisan dibandingkan membuat Vlog tentang keseharian. Dan untuk Vlog perjalanan, saya tidak cukup telaten mendokumentasikan secara apik perjalanan kami dan tergantung cuaca hati. Beberapa rekaman memang saya kirimkan ke Net CJ, lumayan kan mendapat imbalan uang. Tetapi untuk Vlog, kembali lagi, memang mungkin bukan bidang saya yang sangat menikmati dunia menulis. Terima kasih untuk saran-sarannya tentang Vlog.

Sekelumit dokumentasi visul dari suami

Selamat berakhir pekan!

Di atas monumen Hercules
Di atas monumen Hercules

-Nootdorp, 7 September 2017-