Sekolah Bahasa Belanda – Tingkat Inburgeringsexamen (A2) atau Staatsexamen NT2?

Sudah sebulan ini saya kembali bersekolah, lebih tepatnya belajar bahasa Belanda. Pada beberapa tulisan sebelumnya, saya pernah menyinggung bahwa saya tidak pernah mengikuti kursus bahasa Belanda ketika di Indonesia. Untuk keperluan MVV, diharuskan lulus A1 dikedutaan Belanda, dan semuanya lebih banyak saya pelajari secara otodidak. Jadi ketika sudah pindah ke Belanda, saya niatkan sejak awal ingin bersekolah, belajar secara benar tentang tata bahasa Belanda, tidak lagi menggunakan ilmu nekat. Awalnya saya tidak ingin cepat bersekolah, dengan pertimbangan pada saat itu saya baru selesai sidang tesis. Mendinginkan otak dulu, begitu pemikiran saya. Tetapi setelah satu bulan tidak ada kegiatan ternyata bosan juga. Akhirnya saya bilang suami kalau ingin segera sekolah saja supaya otak tidak terlalu lama menganggurnya.

Sebenarnya bersekolah ataupun kursus privat itu bukanlah sebuah keharusan karena sejak tahun 2014 semua harus kita sendiri yang membayar, dimana tahun sebelumnya semua pendatang diharuskan bersekolah dan semua biayanya ditanggung (disubsidi) oleh Gemeente kota setempat. Pada tahun tersebut, untuk mereka yang tidak bersekolah malah dikenakan denda. Kenapa harus sekolah? karena bagi para pendatang diharuskan untuk lulus ujian integrasi minimal level A2 atau yang disebut sebagai Inburgeringsexamen, dan batas waktu untuk lulus ujian adalah 3 tahun terhitung sejak hari pertama kedatangan di Belanda. Kelulusan ujian tersebut berhubungan dengan perpanjangan ijin tinggal di Belanda. Jika tidak lulus dalam waktu 3 tahun, berdasarkan pengalaman beberapa kenalan, akan dikenakan denda 200 euro tiap 3 bulan sampai beberapa bulan yang ditentukan. Jika tidak lulus juga sampai batas kelonggaran yang telah diberikan IND (Immigratie en Naturalisatiedienst), maka ijin tinggalnya akan dicabut, dan kembali ke negara asal, konon ceritanya seperti itu. Untuk informasi mengenai ini, lebih baik rajin memperbaharui informasi di website IND karena peraturannya seringkali berubah. Batas waktu 3 tahun untuk saya lulus berdasarkan surat yang dikirim IND adalah akhir Februari 2018 dengan ijin tinggal awal adalah selama 5 tahun.

Selain untuk kepentingan lulus ujian, dengan belajar bahasa Belanda, diharapkan para imigran melebur dan berbaur dengan masyarakat setempat. Meskipun hampir semua orang Belanda bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris, tetapi merekapun akan lebih senang kalau kita sebagai pendatang ini bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda. Kita akan lebih nyaman juga untuk berkomunikasi kalau misalkan ke pasar atau supermarket atau mengurus sesuatu ke kantor pemerintahan atau bekerja jika menggunakan bahasa Belanda. Bayangkan saja jika kita tinggal di Indonesia kemudian ada pendatang dari negara lain bisa berkomunikasi dengan kita menggunakan bahasa Indonesia, lebih menyenangkan bukan. Seperti kata pepatah Di Mana Bumi Dipijak, Di Situ Langit Dijunjung. Jadi kita harus tahu diri, numpang hidup dinegara orang, jangan bersungut-sungut ketika harus belajar bahasa Belanda. Jangan hanya ingin dianggap sebagai turis dengan mengandalkan komunikasi menggunakan bahasa Inggris, padahal akan tinggal lama disini, lha wong kita ini imigran lho, begitu diwajibkan lulus ujian, menjadi bersungut-sungut. Selain itu, dengan belajar bahasa Belanda, kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik juga akan semakin luas, buat mereka yang bertujuan mencari kerja.

Kalau kita tidak ingin sekolah dan merasa mampu untuk belajar sendiri, itu juga sah-sah saja. Saya juga mendengar ada banyak orang yang lulus ujian A2 bahkan NT2 programma I dari belajar sendiri. Bagaimana caranya? Mencari bahan ajar yang banyak tersebar di internet ataupun membeli buku-buku yang diperlukan, mendatangi beberapa komunitas belajar mandiri dimasing-masing kota (langsung cari digoogle misalkan dengan kata kunci conversatieles + kota tinggal), belajar dengan partner, join grup Inburgeringsexamen (A2) di Facebook, atau Staatsexamen NT2 (Nederlands als Tweede Taal), atau mencari informasi tentang guru privat yang bisa datang kerumah tanpa membayar alias gratis (vrijwilliger). Ada beberapa kenalan yang menggunakan cara yang terakhir. Intinya, jangan pernah malas untuk mencari informasi sebanyak mungkin.

Kalau ingin sekolah, maka harus mencari informasi tentang sekolah berdasarkan dengan kebutuhan dan tujuan kita serta jika memungkinkan dekat dengan rumah. Hal pertama yang perlu ditetapkan diawal sebelum memutuskan akan belajar disekolah atau belajar sendiri sebenarnya adalah ujian tingkat apa yang akan kita inginkan. Hal ini berkaitan dengan tujuan apa yang akan kita raih kedepannya. Jika tujuannya untuk memenuhi syarat minimal yang diajukan DUO, maka Inburgeringsexamen (A2) sudah cukup. Jika tujuannya lebih dari itu, misalkan ingin melanjutkan sekolah atau ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus, atau pindah kewarganegaraan, maka perlu ujian yang tingkatannya lebih tinggi yaitu Staatsexamen NT2 Programma I atau II (B1 atau B2). Apa perbedaan tentang A2 dan NT2? Silahkan langsung ke website DUO karena disana informasinya sudah sangat terperinci. Tentu saja ujian A2 dan NT2 berbeda, karena level NT2 lebih tinggi dari A2 maka ujiannya juga lebih susah. Setelah tujuan jelas, maka selanjutnya kita akan putuskan apakah akan belajar di sekolah atau belajar sendiri. Jika belajar disekolah, maka setelah mencari beberapa alternatif sekolah, kita juga harus melihat program yang ditawarkan apakah sesuai dengan tujuan yang akan kita capai. Karena ada sekolah yang programnya memang langsung untuk ujian integrasi, ada juga beberapa sekolah yang programnya untuk belajar bahasa Belanda secara reguler. Informasi tentang sekolah ini bisa kita dapatkan dengan bertanya dari beberapa kenalan yang sudah tinggal lebih dulu di Belanda, bertanya langsung pada Gemeente setempat, atau dari google.

Setelah melihat cocok tidaknya program sekolah tersebut dengan tujuan kita, selanjutnya masalah penting lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah biaya. Apakah biaya yang kita anggarkan sesuai dengan biaya pada sekolah tersebut. Jika memang keuangan kita tidak mencukupi, DUO menyediakan program pinjaman untuk kita belajar disekolah. Untuk lebih lengkapnya, bisa langsung dipelajari pada website DUO karena ada beberapa syarat dan ketentuan yang berlaku. Secara garis besar, itulah gambaran tentang Staatsexamen NT2 dan Inburgeringsexamen (A2) serta beberapa cara untuk belajar bahasa Belanda, disekolah atau belajar sendiri.

Kembali kepada pengalaman saya, setelah melalui beberapa pertimbangan tentang tujuan belajar bahasa Belanda yang ingin saya lakukan yaitu : mampu berkomunikasi secara lancar lisan maupun tulisan dalam bahasa Belanda, lulus ujian integrasi, dan mencari pekerjaan serta jika memungkinkan ingin melanjutkan kuliah lagi. Karena tujuan tersebut maka saya memutuskan untuk mengikuti ujian Staatsexamen NT2. Jadi tujuan ini ditetapkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing orang. Jangan cepat menghakimi bahwa ketika seseorang ingin mengikuti ujian NT2 dianggap “sok-sok an” atau ketika ada yang ingin mengikuti ujian A2 terus kita anggap levelnya biasa-biasa saja. Setiap orang mempunyai kebutuhan dan kemampuan yang berbeda.

Selanjutnya yang saya lakukan adalah mencari beberapa informasi sekolah yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal (penentuan lokasi juga penting berhubungan dengan efisiensi waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk pulang dan pergi ke sekolah). Pada awalnya ada tiga tempat yang masuk kriteria yaitu Universitas A, Universitas B, dan sekolah bahasa Belanda C. Setelahnya saya membuat janji untuk mengikuti placement test supaya ketika masuk nanti sesuai niveau (tingkat) berdasarkan hasil placement test tersebut. Pada akhirnya saya hanya mengikuti placement test di 2 tempat yaitu di Universitas A dan Sekolah bahasa Belanda C. Hasil tes dikedua tempat tersebut sama yaitu saya ada di niveau A2.  Jadi saya masuk kelas A2 sebagai permulaan levelnya untuk menuju level B2 sebelum ujian NT2 programma II. Setelah melakukan beberapa pertimbangan : program yang ditawarkan, untuk tempat yang terakhir memang tempat untuk belajar yang tujuannya langsung pada ujian integrasi, sedangkan di Universitas A lebih pada program bahasa Belanda sistemnya reguler. Waktu dan tempat : di Universitas A waktu yang tersisa jam 7-10 malam, 3 kali seminggu, lama belajarnya membutuhkan waktu 1.5 tahun sampai level B2 (jika lancar), biaya sekolahnya total sekitar 3000 euro diluar buku dan biaya ujian, serta biaya yang dibutuhkan untuk akomodasi setiap kali datang 10 euro naik kereta PP. Sedangkan di Sekolah bahasa Belanda C, bisa ditempuh naik sepeda sekitar 20 menit dari rumah, atau satu kali naik tram dengan biaya 3 euro PP, waktu belajarnya jam 9-12 pagi seminggu 2 kali, lama belajarnya 9 bulan sampai pada level B2 untuk bisa mengikuti ujian NT2 Programma II, biaya sekolahnya sekitar 2000 euro (bisa dicicil 2 kali pembayaran) sudah termasuk segala macam buku dan biaya ujian di DUO.

Dengan pertimbangan yang sudah disebutkan, maka saya dan suami memutuskan untuk memilih Sagenn karena sesuai dengan tujuan dan keadaan saya. Awalnya saya ingin mengajukan pinjaman ke DUO, tetapi ternyata syaratnya tidak memenuhi karena gaji suami melebihi syarat minimal yang ditentukan oleh DUO. Dengan sistem pembayaran 2 kali sudah lumayan meringankan karena tidak harus membayar sekali waktu dalam jumlah yang lumayan besar. Pertimbangan lainnya kenapa saya lebih memilih belajar di sekolah adalah supaya bisa berinteraksi langsung dengan berbagai macam tipe orang dari berbagai macam negara. Menambah wawasan dan pengetahuan. Saya senang berinteraksi dengan lingkungan baru, meskipun saya akui tidak bisa cepat beradaptasi. Tetapi dengan memilih belajar disekolah, saya jadi mengetahui banyak hal dibandingkan jika saya belajar sendiri atau memilih belajar privat. Keuntungan lainnya bisa langsung praktek berbicara, berdiskusi, maupun belajar kelompok dengan teman-teman sekelas.

Begitulah pengalaman saya dalam memilih dan mempertimbangkan sistem belajar mana yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta ujian tingkat apa yang akan saya lakukan nantinya. Kembali lagi, semuanya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan masing-masing. Pertimbangkan baik-baik sebelum memutuskan karena Belanda adalah negara yang mahal, setiap euronya sangat berarti jadi jangan sampai membuang uang untuk sesuatu yang kita putuskan secara tergesa ataupun ikut-ikutan saja.

Semoga berguna apa yang telah saya tuliskan dan selanjutnya akan saya bagikan pengalaman selama sebulan saya bersekolah, tentang sistem belajarnya juga interaksi saya dengan teman baru dan guru-guru disana dari beberapa negara.

Jika ada informasi tambahan dan yang terbaru, monggo dengan senang hati saya menerimanya.

-Den Haag, 19 Mei 2015-

Belajar Bahasa Asing

Saya suka mempelajari hal baru, termasuk belajar Bahasa. Tapi ternyata suka saja tidak cukup, karena perlu niat kuat dan ekstra ketekunan untuk memahaminya. Bahasa Indonesia tetap saya pelajari sampai sekarang, meskipun ini adalah bahasa Ibu, bukan bahasa asing. Tidak pernah ada habisnya untuk belajar berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dari cara penulisan maupun pengucapan. Belajar menulis dan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar menurut saya adalah sebagai bentuk penghormatan terhadap bahasa Nasional dan bentuk kecintaan pada bahasa Ibu serta ucapan terima kasih pada pendahulu kita yang telah berjuang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Persatuan. Bahasa Indonesia itu indah. Apakah bahasa Indonesia saya sudah sempurna? tentu saja masih jauh dari kata sempurna. Ketika menulis blog, saya selalu membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online untuk mencari padu padan kata. Dengan begini, saya mencoba untuk belajar lebih jauh lagi bagaimana berbahasa Indonesia secara baik dan benar.

Bahasa asing yang saya pelajari pertama kali adalah Bahasa Arab. Pada usia 6 tahun, orangtua sudah memasukkan saya ke Madrasah Ibtidaiyah (MI), waktu sekolahnya sore hari. Jadi pagi hari saya masuk ke SD Negeri, sorenya saya belajar ke MI di Situbondo. Selama 6 tahun saya intensif belajar menggunakan bahasa Arab, selain pelajaran yang lain tentunya di MI. Belajar bahasa Arab meliputi semua hal, dari menulis, berbicara, membuat kaligrafi, sampai ikut perlombaan pidato menggunakan bahasa Arab. Saya ingat betul di STTB, nilai bahasa Arab saya yang paling bagus. Setelah lulus MI, karena jarang digunakan, kemampuan berbahasa Arab saya perlahan tapi pasti menjadi luntur. Dari yang level aktif, akhirnya berubah menjadi pasif. Sampai sekarang mungkin sudah berubah menjadi sangat pasif. Masih bisa menulis dan membaca huruf gundul. Tapi kalau disuruh berbicara sudah tersendat, tapi kalau ada orang berbicara menggunakan bahasa Arab masih sedikit paham.

Bahasa asing kedua yang saya pelajari adalah bahasa Inggris sewaktu dibangku SMP. Masa itu adalah awal mula saya berkenalan dengan bahasa Inggris. Sangat antusias sekali pada saat itu sehingga nilai bahasa Inggris saya sangat bagus. Pada dasarnya saya ini memang suka heboh diawal kalau belajar bahasa baru. Dan biasanya beberapa waktu kemudian menjadi bosan. Sifat jelek yang tetap melekat sampai sekarang. Saya tidak pernah mendaftar kursus bahasa Inggris, ya mengandalkan guru yang mengajar disekolah. Saya ingat betul pada masa SMP itu Ibu sangat bersemangat mendukung saya untuk lancar berbahasa Inggris, salah satunya adalah praktek langsung berbicara dengan bule. Rumah kami dekat dengan terminal, dan Situbondo adalah kota yang dilewati ketika menuju Bali menggunakan angkutan umum dari arah Surabaya. Jadi tidak mengherankan kalau di Situbondo banyak dijumpai bule yang sengaja beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Bali. Ibu kalau melihat ada bule jalan, langsung diajak berbicara dengan bahasa pengantar seadanya dan ujung-ujungnya diundang kerumah supaya saya bisa langsung praktek berbicara. Sambil saya belajar, ibu menyajikan makanan ke bule-bule itu. Pada saat itu saya belum mengetahui kalau tidak semua bule bisa berbahasa Inggris. Jadi entah benar atau salah pada saat itu yang penting berani berbicara. Sampai sekarangpun saya terus belajar bagaimana menulis dan berbicara menggunakan bahasa Inggris yang benar dan baik. Komunikasi saya dengan suami menggunakan bahasa Inggris, meskipun untuk saat ini sudah diselingi dengan menggunakan bahasa Belanda dan sesekali suami juga belajar bahasa Indonesia.

Sewaktu SMA, saya mengikuti ekstrakurikuler Bahasa Jepang. Tujuan awalnya karena pada saat itu sedang gandrung mengikuti serial Tokyo Love Story disalah satu TV Swasta di Indonesia. Jadi akhirnya tertarik untuk mempelajari bahasa Jepang. Selama 3 tahun belajar dari tingkatan yang tidak mengerti sama sekali sampai bisa menulis menggunakan huruf Hiragana dan Katakana serta berbicara menggunakan bahasa Jepang. Saya mengikuti beberapa kali ujian sampai level advanced. Sampai pernah satu waktu saya bergabung dengan klub bahasa Jepang disekolah dan dapat pekerjaan untuk menterjemahkan dokumen dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia dari salah satu perusahaan Jepang di Surabaya. Selain mendapatkan pengalaman juga uang yang jumlahnya lumayan besar pada saat itu. Setelah lulus SMA, perlahan tapi pasti kemampuan Bahasa Jepang saya menurun, karena tidak pernah dipraktekkan. Dari yang aktif menggunakan Bahasa Jepang, akhirnya menjadi pasif.

Kemudian pada tingkat akhir perkuliahan, ada program belajar bahasa Mandarin gratis ditempat kuliah. Saya mendaftar dan selama setahun belajar secara rutin bahasa Mandarin. Tujuan awalnya memang iseng, mumpung gratis kan sayang kalau tidak ikut, pikir saya waktu itu. Setelah setahun berjalan, saya mulai bosan. Akhirnya belajar bahasa Mandarin tidak diteruskan dan putus tengah jalan, saya hanya mengikuti dua kali ujian saja. Setelah pindah ke Jakarta, saya mempunyai keinginan untuk kembali mempelajari bahasa asing lainnya. Waktu itu sempat terpikir bahasa Belanda dan bahasa Jerman. Ingin mempelajari bahasa Belanda karena memang sedang berburu beasiswa ke Belanda, sedangkan ingin belajar bahasa Jerman karena iseng, nampak terlihat keren bahasanya sepintas lalu. Tapi keinginan untuk mempelajari dua bahasa tersebut hanya angan-angan karena tidak pernah menjadi kenyataan pada saat itu.

Setelah menikah, mau tidak mau saya harus belajar bahasa Belanda karena persyaratan untuk pindah ke Belanda harus lulus ujian bahasa Belanda level A1 yang dilakukan di Kedutaan Belanda. Belajar bahasa Belanda pada saat itu saya lakukan otodidak. Saya hanya punya waktu 2 bulan untuk belajar dari nol sampai waktu ujian yang ditetapkan. Saya tidak sempat untuk mengikuti les dalam jangka waktu yang normal. Saya pernah menceritakan tentang ini ditulisan tentang MVV Basis Inburgeringsexamen. Tetapi pada saat saya belajar selama 2 bulan itu, mempunyai tujuan yang jelas, bahwa saya harus lulus ujian A1 supaya bisa pindah ke Belanda. Jadi selama proses persiapan ujian yang cukup singkat, saya selalu memotivasi diri sendiri untuk lulus. Akhirnya saya lulus dengan nilai yang lumayan memuaskan, menurut saya, yang benar-benar pemula. Bahkan nilai TGN atau kemampuan berbicara dalam bahasa Belanda saya nilainya setara dengan level B1 (menurut isi surat kelulusan yang saya terima).

Entah mengapa, saya senang sekali belajar bahasa. Awalnya saya berpikir untuk menyeimbangkan kerja otak. Sehari-hari otak saya bekerja dengan angka-angka karena memang kecintaan saya pada hitungan. Dengan belajar bahasa, saya merasa otak jadi seimbang. Belajar bahasa itu sexy, karena bisa tahu juga aksen berbicara dari negara asalnya. Seperti bahasa Inggris, saya suka aksen British, awalnya karena mendengar Jude Law berbicara dibeberapa filmnya, terdengar sexy. Benar sekali, saya memang orang yang gampang terpengaruh oleh film. Jadi kalau ada film yang saya senangi, biasanya akan mencari informasi yang terkait sampai kulit-kulitnya. Tapi aksen itu bukan utama, yang penting adalah mengerti dan memahami bahasa yang sedang kita pelajari dan konsisten mempraktekkannya supaya tidak menjadi lupa. Satu lagi, belajar bahasa asing itu benar-benar menyenangkan.

Tulisan Mbak Yoyen tentang Learn Your Languages ini akhirnya menjadi jawaban kenapa selama ini saya suka belajar bahasa asing. Salah satunya ya yang seperti saya sebutkan sebelumnya yaitu menyeimbangkan otak dan bagus untuk kerja otak. Manfaat yang lainnya masih banyak lagi tentunya. Belajar itu butuh kesungguhan dan kerja keras jadi hasilnya bisa maksimal. Tidak seperti saya yang sudah susah-susah belajar beberapa bahasa Asing ujung-ujungnya tidak dipergunakan secara maksimal akhirnya perlahan menjadi lupa dan berujung hanya mengumpulkan sertifikat lulus ujiannya saja. Dari beberapa bahasa asing yang pernah saya pelajari, yang masih dipergunakan secara aktif adalah bahasa Inggris. Sisanya berbekas samar-samar. Saat ini saya sedang memulai lagi belajar bahasa asing, yaitu bahasa Belanda. Tujuan belajar bahasa Belanda ini jelas, supaya saya bisa berkomunikasi disini, meskipun penduduk Belanda ini banyak yang bisa berbahasa Inggris, tetapi tetap saja saya ingin lancar berbahasa Belanda lisan maupun tulisan. Tujuan kedua setelah menguasai bahasa Belanda adalah lulus ujian untuk memperpanjang ijin tinggal saya disini selama 5 tahun. Dan tujuan ketiga adalah untuk mencari pekerjaan. Kalau sudah menetapkan tujuan diawal, belajar akan lebih menyenangkan dan terarah.

Bahasa asing apa yang sedang kamu pelajari sekarang, atau bahasa asing apa yang kamu kuasai sampai saat ini?

-Den Haag, 8 Mei 2015-

Gambar dipinjam dari sini dan sini.