Romansa di Gunung Bromo dan Air Terjun Madakaripura

Beberapa hari lalu kami baru merayakan 1.5 tahun usia perkawinan, dimana sebenarnya saya lupa tapi suami dengan berbesar hati bisa menerima kekurangan saya yang selalu lupa tanggal. Iya, saya gampang sekali lupa tanggal, tapi saya gampang mengingat momen. Seringnya seperti ini :

Suami “Besok kita tanggal 9 kemana nih”

Saya “Lho, ada acara apa tanggal 9?”

Suami “………..”

Padahal tanggal 9 itu adalah tanggal perkawinan kami. Dan hampir setiap bulan saya lupa :D. Kami memang punya kebiasaan untuk merayakan ulang bulan perkawinan. Seru aja sih rasanya. Setelah makan malam dirumah dengan memesan Sushi, suami tiba-tiba bertanya apakah saya ingat ada kejadian apa dua tahun lalu. Tentu saja saya tidak akan lupa, dua tahun lalu pertama kali kami bertemu, trus dia main kerumah lalu berbicara serius kepada Ibu. Setelahnya kami jalan-jalan ke Kawah Ijen, Gunung Bromo dan Air Terjun Madakaripura. Saya ingat ketika kami jalan-jalan ke Gunung Bromo dan Air Terjun Madakaripura itu tanggal 14 Februari 2014 dan dia membelikan saya sandal jepit merah, huahaha penting banget disebut. Tuh kan, kalau bertepatan dengan momen tertentu, gampang untuk saya mengingat.

Jadi kali ini saya akan melanjutkan cerita setelah kami ke Kawah Ijen yang sudah pernah saya tuliskan diblog ini. Jadi dalam perjalanan menuju rumah dari Pantai Pulau Merah, mas Ewald bertanya kapan rencana ke Bromo. Dia penasaran ingin ke Gunung Bromo karena membaca sebuah artikel majalah dalam pesawat Garuda menuju Indonesia. Saya sebenarnya bingung mengatur waktunya karena lusa dia sudah harus kembali ke Belanda. Setelah berunding, akhirnya dia menyanggupi kalau kami akan pergi jam 12 malam ke Bromo dengan tetap menggunakan mobil sewa sekaligus Pak Sopirnya. Terbayang kan hardcorenya setelah naik turun Kawah Ijen trus ke Pantai Pulau Merah jam 10 malam baru sampai Situbondo lalu jam 12 berangkat lagi ke Gunung Bromo. Tapi ya sudahlah, ada turis yang kebelet banget ingin melihat sunrise di Bromo.

Gunung Bromo

Sekitar jam setengah 3 pagi kami sampai dibagian bawah gunung bromo, duh apa ya nama daerahnya lupa. Mobil tidak bisa naik jadi harus menggunakan jip atau sewa ojek. Saya kalau ke Bromo sebelum-sebelumnya selalu bersama keluarga atau teman-teman, menginap semalam, trus ke kawah Bromo kami jalan kaki melintas lautan pasir untuk melihat sunrise dari atas kawah. Saya belum pernah melihat sunrise dari Penanjakan. Karena baru pertama itulah saya tidak ada pengalaman tentang sewa jip atau sewa ojek. Untungnya Pak Sopir sudah berpengalaman mengantarkan tamu kesini, jadi sudah tau medan. Awalnya ingin sewa jip, tapi kok ya mahal sekali, kalau tidak salah 600 ribu tapi jamnya dibatasi. Sedangkan sewa ojek lebih murah dan jam selesainya terserah kita. Untuk 2 sepeda motor, sewanya 200 ribu.

Dengan kedaan saya yang super mengantuk, kami berempat akhirnya menembus lautan pasir menuju Penanjakan. Pagi itu super dingin dan angin berhembus kencang. Walhasil saya menggigil menahan dingin yang menusuk. Ada disatu tempat saya hampir terjungkal kebelakang karena tiba-tiba tertidur. Untungnya saya sigap langsung memegang bagian kanan kiri sepeda motor. Untungnya tidak otomatis memeluk abang ojeknya :D.

Sesampainya di Penanjakan, ternyata tempatnya sudah penuh dengan wisatawan domestik dan mancanegara yang sama-sama ingin berburu foto sunrise. Mas Ewald dengan santainya berdiri dititik yang strategis dan dengan sabar menunggu sunrise datang dengan kameranya. Sementara saya yang masih mengantuk berat mencari tempat yang nyaman untuk bersandar dan tidur :D. Setelah ditunggu beberapa lama sampai menjelang jam 6, matahari tidak kunjung datang. Inilah yang ditakutkan para pemburu sunrise, yaitu mendung. Iya, pagi itu kami belum beruntung karena cuaca yang sebelumnya cerah, tiba-tiba tanpa disangka mendung menggelayut dan tidak berapa lama kemudian rintik hujan datang. Mas Ewald tentu saja kecewa karena dia tidak bisa menyaksikan secara langsung keindahan sunrise di Bromo yang dia lihat dari majalah. Namun demikian, dia tetap senang karena sudah menginjakkan kaki dikawasan Gunung Bromo.

DSC_8970

DSC_8974

Setelahnya kami melanjutkan perjalanan menuju kawah Gunung Bromo. Sewaktu kami kesana ternyata berbarengan dengan upacara pelemparan sesajen ke kawah. Bukan upacara besar, hanya terlihat beberapa orang menggunakan baju seperti yang dikenakan penduduk Bali jika sedang ada upacara adat.

Kawah Gunung Bromo. Saya selalu ngeri kalau berdiri disini, takut kepleset.
Kawah Gunung Bromo. Saya selalu ngeri kalau berdiri disini, takut kepleset.
sedang duduk istirahat ditepi kawah. Lihat yang warna kuning? Itu adalah tangga untuk menuju Kawah Gunung Bromo yang konon jumlahnya ada 250 anak tangga.
Sedang duduk istirahat ditepi kawah. Lihat yang warna kuning? Itu adalah tangga untuk menuju Kawah Gunung Bromo yang konon jumlahnya ada 250 anak tangga.

Setelah dari Kawah, kami melanjutkan ke Pura yang letaknya tidak jauh dari situ. Pura ini bernama Pura Luhur Poten Gunung Bromo. Pura ini merupakan tempat pusat ibadah Suku Tengger yang mayoritas beragama Hindu.

Pura Luhur Poten
Pura Luhur Poten
Pura Luhur Poten
Pura Luhur Poten
Bagian dalam Pura
Bagian dalam Pura

Setelah berkeliling dan puas melihat bagian dalam Pura, kami memutuskan kembali ke tempat mobil berada. Saat berada diboncengan, tangan abang ojek tiba-tiba menunjuk ke arah depan. Kemudian dia berkata kalau kepulan asap didepan sana itu berasal dari gunung kelud yang meletus. Wah, ternyata Gunung Kelud sedang meletus. Pada saat itu saya berpikir hanya letusan biasa. Ternyata sesampainya kami dirumah, Ibu memberitahu kalau letusannya besar dan Bandara Juanda ditutup, jadi tidak ada penerbangan karena hujan pasir sampai ke wilayah Surabaya.

Air Terjun Madakaripura

Setelah sampai mobil, Pak Sopirnya bertanya tujuan selanjutnya kemana lagi. Karena rencana kami hanya ke Bromo, maka saya bilang kalau langsung pulang kerumah saja. Beliau memberitahukan kalau searah dengan jalan pulang, kami akan melewati Air Terjun yang terkenal, namanya Air Terjun Madakaripura.Wah, saya bolak balik ke Bromo kok belum pernah mendengar keberadaan Air Terjun ini ya sebelumnya. Karena memang hari masih siang, saya mengiyakan usulan beliau, toh searah dengan jalan pulang.

Setelah melewati jalanan yang penuh kelokan dan disuguhi pemandangan lereng yang penuh dengan tanaman wortel, kubis maupun kol serta udara pegunungan yang segar, sampailah kami di Air Terjun Madakaripura yang berlokasi dikecamatan Lumbung, masih dalam kawasan Taman Nasional Gunung Bromo. Menurut cerita yang beredar, Madakaripura ini dulunya adalah sebidang tanah yang dihadiahkan oleh Raja Hayam Wuruk kepada Patih Gajah Mada. Konon ditempat inilah Patih Gajah Mada menghilang secara fisik maupun spiritual atau moksa dari muka bumi. Karenanya dibagian depan area terdapat patung Patih Gajah Mada. Air pada air terjun ini masih dianggap sebagai air suci atau Tirta Sewana dan biasanya penduduk tengger menggunakannya pada prosesi Mendhak Tirta yang dilakukan setiap tahun.

Patung Patih Gajah Mada
Patung Patih Gajah Mada

Masuk kedalam kawasan Air Terjun Madakaripura ini cukup dengan membayar retribusi sebesar Rp 5000, kalau tidak salah. Dan sebaiknya menggunakan sandal atau sepatu khusus untuk trekking karena melewati bebatuan dan menyeberangi sungai. Medannya cukup sulit, saya sampai terpeleset dua kali karena bebatuan yang licin. Karena memang tidak ada persiapan akan ke air terjun, walhasil saya harus membeli sandal jepit disini, ya daripada sepatu basah. Ehm, ralat, bukan saya yang membeli. Lebih tepatnya sandal jepit merah ini kado, “sandal jepit merah ini anggap saja kado hari Valentine ya,” err yang lain dapat coklat, ini dikasih sandal jepit :D. Sandal jepitnya masih ada sampai sekarang, bukan karena sengaja disimpan, tapi memang tidak ada yang memakainya di Situbondo. Oh iya, ada jasa pemandu juga disini. Saya pikir waktu itu bakal dibohongi harus menyewa pemandu segala. Ternyata memang karena medannya cukup susah, bersyukur juga akhirnya memutuskan untuk bayar pemandu, jadi selain membantu sebagai penunjuk jalan, juga menolong ketika menyeberang sungai plus jadi tukang foto dadakan.

Pemandangan menuju Air Terjun Madakaripura
Pemandangan menuju Air Terjun Madakaripura
Pemandangan menuju Air Terjun Madakaripura
Pemandangan menuju Air Terjun Madakaripura
Pemandangan menuju Air Terjun Madakaripura
Pemandangan menuju Air Terjun Madakaripura

Pemandangan menuju air terjunnya benar-benar indah diiringi dengan suara gemericik air sungai dan suara burung yang saling bersahutan berbunyi. Tapi saya agak ngeri juga sih, membayangkan tiba-tiba ada air bah datang. Beruntungnya hujan tidak turun karena kalau ada hujan, kami tidak akan diijinkan masuk, terlalu beresiko.

Ibu-ibu dibelakang santai sekali turun dari bebatuan, sementara kami was was terpeleset :D
Ibu-ibu dibelakang santai sekali turun dari bebatuan, sementara kami was was terpeleset 😀
Baru pertama ini Mas Ewald melakukan penjelajahan ala Pramuka haha. Maklum, dinegaranya tidak ada yang seperti ini.
Baru pertama ini Mas Ewald melakukan penjelajahan ala Pramuka haha. Maklum, dinegaranya tidak ada yang seperti ini.
Saya terpeleset disini. Sukses nyebur dan basah sebadan. Tapi akhirnya ya kering sendiri. Untuk tidak masuk angin.
Saya terpeleset disini. Sukses nyebur dan basah sebadan. Tapi akhirnya ya kering sendiri. Untuk tidak masuk angin.

Setelah hampi 1km (kata pemandunya) melalui medan yang sulit, naik turun bebatuan, menyeberangi sungai, akhirnya sampai juga kami dilokasi Air Terjun Madakaripura. Ketika sampai disini, entah kenapa perasaan saya menjadi tidak nyaman. Berasa hawa horor, atau mungkin saya saja yang membayangkan ada makhluk-makhluk halus disana. Berasa merinding selama didalam sini. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 200 meter, berada diantara tebing-tebing yang menjulang tinggi dan seakan-akan membentuk tirai pada seluruh bidang tebingnya.

Menuju bagian dalam
Menuju bagian dalam

DSC_7094

DSC_9056

DSC_9040

Setelah cukup puas disini, dengan tidak berlama-lama, akhirnya kami kembali menyusuri jalan semula menuju ke tempat parkir mobil. Akhirnya kesampaian dengan tanpa rencana sebelumnya ke Air Terjun Madakaripura. Ternyata Air Terjun ini sudah pernah masuk diacara traveling beberapa stasiun TV. Wah, saya berarti yang kurang gaul sampai tidak pernah mendengar ada air terjun ini sebelumnya :D.

Kami langsung pulang dengan singgah direstoran di Probolinggo untuk makan siang yang tertunda. Saya lupa nama restorannya apa. Subuh keesokan harinya kami harus berangkat ke Surabaya karena Mas Ewald harus kembali ke Belanda. Ternyata Juanda ditutup dan semua penerbangan dibatalkan. Setelah mengurus jadwal ulang keberangkatan, akhirnya dia menginap 2 malam lagi di Surabaya. Waktu dua hari tersebut kami manfaatkan untuk berkeliling Surabaya.

Sudah dua tahun lalu rupanya awal sebuah cerita, cerita tentang pertemuan pertama kami. Dan dua tahun kemudian kami sudah melalui 1.5 tahun perkawinan. Semoga selalu bahagia langgeng jaya damai sentosa *semacam slogan dibelakang truk.

Have a nice weekend
Have a nice weekend

Selamat berakhir pekan bersama orang terkasih dan teman-teman tersayang. Ada rencana khusus apa nih akhir pekan ini?

-Den Haag, 11 Februari 2016-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi.

Catatan Kuliner : Semarang – Jogjakarta – Solo

Pecel didepan Pasar Beringharjo. Kalau melihat foto ini selalu kangen kota Jogjakarta.

Update : Ini sebenarnya postingan lama, tapi gara-gara saya ngubek folder foto, akhirnya menemukan foto-foto liburan saya dengan teman-teman sekitar tahun 2009 di Jogja, akhirnya saya update sekalian rekomendasi tempat makan yang di Jogja. Saya posting ulang siapa tahu ada yang akan ke Jateng libur panjang besok dan ingin wisata kuliner.


Menjelang akhir pekan seperti ini rasanya ingin ngabur sebentar buat jalan-jalan ya. Melepaskan sedikit penat karena rutinitas harian yang tidak ada habisnya. Kalau menuruti pekerjaan, memang tidak akan pernah selesai. Perlu sesekali memanjakan diri untuk berlibur disuatu tempat, membuat rileks pikiran dan badan. Tidak harus jalan-jalan serius, wisata kuliner juga bisa membuat hati senang. Tidak harus makanan yang mahal, yang penting hati riang.

Saya dan Mas Ewald suka makan dan mencoba beragam makanan baru, kecuali unggas dan daging buat saya. Nah, mumpung Mas Ewald sebulan di Indonesia, saya ingin memperkenalkan beragam makanan Indonesia. Supaya dia tahu kalau makanan Indonesia itu tiada duanya dan selalu membuat kangen siapapun yang merantau keluar negeri.

Dibawah ini beberapa tempat makan yang kami datangi ketika jalan-jalan pada bulan Agustus 2014 di 3 kota yaitu Semarang, Jogjakarta, dan Solo. Tempat makan di 3 kota ini kebanyakan saya kenal karena pernah mendatangi sebelumnya (saya sering ditugaskan di 3 kota ini sewaktu bekerja). Jadi bukan dari rekomendasi atau tempat yang jadi rujukan website travelling, melainkan dari pengalaman pribadi. Tetapi ada juga tempat yang kami datangi karena tidak sengaja, kepepet sudah kelaparan dan malas mencari tempat lainnya, eh ternyata tempatnya nyaman.

SEMARANG

1. Bandeng Juwana

    Jl. Pandanaran 57, Semarang. Website : http://www.bandengjuwana.com

Restoran Bandeng Juwana yang terletak di Jalan Pandanaran ini saya ketahui pertama kali sewaktu sering ditugaskan ke Semarang oleh kantor. Awalnya tidak tahu kalau dipusat oleh-oleh ini terdapat tempat makan di lantai 2. Tempatnya nyaman, makanannya enak, harga bersahabat. Kami 2 kali makan ditempat ini. Oh iya, kita juga bisa memesan lumpia dengan bermacam variasinya di lantai satu, kemudian diantar ke lantai 2.

DSC_0174
Restaurant dan Pusat Oleh-Oleh
DSC_0175
Lumpia yang kami pesan belum datang. Menu yang kami pesan oseng jamur, oseng pare, garang asem bandeng, semur bandeng, oseng daun pepaya, bakwan jagung, es dawet, dan teh tawar. Total yang harus dibayar tidak sampai 100 ribu
Lantai satu sebagai pusat oleh-oleh
Lantai satu sebagai pusat oleh-oleh

 

2. Noeri’s Cafe

    Jl. Nuri no. 6 – Kota Lama, Semarang

Nah, Cafe ini tidak sengaja kami temukan karena aslinya salah jalan. Jadi setelah membeli tiket ke Jakarta dari Stasiun Tawang, kami ingin ke Gereja Blenduk. Tapi kami tidak tahu arah kesana lewat jalan mana. Akhirnya kami gambling lewat jalan kecil, persis depan stasiun. Ketika berjalan melewati tempat ini, kami merasa tidak ada yang spesial. Seperti Cafe biasa pada umumnya. Mas Ewald sempat berhenti untuk mengambil gambar dari depan. Tiba-tiba dari dalam ada seorang lelaki yang mempersilahkan masuk. Kami ragu-ragu karena memang tidak berencana untuk makan, selain itu hari sudah menjelang malam. Tapi Mas Ewald bilang, mampir saja sebentar. Setelah masuk, Wow! kami ternganga. Interiornya benar-benar vintage dan barang-barang yang ada disana antik semua. Jadi Cafe ini memang didirikan untuk menyalurkan hobi pemiliknya yang merupakan kolektor benda antik professional, Pak Handoko. Tema Cafe ini adalah kolonial. Mas Ewald tentu saja girang melihat banyak benda yang sangat Belanda. Lebih lengkap tentang Noeri’s Cafe akan saya ceritakan lengkap pada postingan berbeda. Pada akhirnya kami tidak menikmati makan dan minum disini, hanya tour singkat yang dipandu oleh salah satu pengelola Cafe yaitu Pak Wawan. Saya sempat melihat sekilas menu makan dan minum, tidak berbeda dengan Cafe pada umumnya. Makanan dan minuman ringan. Jika ingin mencari alternatif Cafe dengan suasana yang berbeda, sangat disarankan ke Noeri’s Cafe

DSC_8514_1

DSC_0201
Interior Noeri’s Cafe
DSC_0202
Mesin di Kasir yang antik
Noeri's Cafe
Pajangan di dinding yang sangat kental suasana kolonial di Noeri’s Cafe
DSC_0200
Berpuluh radio antik. Dan semuanya masih berfungsi dengan baik

 

3. Toko OEN

    JL Pemuda, No.52 Semarang. Website : http://tokooen.com/

Pasti sudah tidak asing lagi dengan nama Toko Oen. Toko yang terkenal dengan es krim yang rasanya super lezat itu, terletak tidak jauh dari kota lama Semarang. Toko Oen adalah toko roti dan kue pertama di Yogyakarta yang berdiri tahun 1922. Berikutnya menyusul dibuka di Semarang, Malang dan Jakarta. Akan tetapi, tahun 1958 Toko Oen di Yogyakarta dan Jakarta ditutup, sementara yang di Malang dibeli seorang pengusaha. Kini hanya tersisa Toko Oen di Jalan Pemuda 52, Semarang. Toko Oen di Semarang telah berdiri sejak 1936, bangunannya barcat putih dengan kaca besar dan pintu kayu yang masih lekat nuansa klasik. Toko Oen dibangun dengan model jendela dan atap melengkung tinggi meniru desain yang popular di Eropa abad ke-19. Interior bangunannya masih asli ditambah langit-langit yang tinggi dan digantungi lampu-lampu elegan. Furniture resto ini juga menarik karena dilengkapi sebuah mesin kasir tua, jam kayu kuno besar, dan sebuah piano kuno berwarna hitam. Suasana ruangannya menenangkan berpadu dengan lagu-lagu klasik yang mampu membangkitkan nostalgia. Tepat di depan pintu masuknya terpampang etalase dan toples kaca besar berisi kue-kue kering. Sejak dulunya Toko Oen merupakan tempat makan orang-orang Belanda. Bahkan hingga kini pun toko ini tetap menjadi tujuan wajib wisatawan asal Belanda yang datang ke Semarang. (sumber : Wonderful Indonesia)

Mas Ewald senang sekali disini karena suasananya yang kental dengan negeri Belanda. Kami sebenarnya tidak membeli makanan yang banyak. Hanya mencicipi Es Krim yang terkenal enaknya. Niatnya ke Toko Oen sih ingin menumpang Wifi. Duduk berlama-lama hampir satu jam dengan bermodalkan segelas Es Krim. Tapi benar, Toko Oen sangat kami rekomendasikan selain tempatnya yang nyaman juga Es krimnya yang lezat.

DSC_0218

DSC_0216

DSC_0217
Setelah lulus A1 2 bulan lalu, ngertilah saya baca ini *hahaha congkak

 

 4. Bakmi Djowo Doel Noemani

Nah, Bakmi Djowo ini juga tidak sengaja kami temukan. Setelah selesai Mas Ewald Tour Lawang Sewu, kami merasa lapar, tapi tidak ingin makanan yang terlalu berat. Kami sepakat untuk makan seadanya yang kami temukan sepanjang jalan menuju hotel. Ternyata didepan hotel Amaris, tempat kami menginap, ada tempat makan yang pembelinya terlihat banyak sekali. Tanpa pikir panjang kami pun menghampiri. Ternyata Bakmi. Setelah bakmi yang kami pesan datang, dan karena kelaparan, kamipun makan tanpa banyak bicara. Rasanya enak sekali. Kami memesan Bakmi Goreng. Mas Ewald sampai tambah 1 piring lagi. Mas, luwe nemen yo kok sampek nambah hehe. Porsinya menurut saya pas, tidak terlalu banyak maupun sedikit. Harganya juga tidak mahal per porsinya Rp 8000 kalau tidak salah ingat untuk sepiring Bakmi Goreng. Yang membutuhkan tempat makan dimalam hari, datang saja ke Bakmi Djowo Pak Doel Noemani.

Foto dipinjam dari http://bakmiedjowodoelnoemani.blogspot.com/
Meskipun kelas warung, karyawannya pakai seragam batik yang berganti setiap hari. Dan rasa khas bakmienya didapat dari cara memasaknya yang menggunakan Anglo
Meskipun kelas warung, karyawannya pakai seragam batik yang berganti setiap hari. Dan rasa khas bakmienya didapat dari cara memasaknya yang menggunakan Anglo
2 kali kesini ga sempat difoto, kebur habis karena kelaparan. Foto dipinjam dari http://wisatasemarang.wordpress.com/page/3/?pages-list
2 kali kesini ga sempat difoto, keburu habis karena kelaparan. Foto dipinjam dari http://wisatasemarang.wordpress.com/page/3/?pages-list

JOGJAKARTA

1. Pasar Bringharjo

Setiap ke Jogjakarta, saya tidak pernah absen menyempatkan diri untuk sarapan di bagian depan Pasar Bringharjo. Rasa makanannya khas rumahan dan pilhan makanannya beragam. Tempat makan depan Pasar yang terletak di Jalan Malioboro ini menyedikan segala macam jenis sate, pecel, mie, baceman, gudeg, dan lainnya. Harganya tentu saja sangat bersahabat. Kalau sudah disini, dipastikan pasti kalap mata. Rasanya semua ingin disantap. Silahkan mampir kesini jika ingin mencari alternatif tempat untuk sarapan

DSC_0141
Segala makanan ada di emperan Pasar Bringharjo
DSC_0142
Sarapan disini selalu membuat ketagihan untuk kembali datang. Rasanya mak nyuss 🙂 *Aduh saya jadi lapar sluruuphh

 

2. Jejamuran

    Jl. Magelang KM 10 Yogyakarta /Sleman

Jejamuran ini salah satu tempat yang saya selalu kunjungi jika mendapat tugas kantor ke Jogjakarta. Saya mengajak Mas Ewald kesini karena ingin menunjukkan bahwa jamur bisa diolah menjadi berbagai jenis makanan yang sangat lezat. Kami ke Jejamuran ini setelah dari Borobudur. Jadi kami turun di perempatan sleman, kemudian jalan kaki sekitar satu kilo ke arah kiri dari perempatan sleman arah dari Borobudur. Untuk menuju ke Jejamuran, tidak ada kendaraan umum yang melintas karena tidak terletak dijalan besar. Jejamuran berdiri sejak tahun 1997 dan pemiliknya adalah Pak Ratidjo, seorang pengusaha jamur. Semua menu yang tersedia disini berbahan dasar Jamur. Cocok untuk mereka yang vegetarian. Jika ingin berkunjung,  tempat makan khas jamur ini buka dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 21.00. Sekedar saran, jika datang pada siang hari, usahakan sebelum jam makan siang, karena bisa dipastikan restoran yang memiliki parkir luas ini, penuh pengunjung terutama para pegawai kantor di seputaran Kota Yogyakarta. Rasa enak, namun harga tidak menguras kantong.

Rendang Jamur, Tongseng Jamur, Sate Jamur, Asem-asem Jamur. Yummyy!!
Rendang Jamur, Tongseng Jamur, Sate Jamur, Asem-asem Jamur. Yummyy!! Minumnya Es Kencur nambah 3 kali hahaha haus banget setelah jalan 1 km. Segeerrr. Kami membayar cukup 100 ribu saja

 

3. Legian Garden Restaurant

    Jl. Perwakilan no. 9, second floor across Ibis Hotel and Malioboro Mall, Yogyakarta Website : http://legianrestaurant.weebly.com/

Restoran Legian ini juga salah satu tempat yang kami temukan tanpa sengaja. Jadi, pada saat itu seharian kami penuh drama menuju Museum Ullen Sentalu. Akses kendaran umum yang susah menuju dan dari Ullen Sentalu-Jogja membuat energi kami terkuras karena harus berganti berkali-kali kendaraan umum. Setelah turun dari TransJogja, kami memutuskan untuk makan di mall Malioboro saja karena malas dan terlalu capek kalau harus cari-cari lagi tempat makan. Tiba-tiba sebelum mall persis kami melewati tempat ini. Saya bilang ke Mas Ewald, yuk kita lihat sebentar. Setelah naik kelantai 2, kami langsung suka dengan tempatnya. Konsepnya adalah restoran diatap semi outdoor yang berkonsep kebun. Jadi suasananya sejuk karena semilir angin juga romantis karena seperti makan ditengah kebun ditemani temaram lilin. Makanannya enak, harga tidak terlalu mahal, suasananya pun romantis. Perfect!. Oh iya, saya melihat pengunjungnya banyak yang bule.

Sate Jamur, Ikan Bakar ukuran jumbo, Tumis Kangkung, Minuman Rempah
Sate Jamur, Ikan Bakar ukuran jumbo, Tumis Kangkung, Minuman Rempah 2 porsi. Sekitar 150 ribu
Restoran di atap semi outdoor nuansa taman
Restoran di atap semi outdoor nuansa taman. Cozy

 

4. The House Of Raminten

     Jl. FM Noto 7, Kotabaru, Yogyakarta

The House of Raminten juga tempat makan yang selalu saya kunjungi jika ke Jogja. Menurut saya, rasa makanannya sangat biasa dan harganya murah meriah. Tapi entah kenapa meskipun rasanya biasa, saya selalu ingin kembali datang kesini. Mungkin saya suka dengan suasananya yang unik. Jadi sejarah The House of Raminten adalah diawali dari hobby, Hamzah.HS yang sangat menyukai makanan dan minuman tradisional yaitu jamu dan sego kucing dan juga rasa sosialnya yang tinggi akhirnya Hamzah.HS membuka suatu peluang usaha yang diberi nama The House of Raminten. Dimana nama Raminten adalah nama tokoh yang diperankan oleh Hamzah HS dalam sebuah sitcom di Jogja TV yang ditayangkan setiap Minggu jam 17.00 dengan judul Pengkolan. The House Of Raminten sendiri buka 24 jam dengan nonstop musik gamelan. Untuk lebih lengkap tentang sejarahnya, bisa dibaca disini

Selain nama-nama menunya yang unik, pramusajinya juga selalu menggunakan kostum yang khas. Selalu menggunakan kemben atau kebaya untuk wanitanya, berjarik dan berompi untuk yang pria.

DSC_8178

Disediakan sudut ruang untuk belajar membatik
Disediakan sudut ruang untuk belajar membatik
Lesehan
Lesehan
Sarapan porsi Jumbo karena kelaparan setelah semalaman naik kereta api ekonomi dari semarang. Gudeg komplit, Sambel Tempe Penyet, Tempe Mendoan, Lumpia, Minuman Rempah
Sarapan porsi Jumbo karena kelaparan setelah semalaman naik bis dari Surabaya. Gudeg komplit, Sambel Tempe Penyet, Tempe Mendoan, Lumpia, Minuman Rempah, es cendol. Kami membayar semuanya tidak sampai 60 ribu
Minuman Susu Perawan Tancep. Unik ya, gelasnya berbentuk payudara
Minuman Susu Perawan Tancep. Unik ya, gelasnya berbentuk payudara

 

5. Gudeg dan Ronde

Makanan lainnya yang tidak boleh lupa untuk dicicipi ketika datang ke Jogjakarta tentu saja Gudeg dan Ronde. Waktu itu, kami tidak memilih secara khusus pergi ke Gudeg yang terkenal di Jogja. Kami makan gudeg pun karena sudah lapar setelah berkeliling di Keraton Jogja. Jadi kami makan seadanya disekitaran pintu keluar Keraton Jogja. Saya dan Mas Ewald sama-sama bukan penyuka manis. Jadi untuk Gudeg, kalau tidak terpaksa, kami akan mencari alternatif makanan yang lainnya.

Sedangkan Ronde, kalau malam pasti banyak sekali ditemui disetiap sudut Jogja. Kami menikmati wedang ronde didepan hotel kami menginap, yaitu Ameera Boutique. Wedang Ronde merujuk pada air jahe panas (wedang adalah bahasa Jawa yang merujuk pada minuman panas) yang disajikan bersama dengan ronde. Air jahe juga bisa menggunakan gula kepala, diberi taburan kacang tanah goreng (tanpa kulit), potongan roti, kolang-kaling, dan sebagainya. Sedangkan ronde adalah makanan tradisional China dengan nama asli Tāngyuán (Hanzi=湯圓;penyederhanaan=汤圆; hanyu pinyin=tāngyuán). Nama tangyuan merupakan metafora dari reuni keluarga (Hanzi=團圓;penyederhanaan=团圆) yang dibaca tuányuán (menyerupai tangyuan). Ronde terbuat dari tepung ketan yang dicampur sedikit air dan dibentuk menjadi bola, direbus, dan disajikan dengan kuah manis (Wikipedia)

Gudeg

Ronde
Ronde

DSC_0171

6. Oseng-oseng Mercon Bu Narti

Oseng mercon ini letaknya kalau tidak salah waktu itu di Jl. KH Ahmad Dahlan (mudah-mudahan tidak pindah). Oseng-oseng yang berisi kulit, tulang muda, gajih, dan kikil ini dimasak dengan sekitar 6-7kg cabe rawit merah untuk 50kg koyoran. Kenapa disebut mercon?karena rasa pedasnya yang meledakkan mulut, dan rasanya seperti melelehkan lidah. Teman saya yang memakan oseng-oseng mercon ini sampai kebingungan meredakan rasa pedasnya dengan meminum teh hangat berkali-kali. Saya yang waktu itu makan lele bakar dengan sambel dari oseng-oseng mercon ini saja rasanya tidak sanggup menghabiskan, saking pedasnya. Tetapi meskipun pedas, rasanya memang mantap. Nasi hangat panas disantap dengan sambel atau oseng-oseng mercon ditemani dengan lele bakar dan teh hangat plus kerupuk. Haduh, saya jadi lapar.

Oseng-oseng mercon
Oseng-oseng mercon. Foto pinjam teman.

DSCN0268

SOLO

Kami singgah ke Solo hanya beberapa jam. Kami pergi dari Jogjakarta menuju Solo menggunakan Pramex. Mas Ewald ingin melihat Kraton Solo. Saya sudah bercerita sebelumnya kalau Mas Ewald ini suka sekali dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan sejarah. Karenanya, dia selalu mengajak ke tempat yang bersejarah, seperti museum dan yang lainnya.

Kalau saya ke Solo, pertama kali yang ingin saya tuju untuk makan adalah Spesial Sambal (SS). Sebenarnya SS ini tidak hanya ada di Solo, di beberapa kota juga sudah ada cabangnya. Tapi entah kenapa saya makan SS ini hanya kalau sedang di Solo. Di Solo pun, lokasinya ada di beberapa titik. Karena saya adalah penggila sambal, tentu yang saya buru adalah berbagai jenis sambal yang enak sekali rasanya dan tingkat kepedasannya pun bisa disesuaikan dengan permintaan pembeli. Yang ingin merasakan berbagai jenis sambal, silahkan ke SS untuk merasakan sensasi kepedasannya.

DSC_8367
Spesial Sambal yang terletak dekat terminal Solo
Makanan sebegini banyak tidak sampai 70 ribu. Aneka jenis sambalnya benar-benar bikin kalap mata. Semuanya tandas tidak bersisa :)
Makanan sebegini banyak tidak sampai 70 ribu. Aneka jenis sambalnya benar-benar bikin kalap mata. Semuanya tandas tidak bersisa 🙂

Begitulah catatan kuliner dari perjalanan kami Semarang – Jogjakarta – Solo. Semoga bisa memberikan rekomendasi tempat makan bagi yang ingin jalan-jalan disekitar 3 kota tersebut.

Punya pengalaman kuliner di 3 kota tersebut? Ada tempat favorit makan dikota-kota tersebut? yuk berbagi disini ^^

Selamat berakhir pekan ^^

-Situbondo, 12 Desember 2014-

Update : -Den Haag, 4 Februari 2016-

Saya lapar sekali malam-malam lihat foto makanan disini. Duh, kangen dengan Jogja! Selamat berlibur panjang ya buat yang di Indonesia.

PS : Semua foto adalah dokumentasi pribadi kecuali yang kami pinjam menggunakan keterangan.

Berkunjung ke Pusat Kota Gouda

Pasar Keju Gouda

Jika mendengar kata Gouda, apa yang ada dipikiran? Yap, Keju! Meskipun bukan penyuka keju, tetapi sejak tinggal di Indonesia saya sudah familiar dengan Gouda karena saat menyusuri lorong susu dan keju di supermarket, keju Gouda dengan mudah dapat ditemukan. Di Belanda, tiga kota penghasil keju yang terkenal adalah Gouda, Edam, dan Alkmaar. Gouda menyumbang sekitar 60% produksi keju di Belanda. Meskipun Gouda lekat dengan keju, sesungguhnya ada sisi menarik lain dari kota Gouda. Ketika berkunjung ke pusat kota Gouda, maka akan terlihat beberapa bangunan bersejarah dengan bentuk yang menawan, kanal dengan undakan, maupun taman disudut kota.

Balai Kota (Stadhuis) Gouda
Balai Kota (Stadhuis) Gouda

Gouda terletak diprovinsi Zuid Holland. Selain terkenal dengan keju, kota ini juga dikenal sebagai penghasil stroopwafel dan lilin. Ada beberapa acara terkenal di Gouda yang seringkali menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung, salah satunya adalah Pasar Keju Gouda. Pada awal April sampai akhir Agustus setiap tahun, tepatnya hari kamis pukul 10.00 – 12.30 salah satu pasar keju tradisional di Belanda digelar di Gouda. Kenapa disebut tradisional? Karena petani membawa langsung keju ke pasar (yang terletak disekitar Stadhuis) dengan menggunakan gerobak yang disebut brik, proses uji kualitas, ditimbang digedung timbang, diberi harga, kemudian dijual. Menyenangkan jika berada dipasar seperti ini adalah bisa mencicipi keju secara gratis. Sayang sekali tahun kemarin saya tidak bisa menyaksikan secara langsung pasar keju ini karena hari dan jamnya bertepatan dengan saya sekolah. Beruntungnya saya mendapatkan salah satu foto dari Rurie.

Pasar Keju Gouda
Pasar Keju Gouda. Foto : Rurie

Saya mengenal Rurie dari Melly yang tinggal di Jerman. Beruntung akhirnya saya kenal dengan Rurie, jadi punya alasan untuk berkunjung ke Gouda. Maklum, Gouda dan Den Haag jaraknya tidak terlalu jauh, secara psikologis biasanya kalau tempat yang dekat dikunjunginya menyusul dikemudian hari, justru tempat yang jauh didatangi lebih dahulu. Rurie punya usaha katering spesialis makanan Indonesia bernama Kios Kana. Kios Kana ini menerima pesanan dan pengiriman dari dan ke seluruh Eropa. Saya beberapa kali pesan ke Kios Kana untuk makanan yang tidak bisa (belum bisa lebih tepatnya) saya buat sendiri, contohnya baso ikan, ikan asin, cumi asin, pempek, dan lumpia semarang isi tahu. Saya ketagihan dengan Ikan asin dan cumi asin buatannya, oh iya baso ikannya juga enak sekali. Kios Kana ini kios serba ada, tidak hanya menyediakan beragam masakan Indonesia, tetapi juga beberapa barang atau bumbu yang berhubungan dengan Indonesia, semuanya (diusahakan) ada. Selain usaha Katering, Rurie juga seorang fotografer dan mempunyai usaha fotografi bernama Rurie van Sark Photography.

Saya kerumah Rurie dalam rangka menjaga putrinya yang masih bayi. Akhirnya Rurie mengajak saya untuk berkeliling ke pusat kota Gouda. Karena saat itu cuaca sedang panas dan bertepatan dengan bulan Ramadan yang 19 jam jadinya saya tidak mau uji nyali berkeliling terlalu lama, menghemat energi menuju buka puasa jam 10 malam. Beberapa tempat dibawah ini yang saya datangi :

De Waag atau gedung timbang selain menjadi tempat untuk penimbangan keju ketika pasar keju dilaksanakan, juga berfungsi sebagai museum keju dan beberapa kerajinan tangan dipajang disana.

De Waag
De Waag
Timbangan Keju
Timbangan Keju
Keju Gouda
Keju Gouda

 

Salah satu sudut De Waag
Salah satu sudut De Waag

Balai kota atau dalam bahasa Belanda adalah Stadhuis selain menjadi tempat kantor pemerintahan juga sebagai pelaksanaan pernikahan. Stadhuis Gouda ini dibangun pada tahun 1450. Pada saat saya sedang kesana, sedang berlangsung satu pernikahan.

Stadhuis Gouda
Stadhuis Gouda
Stadhuis dimalam hari. Foto : Rurie
Stadhuis dimalam hari. Foto : Rurie

Sint Janskerk adalah adalah gereja dengan tinggi 123meter yang menjadikan gereja tertinggi di Belanda dan terkenal didunia karena kemegahan 72 jendela kaca patri.Gereja ini pernah mengalami kebakaran hebat pada tahun 1552.

Sint Janskerk
Sint Janskerk
Bagian dalam Sint Janskerk. Sumber : http://www.sintjan.com/
Bagian dalam Sint Janskerk. Sumber : http://www.sintjan.com/

Selain bangunannya, taman dan kanal-kanal di Gouda juga sangat menarik. Berjalan diseputar pusat kota (centrum) Gouda tidak akan membosankan Saya lupa untuk memotret pusat perbelanjaan di Gouda.

Kanal di Gouda
Kanal di Gouda
Salah satu taman di Gouda
Salah satu taman di Gouda

Selain terkenal dengan pasar keju, setiap bulan Desember di Gouda ada festival cahaya atau disebut Kunslicht. Puncak acaranya ketika ribuan lilin dinyalakan serentak (yang disebut Kaarstlicht) di Markt Square diiringi oleh paduan suara Natal.

Kunslicht. Foto : Rurie
Kunslicht. Foto : Rurie
Kunslicht. Foto : Rurie
Kunslicht. Foto : Rurie

Setelah saya ajak berkeliling ke Pusat Kota Gouda melalui tulisan ini, tertarik untuk mengunjungi Gouda? Info tentang Gouda bisa didapat langsung pada website resmi kota Gouda.

-Den Haag, 10 Januari 2016-

Semua foto yang tidak ada keterangan sumbernya adalah dokumentasi pribadi.

Cahaya Persahabatan di Amsterdam Light Festival 2015

“Kamu ini kok tau aja sih ada acara dimana-mana?”

“Makanya, gaul donk didunia maya :p”

Begitulah percakapan singkat kami ketika saya mengutarakan ingin melihat Amsterdam Light Festival (ALF). Bahkan guru dikelas sering menanyakan pada saya tentang acara-acara akhir pekan disekitar Den Haag saat kelas hari kamis berakhir. Beliau mengatakan bahwa saya seperti duta wisata Den Haag karena selalu tahu agenda Den Haag diakhir pekan. Padahal saya tahunya dari Instagram, pada saat dulu masih aktif. Kalau sekarang saya mengandalkan informasi dari twitter. Begitu juga saat membaca ada Amsterdam Light Festival, saya mengetahuinya dari twitter. Karena memang suka dengan gemerlap lampu, tentu saja saya antusias untuk menyaksikan secara langsung kemeriahan festival ini. Apalagi ketika seorang kenalan dari Jerman, master lampu saya menyebutnya karena bidang keilmuan dan bidang kerjanya tidak jauh-jauh dari lampu, menceritakan tentang bagusnya ALF.

Amsterdam Light Festival tahun 2015 yang diadakan sejak 28 Nopember 2015 dan akan berakhir pada 17 Januari 2016, mengangkat tema Friendship. Festival yang pada tahun 2015 memasuki tahun keempat ini diikuti oleh berbagai negara. Tercatat yang mendaftar 34 negara dengan lebih 350 konsep. Tetapi juri memutuskan untuk menyeleksi dan terpilih 34 karya seni dan instalasi dari 100 finalis yang ditampilkan pada Water Colors (bisa dilihat menggunakan perahu) dan Illuminade (bisa dilihat kalau memilih rute jalan kaki). Mengapa Friendship dipilih sebagai tema edisi keempat ini, karena persahabatan adalah tema universal yang tidak akan pernah terkikis oleh waktu, ya dalam bahasa kerennya tak lekang oleh waktu (Jadi ingat lagu Kerispatih *info ga penting :D). Aristoteles mendeskripsikan “My best friend is the man who in wishing me well wishes it for my sake”. Melihat menariknya tema ini, maka para arstitek dan pekerja seni mencoba menuangkannya dalam bentuk seni dan instalasi lampu.

Kami sampai di Amsterdam Centraal pukul 17.30 pada hari Natal kedua. Niatnya ingin melihat instalasi menggunakan perahu. Apadaya ternyata tiket untuk semua perusahaan perahu ludes terjual. Salah kami juga memutuskan untuk naik perahu didetik-detik terakhir akan pergi. Kalau naik perahu, menyusuri kanal untuk melihat Water Colors ditempuh selama 75 menit dengan membayar €20/orang. Jadi kalau tahun depan ada yang berencana melihat Amsterdam Light Festival, lebih baik membeli secara online jauh hari supaya tidak kehabisan.

Amsterdam Centraal
Amsterdam Centraal
Perahu-perahu yang akan membawa menjelajah kanal-kanal di Amsterdam.
Perahu-perahu yang akan membawa menjelajah kanal-kanal di Amsterdam.

Akhirnya kami memutuskan untuk mengambil rute Illuminade yaitu berjalan kaki menyusuri kanal. Berbekal buku panduan yang dibeli suami dipusat informasi seharga €3.5 kami tidak hanya menyusuri kanal sesuai dengan rute kapal, tetapi bisa juga singgah dibeberapa taman yang ada instalasi lampunya. Salah satu yang bisa ditemui di Illuminade adalah Instalasi Infinitive Support. Menurut Lightform sebagai penggagasnya, Infinitive Support mempunyai makna “To us, friendship means supporting one another through thick and thin. As far as we’re concerned, friendship is never ending.

Oranje untuk rute Illuminade, hijau untuk rute water colors
Oranje untuk rute Illuminade, hijau untuk rute water colors
Infinitive Support
Infinitive Support

Selama berjalan untuk berburu cahaya persahabatan tersebut, saya dan suami sempat berbincang agak serius tentang persahabatan. Dia tahu bagaimana jatuh bangunnya saya memupuk kepercayaan kembali karena pernah dikhianati oleh sahabat, dan dia tahu bagaimana saat ini saya sedang krisis kepercayaan tentang arti sebuah persahabatan. Namun diujung pembicaraan, saya mengatakan pada Mas Ewald “Sejak awal, kamu bukan hanya sebagai suamiku. Aku meletakkan kepercayaan kepadamu juga sebagai seorang sahabat. Aku menikah dengan sahabat terbaikku.” Yang tentu saja disambut dengan kembang kempis hidung suami karena dipuji-puji.

Bands of Friendship karya Santosh Gujar dan Vikas Patil dari India. Sembilan lingkaran ini mempunyai arti "Endless friendship and has been positioned in such a way that the spectator may look at themfrom different angles with changing meaning from every perspective"
Bands of Friendship karya Santosh Gujar dan Vikas Patil dari India. Sembilan lingkaran ini mempunyai arti “Endless friendship and has been positioned in such a way that the spectator may look at themfrom different angles with changing meaning from every perspective”

Dibawah ini adalah salah satu favorit saya yaitu Run Beyond karya Angelo Bonello dari Italy. Setiap gerakan simbolnya menyala secara bergantian dan cepat. Diawali dengan berlari, melompat, mendarat, berguling dan berdiri. Mungkin ini diartikan sebagai sebuah kebebasan dalam tali persahabatan.

Run Beyond
Run Beyond

Dua kepala yang sedang berbicara ini juga konsepnya unik. Talking heads karya Victor Vicsek dari Hungary mengisahkan tentang ekspresi dari masing-masing orang. Seorang sahabat tidak harus memberikan banyak kata ketika sahabatnya sedang ingin mengeskpresikan situasi yang sedang dihadapi. Bahkan dua orang bisa saling berkomunikasi hanya dengan ekspresi muka dan tatapan mata. When you look sad, i’m inclined to comfort you. When i laugh, it means that i invite you to join me in laughing.

Talking Heads
Talking Heads

Beberapa dibawah ini adalah beberapa instalasi yang mencerminkan arti persahabatan

A tale of two cities
A tale of two cities
Friendala karya Macarena Meza Daniela Orellana - Chile
Friendala karya Macarena Meza Daniela Orellana – Chile

SMALLALF2015-61

Hiyaa, mau aja disuruh istrinya pose begini :D
Hiyaa, mau aja disuruh istrinya pose begini 😀

Saat itu untungnya cuaca cerah, tidak ada hujan sedikitpun. Meskipun begitu, angin tetap kencang dan membawa hawa dingin yang menggigit. Karenanya foto-foto disini beberapa ngeblur karena saya tidak kuat dingin jadinya tangan agak goyang ketika mengambil gambar ditambah angin juga. Tapi semua jadi terbayarkan ketika melihat pemandangan kanal dan bulan yang bersinar terang. Sungguh, suasananya benar-benar romantis.

SMALLALF2015-137

Sudah mirip Venesia belum? *nanya soalnya belum pernah kesana :D
Sudah mirip Venesia belum? *nanya soalnya belum pernah kesana 😀

Saat sedang asyik berjalan, tiba-tiba suami melihat ada restauran Indonesia menyempil. Begitu membaca menunya dan membaca ada soto ayam disana, dia jadi galau ingin makan disini. Ya, dia memang selalu lemah iman dengan soto ayam. Makanya kalau saya sedang kehabisan ide mau memasak apa, soto ayam paling tepat dihidangkan. Tapi akhirnya kami tidak mampir kesini, mungkin lain waktu karena waktu sudah merangkak menjelang tengah malam. Dari daftar menunya, saya bisa makan disini.

Lain kali harus dicoba kesini
Lain kali harus dicoba kesini
Pusat Perbelanjaan
Pusat Perbelanjaan

Tidak terasa, 5 jam sudah kami berjalan kaki berjalan menyusuri kanal dan taman untuk melihat cahaya dan merenungi arti persahabatan melalui instalasi seni ini. Cuaca cerah, cahaya lampu yang penuh arti, dan suami yang menemani merupakan kombinasi yang nyaris sempurna untuk menempuh jalan lebih dari 3km. Karena tidak ada yang sempurna didunia ini.  Kami tidak menyesal tidak bisa menyusuri kanal dengan menggunakan perahu karena dengan berjalan kaki ternyata lebih banyak yang bisa dilihat disamping lebih murah dan lebih sehat juga. Seperti hidup, kadang yang kita dapatkan tidak selalu sama dengan yang kita harapkan. Namun seringnya malah itu yang lebih baik buat kita karena percaya saja bahwa Tuhan tahu yang terbaik untuk hambaNya selama kita tidak putus berusaha dan berdoa.

SMALLALF2015-208

Buat saya, teman ada yang datang dan pergi silih berganti. Kalau bisa dan layak untuk dipertahankan, maka akan saya perjuangkan. Kalau tidak bisa dan tidak mampu lagi saya perjuangkan untuk bertahan, maka saya akan ikhlaskan untuk pergi dan berlalu. Hubungan persahabatan yang dipaksakan, yang datangnya tidak lagi dari hati, lebih baik direlakan untuk pergi.

What certain is that friendship isn’t bound to any laws ad that we can be friend whomever we want and decide for ourselves what this friendship implies. Whether we call somebody a friend or a good acquaintance is entirely our own decision. Friendship can be short-lived or they can last a lifetime. They are intense or exist at a distance by means of social media. Friendship are available in a thousand different colors

 

 

Friendship as a natural bond between good people, reciprocal and without ulterior motives

-Socrates-

-Den Haag, 3 Januari 2016-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi

Christmas Market di Köln – Jerman

Seperti yang pernah saya tuliskan pada postingan terdahulu bahwa tujuan saya dan suami ke Köln karena ingin mengunjungi Christmas Market. Ini kunjungan pertama kami, karenanya sangat antusias meskipun hujan deras sepanjang perjalanan hampir 3 jam dari Den Haag sampai di Köln. Bahkan di Köln sendiri hujan tidak berhenti sampai malam hari kami menuju Kerpen untuk menginap dirumah Beth. Saya pikir dengan hujan, sedikit angin dan suhu sekitar 5 derajat celcius, tidak banyak orang yang datang ke beberapa tempat Christmas Market. Tetapi saya salah. Dari empat tempat yang kami datangi, semuanya penuh, meskipun tidak sampai uyel-uyelan. Biasanya saya melihat suasana seperti ini (Christmas Market) di film-film menjelang Natal. Sekarang bisa merasakan sendiri. Rasanya senang luar biasa. Atmosfirnya susah dikatakan karena larut dengan suasananya. Dulu sewaktu di Surabaya atau Jakarta, saya senang ke mall menjelang Natal begini. Melihat lampu warna warni, hiasan natal, mendengarkan lagu-lagu. Sama senangnya kalau masuk bulan puasa dan menjelang Idul Fitri, saya juga suka ke mall, selain karena menikmati suasananya, juga berburu barang diskon :D.

Ada Lima Christmas Market yang terkenal di Köln yaitu : Cathedral Christmas Market, Angel’s Christmas Market, Old Town Christmas Market, Harbour Christmas market, Gay and Lesbian Christmas Market. Kami mengunjungi tiga tempat pertama dan satu Christmas market kecil, simpel karena lokasinya berdekatan jadi bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari satu lokasi satu ke lainnya. Christmas Market ini berlangsung sejak 23 November sampai 23 Desember 2015. Masing-masing tempat mempunyai keunikan tersendiri. Terutama dari simbol yang ada distandnya.

Cathedral Christmas Market

Cathedral Christmas Market ini letaknya persis didepan (depan atau mana ya, saya juga rancu bagian depannya mana :D) Köln Cathedral yang juga tepat didepan The Roman-Germanic Museum. Yang khas adalah pada semua stand tendanya berwarna merah dan ditengah-tengan area ada pohon natal tinggi sekali.

Cathedral dimalam hari
Cathedral dimalam hari

IMG_7272

IMG_7273

IMG_7274

IMG_7275

IMG_7276

IMG_7277

Angel’s Christmas Market

Angel’s Christmas Market ini terletak di Neumarkt, kira-kira 10 menit berjalan kaki dari Cathedral Christmas Market. Stand disini khas dengan patung Angel diatap bagian depan.

IMG_7279

IMG_7280

Lihat ada Angel diatas kan?
Lihat ada Angel diatas kan?

IMG_7282

IMG_7283

IMG_7284

Ini sayur, tapi saya tidak tahu sayur apa :D cuma numpang lewat trus motret.
Ini sayur, tapi saya tidak tahu sayur apa 😀 cuma numpang lewat trus motret.
Ingin punya patung Angel seperti itu
Ingin punya patung Angel seperti itu

Old Town Christmas Market

Sesuai dengan namanya, Christmas Market ini terletak di Old Town. Pada saat perang dunia kedua, hampir 72% area kota Koln hancur, penuh puing termasuk area Old Town. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membangun kembali area ini yang sudah terkenal disegala penjuru dunia karena terdapat Katedral, Gereja Roma Groß St. Martin (St. Martin) dan Balai Kota. Di Old Town Christmas Market ini uniknya adalah terdapat arena Ice Skating. Suami menawarkan apakah saya mau mencoba? Wah Mas, jalan saja sering jatuh tanpa sebab, apalagi Ice Skating.

FullSizeRender

FullSizeRender_1
Mejanya berbentuk kuda

IMG_6896

IMG_6901
Memberi nama di tapal kuda

IMG_6902

IMG_6926

IMG_6958

IMG_7023

Arena Ice Skating
Arena Ice Skating

IMG_7290

Gluhwein
Gluhwein

Karena terlalu antusias keliling semua lokasi sambil incip-incip gratis makanan yang boleh saya makan, kami sampai lupa membeli sesuatu untuk kenang-kenangan. Sampai dirumah suami bergumam “lho kok kita ga beli apa-apa ya. Cuman makan ini itu gratisan haha” untungnya Mas Ewald membawa pulang gelas Glühwein. Oh ya, yang belum tahu Glühwein menurut suami adalah minuman yang terbuat dari campuran dari anggur merah, rempah (kayu manis, cengkeh, adas), kulit jeruk atau lemon. Bahan-bahan tersebut kemudian dipanaskan dan biasanya disajikan dalam cangkir. Minuman ini benar-benar populer di Christmas Market. Kata suami rasanya enak. Dia sampai minum 3 cangkir ditempat yang berbeda.

Begitulah pengalaman kami mengunjungi Christmas Market di Köln – Jerman. Senang? luar biasa pastinya. Sudah tidak sabar ingin berkunjung ke Christmas Market dikota lainnya di Jerman tahun depan.

Selamat hari senin ya semua. Sudah libur atau menjelang libur Natal ya ini? Kalau belum libur, pasti sudah tidak konsentrasi kerja lagi ya sekarang 🙂 Jadi teringat dulu sewaktu masih kerja di Jakarta, akhir tahun adalah saat yang paling dinanti semua karyawan dikantor saya, karena kami pasti mendapatkan libur akhir tahun selama 2 minggu dan mendapatkan bonus akhir tahun :).

-Den Haag, 21 Desember 2015-

Semua foto disini adalah dokumentasi pribadi.

Menikmati Suasana Menjelang Natal di Köln – Jerman

Semenjak pulang dari Frankfurt Book Fair suami sudah kasak kusuk mengutarakan idenya untuk mengunjungi Köln di Jerman. Dia bilang Christmas Market disana bagus. Sebenarnya dia juga belum pernah kesana (ke Köln) dewasa ini, hanya ketika masih kecil dengan seluruh keluarganya. Tapi dia membaca artikel kalau Christmas Market di Köln sangat bagus, yang terkenal berada dilima tempat berbeda. Kami kemudian memutuskan mengunjungi Köln tahun ini sebagai jujugan pertama untuk melihat Christmas Market, dan rencananya kami akan menjadikan ini sebagai agenda tahunan. Jadi berkunjung ke kota yang berbeda di Jerman (kemungkinan juga di Belgia) untuk menyaksikan kemeriahan Christmas Market. Karena Köln jaraknya tidak terlalu jauh dari Den Haag, sekitar 3 jam berkendara, maka kami memutuskan kalau akhir pekan adalah saat yang tepat untuk pergi ke Köln. Sebenarnya disebut akhir pekan juga kurang tepat karena kami pergi Jumat pulang Sabtu.

Kemudian saya teringat tawaran Beth, salah satu kawan dari grup whatsapp yang anggotanya adalah Ibu-ibu yang tinggal di Eropa, tentang menginap dirumahnya jika ada yang sedang berkunjung ke Köln. Langsung saja saya menghubungi Beth secara pribadi menanyakan apakah tawaran tersebut masih berlaku atau tidak. Ternyata Beth mengiyakan bahwa menginap dirumahnya berlaku setiap saat dengan catatan memang mereka sedang tidak ada acara liburan atau kesibukan keluarga. Meskipun Beth tinggal di Kerpen, tetapi jaraknya dengan Köln tidak terlalu jauh, sekitar 20 menit berkendara. Singkat cerita akhirnya kami menginap dirumah Beth. Senang menghabiskan waktu dirumahnya karena selain bisa bermain bersama putrinya yang lucu, juga bisa berbincang lagi dengan Beth setelah terakhir ketemu sewaktu di Frankfurt. Suwun ya Beth buat tumpangan tidurnya, sarapan yang enak dan hadiah kuenya :). Oh iya, Beth bisa dijumpai diblog resep makanannya atau cerita seputar kehidupannya di Jerman.

Kami berangkat dari Den Haag Jumat 11 Nopember 2015 diiringi dengan rintik hujan dan angin, cuaca khas Belanda. Beth juga sudah mewanti-wanti sehari sebelumnya bahwa di Köln cuaca juga akan hujan. Kami masih berharap bahwa prakiraan cuaca akan meleset dan Köln akan cerah. Ternyata sepanjang perjalanan dan sesampainya di Köln jam 2 siang, hujan deras tetap saja turun tiada henti. Sampai ada satu teman digrup whatsapp mengatakan “hujan dari Belanda jangan dibawa ke Köln, Den.” Haha.

Kenapa harus ke Köln? Karena Köln atau Cologne adalah salah satu dari empat kota terbesar di Jerman selain Berlin, Hamburg, dan Munich. Cologne terletak di kedua sisi Sungai Rhine, kurang dari delapan puluh kilometer dari Belgia. Cologne juga terkenal dengan Eau de Cologne, parfume yang diciptakan oleh ekspatriat dari Italia bernama Johann Maria Farina pada awal abad 18. Selama abad 18 tersebut, parfume yang dia ciptakan  semakin terkenal, kemudian diekspor keseluruh Eropa oleh keluarga Farina. Köln juga mempunyai banyak sekali tempat bersejarah maupun museum. Lalu apa saja yang kami kunjungi selama di Köln 2 hari? Dalam postingan ini saya akan menuliskan secara umum dulu. Nanti secara spesifik tiap tempat akan saya tuliskan pada postingan terpisah.

Christmas Market (dalam bahasa Jerman bernama Weihnachtsmarkt)

Hari pertama kami lalui untuk mengunjungi Christmas Market. Meskipun hujan deras, dan tentu saja dingin yang menggigil, kata suami sekitar 5 derajat celcius, dan terkadang disertai hembusan angin, tidak menyurutkan langkah kami untuk menjelajah 3 Christmas Market diantara lima yang terkenal. Lima Christmas Market tersebut adalah : Cathedral Christmas Market, Angel’s Christmas Market, Old Town Christmas Market, Harbour Christmas market, Gay and Lesbian Christmas Market. Kami mengunjungi tiga tempat pertama dan satu Christmas market kecil. Christmas Market ini berlangsung sejak 23 November sampai 23 Desember 2015. Karena baru pertama kali mengunjungi Christmas Market di Jerman, tentu saja kami sangat antusias. Bukan saja karena melihat dekorasi setiap stand yang sangat memukau, juga barang-barang yang dijual rasanya ingin dibeli semua karena unik dan kece. Jadi gemas sendiri rasanya. Tidak kalah menggiurkannya adalah aroma kue dan masakan yang menguar disetiap penjuru tempat. Kalau saja saya bisa memakan semua, pasti akan kalap ingin membeli semua makanan tersebut. Tapi jangan salah, saya masih bisa incip-incip tester dari beberapa cookies. Dan pada akhirnya saya menemukan satu stand yang menjual pizza vegetarian. Oh ya, tidak kalah terkenalnya adalah Glühwein yang menurut suami adalah minuman yang terbuat dari campuran dari anggur merah, rempah (kayu manis, cengkeh, adas), kulit jeruk atau lemon. Bahan-bahan tersebut kemudian dipanaskan dan biasanya disajikan dalam cangkir. Minuman ini benar-benar populer di Christmas Market. Kata suami rasanya enak. Dia sampai minum 3 cangkir ditempat yang berbeda.

IMG_7123

 

IMG_6958

FullSizeRender_2

FullSizeRender

Glühwein
Glühwein

Hohenzollern Bridge

Kami penasaran sekali dengan jembatan ini. Selain itu, kami juga penasaran dengan penampakan Great St. Martin Church dan Cologne Cathedral dari seberang jembatan. Akhirnya dengan berhujan ria, pegang payung, tangan saya asli kebas sampai rasanya beku tidak bisa merasakan Hp yang dipegang, untung saja tidak nyemplung disungai Rhine. Disepanjang jembatan yang diperuntukkan sebagai lalu lalang kereta dan sisi kanan kirinya untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda, penuh dengan gembok. Karena malam, saya tidak bisa melihat dengan jelas. Tapi yakin sekali kalau sepanjang jembatan tersebut penuh dengan gembok. Saya sejak dulu selalu merasa risih dengan keberadaan gembok-gembok dijembatan. Rasanya kotor karena melihat banyak yang karatan.

Setelah sampai ujung jembatan, baru terlihat jelas Great St. Martin Church dan Cologne Cathedral. Kalau tidak hujan pasti lebih bagus lagi. Kata Beth, sebenarnya bisa melihat seluruh kota dari atas tower yang letaknya dibelakang hotel Hyatt. Tapi karena saya tahunya telat, jadinya foto seperti yang dibawah ini yang saya dapatkan. Artinya saya harus ke Köln lagi nih 😀

Gembok kating cementel
Gembok kating cementel
Saat ada kereta yang melintas
Saat ada kereta yang melintas

Cologne Cathedral (Kölner Dom)

Cologne Cathedral (Kölner Dom) adalah salah satu landmark Köln. Pertama kali melihat saya langsung terpana dengan bangunan luarnya. Saya sampai berpikir kok bisa ya jaman dulu orang membangun dengan detil yang sempurna. Saya benar-benar mengagumi sisi luar dari Katedral ini. Ketika di Kölner Dom saya naik sampai tower melalui tangga lebih dari 500 anak tangga. Bisa melihat seluruh kota dari atas towernya. Pengalaman tidak terlupakan naik keatas tower lebih dari 500 anak tangga.

FullSizeRender_1

IMG_7066

FullSizeRender

FullSizeRender_1

The Roman-Germanic Museum

Museum ini terletak berdekatan dengan Cologne Cathedral. Dari namanya saja sudah bisa ditebak bahwa isi dari museum erat kaitannya dengan arkeologi dari periode Paleolithic sampai awal Middle ages. Didalam museum ini banyak didisplay tembikar-tembikar, patung, peti mati, perhiasan, dan mosaik lantai. Juga ada monumen penguburan setinggi 15 meter.

IMG_7010

IMG_7019

Hal-hal tersebut yang kami lakukan akhir pekan lalu. Selain yang tersebut diatas, kami juga menyusuri pusat perbelanjaan. Bukan untuk belanja, tetapi tersasar mencari letak Neumarkt. Akhir pekan yang menyenangkan. Tentu saja masih banyak tempat di Köln yag masih belum sempat kami kunjungi. Semoga akan ada kesempatan lain waktu untuk kembali kekota ini.

FullSizeRender_1

IMG_7122

Masih dalam proses pencarian bangunan ini namanya apa, karena kami tidak sengaja menemukan ketika berjalan mencari Neumarkt
Masih dalam proses pencarian bangunan ini namanya apa, karena kami tidak sengaja menemukan ketika berjalan mencari Neumarkt
Saya dan Beth
Saya dan Beth

Selamat hari senin. Semoga minggu ini selalu membawa kebahagiaan dan aktivitas yang akan kita jalani diberikan kelancaran dan kemudahan.

-Den Haag, 13 Desember 2015-

Semua dokumentasi adalah milik pribadi.

Berkunjung ke Arnhem

Ketika membaca postingan Mbak Yoyen tentang Sonsbeekmarkt pada bulan Maret lalu, saya langsung terpana dengan jajaran pemandangan makanan dipostingan tersebut. Langsung saya menunjukkan tulisan Mbak Yo tersebut ke suami untuk dibaca. Dia juga terpana karena belum pernah mendengar Sonsbeekmarkt sebelumnya. Akhirnya kami sepakat untuk mengunjungi Arnhem pada bulan Juni. Iya, saya suka latah kalau ada postingan yang berhubungan dengan makanan, padahal kalau sudah sampai tempatnya ya tidak terlalu banyak makan. Selain akan ke Sonsbeekmarkt, saya bertanya pada Mbak Yo tempat manalagi yang bisa dikunjungi. Mbak Yo yang memang tinggal di Arnhem menyarankan untuk ke Openluchtmuseum dan Museum Bronbeek. Tentu saja suami memilih untuk ke Museum Bronbeek dibanding Openluchtmuseum. Padahal saya ingin sekali ke Openluchtmuseum. Kenapa tidak bisa langsung langsung tiga tempat dalam satu hari? Karena pak suami pasti lama sekali kalau sudah masuk museum. Waktu ke Museum Bronbeek saja sampai hampir tutup museumnya kami masih didalam. Satu persatu dibaca, sementara saya membaca juga tapi cuma sekilas saja. Maklum, kami memang beda keyakinan kalau masalah yang satu ini.

Singkat cerita, setelah mendapatkan tiket kereta dagkaart kami langsung memutuskan kapan akan pergi. Kalau memakai dagkaart bisa lebih mengirit untuk bepergian jarak jauh. Jarak tempuh dari Den Haag – Arnhem antara 1.5 jam sampai 2 jam. Tergantung waktu datang kereta saat transit. Waktu itu saya mendapatkan seharga €14 bisa dipakai seharian. Ternyata waktu di Arnhem bisa juga dipakai untuk naik bis, asal perusahaan transportasinya sesuai dengan yang tertera ditiket. Dagkaart bisa dipakai ke seluruh Belanda dalam waktu satu hari. Dagkaart ini ada yang hanya bisa dipakai senin-jumat, ada yang bisa dipakai hanya sabtu-minggu, ada yang bisa dipakai seluruh hari. Dagkaart dijual di HEMA, Kruidvart, Blokker, dan Albert Heijn (AH). Untuk mengetahui promosi ini bisa dicek ke website Treinreizeger.

SONSBEEKMARKT

Sonsbeekmarkt ini adanya setiap hari minggu pada minggu pertama setiap bulan sejak bulan Maret sampai Desember setiap tahunnya. Jadi hari minggu besok adalah yang terakhir pada tahun ini. Sonsbeekmarkt bertempat di Sonsbeekpark. Kalau ke Arnhem naik kereta, maka lokasi Sonsbeekpark ini tidak jauh dari Arnhem Centraal, penunjuk jalannya jelas, bisa dijangkau sekitar 10 menit jalan kaki. Saya sendiri terpesona dengan Sonsbeekpark yang luas dan sejuk, sepanjang mata memandang hamparan rumput hijau dan pohon-pohon. Selain itu, diarea ini juga terdapat hutan. Lengkap mata dimanjakan oleh pemandangan yang menyegarkan. Ditengah-tengah Sonsbeekpark ada gedung putih atau yang dikenal sebagai De Witte Villa. Gedung ini berfungsi selain sebagai restaurant juga cafe, juga sebagai tempat pertemuan atau tempat mengadakan pesta yang berkapasitas sampai 600 orang. De Witte Villa dibangun pada tahun 1744 dan direnovasi pada tahun 2014.

IMG_2360

IMG_2367

IMG_2507

IMG_2993

Sonsbeekmarkt sudah ada sejak tahun 2012. Markt sendiri adalah bahasa Belanda yang artinya pasar. Yang menyenangkan di Sonsbeekmarkt adalah tidak hanya makanan dan minuman saja yang dijual, tetapi segala jenis barang ada. Makanan dan minumannya fresh, bahkan rotinya homemade. Produk yang dijual kebanyakan adalah produk lokal. Jadi terbayang kan pengalaman merasakan langsung produk lokal. Tidak hanya itu saja, penjualnya juga senang menerangkan dengan ramah tentang apa yang dijual. Saking senangnya mereka bercerita, saya sampai takjub mendengarkan ada satu stand yang menjual roti menerangkan proses pembuatan roti yang dia jual. Di stand lain yang menjual Sate, saya malah diajak berbincang karena yang menjual bisa dengan lancar berbicara bahasa Indonesia dan dia bilang kalau pernah bekerja selama 2 tahun di Jakarta, tetapi harus meninggalkan pekerjaannya tersebut dan memilih pulang ke Belanda untuk membantu usaha keluarganya tersebut. Awal mula dia mengajak berbincang karena saya celingak celinguk didepan stand tersebut, lalu dia menyapa “Hai, kami berjualan sate ayam biasanya, tapi kali ini kami hanya membawa sate babi, jadi kamu tidak bisa makan karena ini tidak boleh buat kamu.”Saya jadi terharu.

IMG_2391

Ikan siap dipanggang
Ikan siap dipanggang

 

Homemade bread dengan berbagai macam rasa.
Homemade bread dengan berbagai macam rasa.
Pizza
Pizza
Jus buah
Jus buah

IMG_2411

IMG_2384

Bapak yang sedang nggipasin sate pakai blankon
Bapak yang sedang ngipasin sate pakai blankon
Taplaknya batik. Mas yang disana yang fasih berbahasa Indonesia. Yang pakai blankon tadi bapaknya.
Taplaknya batik. Mas yang disana yang fasih berbahasa Indonesia. Yang pakai blankon tadi bapaknya.
Saya makan Oyster dikucuri jeruk nipis. Segar sekali
Saya makan Oyster dikucuri lemon. Segar sekali

Hampir disetiap stand makanan ada testernya. Jadi kami berkeliling sambil icip-icip gratis. Lama-lama kenyang juga. Akhirnya setelah berputar mencari makanan apa yang cocok untuk makan siang, suami mengajak makan gado-gado distand makanan Indonesia yang punya ibu dari Suriname. Suami ini memang kalau makan diluar menunya cuma dua, kalau tidak soto ya gado-gado. Awalnya saya tidak tahu kalau Ibu ini bisa bahasa Indonesia. Begitu saya mengucapkan terima kasih, malah diajak ngobrol bahasa Jawa. Saya lupa kalau Suriname banyak orang Jawanya. Akhirnya kami mengobrol menggunakan bahasa Jawa.

IMG_2422

Ujung-ujungnya makan gado-gado
Ujung-ujungnya makan gado-gado

MUSEUM BRONBEEK

Museum Bronbeek ini museum tentang KNIL (Koninklijk Nederlands-Indie Leger). Walaupun saya tidak setekun suami untuk membaca semua informasi didalamnya, yang saya rasakan setelah keluar dari museum ini sedih sekali, entah kenapa. Jangan bertanya lebih lanjut tentang sejarah pada saya. Kalau ingin tahu  apa saja yang ada didalam museum ini, saya rekomendasikan untuk langsung membaca tulisan Crystal tentang Museum Bronbeek. Saya saja baru paham ketika membaca tulisan dia, padahal saya yang lebih dulu ke museum ini. Dibelakang museum ada restoran Indonesia yang bernama Kumpulan juga ada rumah untuk para veteran. Sewaktu saya kesana, ada satu veteran yang sedang bertandang ke Museum. Beliau bercerita tentang sejarah pada saat ada di Jakarta. Saya yang waktu itu masih belum terlalu paham bahasa Belanda, ya agak sepotong-sepotong menangkap isi ceritanya. Sedangkan suami jangan ditanya, seperti punya dunia sendiri kalau sudah masuk museum, tidak bisa diganggu gugat, menekuri satu persatu seluruh bagian museum. Saya lupa tiket masuk museum ini berapa. Kalau yang suka sekali berkunjung ke museum, lebih baik membeli museumkaart. Kartu ini bisa digunakan ke seluruh museum di Belanda (yang jumlahnya lebih dari 400) dalam waktu satu tahun, cukup dengan membayar €55. Ini sangat menghemat jika setiap minggu pergi ke museum dan tiket masuknya anggap saja satu kali masuk €10. Bisa dihitung sendiri hematnya berapa.

IMG_2439

IMG_2444

IMG_2447

Sementara suami tekun membaca, saya tekun foto-foto saja :)
Sementara suami tekun membaca, saya tekun foto-foto saja 🙂

IMG_2452

Ini ruangan favorit saya, bisa duduk sambil melihat film. Adem ruangannya. Tempat memutar film itu adalah ranjang.
Ini ruangan favorit saya, bisa duduk sambil melihat film. Adem ruangannya. Tempat memutar film itu adalah ranjang.

IMG_2466

IMG_2469

IMG_2477

Kantin
Kantin

IMG_2489

Semacam mesra berpegangan tangan :D
Semacam mesra berpegangan tangan 😀
200 tahun Waterloo
200 tahun Waterloo

Beruntung sekali sewaktu ke Arnhem cuaca cerah cenderung panas. Padahal berhari-hari sebelumnya selalu turun hujan dan cuaca seperti ini khas Belanda : sebentar hujan, sebentar ada matahari, angin kencang muncul, hujan lagi dan seterusnya. Saya senang dengan Arnhem. Tidak sehiruk pikuk Den Haag. Jalan yang kami lalui tenang dan lengang. Mudah-mudahan suatu saat bisa berkunjung kembali ke Arnhmen. Ada beberapa tempat lagi yang ingin kami datangi.

Kelihatannya njomplang ya, padahal...memang iya :D Tapi saya tidak semungil itu kok, beda sudut mengambilnya saja *pembelaan
Kelihatannya njomplang ya, padahal…memang iya 😀 Tapi saya tidak semungil itu kok, beda sudut mengambilnya saja *pembelaan

-Den Haag, 2 Desember 2015-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi.

Indonesia Jazz Night dan Indonesia Angklung Performance di Den Haag

Dalam satu minggu ini, saya dan suami datang ke dua acara besar yang diadakan oleh KBRI di Den Haag bekerjasama dengan Rumah Budaya Indonesia (RBI) yang ada di Belanda. Rumah Budaya Indonesia sendiri terdapat di 10 negara yaitu Belanda, Amerika, Perancis, Jerman, Turki, Jepang, Timor Leste, Singapura, Myanmar, dan Australia. RBI didirikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang bertujuan untuk menjadikan rumah publik dalam rangka memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia sehingga dapat meningkatkan apresiasi, citra, dan membangun ikatan (budaya) masyarakat Internasional terhadap Indonesia. Selain itu, di RBI masyarakat lokal bisa belajar banyak hal mengenai Indonesia seperti sejarah, bahasa, dan tentu saja keragaman budaya Indonesia. Untuk mendukung tujuan tersebut, maka RBI akan menggelar berbagai pertunjukan seni dan pameran kesenian kebudayaan Indonesia, seperti pertunjukan tari tradisional, permainan musik tradisional, dan sebagainya. Di Belanda sendiri RBI diresmikan pada tanggal 25 Juni 2015 di Amsterdam.

Dalam satu minggu kebelakang, KBRI dan RBI di Belanda mengadakan dua pagelaran besar. Semuanya tanpa dipungut biaya alias gratis untuk siapapun baik masyarakat Indonesia ataupun warga Belanda atau siapapun yang menyaksikan acara tersebut.

INDONESIA JAZZ NIGHT

Sebenarnya saya sudah telat saat mengetahui akan ada acara ini. Seorang teman yang ingin datang ke Den Haag untuk mengurus paspor mengatakan bahwa akan ada Dwiki Darmawan di Den Haag. Tetapi ketika saya mencoba mendaftar melalui website KBRI, ternyata sudah tidak bisa. Ya iyalah seminggu sebelum acara pasti sudah tidak ada tempat sisa. Singkat cerita, akhirnya saya bisa mendapatkan tiket ke acara tersebut dengan segala perjuangan. Kenapa saya begitu ingin datang ke Indonesia Jazz Night yang diadakan di Koninklijk Conservatorium Den Haag pada tanggal 20 November 2015 pukul 18.30-21.00? Karena salah satu pengisi acaranya adalah orang yang suka sejak dulu. Indonesia Jazz Night menampilkan Dwiki Darmawan, Tohpati, dan Dira Sugandi, dan beberapa musisi pendukung lainnya. Ya, saya ingin melihat Dira Sugandi karena suka mendengar suara penyanyi Indonesia yang sudah menginternasional ini. Sejak kemuculan Dira Sugandi di acara Just Alvin, saya langsung terpana dan memutuskan menjadi salah satu fansnya. Bangga banget kesannya :D. Sedangkan suami tertarik datang ke acara ini karena dia memang penyuka dan penikmat musik jazz. Maklum, darah pemusik dikeluarganya kental. Papa mertua pernah menelurkan beberapa album jazz bersama grup musik beliau. Suami juga bisa memainkan beberapa alat musik dengan baik seperti piano, gitar, dan drum. Karenanya suami senang sekali datang ke pertunjukan musik khususnya jazz.

Sajojo
Sajojo

Indonesia Jazz Night ini dibuka oleh tarian Sajojo yang (kalau tidak salah) dibawakan oleh siswa-siswa salah satu SMA di Semarang dilanjutkan oleh grup Angklung dari Eindhoven. Selanjutnya Dwiki Darmawan membawakan Jazz for Freeport dilanjutkan Paris Berantai. Dira Sugandi muncul pada urutan ketiga menyanyikan lagu IE. Saya menahan nafas melihat kecantikan Dira Sugandi dan kejernihan suaranya dalam bernyanyi. Saya lupa Tohpati muncul pada saat kapan, yang pasti pada saat membawakan lagu Lukisan Pagi, Dira Sugandi diiringi oleh petikan gitar Tohpati. Aslinya Lukisan Pagi ciptaan Tohpati ini dilantunkan oleh Shakila. Pada saat Dwiki Darmawan memberitahukan hal tersebut, suami bertanya dengan polosnya pada saya “Lho, lagu ciptaan Tohpati ini pernah dibawakan sama Shakira?”, Mas, Shakila, bukan Shakira :p

Dira Sugandi, Dwiki Darmawan. Tohpati dalam satu panggung
Dira Sugandi, Dwiki Darmawan. Tohpati dalam satu panggung

Lagu lainnya yang dibawakan oleh Dira Sugandi adalah Bubuy Bulan dan Lamalera’s Dream. Sedangkan Dwiki Darmawan beserta Tohpati dan beberapa musisi lainnya membawakan Prambanan Mood, Frog Dance (yang terinspirasi dari suara kodok ketika berlibur ke Ubud), Whale Dance, Pasar Klewer (dari album terbaru Dwiki Darwaman yang belum keluar dipasaran), Arafura, dan The Spirit of Peace.

Saya sebagai penikmat musik yang biasa saja, merasa senang dengan penampilan Dwiki Darmawan yang bersinkronisasi (aduh ini istilah opo ya) dengan petikan gitar Tohpati, tabuhan kendang, petikan bass, dan tabuhan drum musisi pendukung lainnya. Meskipun terdengar seperti berdiri sendiri ketika mereka memainkannya dan juga cepat seperti saling berkejaran, namun masih terdengar satu harmoni. Saya masih bisa menikmati. Sedangkan Suami yang memang khusyuk sekali memperhatikan, tidak bisa disenggol sedikitpun kalau musik sudah dimainkan. Bahkan saya beberapa kali dipelototi ketika mencoba mendokumentasikan dalam bentuk foto atau video. Dia semakin kesal ketika beberapa kamera menggunakan flash dan terdengar suara “cekrik” pada saat memotret. Saya juga sebenarnya sebal sekali dengan Ibu yang duduk didepan. Bukannya melihat pertunjukan, malah sibuk dengan FB dengan sinar sangat terang pada layar Hpnya. Beliau sampai ditegur oleh Ibu Belanda yang duduk disebelahnya. Disebelah suami malah dengan santainya menerima telpon dan berbincang, akhirnya ditegur oleh suami. Dia sampai tidak habis mengerti dan mengomel “Orang Indonesia ini seperti tidak tahu cara berterimakasih. Sudah diberikan pertunjukan musik gratis dengan mendatangkan orang-orang bertalenta berkelas Internasiona, bukannya duduk menyimak sebagai bentuk penghargaan, malah sibuk dengan sosial media.” Inggih Mas *kemudian melipir.

Sebelum acara berakhir, Dwiki Darmawan meminta penonton berdiri untuk hening sejenak “Mari kita hening sejenak, mendoakan para korban di Paris, korban ketidakadilan, korban perang dimanapun berada, sementara kita masih diberikan kesempatan bersenang-senang disini. Semoga kedamaian tercipta dimuka bumi ini.”

Secara keseluruhan, kami puas dengan Indonesia Jazz ini. Lebih dari puas malah saya bilang. Penampilan yang super. Kapan lagi bisa melihat penampilan 3 orang musisi yang sudah melanglang buana karyanya dikalangan Internasional, dalam satu panggung. Ditambah lagi gratis melihat acara ini dan diberikan kotak snack (lupa isinya yang pasti ada teh kotak) oleh KBRI. Hati riang, perut kenyang, pulang kerumah dalam keadaan senang 🙂

INDONESIA ANGKLUNG PERFORMANCE

Indonesia Angklung Performance yang diadakan pada tanggal 25 November 2015 pukul 18:00-19:30 di Museon Den Haag, menampilkan Saung Angklung Udjo. Saya sudah lama mendengar ketenaran Saung Angklung Udjo, tapi baru kali ini melihat secara langsung bagaimana mereka pentas. Dan memang sungguh menakjubkan. Pada bulan November juga merupakan perayaan selama lima tahun Angklung ditasbihkan sebagai Intangible Heritage oleh UNESCO.

Saya janjian dengan suami distasiun yang tidak jauh dari rumah karena suami pulang kerja, jadi kami berangkat bersama-sama ketempat acara. Sesampainya di Museon, kami langsung disuguhi kotak snack, yang lagi-lagi isinya menggugah selera : lemper, pastel, nogosari dan jus jeruk. Setelahnya kami masuk keruangan. Awalnya kami duduk didepan, tapi karena saya yang tingginya pas-pasan begini, jadi tidak bisa melihat dengan jelas panggungnya. Akhirnya saya bilang ke suami untuk pindah ke bagian belakang saja karena letaknya lebih tinggi dan masih banyak tempat kosong (yang sesaat kemudian penuh ketika beberapa orang yang terlambat mulai berdatangan). Beberapa saat kemudian pertunjukan dimulai dengan beberapa orang mulai memainkan angklung dan beberapa lainnya menari. Setelahnya beberapa murid Saung Angklung Udjo unjuk kebolehan memainkan instrumen menyerupai bambu berderet yang harus dipukul alat untuk mengeluarkan bunyinya (seperti gamelan tetapi dari bambu, lupa namanya apa).

image4

Selain pertunjukan yang benar-benar meriah dan membuat yang hadir sangat antusias, ada juga workshopnya. Penonton diberi masing-masing satu angklung yang kemudian bersama-sama dipandu oleh anak Mang Udjo yang sekarang menjadi pemilik Saung Angklung Udjo. Setiap angklung mempunyai satu nada. Saya memegang angklung bernada 6, sementara suami bernada 7. Kami beberapa kali diajari cara memainkannya yang kemudian bersama-sama memainkan beberapa buah lagu dengan cara dipandu. Seru sekali bagian ini. Kami seringkali tertawa ketika beberapa orang tidak bisa mengikuti yang diinstruksikan. Antusias terlihat bukan hanya dari orang Indonesia, beberapa orang bule juga saya lihat nampak bersemangat (termasuk yang disebelah saya :D). Tak disangka setelah workshop berakhir, diumumkan bahwa kami diperbolehkan membawa Angklung. Ruangan langsung riuh dengan suara senang penonton. Kami malah membawa pulang tiga angklung karena tiba-tiba diberi oleh ibu yang duduk disebelah. Seru sekali sesi ini. Suasana Workshop yang sempat saya rekam :

Setelah Workshop selesai, dilanjutkan kembali oleh pertunjukan Angklung kembali. Dan dibawah ini adalah rekaman penutupnya yaitu Es Lilin dan tarian.

Wah kami senang sekali mendatangi dua acara diatas yang diselenggarakan dalam waktu berdekatan. Terutama pertunjukan Angklung karena bisa memperkenalkan ke suami alat musik tradisional Indonesia. Lihat saja wajah antusiasnya 🙂 Dia malah bilang kalau saat pulang ke Indonesia nanti, mau mampir ke Saung Angklung Udjo di Bandung. Mau membeli Angklung semua nada. Huwooo digawe opooo Mas, ngebak-ngebaki omah ae :p

image1Senang tidak hanya warga Indonesia yang bisa menikmati suguhan budaya ini, tetapi juga beberapa warga negara kebangsaan diluar Indonesia.

Selamat berakhir pekan, semoga akhir pekannya menyenangkan bersama yang tersayang. Jadi, apa rencana akhir pekan kalian?

-Den Haag, 26 November 2015-

Semua dokumentasi adalah milik pribadi

Mengintip Kemeriahan HavenVIStijn di Texel

HavenVIStijn (Haven=Pelabuhan; Vis=Ikan) adalah sebuah festival tahunan yang diadakan di pelabuhan Oudeschild, salah satu wilayah di Texel, Belanda. Oudeschild adalah satu-satunya pelabuhan yang bisa digunakan pada sisi timur pulau Texel. Festival ini bisa dikatakan sebagai festival laut yang tentu saja erat kaitannya dengan segala sesuatu tentang ikan, hasil laut, kegiatan yang bisa dilakukan dilaut (misalkan melihat anjing laut), bazar, makan gratis (beberapa stand hanya meminta uang seikhlasnya untuk amal, sedangkan stand yang lainnya menyediakan makan gratis), melihat pertunjukan musik, dan masih banyak lagi acara yang bisa dinikmati ketika HavenVIStijn.

image3

image11

Pelabuhan Oudeschild
Pelabuhan Oudeschild

image4

image21

HavenVIStijn tahun ini diadakan pada tanggal 8 Agustus 2015. Setiap tahun acara ini diselenggarakan ketika musim panas pada minggu kedua dibulan Agustus dari jam 1 siang sampai 5 sore. Kami beruntung sempat mengintip kemeriahannya karena sebelumnya tidak mengetahui ada festival laut ini ketika berencana ke Texel untuk merayakan satu tahun pernikahan (cerita tentang Texel akan ditulis terpisah). Kami baru mengetahui satu hari sebelum berangkat, tanpa sengaja ketika browsing tentang tempat-tempat yang akan dikunjungi di Texel. Tentu saja kami senang luar biasa karena kami pencinta ikan, segala makanan laut, dan tentu saja laut itu sendiri. Ketika kami singgah di pelabuhan Oudeschild ini setelah bersepeda selama 4 jam tanpa berhenti (total waktu kami bersepeda pada hari itu 13 jam dengan jarak tempuh 90km untuk mengelilingi pulau Texel), suasana sudah sangat ramai dengan pengunjung yang berbaur menikmati dan melakukan segala aktivitas disana. Tentu saja ketika kami sampai disana sudah waktunya makan siang dan kami berkeliling mencari makan pada stand yang menyediakan makanan gratis ataupun dengan membayar secara sukarela. Beruntung sekali pada hari itu cuaca sempurna cerahnya. Karena terlalu bahagia dengan adanya matahari yang tampil paripurna, suami sampai tidak sadar kalau kulitnya terbakar padahal sudah memakai krim. Baru sadarnya malam hari terasa perih ketika terkena air. Kalau saya ya cukup agak menggelap sedikit, hahaha congkak.

image18

Kesibukan menggoreng ikan
Kesibukan menggoreng ikan
Saya dua kali antri untuk makan ikan ini. Enak sekali rasanya (yang ini membayar sukarela)
Saya dua kali antri untuk makan ikan ini. Enak sekali rasanya (yang ini membayar sukarela)
Kerang rebus. Saya pencinta kerang sejati. Saya berdiri disini lama menikmati kerang rebus gratis ini bersama beberapa orang lainnya sambil bercakap tentang Indonesia (mereka senang sekali bertanya-tanya tentang Indonesia kepada saya)
Kerang rebus. Saya pencinta kerang sejati. Saya berdiri disini lama menikmati kerang rebus gratis ini bersama beberapa orang lainnya sambil bercakap tentang Indonesia (mereka senang sekali bertanya-tanya tentang Indonesia kepada saya)
YAng ini saya lupa, gratis atau membayar sukarela. Cocos ballatjes
Yang ini saya lupa, gratis atau membayar sukarela. Cocos balletjes

Dan masih banyak makanan laut lainnya yang saya nikmati seperti sup tomat kerang, udang panggang, ikan asap, dan beberapa jajanan lainnya. Intinya hari itu perut kami kenyang dengan makanan laut yang banyak disediakan gratis. Kai pesta makanan laut pada hari itu. Selain makanan, beberapa kegiatan lainnya juga tidak kalah menariknya seperti pertunjukan musik, workshop membuat jala, pembuatan ikan asap, satu stand berisi segala macam ikan yang bertujuan untuk memperkenalkan ke pengunjung nama dan jenis dari semua ikan tersebut,

Ikan yang akan diasap
Ikan yang akan diasap
Proses pengasapan ikan
Proses pengasapan ikan
Proses pengasapan ikan dengan menggunakan kayu bakar didalam tong tersebut. Rasa ikannya enak sekali.
Proses pengasapan ikan dengan menggunakan kayu bakar didalam tong tersebut. Rasa ikannya enak sekali.
Stand yang penuh pengunjung karena tertarik dengan beragam jenis ikan yang ada disini
Stand yang penuh pengunjung karena tertarik dengan beragam jenis ikan yang ada disini

IMG_3884

Membuat jala
Membuat jala
Memperlihatkan cara memfillet ikan. Penting ini buat saya karena saya takut menyiangi ikan :D
Memperlihatkan cara memfillet ikan. Pelajaran penting ini karena saya takut menyiangi ikan 😀
Kerajinan tangan. Saya langsung teringat dengan pasir putih di Situbondo.t
Kerajinan tangan. Saya langsung teringat dengan pasir putih di Situbondo.
Dimanapun selalu ada yang berjualan barang second hand
Dimanapun selalu ada yang berjualan barang second hand

Dan yang tidak kalah serunya adalah kegiatan melihat anjing laut dari kapal. Sayang kami tidak bisa ikut karena tertinggal kapal yang terakhir.

Rombongan yang baru sampai dari melihat anjing laut
Rombongan yang baru sampai dari melihat anjing laut

FullSizeRender

Saya rindu dengan suasana laut, pantai dan hangatnya sinar matahari. Tapi saya masih bersyukur beberapa hari ini matahari muncul walaupun hanya sebentar. Lumayan untuk menghangatkan badan meskipun tetap memakai jaket tebal karena dingin yang semriwing dan sesekali langit masih abu-abu diselingi gerimis serta dipagi hari selalu datang kabut pekat.

Selamat berakhir pekan, selamat pergi ke pantai kalau ada yang berencana kesana atau menghabiskan waktu bersama keluarga, sahabat dan yang dikasihi dengan leyeh-leyeh dirumah. Semoga asap (dari hutan yang terbakar atau dibakar) yang mengepung Sumatra, Kalimantan dan beberapa tempat lainnya segera dapat diatasi. Mudah-mudahan diturunkan hujan.

Ini adalah koor dari nelayan di Oudeschild yang sempat saya rekam ketika baru sampai pada HavenVIStijn. Jika ada yang tertarik mengunjungi festival ini, bisa langsung membaca lengkap pada website resmi HavenVIStijn (dalam bahasa Belanda). Tahun depan acara ini akan diadakan pada hari Sabtu, 13 Agustus 2016.

Kapan kalian terakhir menikmati suasana pantai atau laut?

-Den Haag, 30 Oktober 2015-

Semua dokumentasi yang ada disini adalah milik pribadi.

Catatan Perjalanan – Kawah Ijen dan Pantai Pulau Merah

TULISAN LAMA TAYANG ULANG.

Kenapa tayang ulang? Karena Kawah Ijen adalah salah satu tempat favorit saya, selain karena ada kenangan tersendiri disana, juga karena letaknya dekat dengan rumah di Situbondo maupun dari Ambulu. Jadi saya merasa senang berbagi ulang tulisan lama supaya lebih banyak yang membaca.

Selamat Hari Blogger Nasional (27 Oktober) -aslinya saya belum menelusuri sejarah hari blogger Nasional ini darimana, ikut memeriahkan ini :D-. Banyak hal yang saya dapat dari menulis diblog. Bukan hanya banyak kenalan baru, tetapi ilmu dan pengetahuan serta hal-hal yang bermanfaat juga. Keep on blogging.

——————————————————————————————————————————-

Sebenarnya perjalanan ke Kawah Ijen dan Pulau Merah adalah catatan yang tertunda diposting. Perjalanan kami kesana ketika calon suami (pada saat itu) datang ke Indonesia untuk melamar. Bulan Februari 2014, Mas E datang ke Indonesia. Awal niatnya hanya ingin bertemu saya, karena kami belum pernah bertemu sebelumnya. Trus dia bertanya apakah boleh main kerumah orangtua. Saya sih tidak masalah karena pada saat itu status kami hanya teman. Alasan lainnya karena dia pengen ke Bromo. Rumah orang tua di Situbondo, tidak terlalu jauh dari Bromo. Ya sudah, saya bilang sekalian saja ke Kawah Ijen dan Pantai Pulau Merah. Kalau saya sih sudah pernah 2 kali sebelumnya ke Kawah Ijen. Tapi ke Pantai Pulau Merah belum. Karena pada saat itu Pantai Pulau Merah sedang booming dibicarakan para pelancong, dan sekali jalan juga kalau dari Kawah Ijen, akhirnya 2 tempat itu kami masukkan dalam daftar yang akan dikunjungi selain Bromo.

Ternyata, Mas E tidak hanya sekedar ingin tahu kota dimana saya dibesarkan. Ternyata dia punya agenda besar lainnya. Dia melamar saya langsung ke Ibu. Saya antara percaya dan tidak percaya, Antara senang dan bingung karena hubungan kami sebelumnya memang hanya sebatas teman. Antara melongo dan pengen sorak-sorak bergembira. Singkat cerita, 6 bulan kemudian kami menikah. Cepat juga ya.

Karena Mas E hanya cuti satu minggu dari kantornya, maka jadwal jalan-jalan kami sangat padat. Kami menyewa mobil beserta supirnya untuk menghemat tenaga dan waktu. Adik saya yang biasa mengantar kemana-mana sedang capek. Jadi kasihan saja kalau harus minta tolong dia buat mengantar ke Kawah Ijen dan Pantai Pulau Merah. Kami berencana berangkat malam karena ingin melihat Blue Fire di Kawah Ijen. Blue Fire ini adalah belerang yang terlihat seperti api berwarna biru pada dinding kawahnya pada saat malam hari. Saya harus menunggu teman dan pacarnya yang berangkat dari Surabaya. Tetapi mereka datang terlambat dari jadwal yang sudah disepakati. Untuk melihat Blue Fire, kami seharusnya sudah sampai di kawasan Kawah Ijen sekitar jam 2 pagi dan mendaki pada jam tersebut. Tetapi karena kami baru berangkat jam 2 pagi dari Situbondo, maka kami harus menahan kekecewaan tidak bisa melihat fenomenal alam yang sangat terkenal tersebut.

 

KAWAH IJEN

Gunung Ijen sendiri berada di kawasan Wisata Kawah Ijen dan Cagar Alam Taman Wisata Ijen di Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi dan Kecamatan Klobang Kabupaten Bondowoso. Gunung ini berada 2.368 meter di atas permukaan laut dimana puncaknya merupakan rentetan gunung api di Jawa Timur seperti Bromo, Semeru dan Merapi. Kawah Ijen merupakan tempat penambangan belerang terbesar di Jawa Timur yang masih menggunakan cara tradisional. Ijen memiliki sumber sublimat belerang yang seakan tidak pernah habis dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri kimia dan penjernih gula.

Kawah Ijen merupakan salah satu kawah paling asam terbesar di dunia dengan dinding kaldera setinggi 300-500 meter dan luas kawahnya mencapai 5.466 hektar. Kawah di tengah kaldera tersebut merupakan yang terluas di Pulau Jawa dengan ukuran 20 km. Ukuran kawahnya sendiri sekitar 960 meter x 600 meter. Kawah tersebut terletak di kedalaman lebih dari 300 meter di bawah dinding kaldera (Sumber : Wonderful Indonesia)

Kami sampai diparkiran Kawah Ijen sekitar jam 4 pagi. Setelah sholat shubuh, kami melanjutkan  perjalanana pada jalanan yang menanjak sejauh 3km. Ada tiket masuknya. Saya lupa tepatnya berapa, tetapi berbeda jauh harganya antara wisatawan domestik dan wisatawan asing. Jalan menanjaknya bukan tanjakan biasa, melainkan dengan derajat kemiringan hampir 45 derajat hampir disepanjang jalan. Disarankan untuk menggunakan alas kaki yang nyaman, misalkan sepatu olahraga atau sandal gunung karena dibeberapa tempat jalannya ada yang berpasir. Selain itu, karena udara pada pagi hari sangat dingin, sekitar 10 derajat, jangan lupa untuk menggunakan pakaian hangat. Karena Mas E terbiasa hidup di negara 4 musim, jadi dia hanya memakai celana pendek dan jaket tipis. Tidak terasa dingin menurutnya. Selain itu, jangan lupa untuk membawa masker dan kacamata. Masker ini diperlukan ketika sudah sampai di kawasan kawah karena asap belerang jika terhirup bisa menimbulkan sesak. Tips jika nafas tetap sesak walaupun sudah memakai masker, maka basahi masker dengan air kemudian pakai lagi. Kemudian minum air putih yang banyak. Air bisa menetralisir efek sesak nafas dari asap belerang. Dan kacamata diperlukan untuk menghindari mata dari asap belerang yang tertiup angin karena bisa menimbulkan pedih dan iritasi. Peralatan lain yang perlu dibawa adalah senter, jika berencana naik pada dini hari karena jalan mendaki yang dilalui kanan kiri adalah hutan dan sepanjang pendakian tidak ada lampu. Terbayang kan bagaimana pekatnya tanpa senter. Dan yang terakhir, jangan lupa juga untuk membawa perbekalan. Karena dengan mendaki jalan sejauh 3km diperlukan waktu antara 1-2 jam untuk sampai di kawahnya. Makan dan minum yang cukup karena sangat diperlukan sepanjang jalan.

Pemandangan yang terlihat sepanjang jalan menuju ke kawah

Hutan sepanjang jalan menuju Kawah IJen
Hutan sepanjang jalan menuju Kawah IJen
Hutan sepanjang jalan menuju Kawah IJen
Hutan sepanjang jalan menuju Kawah IJen
Gunung entah apa namanya disisi menuju Kawah Ijen
Gunung entah apa namanya disisi menuju Kawah Ijen

 

Jalan menuju Kawah Ijen
Jalan menuju Kawah Ijen

 

PENAMBANG BELERANG KAWAH IJEN

Sepanjang jalan kami berpapasan dengan para penambang. Penambang Belerang Kawah Ijen Berbekal keranjang rotan dan kain seadanya yang dibasahi air sebagai penutup hidung dari kepulan asap yang menyesakkan paru-paru dan memedihkan mata, mereka berjuang mempertahankan hidup dengan mengambil belerang dan dijual Rp 800/kg. Para penambang ini harus mengangkut belerang dari kawah kaldera yang cukup curam sepanjang 300m dan menuruni gunung sejauh 3km. Mereka rata-rata bisa mengangkut 80-90 kg, yang ditaruh dikeranjang pada pundak, sekali jalan. Tidak heran, seringkali dijumpai tonjolan pada pundak mereka karena beban berat yang selalu dipikul. Mereka tidak pernah menyerah berjuang untuk kehidupan yang lebih baik. Dalam sehari mereka maksimal bisa bolak balik sebanyak 3 kali. Bayangkan saja, kami yang hanya membawa ransel berisikan makan, minum, dan kamera terengah-engah untuk sampai ke kawahnya. Bagaimana mereka bisa melakukan itu selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun. Himpitan ekonomi yang memaksa mereka untuk mempertaruhkan nyawa dengan memilih pekerjaan sebagai penambang belerang. Dengan berat belerang yang dipanggul, mereka mendapatkan maksimal (jika memikul 100kg) Rp 80.000. Jika beruntung mereka akan membawa uang maksimal, sekitar Rp 200.000. Jika kondisi tidak memungkinkan, mereka hanya membawa uang Sekitar Rp 80.000 setiap hari. Keadaan yang ironis dibandingkan keindahan dari Kawah Ijen. Mas E sampai takjub. Dia bilang betapa susah mencari uang di Indonesia dengan nyawa sebagai taruhannya.

Penambang belerang Kawah Ijen
Penambang belerang Kawah Ijen
Belerang yang harus dibawa para penambang
Belerang yang harus dibawa para penambang
Penambang dengan membawa belerang menaiki lereng dari kaldera menuju bagian atas kawah
Penambang dengan membawa belerang menaiki lereng dari kaldera menuju bagian atas kawah
Mereka harus berjuang untuk menuju atas melewati jalan curam dan terjal
Mereka harus berjuang untuk menuju atas melewati jalan curam dan terjal
Penambang belerang di kaldera. Nyawa menjadi taruhannya
Penambang belerang di kaldera. Nyawa menjadi taruhannya

Setelah menempuh 1.5 jam jalan menanjak, akhirnya kami sampai di kawahnya. Karena matahari sudah bersinar terik, sekitar jam 7, maka kami bisa melihat air kawahnya yang berwarna hijau kebiruan. Setelah beberapa saat kami menikmati keindahan dari atas, ada seorang penambang menyarankan kami untuk turun sampai kalderanya. Setelah tawar menawar harga sebagai imbalan karena Bapak tersebut sebagai pemandu, maka kami mulai turun menuju Kaldera. Jalan yang kami lalui sangat curam. Beberapa kali saya harus berhenti karena takut terpeleset. Membayangkan kalau tiba-tiba terpeleset terus nyemplung di Air Kawahnya. Bisa langsung larut saya karena tingkat keasaman air yang tinggi.

Kawah Ijen
Kawah Ijen
Jalan menuju kaldera. Curam sepanjang 300m
Jalan menuju kaldera. Curam sepanjang 300m

Begitulah pengalaman kami ke Kawah Ijen. Selain bisa menikmati keindahan alamnya, kami juga melihat dan berinteraksi langsung dengan para penambang sebagai cerita lain yang ada dibalik keindahan Kawah Ijen. Diantara kokohnya dinding Kaldera, ada nasib para penambang yang diletakkan disana. Diantara indahnya air Kawah Ijen, ada tetesan keringat yang mengalir dalam setiap keranjang rotan yang membawa belerang diantara pundak meraka. Masih mengeluh dengan beban hidup kita setelah melihat perjuangan mereka?

Keindahan Kawah Ijen dan Penambang Belerang kesatuan yang tidak dapat terpisahkan
Keindahan Kawah Ijen dan Penambang Belerang adalah kesatuan yang tidak dapat terpisahkan

PANTAI PULAU MERAH                   .

Setelah dari kawah Ijen, Kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Pulau Merah yang terletak di Banyuwangi. Untuk mencapai ke Pantai ini diperlukan waktu sekitar 3 jam dari Kawah Ijen. Pantai ini terkenal dikalangan surfer karena merupakan salah satu spot favorite surfer internasional selain kawasan G-Land di Plengkung, juga di kota Banyuwangi. Dinamakan Pantai Pulau Merah karena sekitar 100m dari bibir pantai terdapat sebuah pulau kecil yang ujung atasnya akan memantulkan warna merah jika terkena sinar matahari pada sore hari. Konon seperti itu, karena saya tidak membuktikan dengan mata kepala sendiri. Pantai Pulau Merah dikenal juga denga Pantai Kuta nya Jawa karena tipe pantainya yang menyerupai Pantai Kuta. Mungkin ekspektasi saya terlalu tinggi dengan informasi yang saya dapatkan sebelumnya, sesampainya disana saya justru kecewa. Pantainya tidak seindah seperti yang saya bayangkan. Justru lebih indah Pantai Papuma yang ada di Jember. Sisi positifnya, akhirnya saya tahu Pantai yang sekarang menjadi pembicaraan para pelancong.

Pantai Pulau Merah
Pantai Pulau Merah
Pantai Pulau Merah
Pantai Pulau Merah

 

Tetep, sampah dimana-mana. Miris!
Tetap, Sampah dimana-mana. Miris!
Pulau yang konon kalau menjelang matahari terbenam memantulkan warna merah diujung atasnya
Pulau yang konon kalau menjelang matahari terbenam memantulkan warna merah diujung atasnya

 

Nyempil, narsis dulu :)
Nyempil, narsis dulu 🙂

Tertarik untuk mengunjungi Kawah Ijen dan Pantai Pulau Merah?

 

-Surabaya, 10 November 2014-