Pelangkah dan Langkahan, Mitos atau Fakta?

“Aku sudah pacaran bertahun-tahun. Rencananya setelah lulus S2 ini kami akan segera menikah. Tapi rencana itu sedikit terhambat. Pacarku anak terakhir. Dia masih punya Mas dan Mbak yang belum menikah. Ibu pacarku tidak mau kalau kedua kakaknya dilangkahi. Bagaimana ini?”


“Saya serius dengan anak Ibu, Saya ingin melamar secara resmi. Apakah Ibu mengijinkan?”

Sayup-sayup terdengar suara pacar adik saya berbicara dengan ibu di ruang tamu. Deg!! Hati saya tiba-tiba mencelos. Adik saya yang paling kecil sudah ada yang melamar. Dia 6 tahun lebih muda dan sedang meniti karir disebuah Bank milik Negara. Hidupnya selangkah lagi menjadi lebih sempurna, menurut doktrin yang menancap di masyarakat Indonesia. Saya sedih akan kehilangan saudara perempuan satu-satunya dan yang paling dekat dengan saya. Saya akan dilangkahi


Yang pertama, itu curhatan seorang teman tentang keresahan dia dan pacarnya yang berhubungan dengan rencana mereka untuk menikah akan tertunda karena Ibu dari pacarnya tidak mau jika anaknya yang terakhir melangkahi kedua kakaknya untuk menikah terlebih dahulu. Menurut adat jawa, itu tidak elok dan bisa menimbulkan kesialan buat kedua pihak, ataupun salah satunya.

Pada bagian kedua, Itu yang saya rasakan bulan Februari 2013. Pada saat adik saya dilamar. Terus terang saya sedih sekali. Saya merasa hubungan kami tidak akan menjadi sama lagi nantinya setelah dia menikah. Saya tidak bisa cerita apapun lagi jika dia sudah pindah dan mempunyai rumah sendiri. Saya merasa akan kehilangan dia. Apakah saya sedih karena saya dilangkahi? Sejak lama, saya menyadari bahwa usia saya sudah lewat dari masa -yang kata lingkungan saya telat- untuk menikah. Dan sejak lama juga saya selalu mengatakan pada Ibu dan kedua adik saya, tidak masalah saya dilangkahi menikah jika mereka sudah ada calon. Saya sungguh tidak merasa keberatan dan sedih, karena sesungguhnya yang saya yakini adalah jodoh itu sudah ada yang mengatur, datang tepat waktu, tidak telat maupun tidak terlalu cepat. Saya tidak ngoyo, juga tidak santai. Biasa saja. Tapi Ibu sedikit merasa keberatan karena beliau percaya bahwa jika saya dilangkahi, apalagi bagi seorang perempuan, maka akan tambah lama lagi untuk menikah karena ada kepercayaan jika dilangkahi membuat susah dapat jodoh. Namun saya selalu memberikan pengertian pada mereka bahwa jangan takut dengan mitos. Jika kita selalu meyakini hal-hal baik, maka kita akan mendapatkan yang baik. Begitu juga sebaliknya. Karena apa yang kita ucapkan berkali-kali itu sesungguhnya adalah doa.

Ketakutan ibu sebenarnya beralasan. Sudah lama saya tidak menjalin hubungan serius dengan seorang pria. Ya, karena belum ada yang cocok dihati, kenapa harus dipaksakan. Yang sibuk sendiri mengurusi hidup saya karena katanya saya telat menikah ya lingkungan, keluarga, tetangga dan beberapa kenalan. Jadi, hal tersebut yang membuat ibu semakin resah. Pada saat adik saya menikah, Mei 2013, saya memang belum mempunyai calon. Masih kosongan. Keluarga besar dan tetangga seperti ingin menjaga perasaan saya. Mereka sibuk menjaga supaya saya tidak sedih, tidak sensitif dan tidak merasa diabaikan pada saat adik saya menikah. Padahal, jujur saya lebih merasa sedih menerima kenyataan bahwa hubungan saya dan adik tidak akan menjadi sama lagi setelah dia menikah. Saya bukan sedih karena dilangkahi.

Tradisi langkahan, saya rasa ada hampir disetiap suku di Indonesia, tidak hanya Jawa. Langkahan adalah prosesi seorang adik akan melangkahi atau mendahului kakak(-kakak)nya untuk menikah. Dalam langkahan, ada simbol atau penanda berupa barang yang diberikan seorang adik untuk mereka yang dilangkahi, biasa disebut Pelangkah. Pelangkah ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk menolak bala, dan sebagai tanda bahwa yang dilangkahi telah memberikan ijin kepada adiknya. Biasanya si Adik akan menanyakan, barang apa yang diminta sebagai Pelangkah. Harus barang sesuai keinginan yang dilangkahi, dan masuk akal juga untuk dipenuhi adik.

Berdasarkan pengalaman, adik menanyakan kepada saya dan adik saya yang cowok mau pelangkah apa. Karena pada saat itu saya sedang mengincar buku, dan menunda untuk membeli karena harganya mahal, maka saya minta buku tersebut sebagai pelangkah. Sedang adik saya yang cowok minta sarung dan baju muslim. Pelangkah tersebut tidak langsung diberikan, tetapi melalui serangkaian proses. Saya tidak yakin proses yang pakem bagaimana. Tapi pada saat itu yang harus disediakan adalah lesung, janur, kain putih, dan kukusan beras. Lesung untuk saya dan adik saya yang cowok duduk. Tapi karena lesung susah mendapatkan, maka kami akhirnya duduk di kursi biasa. Kain putih dan kukusan nasi akan diletakkan sebagai penutup kepala. Sedangkan janur akan dipukulkan perlahan kepada adik saya yang akan menikah. Sebagai simbol bahwa saya sudah mengijinkan dia untuk melangkahi saya. Setelahnya, adik akan sungkem pada saya dan adik saya yang cowok. Lalu pelangkah akan diberikan. Prosesi ini saya anggap sebagai bagian dari tradisi, jadi saya santai saja mengikutinya.

Berikut ini beberapa foto pada saat prosesi langkahan.

Kepala saya ditutup kain putih, kukusan nasi, dan memegang janur untuk dipukulkan perlahan ke kepala adik. Saya selalu tertawa melihat foto ini. Berasa pengikut sekte apa gitu :D
Kepala saya ditutup kain putih, kukusan nasi, dan memegang janur untuk dipukulkan perlahan ke kepala adik. Saya selalu tertawa melihat foto ini. Berasa pengikut sekte apa gitu 😀
Ini adik saya yang cowok. Jadi adik saya yang terakhir melangkahi 2 kakaknya. Beneran deh, kayak pengikut aliran apa gitu.
Ini adik saya yang cowok. Jadi adik saya yang terakhir melangkahi 2 kakaknya. Beneran deh, kayak pengikut aliran apa ya.
Sungkeman sekaligus memberikan pelangkah
Sungkeman sekaligus memberikan pelangkah

Bagaimana kehidupan saya setelah dilangkahi adik menikah dan diberi pelangkah? Baik-baik saja. Beberapa bulan setelah adik menikah saya bertemu seseorang dan kami sudah merencanakan pernikahan. Namun, karena memang belum berjodoh, pernikahan tersebut tidak terjadi. Ibu kembali resah, merasa bahwa langkahan sudah membawa bala. Sebulan setelah pembatalan pernikahan tersebut, tepatnya bulan November 2013, saya mengenal Mas Ewald. 8 bulan setelahnya kami menikah. Jadi, apakah Pelangkah itu mitos, ataukah Fakta. Menurut saya, Pelangkah itu mitos, tapi karena hal tersebut ada dalam tradisi Jawa, itu Faktanya. Saya tidak mengatakan bahwa Pelangkah itu hanya isapan jempol belaka. Namun, saya selalu percaya, bahwa segala yang sudah ditentukan olehNya, akan datang tepat pada waktunya. Selalu berdoa dan berusaha, jangan mempercayai hal-hal yang jauh dari logika, apalagi percaya bahwa jodoh akan datang terlambat jika kita dilangkahi. Bersaudara kandung itu lahir berdasarkan urutan. Tetapi menikah tidaklah harus urut berdasarkan kelahiran. Siapa yang siap menikah terlebih dulu, ya dipersilahkan. Jangan jadikan tradisi Langkahan menjadi penghalang ataupun alasan untuk menghalangi siapapun yang telah siap menikah. Pelangkah hanyalah sebuah penanda. Yang nyata adalah kehidupan kita sudah diaturNya. Percaya, hal baik akan ada dikehidupan jika kita selalu meyakininya.

Jadi, apakah Pelangkah itu Mitos atau Fakta?

Punya pengalaman dilangkahi, ataupun pernah melangkahi? Mari berbagi disini 🙂

-Surabaya, 24 November 2014-