Pengalaman Menjadi Sukarelawan di Den Haag

Vrijwilliger = Sukarelawan

Menjadi sukarelawan bukanlah hal yang baru buat saya karena pada dasarnya saya adalah tipe orang yang cepat bosan jika tidak melakukan kegiatan jika ada waktu senggang yang banyak. Maksudnya kegiatan disini adalah yang bertemu dengan beberapa atau banyak orang dan melakukan sesuatu yang baru sesuai minat. Dengan menjadi sukarelawan banyak hal baru yang bisa saya dapat dan membuat semakin bertambah ilmu juga pengalaman. Dari masing-masing kegiatan sukarelawan yang pernah saya ikuti, suka dukanya juga berbeda-beda, ilmu dan pengalaman yang didapat pastinya juga berbeda. Tetapi sejauh ini, saya selalu menikmati kegiatan sukarelawan yang sesuai dengan minat serta disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Sewaktu kerja di Jakarta, jika sedang tidak ada tugas kantor keluar kota pada akhir pekan, saya selalu menyempatkan diri untuk mengikuti beberapa kegiatan sukarelawan yang memang tidak jauh-jauh dari kegiatan mengajar dan bercerita karena memang saya suka dua hal tersebut. Beberapa kegiatan sukarelawan di Jakarta yang pernah saya ikuti adalah Indonesia Bercerita, Shoebox project, dan mendongeng disebuah rumah baca. Sedangkan ketika kembali kuliah di Surabaya, saya mengikuti Kelas Inspirasi (ceritanya disini). Senang bertemu kenalan baru, berbagi pengalaman dengan mereka, melatih kesabaran ketika bertemu dengan anak-anak, bahkan sering menangis terharu melihat kepolosan serta mimpi-mimpi yang sering diutarakan oleh anak-anak ini saat saya berinteraksi langsung dengan mereka. Pengalaman hidup yang tidak akan terlupakan.

Ketika pindah ke Den Haag, beberapa kenalan memberikan saran untuk mengikuti kegiatan sukarelawan sebagai sarana melatih berbicara bahasa Belanda dan untuk bersosialisasi dengan lingkungan di Belanda. Mama mertua dan suami juga menyarankan hal serupa. Pada bulan kelima sejak datang, saya mulai memberanikan diri untuk membaca dibeberapa website tentang kegiatan sukarela yang ada. Tetapi kebanyakan membutuhkan kemampuan bahasa Belanda. Saya nekat untuk mencoba melamar beberapa dan seperti sudah diduga, lamaran saya ditolak semua karena memang yang mereka butuhkan yang bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda (yang saya lamar memang organisasi yang membutuhkan kemampuan bahasa Belanda selain bahasa Inggris). Sampai pada akhirnya bulan Oktober 2015, ketika guru disekolah bahasa Belanda mengatakan bahwa kemampuan berbicara saya sudah lumayan bagus (dibandingkan ketika baru masuk yang bisanya cuma hitungan dan beberapa kalimat pendek dengan tata bahasa yang acak adut) dan beliau memberikan alamat website organisasi yang mengkoordinasi sukarelawan di Den Haag, barulah saya mempunyai kepercayaan diri untuk mulai mencoba melamar lagi. Setelah memilih dan memilah, akhirnya beberapa lamaran saya kirimkan. Dibawah ini adalah beberapa pengalaman saya menjadi sukarelawan di Den Haag :

Guru Tamu di The World In Your Classroom (The World In Your Classroom)

Saya pernah menuliskan cerita sebagai guru tamu untuk kegiatan TWIYC ini pada tulisan sebelumnya disini. TWIYC adalah sebuah proyek atau kegiatan sukarela yang diprakarsai oleh pemerintah kota (Gemeente) Den Haag yang bekerjasama oleh ACCESS, PEP, The Bridge Hague, Holland Times serta AngloInfo sebagai media partner. The Hague atau yang dikenal dengan Den Haag adalah kota Internasional yang banyak sekali pendatang dari segala penjuru dunia dengan tujuan menetap ataupun bekerja. Pemerintah kota Den Haag melihat sebuah peluang dari keberagaman pendatang tersebut yang bisa dijadikan sebagai sebuah kerja sukarela (vrijwilligerswerk) sebagai sukarelawan (volunteer atau dalam bahasa Belanda disebut vrijwilliger), maka didirikanlah TWIYC. Kegiatan dalam TWIYC ini bertujuan memberikan kesempatan kepada para pendatang untuk menjadi Guest Lecturer dalam waktu satu jam pada siswa berusia 12 sampai 16 tahun disekolah menengah (Middelbare School) diseluruh Den Haag.

Presentasi tentang Indonesia disalah satu sekolah di Voorburg - Belanda
Presentasi tentang Indonesia disalah satu sekolah di Voorburg – Belanda

Sampai pada saat ini saya sudah mendatangi 4 sekolah di Den Haag untuk mempresentasikan tentang Indonesia (dengan tema keragaman kuliner tradisional di Indonesia). Saya senang dengan kegiatan ini karena bisa berinteraksi langsung dengan murid-murid dan guru serta seringkali mendapatkan kejutan-kejutan menyenangkan dari pertanyaan-pertanyaan yang terlontarkan. Senang mendapati mereka sangat antusias untuk mengetahui Indonesia. Seringnya karena terlalu banyak yang bertanya tetapi waktu yang tersedia hanya maksimal satu jam, guru yang berada dikelas membatasi pertanyaan dan murid-murid tetap berebut bertanya. Pada dua sekolah terakhir saya mempresentasikan penuh dalam bahasa Belanda karena murid-muridnya kesulitan mengerti jika saya menyampaikan semua materi dalam bahasa Inggris. Ini menjadi tantangan tersendiri untuk saya karena terus terang bahasa Belanda saya juga masih pas-pasan. Beruntungnya saya dibantu oleh guru jika ada kesulitan dengan beberapa kata.

Sukarelawan di Yayasan untuk anak-anak Difabel (Middin)

Middin adalah yayasan yang bergerak fokus untuk anak-anak difabel (differently abled yaitu anak-anak yang mempunyai perbedaan level fungsi jasmani dan atau rohani). Middin ini ada dibeberapa tempat di Den Haag. Anak-anak yang ada di Middin tinggal disana selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Sewaktu saya melamar, mereka sedang membutuhkan orang untuk membantu didapur sebagai tukang masak, menyiapkan makan malam untuk anak-anak ini serta menemani mereka makan. Karena suka masak, maka saya memberanikan diri untuk melamar. Ternyata pertanyaan pertama dari mereka adalah apakah saya suka memasak dan bisa memasak. Setelah wawancara, saya disuruh datang minggu depannya langsung bekerja untuk masa percobaan.

Berada didapur dengan kolega yang kesemuanya menggunakan bahasa Belanda membuat saya sempat kaget karena tidak bisa mengikuti alurnya. Mereka berbicara cepat sekali, saya sampai terbengong tidak paham yang diterangkan. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama. Setelah beberapa saat, saya sudah menyatu dengan suasana dapur. Memasak untuk anak-anak difabel tidak bisa sembarangan karena mereka mempunyai diet makanan dan minuman. Jadi sudah ada posnya siapa menyiapkan untuk anak difabel yang mana. Dan masing-masing menu harus dibaca dengan sungguh-sungguh supaya tidak ada salah. Disini saya belajar bekerjasama dan dituntut belajar dengan cepat serta konsentrasi yang tinggi. Saat mendampingi anak-anak tersebut makan juga menimbulkan perasaan haru untuk saya. Karena jadwal dari Middin tidak cocok dengan jadwal saya, akhirnya saya hanya bisa datang dua kali dan setelahnya tidak bisa melanjutkan lagi.

Sukarelawan dirumah perawatan untuk orang tua (WoonZorgcentra Haaglanden)

WoonZorgcentra Haaglanden (selanjutnya saya singkat menjadi WZH) adalah yayasan yang menangani orang tua dirumah perawatan (disebut verpleeghuis) yang ada di Den Haag tersebar dibeberapa cabang. Jadi mereka yang tinggal di verpleeghuis karena ada masalah dengan kesehatan (kesehatan badan dan atau daya ingat) tetapi dalam kondisi yang tidak parah. Berdasarkan dari informasi supervisor saya, mereka tinggal disini bisa jadi dalam jangka waktu tertentu atau dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Contohnya : misalkan ada orang tua yang tidak bisa berjalan dengan baik sehingga menggunakan kursi roda tetapi daya ingatnya masih baik dan tidak mempunyai masalah kesehatan yang lainnya, maka beliau tinggal disini dalam jangka waktu tertentu yang nantinya akan ditinjau ulang berdasarkan keadaan yang ada.

Mereka ada yang masih mempunyai keluarga sehingga mendapatkan kunjungan misalkan setiap minggu sekali ataupun dua minggu sekali bahkan bisa sebulan sekali. Tetapi beberapa juga sudah tidak mempunyai keluarga lagi. Untuk tinggal disini, mereka harus membayar yang diambil dari uang tunjangan.

Saya menjadi sukarelawan di WZH dengan waktu kerja dua kali dalam seminggu sejak jam 8 pagi sampai jam 3 sore. Proses menjadi sukarelawan disini sama dengan di Middin yang melewati  wawancara dan masa percobaan. Diawal ditanyakan motivasi menjadi sukarelawan apa, yang saya jawab untuk memperlancar bahasa Belanda dan untuk bersosialisasi dengan lingkungan di Belanda. Dua minggu kemudian ada kontrak kerja yang harus ditandatangani sebagai sukarelawan yang mencantumkan hak dan kewajiban saya serta diberikan tanda pengenal sebagai sukarelawan disana. Oh iya, sebelumnya saya harus mengajukan permohonan verklaring omtrent het gedrag certificate of conduct (ini semacam surat keterangan berkelakuan baik) ke Ministerie van Veiligheid en Justitie (Ministry of Security and Justice) yang biayanya ditanggung oleh WZH.

Vrijwilliger = Sukarelawan
Vrijwilliger = Sukarelawan

Apa yang saya kerjakan disini? Saya mempersiapkan makan pagi dan makan siang untuk 10 orang tua. Sebelumnya saya jelaskan dulu bahwa WZH ini ada digedung yang besar terdiri dari beberapa lantai dan tiap lantai ada beberapa bagian (afdeling). Saya ada disalah satu afdeling. Satu afdeling terdiri sekitar 20 pasien. Nah saya bertanggungjawab mempersiapkan sarapan dan makan siang hanya untuk 10 orang tua. Ada orang tua yang bisa makan diruang makan, ada yang tidak mau. Untuk yang tidak mau, saya mengantarkan makanan ke kamarnya dan mereka akan makan sendiri disana. Ada yang bisa makan diruang makan dan makan sendiri. Ada yang bisa makan diruang makan dan perlu bantuan untuk disuapi. Saya akan menyediakan makanan dulu untuk mereka yang bisa makan sendiri kemudian melanjutkan menyiapkan makanan dan menyuapi bagi yang tidak bisa makan sendiri. Ada pasien yang memang tidak bisa makan dan membutuhkan peralatan tertentu, ini yang melakukan adalah perawat.

Dalam menyiapkan makanan disini saya juga harus berhati-hati. Ada orang tua tertentu yang tidak ada daftar dietnya (jadi tidak ada masalah dengan makanan), tetapi yang lainnya ada daftar dietnya. Saya harus pelan-pelan membacanya supaya tidak salah. Diawal-awal saya harus beberapa kali membuka kamus bahkan bertanya pada kolega kalau ada kata-kata atau instruksi pada daftar diet yang saya tidak mengerti.

Selain menyiapkan makanan, tugas saya lainnya adalah bertanggungjawab terhadap kebersihan ruang makan, menemani para orang tua misalkan : ke fisioterapi, dokter gigi, ke salon, membacakan cerita jika mereka menginginkan, menemani berbicara sambil minum kopi atau teh (bagi mereka yang diperbolehkan mengkonsumsi teh dan kopi).

Kolega saya adalah dokter, perawat, murid-murid yang sedang magang, mereka yang bekerja paruh waktu, koki, mereka yang membantu membersihkan ruangan pasien. Yang menyenangkan adalah saya dikirim dua kali kursus tentang bagaimana cara merawat orang tua dan seluk beluk bekerja dibagian perawatan. Beberapa bulan kemudian saya mendapatkan tawaran untuk bekerja paruh waktu di WZH.

Keuntungan menjadi sukarelawan :

  • Tujuan saya bisa tercapai yaitu memperlancar bahasa Belanda dan terjun langsung ke lapangan bekerja dan bersosialisasi dengan lingkungan di Belanda. Hal ini saya rasakan sekali manfaatnya terutama saat saya ujian Kennis Nederlandse Maatschappij (ujian kemasyarakatan Belanda) ataupun ujian integrasi lainnya (ujian bahasa Belanda inti dan ONA). Kenapa kesannya saya selalu menuliskan untuk belajar langsung (praktik) untuk memperlancar bahasa Belanda? karena sadar kemampuan berbahasa saya yang tidak bisa cepat jika tidak diiringi dengan praktik langsung. Berbicara dengan suami dirumah menggunakan bahasa Belanda tidak cukup untuk saya. Karenanya saya membutuhkan media lain supaya saya bisa mendengarkan bermacam aksen dan telinga saya terbiasakan dengan obrolan bahasa Belanda.
  • Bisa menjadi referensi yang positif saat mencantumkan di CV ketika mengirimkan lamaran kerja.
  • Bisa mengisi waktu luang lebih bermanfaat terutama buat saya yang baru setahun lebih sedikit tinggal di Den Haag supaya mempunyai kegiatan diluar rumah.
  • Di Den Haag, para sukarelawan setiap sebulan sekali, paling lama dua bulan sekali mendapatkan undangan untuk menghadiri semacam acara kumpul bulanan. Jadi saya bisa bertemu dengan sukarelawan lain diseluruh Den Haag serta beberapa pihak dan organisasi yang terkait didalamnya. Hal ini bagus untuk melakukan networking. Selain itu, disetiap pertemuan juga selalu ada materi atau pembicara professional dan pakar dibidangnya yang dihadirkan : misalkan membahas bagaimana strategi untuk mencari kerja di Belanda. Selama ini saya sudah menghadiri dua pertemuan tersebut.
  • Meskipun namanya adalah kerja sukarela, tetapi untuk beberapa jenis pekerjaan, misalkan untuk saya pada Middin dan WZH, ongkos perjalanan diganti. Jadi akan dihitung jarak dari rumah ke tempat kerja kemudian mereka akan mengganti uang transportasinya yang dibayar setiap tiga bulan sekali. Selain itu saya diberikan kontrak kerja sehingga tahu hak dan kewajibannya apa. Satu lagi yang menyenangkan adalah dikursuskan berarti menambah ilmu baru.
  • Belajar banyak hal baru yang berbeda dengan pengalaman kerja maupun latar belakang pendidikan saya di Indonesia. Mendapatkan ilmu baru contohnya saya yang dikirim kursus seperti yang saya ceritakan diatas pada bagian menjadi sukarelawan di WZH. Selain saya mendapatkan manfaatnya, saya juga bisa membantu orang lain juga.
  • Banyak belajar pengalaman hidup, ini saya dapatkan ketika berbicara dengan para orang tua. Mereka akan bercerita tentang banyak hal tentang kehidupan. Membuat saya lebih banyak bersyukur dengan yang saya miliki saat ini. Tidak hanya itu saja, bahkan saya juga bisa belajar sejarah karena mereka sering bercerita tentang sejarah negara tertentu termasuk Belanda.

Saya merasakan ada perbedaannya menjadi sukarelawan di Indonesia dan di Den Haag. Kalau di Indonesia berdasarkan pengalaman saya, organisasi atau wadah atau tempat yang membutuhkan sukarelawan berdiri sendiri-sendiri jadi tidak ada payung besarnya untuk mengkoordinasi (mohon koreksinya jika saya salah). Sedangkan yang saya rasakan di Den Haag, untuk menjadi sukarelawan bisa mendaftar melalui “payung besarnya” atau bisa disebut ada yang mengkoordinasi. Jadi organisasi atau yayasan atau tempat-tempat yang menerima sukarelawan tidak berdiri sendiri, melalui satu jalur koordinasinya.

Bagaimana cara mendaftar untuk bisa menjadi sukarelawan di Den Haag? Kalau saya sejak awal mendaftar lewat DenHaagDoet.nl. Disana banyak sekali pilihan kerja sukarela yang sesuai dengan minat serta beberapa website vrijwilligerswerk yang lain. Untuk pendatang baru di Belanda seperti saya yang memang tujuan jangka panjangnya adalah tinggal disini, jika memang belum ada kegiatan, saya sarankan untuk mengikuti kerja sukarela. Keluar rumah dan melakukan kegiatan yang bermanfaat sangat berguna untuk mengusir rasa kangen kepada keluarga di Indonesia, supaya tidak ngelangut dalam bahasa Jawa. Selain itu, juga bagus untuk melatih kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda dan bersosialisasi dengan lingkungan di Belanda.

Tulisan ini terinspirasi oleh pengalaman Ailsa menjadi sukarelawan di Irlandia.

Ada yang mempunyai pengalaman menjadi sukarelawan?

-Den Haag, 20 Maret 2016-

Perayaan Tahun Baru Cina 2016 di Den Haag

Sabtu 13 Februari 2016, kami berkesempatan untuk menyaksikan kemeriahan perayaan Tahun Baru Cina 2016 di pusat (centrum) kota Den Haag. Acara ini berlangsung dari jam 11 siang sampai jam 5 sore. Meskipun paginya sempat mendung, tapi menjelang tengah hari langit berangsur cerah, padahal beberapa hari sebelumnya hujan setia mengguyur kota ini. Saya sempat mbatin, wah, pawang hujannya ciamik nih, namun akhirnya saya sadar masak iya disini ada pawang hujan. Walaupun udara tetap saja dingin menggigit (1 derajat celcius), sampai badan saya menggembung karena harus dobel-dobel memakai baju, jaket tebal juga syal dan sarung tangan, tetapi tak menyurutkan kayuhan sepeda kami menuju centrum.

Rupanya kami terlambat karena sesampainya di Stadhuis (Balai Kota), atraksi Barongsai sudah selesai. Jadi Perayaan Tahun Baru Cina disini menyebar diberbagai tempat tetapi masih disekitar pusat kota. Nah, perayaan utamanya (panggung utama, undangan-undangan penting yang hadir, pameran, hiburan) bertempat di Stadhuis.

Stadhuis Den Haag
Stadhuis Den Haag
Teh gratis
Teh gratis
Salah satu sudut di Stadhuis
Salah satu sudut di Stadhuis

DSC00328_1

Ada untungnya juga punya badan mungil seperti saya ini. Awalnya yang terhalang orang-orang yang tingginya menjulang, tetapi karena melihat kerumunan tidak terlalu rapat, akhirnya saya bisa merangsek pelan-pelan kearah dekat panggung. Nah, begitu saya melirik kearah kiri, kok melihat anak-anak kecil dan beberapa orang dengan kamera yang lensanya semacam teropong saking gedenya, gelesotan dilantai arah depan panggung persis, dan mereka menyandar meja. Akhirnya saya ikutan duduk lesehan dilantai. Awalnya anak-anak kecil itu melihat saya dengan pandangan semacam “Hoi, kamu sudah gede kok ikutan gaul sama anak-anak kecil” tetapi tidak berapa lama kemudian mereka mulai menyapa saya. Senang mendengarkan mereka berbicara karena anak-anak ini multi bangsa. Jadi kalau mereka saling berbincang menggunakan bahasa Belanda, trus kalau berbicara dengan orangtuanya ada yang menggunakan bahasa Mandarin, ada yang menggunakan bahasa Arab *hasil nguping. Iri deh melihat mereka lancar sekali berbahasa Belanda. Sementara sewaktu mereka mengajak saya ngobrol pandangannya semacam “Mbak iki ngomong opo sih kok aku ga paham.” (kok saya jadi suudzon ya :D).

Ini beberapa hiburan yang ada dipanggung utama. Saya tidak sampai selesai acara disini. Sementara suami sudah sejak awal melipir ketempat lain, maklum dia tidak suka acara yang ada suara kencang seperti ini. Jadinya kami berpisah mencari hiburan sesuai kesenangan masing-masing.

DSC00348_1

DSC00358_1

Duh anak-anak ini menggemaskan sekali main biola. Iri ingin bisa main biola juga
Duh anak-anak ini menggemaskan sekali main biola. Ingin bisa main biola juga *gampang kepengen

DSC00379_1

DSC00380_1

Puas menyaksikan hiburan di Stadhuis, saya melangkah ke Chinatown. Ternyata disebelahnya ada bazar makanan. Saya mampir sebentar, eh ketemu suami disana. Dia sedang keliling menelisik kemungkinan mendapatkan tester makanan. Dasar!

DSC00402_1

DSC00408_1

Sepertinya enak gorengan ini, tapi tidak tahu apa
Sepertinya enak gorengan ini, tapi tidak tahu apa

Dari kejauhan terdengar suara tabuhan dan petasan rencengan, bergegas kami menuju sumber suara. Ternyata sedang berlangsung pertunjukan Barongsai. Sayangnya saya benar-benar tidak bisa menerobos kerumunan yang benar-benar padat. Pawai ini diadakan beberapa kali dibeberapa tempat sampai jam 5 sore. Nampak sekali antusias yang menonton karena setiap pawai selalu padat pengunjung dari orang-orang yang kebetulan sedang melintas ataupun mereka yang sengaja menunggu.

DSC00409_1

image1-12

Selesai jalan-jalan sebentar ke beberapa toko, saya berbelanja sayur ke toko Amazing Oriental sementara suami belanja ke toko sebelah. Belum lama memegang tas belanja, saya mendengar suara tabuhan dekat sekali. Ternyata didepan toko ini sedang ada pertunjukan barongsai. Saya langsung lari keluar dan tas belanja saya letakkan dipinggir. Jadi ada 2 barongsai, merah dan hijau, mereka akan masuk kedalam toko. Kemudian ada satu orang seperti sedang berdoa didepan dua barongsai ini lalu memberikan sayur seperti kubis untuk dimakan kedua barongsai ini. Kedua barongsai diiringi tabuhan memasuki toko dan berjalan dengan gerakan barongsai yang meliuk-liuk kesetiap lorong didalam toko. Jadi saya menebak seperti upacara supaya rejeki lancar setahun kedepan mungkin ya. Seru sekali melihatnya. Ketika barongsai sudah keluar dari toko, eh ada yang bagi-bagi angpao dan coklat. Saya kebagian 3 amplop Angpao. Wah rejeki ya, mau belanja malah dikasih uang.

Salah satu Barongsai didepan toko
Salah satu Barongsai didepan toko

DSC00420_1

DSC00424_1

Bagi Angpao
Bagi Angpao
Dapat 3 Angpao. Rejeki tahun monyet api.
Dapat 3 Angpao. Rejeki tahun monyet api.

Sepulangnya dari centrum, kami makan malam direstoran Indonesia yang baru buka dekat rumah. Saya sejak beberapa minggu ini ingin sekali makan gudeg. Akhirnya keturutan juga makan gudeg direstoran ini. Kan sudah dapat Angpao, makanya makan-makan 😀

Es campur, Nasi Gudeg komplit, bakmi goreng sate kambing.
Es campur, Nasi Gudeg komplit, dan bakmi goreng sate kambing.

Senang sekali akhirnya tahun ini bisa menyaksikan kemeriahan perayaan tahun baru Cina 2016. Sepertinya baru kali ini saya menyaksikan perayaan ini, di Indonesia belum pernah melihat secara langsung, hanya menyaksikan liputan di TV.

 -Den Haag, 14 Februari 2016-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi

Memperkenalkan Indonesia Melalui The World In Your Classroom Den Haag

The World In Your Classroom (TWIYC) adalah sebuah proyek atau kegiatan sukarela yang diprakarsai oleh pemerintah kota (Gemeente) Den Haag yang bekerjasama oleh ACCESS, PEP, The Bridge Hague, Holland Times serta AngloInfo sebagai media partner. The Hague atau yang dikenal dengan Den Haag adalah kota Internasional yang banyak sekali pendatang dari segala penjuru dunia dengan tujuan menetap ataupun bekerja. Pemerintah kota Den Haag melihat sebuah peluang dari keberagaman pendatang tersebut yang bisa dijadikan sebagai sebuah kegiatan sukarela (volunteer atau dalam bahasa Belanda disebut vrijwilliger), maka didirikanlah TWIYC. Kegiatan dalam TWIYC ini bertujuan memberikan kesempatan kepada para pendatang untuk menjadi Guest Lecturer dalam waktu satu jam pada siswa berusia 12 sampai 16 tahun disekolah menengah (Middelbare school) diseluruh Den Haag.

Para sukarelawan dapat memperkenalkan dan bercerita apapun tentang negara asal mereka dari segi sejarah, budaya, ekonomi, geografi, ataupun politik. Mereka diberikan waktu satu jam, mengambil jam pelajaran bahasa Inggris, bahasa Perancis, bahasa Jerman, Geografi, atau Sejarah. Para sukarelawan diberikan kesempatan menyampaikan topik yang telah dipilih dalam bahasa Inggris, bahasa Perancis, atau bahasa Jerman. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga bisa menyampaikan dalam bahasa Belanda. Manfaat yang didapat oleh para sukarelawan tentu saja bisa langsung berinteraksi dengan siswa dan guru yang bertanggungjawab serta dapat menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan negara mereka. Sedangkan manfaat yang didapatkan oleh siswa adalah mereka mendapatkan kesempatan untuk berlatih keterampilan bahasa mereka, diluar bahasa Belanda (karena selain bahasa Inggris, mereka juga belajar bahasa lainnya seperti Perancis, atau Jerman) dan memperluas pengetahuan mereka tentang dunia. Beberapa bahkan mungkin terinspirasi belajar atau bekerja di luar negeri pada satu hari nanti.

Awal saya bergabung dengan TWICY karena pada saat itu sedang mencari kegiatan volunteer disekitar kota Den Haag untuk mempraktekkan bahasa Belanda agar lebih lancar. Sehari-hari saya memang sudah berbicara menggunakan bahasa Belanda dengan suami, keluarga, maupun ketika berbincang dengan orang-orang yang saya temui dipasar, supermarket maupun tetangga rumah. Bahkan saya sudah lihai melakukan tawar menawar dipasar supaya mendapatkan cabe rawit dengan harga murah perkilogramnya. Bangga beli cabe dengan harga murah. Jangan dibayangkan saya sudah cas cis cus lancar sekali berbahasa Belanda. Memang sudah cukup bagus kata guru saya untuk ukuran 10 bulan tinggal di Belanda, tapi menurut saya belum terlalu lancar dan saya belum puas. Justru karena itu, saya ingin lebih lancar lagi, tidak hanya berbicara dengan orang-orang yang saya sebut diatas, tapi saya juga ingin mencari pengalaman lain yang langsung terjun dalam sebuah kegiatan. Akhirnya suatu hari guru sekolah saya memberitahukan salah satu website yang memberikan informasi tentang kegiatan volunteer apa saja yang ada di kota Den Haag. Setelah membaca satu persatu sesuai minat, akhirnya saya memilih beberapa, salah satunya TWIYC ini.

Setelah mendaftar (saya mendaftar 2 hari menjelang tanggal penutupan), saya menerima email yang memberitahukan akan ada training sebelum langsung terjun ke sekolah yang ditunjuk. Singkat cerita pada tanggal 7 Oktober 2015 saya datang ke tempat training. Saya bertemu dengan 20 volunteer lainnya. Training ternyata dibagi 4 gelombang karena akan ada sekitar 80 volunteer (saya satu-satunya dari Indonesia). Pada training ini kami diberikan pengarahan cara menyampaikan materi dan memanfaatkan waktu 1 jam secara efektif dan efisien. Materi training diberikan oleh Irish dan didampingi oleh Lucie sebagai Koordinator TWICY. Ketika training berlangsung, saya langsung teringat ketika mengikuti Kelas Inspirasi. Bedanya Kelas Inspirasi memperkenalkan profesi sukarelawan, sementara TWICY  memperkenalkan negara asal sukarelawan.

Screen-Shot-2014-11-20-at-12.38.23-pm

Pada saat training, sukarelawan diharapkan sudah mempunyai ide topik yang akan dijadikan materi ketika menjadi Guest Lecturer. Terus terang saya masih belum ada ide ketika datang ke training tersebut. Indonesia sangat luas dan kaya akan segalanya, saya harus fokus pada satu topik. Tentunya topik tersebut yang saya senangi dan gampang ketika menyampaikan. Pada saat sesi brainstorming dengan semua sukarelawan, tiba-tiba saya mendapatkan ide cemerlang. Saya mantap mengatakan bahwa topik yang akan disampaikan adalah tentang ragam makanan di Indonesia., ragam kuliner Indonesia. Lucie mengatakan ide saya cemerlang karena menurutnya baru kali ini ada sukarelawan yang menyampaikan topik tentang ragam makanan suatu negara. Simpel saja sebenarnya kenapa saya tiba-tiba tercetus ide itu : Siapa yang tidak suka dengan obrolan tentang makanan. Saya juga mengatakan akan membawa alat peraga yaitu beberapa macam bumbu dan rempah yang digunakan dalam masakan Indonesia. Nantinya para siswa akan saya beri kesempatan untuk menyentuh dan mencium rempah dan bumbu yang akan saya bawa, jadi mereka mengetahui bumbu dan rempah seperti apa yang digunakan sehingga tercipta makanan Indonesia yang super lezat.

Sumber : http://www.theworldinyourclassroom.nl/
Sumber : http://www.theworldinyourclassroom.nl/

Training Didact 7 October

Beberapa waktu kemudian, saya menerima email dari Lucie yang mengatakan saya akan menjadi Guest Lecturer di Edith Stein College pada kelas ISK pada tanggal 24 November 2015 jam 11:20 – 12:20. Kelas ISK ini adalah kelas khusus untuk siswa yang baru datang ke Belanda, maksimal 2 tahun. Mereka belajar bahasa Belanda, bahasa Inggris dan Matematika dikelas tersebut. Siswanya berasal dari Indonesia, Polandia, Etopia, Syria, Afghanistan, Filipina, Spanyol, Brasilia, Bulgaria, China, Pakistan, Yunani, India, Portugal, Turki, dan Hungaria. Satu kelas terdiri dari 23 siswa. Kelas ISK ini semacam kelas Internasional. Saya senang sekali ada satu siswa dari Indonesia. Jadi saya bisa meminta dia untuk memberikan testimoni langsung tentang makanan Indonesia. Sebelum hari H, saya mengirim email ke Sytske yang merupakan guru bahasa Inggris di kelas ISK juga sebagai perwakilan sekolah pada saat saya menjadi Guest Lecturer di Edith Stein College, menanyakan beberapa hal salah satunya apakah ada murid yang mempunyai alergi ketika mencium bau tertentu. Beruntungnya tidak ada. Semua yang berkaitan dengan kegiatan TWIYC saya koordinasikan melalui email dengan Sytske. Saya juga membuat materi presentasi semenarik dan sesingkat mungkin karena waktunya hanya satu jam. IMG_6598

Selasa, 24 November 2015, sekitar jam 10.30 saya berangkat dari rumah. Hari itu, hujan deras mengguyur Den Haag, dingin dan angin kencang. Suhu udara 3 derajat celcius. Jarak antara rumah dan sekolah tidak terlalu jauh. Setelah sampai di Den Haag Centraal saya langsung menyalakan google maps menuju lokasi sekolah yang ternyata hanya 20 menit berjalan kaki. Sesampainya di sekolah, saya langsung menemui Sytske diruang guru. Menariknya adalah Sytske sudah 3 kali backpakeran ke Indonesia, tepatnya ke Tanjung Puting, Manado, Lombok, Flores, Jakarta, Bali, Sumbawa, Maluku, dan Raja Ampat. Saya malu hati dia sudah menjelajah beberapa tempat yang belum pernah saya datangi. Bahkan dia pernah backpackeran sendiri dalam keadaan hamil 6 bulan, menggendong tas ransel 50L. Setelah berbincang beberapa saat tentang teknis pelaksanaan, saya kemudian diperkenalkan dengan siswa asal Indonesia. Dia baru satu tahun di Belanda, tapi bahasa Belandanya sudah lancar sekali. Kami lalu menuju kelas untuk memulai sesi presentasi.

Siswa saat melihat video, bagian dari presentasi saya.
Siswa saat melihat video, bagian dari presentasi saya.
Saya saat berada didepan kelas.
Saya saat berada didepan kelas.

Saya lalu memperkenalkan diri kepada seluruh siswa. Kemudian saya bertanya kepada Sytske apakah pihak sekolah mengijinkan jika saya akan mendokumentasikan dalam bentuk foto selama kegiatan berlangsung dan akan saya taruh pada blog. Sytske mengijinkan sebagai perwakilan dari sekolah karena sekolah ini sudah terbiasa mendapatkan kunjungan. Kemudian saya bertanya kepada siswa apakah ada yang keberatan dengan hal tersebut, mereka menjawab serempak kalau mereka tidak keberatan. Jadi semua foto yang saya unggah disini sudah melalui persetujuan pihak sekolah maupun para siswa. Kemudian saya bertanya kepada mereka, apa yang mereka ketahui tentang Indonesia. Ada yang menjawab tarian, bakmi goreng, nasi goreng, Bali, bahkan ada yang menjawab cabe. Yang menjawab ini bukan siswa dari Indonesia. Dia sih diam saja, memberikan kesempatan pada yang lain untuk menjawab. Saya tersenyum dengan jawaban mereka. Ternyata ada yang tahu ya kalau mayoritas makanan Indonesia itu tidak jauh dari cabe :).

Presentasi saya buka dengan memutarkan video dari Good News From Indonesia yang saya dapat dari Youtube. Kemudian dilanjutkan ke slide berikutnya diantaranya saya menerangkan sekilas tentang sejarah rempah dan beberapa makanan Indonesia yang mendapatkan pengaruh dari beberapa negara yang pernah datang ke Indonesia, termasuk Belanda. Kemudian saya juga menceritakan kedekatan orang Indonesia dengan makanan Indonesia. Dimanapun orang Indonesia tinggal diseluruh penjuru dunia, mereka akan dengan suka cita menyambut topik pembicaraan tentang makanan Indonesia. Selain itu, saya juga menginformasikan bahwa makanan Indonesia itu jumlahnya ribuan (sesuai keterangan didalam video pada link diatas) karena masing-masing suku, masing-masing kota mempunyai jenis makanan sendiri. Lalu saya juga menerangkan tentang makanan yang berhubungan dengan perayaan atau hari besar keagamaan, misalkan tumpeng dan filosofi tumpeng. Selanjutnya juga saya jelaskan tentang waktu makan orang Indonesia dan jenis makanan yang biasanya dimakan, yang sebenarnya tidak pernah ada bedanya dari segi porsi ketika makan pagi, makan siang atau makan malam. Semua porsinya besar dan tidak ada pakem makanan tertentu dimakan pada saat tertentu. Satu lagi yang tidak kalah menarik, saya juga menginformasikan bahwa Rendang dan Nasi Goreng pernah dinobatkan menjadi makanan paling enak nomer 1 dan 2 didunia versi CNN Traveling pada tahun 2011. Terakhirnya saya tutup presentasi dengan video mencoba makanan Indonesia. Total slide presentasi saya sebanyak 16. Ditengah-tengah presentasi tersebut, saya ajak mereka untuk melihat dan mencium aroma dari rempah dan bumbu Indonesia.

Rempah dan bumbu yang saya bawa : kemiri, sereh, ketumbar, kayu manis, cengkeh, jahe, kunyit, daun jeruk, cabe, kencur, kunci, kluwek,
Rempah dan bumbu yang saya bawa : kemiri, sereh, ketumbar, kayu manis, cengkeh, jahe, kunyit, daun jeruk, cabe, kencur, kunci, kluwek, pala, bawang merah, bawang putih, dan asem kandis . Saya membuat 3 paket jadi kerumunan tidak berpusat disatu tempat. Semua rempah tersebut yang ada didapur saya, jadi tinggal angkut.

Para siswa sangat antusias menyimak selama saya memberikan presentasi. Banyak sekali pertanyaan dari mereka misalkan kenapa makanan Indonesia bumbunya banyak, kenapa rendang memasaknya lama,  Apa daging rendang tidak menjadi bubur setelah dimasak berjam-jam, kalau di Indonesia makan dipinggir jalan apa tidak sakit perut, kalau makan dengan tangan kosong (tidak menggunakan sendok atau garpu) apakah sehat, bahkan ada yang bertanya rasanya nasi goreng seperti apa. Saya membuat presentasi semenarik mungkin supaya para siswa tersebut merasa senang dan ada sesuatu yang baru yang mereka dapatkan. Pastinya banyak sekali foto makanan Indonesia didalamnya misalkan rendang, soto ayam, rendang, pempek, tumpeng, nasi goreng, sate padang, nasi bali, bebek betutu, bubur tinutuan dan masih banyak lainnya yang saya pinjam dari google, otomatis saya sertakan juga sumbernya. Saya juga meminjam beberapa foto makanan dari blog Melly dan Beth. Lucunya lagi, karena jam presentasi adalah jam menjelang makan siang, tentu saja foto-foto makanan tersebut membuat mereka lapar, sampai ada yang bilang “Stop, aku sangat lapar sekali.” Lalu ada yang curi-curi makan roti. Jangankan mereka, saya saja ikut-ikutan lapar ketika memperlihatkan satu persatu slide yang berisi makanan Indonesia tersebut.

Salah satu siswa sedang mencoba rasanya cabe :D
Salah satu siswa sedang mencoba rasanya cabe 😀
Ekspresi saat mereka mencium rempah.
Ekspresi saat mereka mencium rempah.

Selama sesi Guest Lecturer tersebut hampir seluruhnya saya menggunakan bahasa Inggris. Selebihnya, di 15 menit terakhir saya menggunakan bahasa Belanda. Hal tersebut yang menjadi kesepakatan saya dan siswa diawal. Saat menggunakan bahasa Belanda, hanya satu yang saya fikirkan, “Semoga saya tidak menyesatkan mereka dengan bahasa Belanda yang pas-pasan.” Mereka juga sedang belajar bahasa Belanda, jadi posisinya antara saya dengan para siswa tersebut juga sedang sama-sama belajar bahasa Belanda. Secara keseluruhan saya senang sekali mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan TWIYC. Saya bangga memperkenalkan Indonesia melalui program ini. Dan saya juga bahagia ketika para siswa merasa senang dengan materi yang saya sampaikan karena mereka bilang bahwa ini adalah pengetahuan baru yang mereka dapatkan juga mendapatkan pengalaman untuk mengerti bahan-bahan yang digunakan memasak makanan Indonesia. Ada siswa yang menyelutuk “Saya mau makan di Restoran Indonesia. Saya ingin makan Rendang.” Wah, senangnya bisa membuat mereka tertarik untuk langsung merasakan masaka Indonesia. Diakhir sesi kami berfoto bersama, dan saya diberi buket bunga oleh pihak sekolah. Rabu besok dan bulan depan saya kembali akan mendatangi sekolah berbeda, materi yang saya sampaikan tetap sama. TWIYC adalah pengalaman sukarelawan pertama yang saya ikuti di Den Haag. Saya juga jadi mengenal orang-orang baru, para volunteer lainnya dari negara yang berbeda-beda. Ada beberapa program volunteer lainnya yang saya ikuti. Akan saya ceritakan pada tulisan terpisah. Saya meninggalkan sekolah dengan perasaan bahagia luar biasa. Pengalaman pertama saya terjun langsung dalam kegiatan di Den Haag memperkenalkan Indonesia. Berbagi itu selalu membuat senang hati, apalagi berbagi cerita tentang keragaman negara sendiri.

Foto bersama. Saya menggunakan blazer batik.
Foto bersama. Saya menggunakan blazer batik.

Dibawah ini adalah video yang menerangkan apa sebenarnya TWIYC itu.

-Den Haag, 6 Desember 2015-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi.

Indonesia Jazz Night dan Indonesia Angklung Performance di Den Haag

Dalam satu minggu ini, saya dan suami datang ke dua acara besar yang diadakan oleh KBRI di Den Haag bekerjasama dengan Rumah Budaya Indonesia (RBI) yang ada di Belanda. Rumah Budaya Indonesia sendiri terdapat di 10 negara yaitu Belanda, Amerika, Perancis, Jerman, Turki, Jepang, Timor Leste, Singapura, Myanmar, dan Australia. RBI didirikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang bertujuan untuk menjadikan rumah publik dalam rangka memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia sehingga dapat meningkatkan apresiasi, citra, dan membangun ikatan (budaya) masyarakat Internasional terhadap Indonesia. Selain itu, di RBI masyarakat lokal bisa belajar banyak hal mengenai Indonesia seperti sejarah, bahasa, dan tentu saja keragaman budaya Indonesia. Untuk mendukung tujuan tersebut, maka RBI akan menggelar berbagai pertunjukan seni dan pameran kesenian kebudayaan Indonesia, seperti pertunjukan tari tradisional, permainan musik tradisional, dan sebagainya. Di Belanda sendiri RBI diresmikan pada tanggal 25 Juni 2015 di Amsterdam.

Dalam satu minggu kebelakang, KBRI dan RBI di Belanda mengadakan dua pagelaran besar. Semuanya tanpa dipungut biaya alias gratis untuk siapapun baik masyarakat Indonesia ataupun warga Belanda atau siapapun yang menyaksikan acara tersebut.

INDONESIA JAZZ NIGHT

Sebenarnya saya sudah telat saat mengetahui akan ada acara ini. Seorang teman yang ingin datang ke Den Haag untuk mengurus paspor mengatakan bahwa akan ada Dwiki Darmawan di Den Haag. Tetapi ketika saya mencoba mendaftar melalui website KBRI, ternyata sudah tidak bisa. Ya iyalah seminggu sebelum acara pasti sudah tidak ada tempat sisa. Singkat cerita, akhirnya saya bisa mendapatkan tiket ke acara tersebut dengan segala perjuangan. Kenapa saya begitu ingin datang ke Indonesia Jazz Night yang diadakan di Koninklijk Conservatorium Den Haag pada tanggal 20 November 2015 pukul 18.30-21.00? Karena salah satu pengisi acaranya adalah orang yang suka sejak dulu. Indonesia Jazz Night menampilkan Dwiki Darmawan, Tohpati, dan Dira Sugandi, dan beberapa musisi pendukung lainnya. Ya, saya ingin melihat Dira Sugandi karena suka mendengar suara penyanyi Indonesia yang sudah menginternasional ini. Sejak kemuculan Dira Sugandi di acara Just Alvin, saya langsung terpana dan memutuskan menjadi salah satu fansnya. Bangga banget kesannya :D. Sedangkan suami tertarik datang ke acara ini karena dia memang penyuka dan penikmat musik jazz. Maklum, darah pemusik dikeluarganya kental. Papa mertua pernah menelurkan beberapa album jazz bersama grup musik beliau. Suami juga bisa memainkan beberapa alat musik dengan baik seperti piano, gitar, dan drum. Karenanya suami senang sekali datang ke pertunjukan musik khususnya jazz.

Sajojo
Sajojo

Indonesia Jazz Night ini dibuka oleh tarian Sajojo yang (kalau tidak salah) dibawakan oleh siswa-siswa salah satu SMA di Semarang dilanjutkan oleh grup Angklung dari Eindhoven. Selanjutnya Dwiki Darmawan membawakan Jazz for Freeport dilanjutkan Paris Berantai. Dira Sugandi muncul pada urutan ketiga menyanyikan lagu IE. Saya menahan nafas melihat kecantikan Dira Sugandi dan kejernihan suaranya dalam bernyanyi. Saya lupa Tohpati muncul pada saat kapan, yang pasti pada saat membawakan lagu Lukisan Pagi, Dira Sugandi diiringi oleh petikan gitar Tohpati. Aslinya Lukisan Pagi ciptaan Tohpati ini dilantunkan oleh Shakila. Pada saat Dwiki Darmawan memberitahukan hal tersebut, suami bertanya dengan polosnya pada saya “Lho, lagu ciptaan Tohpati ini pernah dibawakan sama Shakira?”, Mas, Shakila, bukan Shakira :p

Dira Sugandi, Dwiki Darmawan. Tohpati dalam satu panggung
Dira Sugandi, Dwiki Darmawan. Tohpati dalam satu panggung

Lagu lainnya yang dibawakan oleh Dira Sugandi adalah Bubuy Bulan dan Lamalera’s Dream. Sedangkan Dwiki Darmawan beserta Tohpati dan beberapa musisi lainnya membawakan Prambanan Mood, Frog Dance (yang terinspirasi dari suara kodok ketika berlibur ke Ubud), Whale Dance, Pasar Klewer (dari album terbaru Dwiki Darwaman yang belum keluar dipasaran), Arafura, dan The Spirit of Peace.

Saya sebagai penikmat musik yang biasa saja, merasa senang dengan penampilan Dwiki Darmawan yang bersinkronisasi (aduh ini istilah opo ya) dengan petikan gitar Tohpati, tabuhan kendang, petikan bass, dan tabuhan drum musisi pendukung lainnya. Meskipun terdengar seperti berdiri sendiri ketika mereka memainkannya dan juga cepat seperti saling berkejaran, namun masih terdengar satu harmoni. Saya masih bisa menikmati. Sedangkan Suami yang memang khusyuk sekali memperhatikan, tidak bisa disenggol sedikitpun kalau musik sudah dimainkan. Bahkan saya beberapa kali dipelototi ketika mencoba mendokumentasikan dalam bentuk foto atau video. Dia semakin kesal ketika beberapa kamera menggunakan flash dan terdengar suara “cekrik” pada saat memotret. Saya juga sebenarnya sebal sekali dengan Ibu yang duduk didepan. Bukannya melihat pertunjukan, malah sibuk dengan FB dengan sinar sangat terang pada layar Hpnya. Beliau sampai ditegur oleh Ibu Belanda yang duduk disebelahnya. Disebelah suami malah dengan santainya menerima telpon dan berbincang, akhirnya ditegur oleh suami. Dia sampai tidak habis mengerti dan mengomel “Orang Indonesia ini seperti tidak tahu cara berterimakasih. Sudah diberikan pertunjukan musik gratis dengan mendatangkan orang-orang bertalenta berkelas Internasiona, bukannya duduk menyimak sebagai bentuk penghargaan, malah sibuk dengan sosial media.” Inggih Mas *kemudian melipir.

Sebelum acara berakhir, Dwiki Darmawan meminta penonton berdiri untuk hening sejenak “Mari kita hening sejenak, mendoakan para korban di Paris, korban ketidakadilan, korban perang dimanapun berada, sementara kita masih diberikan kesempatan bersenang-senang disini. Semoga kedamaian tercipta dimuka bumi ini.”

Secara keseluruhan, kami puas dengan Indonesia Jazz ini. Lebih dari puas malah saya bilang. Penampilan yang super. Kapan lagi bisa melihat penampilan 3 orang musisi yang sudah melanglang buana karyanya dikalangan Internasional, dalam satu panggung. Ditambah lagi gratis melihat acara ini dan diberikan kotak snack (lupa isinya yang pasti ada teh kotak) oleh KBRI. Hati riang, perut kenyang, pulang kerumah dalam keadaan senang 🙂

INDONESIA ANGKLUNG PERFORMANCE

Indonesia Angklung Performance yang diadakan pada tanggal 25 November 2015 pukul 18:00-19:30 di Museon Den Haag, menampilkan Saung Angklung Udjo. Saya sudah lama mendengar ketenaran Saung Angklung Udjo, tapi baru kali ini melihat secara langsung bagaimana mereka pentas. Dan memang sungguh menakjubkan. Pada bulan November juga merupakan perayaan selama lima tahun Angklung ditasbihkan sebagai Intangible Heritage oleh UNESCO.

Saya janjian dengan suami distasiun yang tidak jauh dari rumah karena suami pulang kerja, jadi kami berangkat bersama-sama ketempat acara. Sesampainya di Museon, kami langsung disuguhi kotak snack, yang lagi-lagi isinya menggugah selera : lemper, pastel, nogosari dan jus jeruk. Setelahnya kami masuk keruangan. Awalnya kami duduk didepan, tapi karena saya yang tingginya pas-pasan begini, jadi tidak bisa melihat dengan jelas panggungnya. Akhirnya saya bilang ke suami untuk pindah ke bagian belakang saja karena letaknya lebih tinggi dan masih banyak tempat kosong (yang sesaat kemudian penuh ketika beberapa orang yang terlambat mulai berdatangan). Beberapa saat kemudian pertunjukan dimulai dengan beberapa orang mulai memainkan angklung dan beberapa lainnya menari. Setelahnya beberapa murid Saung Angklung Udjo unjuk kebolehan memainkan instrumen menyerupai bambu berderet yang harus dipukul alat untuk mengeluarkan bunyinya (seperti gamelan tetapi dari bambu, lupa namanya apa).

image4

Selain pertunjukan yang benar-benar meriah dan membuat yang hadir sangat antusias, ada juga workshopnya. Penonton diberi masing-masing satu angklung yang kemudian bersama-sama dipandu oleh anak Mang Udjo yang sekarang menjadi pemilik Saung Angklung Udjo. Setiap angklung mempunyai satu nada. Saya memegang angklung bernada 6, sementara suami bernada 7. Kami beberapa kali diajari cara memainkannya yang kemudian bersama-sama memainkan beberapa buah lagu dengan cara dipandu. Seru sekali bagian ini. Kami seringkali tertawa ketika beberapa orang tidak bisa mengikuti yang diinstruksikan. Antusias terlihat bukan hanya dari orang Indonesia, beberapa orang bule juga saya lihat nampak bersemangat (termasuk yang disebelah saya :D). Tak disangka setelah workshop berakhir, diumumkan bahwa kami diperbolehkan membawa Angklung. Ruangan langsung riuh dengan suara senang penonton. Kami malah membawa pulang tiga angklung karena tiba-tiba diberi oleh ibu yang duduk disebelah. Seru sekali sesi ini. Suasana Workshop yang sempat saya rekam :

Setelah Workshop selesai, dilanjutkan kembali oleh pertunjukan Angklung kembali. Dan dibawah ini adalah rekaman penutupnya yaitu Es Lilin dan tarian.

Wah kami senang sekali mendatangi dua acara diatas yang diselenggarakan dalam waktu berdekatan. Terutama pertunjukan Angklung karena bisa memperkenalkan ke suami alat musik tradisional Indonesia. Lihat saja wajah antusiasnya 🙂 Dia malah bilang kalau saat pulang ke Indonesia nanti, mau mampir ke Saung Angklung Udjo di Bandung. Mau membeli Angklung semua nada. Huwooo digawe opooo Mas, ngebak-ngebaki omah ae :p

image1Senang tidak hanya warga Indonesia yang bisa menikmati suguhan budaya ini, tetapi juga beberapa warga negara kebangsaan diluar Indonesia.

Selamat berakhir pekan, semoga akhir pekannya menyenangkan bersama yang tersayang. Jadi, apa rencana akhir pekan kalian?

-Den Haag, 26 November 2015-

Semua dokumentasi adalah milik pribadi

Jumpa Pak Ahok

Pada postingan sebelumnya tentang terjebak macet, diakhir tulisan saya menyisipkan satu informasi bahwa Pak Ahok akan ada kunjungan kerja ke Rotterdam. Dan saya tuliskan juga harapan saya untuk bisa bertemu beliau, entah dimana. Saya berkhayalnya sih papasan di Centrum Den Haag. Ya namanya berkhayal kan sah saja, meskipun kadang tidak masuk akal. Kenapa saya ingin sekali bertemu beliau? karena memang saya ngefans sejak awal beliau muncul sebagai calon wakil gubernur. Entah kenapa sejak pertama saya suka dengan cara berkomunikasi beliau yang blak-blakan, meskipun hal ini selalu menjadi sorotan dan protes keras karena omongan beliau yang terlalu pedas. Selain itu, saya juga suka karena cara pandang beliau akan suatu permasalahan disertai solusi yang out of the box. Saya menilai beliau pintar dan kreatif. Satu lagi, beliau ganteng :D. Jadi sejak kemunculan beliau, saya selalu bilang ke teman-teman dekat kalau suatu saat -entah kapan- saya ingin bertemu secara langsung, bersalaman dan foto bersama. Namanya juga impian, jadi tidak masalah kalau setinggi-tingginya.

Minggu pagi, 20 September 2015 saya melihat digrup FB postingan video penyambutan Pak Ahok di Schiphol oleh beberapa warga Indonesia, yang mayoritas adalah ibu-ibu. Mereka antusias sekali menyambut Pak Ahok sembari memberikan bunga mawar. Setelahnya mereka bersama menyanyikan Indonesia Raya. Saya hanya menelan ludah iri dengan ibu-ibu tersebut karena sudah bisa bertemu Pak Ahok. Beberapa jam kemudian menjelang tengah hari saya buka kembali FB dan mendapati pengumuman digrup kalau ada undangan terbuka untuk siapapun (jadi tidak hanya warga negara Indonesia) yang ingin bertemu Pak Ahok sembari acara keakraban, untuk datang langsung ke KBRI di Den Haag jam 8 malam sambil membawa paspor. Saya langsung screen capture pengumuman itu dan mengirimkan ke Crystal. Kenapa Crystal? karena dikomen pada tulisan saya sebelumnya, dia juga ingin bertemu Pak Ahok. Pendeknya saya mencari teman ke KBRI. Crystal langsung menyetujui. Saya juga mengajak Rurie, seorang teman yang tinggal di Gouda.

Sebelum berangkat, saya pamit ke Suami “Hon, wish me luck ya. Aku mau foto sama idolaku,” yang disambut suara “euwww.” Saya terbahak. Singkat cerita, saya bertemu Crystal dengan dua temannya dan Rurie di Den Haag Centraal jam 7 malam. Kami langsung menuju ke KBRI. Sesampainya disana ternyata ruangan sudah penuh sesak dan kami datang pada saat acara tepat dimulai. Disediakan kursi tetapi tidak cukup menampung mereka yang datang sehingga sebagian besar berdiri bahkan sampai meluber ke kantin bagian belakang. Acara ramah tamah tersebut diisi oleh sesi tanya jawab selama 2 jam. Saya dan Rurie yang awalnya berdiri dideretan paling belakang, akhirnya bisa meringsek ke tengah, sehingga bisa melihat Pak Ahok dengan jelas. Wah, rasanya tidak percaya bisa berdiri dengan jarak yang dekat dengan Pak Ahok.  Saya awalnya tidak ada bahan yang ingin ditanyakan, entah kenapa tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan. Mumpung bisa tanya langsung sama Beliau. Tapi saya tidak beruntung, tidak ditunjuk oleh Bapak wakil Dubes karena saking banyaknya yang bertanya. Yang menjadi topik pertanyaan mereka adalah tentang reklamasi, upah minimum Jakarta, Sumber Waras, banjir dan kemacetan Jakarta, kunjungan kerja Pak Ahok ke Rotterdam, masalah transportasi umum di Jakarta, pembangunan sarana olahraga, jaminan kesehatan, tentang musuh politik Pak Ahok dan sisanya saya lupa tentang apa (terlalu fokus ke Pak Ahok haha) . Seperti biasa, beliau menjawab dan menerangkan dengan sejelas-jelasnya diselingi dengan guyonan yang bisa membuat seisi ruangan riuh tertawa, menjadikan suasana santai tapi serius. Dan cara beliau menerangkan jalan keluar akan suatu masalah selalu out of the box.

Pak Ahok
Pak Ahok

Ditengah tanya jawab seperti itu tiba-tiba Rurie berbisik kepada saya “kalau kamu disuruh memilih, pada saat bersamaan kamu memilih bertemu Jon Bon Jovi atau Pak Ahok?” Saya langsung tergelak tertahan mendengar pertanyaan dia.

Rame
Rame
Antusias
Antusias

Setelah sesi tanya jawab selesai, bagian akhir adalah yang ditunggu mungkin hampir sebagian besar yang datang, yaitu foto bersama. Karena para ibu mendominasi ruangan, bisa dibayangkan langsung ricuh, terjadi huru hara berdesakan untuk merangsek kedepan. Ibu-ibu tersebut gahar dan ganas. Padahal sejak awal Bapak wakil Dubes sudah berkali-kali memperingatkan “Yang rapi dan tertib ya,” tapi tetap saja ibu-ibu yang gahar itu lebih menguasai “medan peperangan”. Sementara saya dan Rurie hanya terbengong tidak tahu harus bagaimana. Setelah kami sudah pada barisan depan, tiba-tiba Pak Ahok digiring keluar. Semua langsung kecewa. Harapan untuk foto bersama musnah sudah. Saya dan Rurie melangkah lunglai keluar ruangan. Sementara Crystal masih berbincang dengan teman-temannya.

Saya melihat banyak orang yang masih bergerombol didepan pagar bangunan utama. Saya berujar ke Rurie orang-orang ini masih menunggu apa, kan sudah tidak ada sesi foto. Ternyata saya salah. Mereka sedang mengantri foto dengan Pak Ahok. Dan yang mengantri tidak hanya WNI lho, beberapa WNA juga saya lihat berbaris dalam antrian. Sekarang antrian lebih tertib tetapi tetap berdesakan. Karena sudah kepalang tanggung, kami ikut mengantri. Setiap 15 orang bisa berfoto dengan Pak Ahok. Tidak berapa lama menunggu, akhirnya giliran saya dan Rurie. Rasanya masih tidak percaya. Senang luar biasa bisa bertemu langsung dengan Pak Ahok. Saya salaman juga. Aslinya ada yang ingin diucapkan, tapi karena grogi adanya hanya mulut yang menganga sambil tersenyum. Norak ya hahaha.

image2

Ibu yang dibelakang dong, Juara ngajak Pak Ahok Selfie :D
Ibu yang dibelakang dong, Juara ngajak Pak Ahok Selfie 😀

Sepanjang pulang saya dan Rurie cekikikan. Bagaimana tidak, kami kelayapan keluar malam-malam meninggalkan suami dirumah untuk bertemu lelaki lain :D. Senang sekali khayalan untuk bertemu Pak Ahok secara langsung ternyata bisa juga jadi nyata. Moral of storynya : berkhayal saja setinggi-tingginya mumpung gratis, siapa tahu suatu saat bisa jadi nyata :). Lalu melanjutkan khayalan yang lain. Siapa tahu bisa bertemu Dalai Lama atau Chris Martin atau Jon Bon Jovi atau…. (lalu panjang listnya)

Note : Saya memang sengaja tidak menulis secara gamblang isi pembicaraan temu akrab dengan Pak Ahok. Kan judul postingan ini Jumpa Pak Ahok, bukan Agenda Kunjungan Kerja Pak Ahok :D. Banyak media yang sudah mendokumentasikan secara lengkap baik tulisan maupun rekaman tentang kunjungan Pak Ahok ke KBRI Den Haag. Monggo disearching saja.

-Den Haag, 21 September 2015-

Semua foto adalah milik pribadi

Food Truck Festival 2015 – Den Haag

Sejak membaca tulisan Mbak Yoyen tentang Food Truck Festival, saya langsung mencari informasi kapan mereka datang ke Den Haag. Saya memang suka latah kalau berhubungan dengan makanan. Begitu tahu mereka akan datang pada bulan September, saya langsung membuat reminder di Hp. Dan dua minggu sebelumnya, saya sudah mengingatkan suami untuk mengkosongkan jadwal pada hari minggu 13 September 2015 khusus untuk datang ke Trek Food Truck Festival ini, sembari tetap berdoa supaya cuaca cerah ceria. Meskipun ketika membaca prakiraan cuaca, Den Haag akan diguyur hujan setelah jam 5 sore. Karenanya kami memutuskan berangkat sekitar jam 3 sore karena memang jarak Westbroekpark, tempat acara ini berlangsung tidak terlalu jauh dari rumah, sekitar 35 menit naik sepeda.

image8

image4

Meja dan kursinya bagus. Pengen diangkut rasanya :D
Meja dan kursinya bagus. Pengen diangkut rasanya 😀

Saya sangat bersemangat karena ini kali pertama datang ke Food Truck Festival. Sesampainya disana, sudah sangat ramai. Tetapi tidak sampai penuh sesak. Banyak yang duduk dirumput membawa semacam tikar, berpiknik. Senang sekali melihat suasana santai disini. Bisa dimaklumi kalau ramai karena hari minggu kemarin adalah hari terakhir dan Den Haag adalah kota terakhir (total 8 kota)di Belanda dari rangkaian acara ini pada tahun 2015. Jadi meskipun mendung tetapi semakin sore semakin banyak yang datang karena acara ini berlangsung sampai jam 10 malam. Saya senang sekali melihat aneka segala rupa truck dengan desain yang unik dan sangat menarik. Tidak hanya itu, beraneka makanan yang dijual juga sangat menggugah selera. Rasanya ingin dibeli semua dan dimakan kalau tidak ingat harga (harganya sih rata-rata, tapi kalau dibeli semua kan tetap jatuhnya bikin kantong bolong :D). Bagaimana tidak lapar mata, sejak melewati pintu masuk yang tidak dipungut biaya, hidung kami sudah digelitik dengan semerbak aroma makanan dari segala penjuru. Perut otomatis keroncongan. Jadi sambil berkeliling mengamati satu persatu truck-truck dan deretan menu, kami juga memilih makanan mana yang kira-kira cocok untuk dimakan.

image13

image5

image5 (2)

image15

image7

image16

Paella. Awalnya mau beli, tapi melihat paha ayam yang besar muncul disitu jadinya mengurungkan niat. Aslinya saya tidak tahu Paella ini apa, dan Suami sudah pergi entah kemana, jadinya hanya melirik sekilas. Saya pikir ini semacam nasi goreng aya. ternyata bukan. Makanan dari Spanyol.
Paella. Awalnya mau beli, tapi melihat paha ayam yang besar muncul disitu jadinya mengurungkan niat. Aslinya saya tidak tahu Paella ini apa, dan Suami sudah pergi entah kemana, jadinya hanya melirik sekilas. Saya pikir ini semacam nasi goreng ayam. ternyata bukan. Makanan dari Spanyol.

Senang juga mengamati proses memasaknya yang langsung bisa terilihat. Karenanya saya semakin ngiler dan kalap mata ingin membeli ini dan itu. Bersyukur masih bisa dikontrol.

image10

image12

image11

Ayam di truck makanan India. Ketika saya mengambil foto ayam ini, saya tidak tahu kalau Mas yang pegang ayamnya sedang tersenyum dan berpose. Dipikir saya sedang mengambil gambar utuh. Karenanya ketika saya selesai dan mengucapkan terima kasih, dia tersenyum sumringah. Baru tahu ketika suami cerita dengan tertawa ketika kami sudah melangkah menjauh kalau Mas tadi pose dan tersenyum. Saya jadi merasa bersalah hanya membidik ayamnya saja. Tapi tetap saya tertawa terpingkal.
Ayam di truck makanan India. Ketika saya mengambil foto ayam ini, saya tidak tahu kalau Mas yang pegang ayamnya sedang tersenyum dan berpose. Dipikir saya sedang mengambil gambar utuh. Karenanya ketika saya selesai dan mengucapkan terima kasih, dia tersenyum sumringah. Baru tahu ketika suami cerita dengan tertawa ketika kami sudah melangkah menjauh kalau Mas tadi pose dan tersenyum. Saya jadi merasa bersalah hanya membidik ayamnya saja. Tapi tetap saya tertawa terpingkal.
Dari Suriname
Dari Suriname

image1 (2)

image4 (2)

image3 (2)

Tidak hanya truck yang menjual makanan, disana juga ada live music dan truk entah apa namanya karena tidak berhubungan dengan makanan sama sekali temanya. Tetapi nuansa truknya homey sekali.

image6

image14

Lalu kami akhirnya makan apa? Setelah berputar kesana kemari tidak jelas mau membeli apa, akhirnya kami membeli Churros, Takoyaki dan Kokosballetjes. Njekethek ya, belinya cuman 3 macam saja, kelilingnya hampir satu jam :p. Sudah kenyang mencium segala macam aroma. Pulangnya kami mendapat majalah secara cuma-cuma berisi liputan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan dan banyak sekali resep makanan juga.

image1-3

Menyenangkan sekali datang ke Food Truck Festival ini. Kalau tahun mendatang ada lagi, Insya Allah kami akan datang kembali.

-Den Haag, 14 September 2015-

Semua dokumentasi adalah milik pribadi

Pesta Rakyat Indonesia 2015 dan Embassy Festival The Hague

Nasi Rames Medan. Aslinya ada telur satu. tetapi karena suami tidak suka ikan rica, jadi akhirnya ikannya dibagi ke saya, tukar dengan telur. Rasanya enak.

Sejak mengetahui akan ada Pesta Rakyat yang diadakan oleh KBRI dan bertempat di Sekolah Indonesia Nederland (SIN) Wassenaar, saya sangat antusias ingin datang. Apalagi yang dicari kalau bukan segala jenis makanan dari seluruh Indonesia yang dijual diberbagai booth yang ada. Kalau tidak salah hitung, kemarin ada 30 booth. Sejak jauh hari saya juga berdoa semoga cuaca pada tanggal 5 September 2015 itu akan cerah ceria. Namun beberapa hari menjelang hari H, hujan sepertinya senang menghampiri, mengguyur hampir sepanjang hari dan tiap hari. Dan melihat prakiraan cuaca, pada hari H akan hujan deras. Wah, saya sudah menyiapkan hati untuk kecewa tidak jadi datang karena kurang asyik rasanya kalau harus berbasah ria sambil menikmati makanan.

Tetapi alam rupanya sedang berbaik hati. Sekitar jam 12 siang, matahari terlihat sedikit bersinar. Saya dan suami langsung bergegas pergi menggunakan sepeda karena memang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah, sekitar 30 menit saja. Beberapa kenalan sudah mengatakan kalau di pesta rakyat akan berjejal penuh sekali. Tapi yang saya lihat ketika sesampainya disana melebihi apa yang saya bayangkan. Memang benar-benar penuh sekali dengan orang-orang yang bersuka cita menikmati hiburan yang disediakan dipanggung ataupun mereka yang menikmati makanan Nusantara.

 

Panggung Hiburan
Panggung Hiburan
Pembuka adalah tarian Bali
Pembuka adalah tarian Bali
30 booth makanan ada dibagian ini
30 booth makanan ada dibagian ini

Saya yang sudah mempunyai rencana akan makan ini dan itu, menjadi tidak selera makan lagi melihat orang-orang yang berjejal antri makanan. Menjadi tidak berselera juga untuk mengambil beberapa foto stan-stan makanan yang ada. Saya seperti kebingungan melihat lautan manusia. Entah kenapa kalau ditengah keramaian seperti itu nafsu makan langsung menghilang. Akhirnya saya memilih makan nasi rames Medan yang memang sudah menjadi incaran sejak lama. Kangen makan gule daun singkong. Selebihnya saya membungkus pempek kapal selam, tekwan, lupis, dan pesanan 1kg tahu bakso seafood. Itupun membeli pempek dan tekwan juga harus antri setengah jam.

Nasi Rames Medan. Aslinya ada telur satu. tetapi karena suami tidak suka ikan rica, jadi akhirnya ikannya dibagi ke saya, tukar dengan telur. Rasanya enak.
Nasi Rames Medan. Aslinya ada telur satu. Tetapi karena suami tidak suka ikan rica, jadi akhirnya ikannya dibagi ke saya, tukar dengan telur. Rasanya enak.

Setelah berbincang dan berfoto dengan beberapa kenalan -yang jumlahnya memang tidak seberapa- saya dan suami memutuskan untuk pulang. Jadi total kami hanya sekitar 2 jam ada di Pesta Rakyat. Untuk tahun depan, masih tetap ingin datang lagi. Mungkin mentalnya akan lebih kuat melihat orang-orang yang berjubel 😀

Berfoto dengan beberapa kenalan
Berfoto dengan beberapa kenalan

Setelah dari Pesta Rakyat, kami bergegas menuju Centrum karena Mas Ewald harus membeli roti disalah satu toko disana. Ketika melintasi taman didepan hotel Des Indes tepatnya di Lange Voorhout ternyata sedang diadakan Embassy Festival The Hague. Tentu saja kami menghentikan kayuhan sepeda dan mampir karena mendengar suara musik dan seorang yang bernyanyi Seriosa.

Embassy Festival The Hague tahun ini memasuki tahun yang ketiga. Jadi ini adalah acara tahunan dari seluruh kedutaan di Belanda yang berisi pagelaran musik dari genre pop, jazz, klasik dan beberapa genre lainnya, memperkenalkan kuliner masing-masing negara, teater, sastra, seni, maupun promosi tempat wisata dari masing-masing negara tersebut, yang diadakan dikota Den Haag, tempat semua kantor kedutaan berada. Tahun ini kedutaan yang berpartisipasi adalah dari negara Thailand, Slovenia, Panama, Slovakia, Republik Ceko, Bolivia, Perancis, Meksiko, Republik Dominika, Guatemala, Siprus, Cina, Ukraina, Rusia, Hongaria, Curacao, Filipina, Sudan, Polandia, Palestina, Yunani, Austria , Kanada, Yordania, Mesir, Qatar, Armenia, Georgia, Tunesia, Amerika Serikat, Pakistan dan Arab Saudi. Indonesia tidak ada mungkin karena bertepatan dengan Pesta Rakyat.

Kami berkeliling melihat masing-masing tenda. Banyak tenda yang menyuguhkan kuliner (dengan cara membeli), sedangkan negara-negara lain ada yang cuma-cuma memberikan makanan lengkap ataupun sekedar makanan ringan. Menariknya pada beberapa negara, mereka yang berjaga menggunakan pakaian nasionalnya.

Nasi goreng dengan lauk pisang saus manis. Ini gratis dari booth Panama.
Nasi goreng dengan lauk pisang saus manis. Ini gratis dari booth Panama.
Yunani
Yunani
Panama
Panama
Kopi dan roti gratis dari Bolivia.
Kopi dan roti gratis dari Bolivia.
Filipina
Filipina
Ukraina
Ukraina

Saya perhatikan yang terlihat panjang antrian membeli makanan adalah dari booth negara Cina, Mexico, Thailand, dan Georgia. Beberapa booth negara lain tidak berisi makanan, tetapi menyediakan informasi dengan meletakkan brosur pariwisata. Ada negara juga yang menjual karya seni.

Senegal
Senegal
Cyprus
Cyprus

Dengan cuaca Den Haag yang pada hari itu tidak menentu, sebentar hujan reda, beberapa saat kemudian deras lagi, kami harus beberapa kali berteduh dibawah pohon kalau hujan deras datang, meskipun saya membawa payung. Mereka yang menikmati pertunjukan musik juga tidak bergeming dari tempat duduknya, membuka payung dan tetap khusyuk mendengar alunan suara dan alat musik.

Dibawah guyuran hujan
Dibawah guyuran hujan

Senang sekali hari itu karena kami seperti sedang menjelajah ke berbagai negara diawali Pesta Rakyat dan diakhiri dengan Embassy Festival The Hague. Kami menyebutnya Sabtu Internasional 😀

-Den Haag, 8 September 2015-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi

International Fireworks Festival 2015 – Scheveningen Den Haag

International Fireworks Festival atau dalam bahasa Belanda adalah Internationaal Vuurwerk Festival merupakan kompetisi Internasional kembang api tahunan yang diselenggarakan setiap musim panas di pantai Scheveningen, Den Haag. Tahun ini sudah memasuki pelaksanaan yang ke 36. Peserta tahun ini dari negara Polandia, Italia, Jerman, Belanda, China, Korea, Jepang, dan Spanyol. Pelaksanaannya bertahap yaitu pada tanggal 14, 15, 21, dan 22 Agustus 2015, dua peserta dalam satu hari. Karena ini adalah kompetisi Internasional, maka ada juri yang memberikan penilaian. Selama sekitar 15 menit masing-masing negara akan unjuk kehebatan dimana 80% dari kembang api yang dibawa diproduksi dinegara masing-masing. Pada tahun ini pemenangnya adalah Spanyol, Belanda, dan Italia masing-masing secara berurutan nomer 1, 2, dan 3. Menurut berita di Telegraaf.nl total pengunjung sejak hari pertama diperkirakan sekitar 400.000 orang. Untuk lebih lengkapnya tentang festival ini, dapat dikunjungi pada website resmi mereka.

Sejak kecil saya senang melihat pertunjukan kembang api. Di Situbondo selalu ada setahun sekali, meskipun tidak besar-besaran karena kembang api sangat mahal harganya. Karenanya, ketika tahu ada festival kembang api di Scheveningen, sejak jauh hari saya sudah berunding dengan suami kapan akan melihatnya. Akhirnya disepakati kami akan melihat dihari terakhir. Dan sejak jauh hari juga saya sangat berharap cuaca akan cerah diakhir pekan, karena selama seminggu menjelang festival, hujan mengguyur Belanda tanpa henti. Kami sudah menduga sejak awal kalau acara ini pasti dipadati penonton karena jika cuaca cerah, pantai pasti penuh, selain itu acara ini gratis. Karenanya, kami memutuskan untuk naik sepeda saja ke Scheveningen supaya pulangnya lebih leluasa dan tidak terjebak macet. Dengan tempo bersepeda saya yang sedang-sedang saja, kami membutuhkan waktu 2 jam PP. Benar saja, ketika kami sampai disana sekitar jam 6 petang, pantainya sudah sangat penuh dengan orang-orang yang berjemur ataupun melakukan aktifitas dipantai lainnya. Untuk menunggu sampai jam 21:45 dimana pertunjukan pertama baru dimulai, kami berjalan bergandengan tangan menyusuri pantai.

Ramai
Ramai

Kami naik ke tower yang memang disediakan khusus untuk aktivitas Bungee dari ketinggian 60 meter. Antriannya panjang sekali. Satu kali lompat 70 euro. Bisa juga lompat bersama 2 orang. Saya yang memang tidak berani dengan aktifitas ini, hanya menjadi pengamat saja dari atas. Suami sebenarnya tertarik, tapi melihat antriannya, dia jadi mengurungkan niat. Dan saya bilang, mending nanti saja kalau ke Bali. Tempatnya lebih bagus karena diatas tebing. Saya suka mengamati tingkah orang-orang yang sedang berbungee ria. Ada satu yang menarik perhatian saya. Mereka naik ke mesin penggereknya berdua. Satu orang ini sejak awal seperti sedang merekam pakai Hp. Mungkin mereka sedang live di Periscope, ujar saya ke suami. Nah, saat teman satunya loncat, yang diatas dengan sigap menjulurkan Hpnya. Saya khawatir yang diatas ini karena terlalu antusiasnya ikut loncat juga 😀 atau tiba-tiba angin kencang trus Hpnya nyemplung laut. Tapi secara keseluruhan, selama orang-orang ini loncat tidak ada teriakan sama sekali. Kan ga seru ya kalau tidak teriak-teriak heboh. Saya tidak tahu apa memang merekanya yang tidak suka teriak-teriak heboh, atau memang ada aturan tidak boleh teriak, atau kata Febi di IG mereka sudah terlanjur pingsan duluan *ngikik *padahal kalau saya yang disana mungkin memang akan pingsan karena tidak berani.

IMG_4185

Cihuyy ya. Ngeri-ngeri sedap lihatnya. Pose dulu dong sebelum menukik. Demi eksistensi :D Untung yang diatas ga ikutan heboh. Ngeri juga Hpnya takut nyemplung :D
Cihuyy ya. Ngeri-ngeri sedap lihatnya. Pose dulu dong sebelum menukik. Demi eksistensi 😀 Untung yang diatas ga ikutan heboh. Ngeri juga Hpnya takut nyemplung 😀

Setelah bosan berkeliling, lalu kami mencari tempat strategis dibibir pantai. Saya yang memang dari awal niat piknik, sudah membawa tikar, buku bacaan, minuman, dan bekal. Semakin malam, semakin banyak yang datang. Sekitar pukul 21.30 saya melihat kapal-kapal besar mulai berjejer ditengah laut. Tepat pukul 21:45 pertunjukan kembang api dari China dimulai. Selama 15 menit penonton dibius dengan kemeriahan kembang api dilangit yang ditembakkan dari kapal ditengah laut. Setelah selesai, kami harus menunggu selama 30 menit untuk pertunjukan kembang api dari Spanyol. Jam 22:30 pertunjukan terakhir dimulai. Spanyol ini seru sekali bentuk-bentuknya. Ada yang meyerupai orbit galaxy. Luar biasa rasanya melihat pertunjukan kembang api ini. Saya merekam bagian terakhir saja.

Sunset
Sunset
Kapal yang sedang bersiap untuk menembakkan kembang api
Kapal yang sedang bersiap untuk menembakkan kembang api

Pengalaman yang tidak terlupa. Seru melihat kompetisi kembang api tingkat Internasional langsung dari pantai. Seru dengan kemeriahannya. Teman saya bertanya kok suara kembang apinya beda ya dengan yang di Indonesia. Saya bilang kalau yang didengar dia di Indonesia bukan suara kembang api, tetapi petasan :D.

Ternyata setelah pertunjukan kembang api selesai, masih ada acara lainnya dipanggung yang telah disediakan. Kami langsung pulang karena memang sudah sangat malam. Kami harus menempuh waktu 1 jam naik sepeda untuk menuju rumah. Musim panas selalu menyenangkan dengan berbagai macam acara, dengan catatan penting : jika cuacanya cerah ceria.

-Den Haag, 23 Agustus 2015-

Semua dokumentasi adalah milik pribadi

Swan Market – Den Haag

Saya senang sekali kalau sedang Summer seperti ini. Kenapa? Tentu saja karena bisa sering merasakan hangatnya Matahari. Meskipun cuaca di Belanda juga masih sering hujan, tetapi seringkali diakhir pekan cuaca menjadi sangat menyenangkan. Matahari bersinar cerah sehingga sayang sekali kalau akhir pekan hanya dihabiskan dengan berdiam diri dirumah. Saya dan Suami selalu mencari informasi tentang acara disekitar Den Haag atau kota lainnya yang bisa didatangi ketika hari sabtu atau minggu. Iya, kami biasanya hanya menghabiskan satu hari diluar, satu hari lainnya kami gunakan untuk leyeh-leyeh dirumah atau mengunjungi Mertua.

Satu bulan lalu, tepatnya 19 Juli 2015, kami mendatangi Swan Market yang diadakan di Kerkplein Den Haag. Sebenarnya apa sih Swan Market itu? Kalau ditilik dari namanya jelas ini adalah Pasar. Jika dibaca dari situs resminya, Swan Market adalah pasar yang menjual segala sesuatu yang berhubungan dengan gaya hidup, produk makanan olahan rumahan (homemade), aksesoris, interior rumah, barang-barang vintage, juga ada beberapa food truck, serta ada live musicnya. Sebenarnya pasar yang seperti ini bukan pertama yang saya datangi. Karena pada bulan Juni saya berkesempatan mengunjungi Arnhem untuk melihat Sonsbeekmarkt (tulisan tentang ini menyusul). Serupa, tapi tidak sama karena kalau di Sonsbeekmarkt diadakan ditaman yang bagus sekali bernama Sonsbeekpark hari minggu pertama disetiap bulannya, sedangkan Swan Market ini yang di Den Haag diadakan di Centrum dekat gereja, dan kota pelaksanaannyapun bisa berpindah. Swan Market dimulai saat musim dingin tahun 2010 di Rotterdam. Swan Market diadakan di Den Haag, Rotterdam, Dordrecht dan Tilburg. Selain di Belanda, Swan Market juga ada di Antwerpen, Belgia.

Aneka jenis Jamur
Aneka jenis Jamur

Aneka jenis telenan
Aneka jenis telenan

Aneka jenis barang-barang vintage
Aneka jenis barang-barang vintage

Pada dasarnya saya senang mengunjungi pasar-pasar yang jenisnya seperti ini karena bisa mencicipi beraneka jenis makanan, meskipun untuk saya harus memilih mana yang bisa dimakan dan yang tidak. Dan mematut diri disetiap tenda melihat barang-barang apa yang ada disana, memperhatikan satu persatu, merupakan keasyikan tersendiri. Kali ini kami memborong aneka jenis jamur yang masih segar. Serta bisa menikmati live music sambil kita makan dan minum serta beristirahat sejenak.

  
Mungkin jika ada yang sedang disekitar Den Haag, bisa mendatangi Swan Market tanggal 16 Agustus 2015, atau langsung cek website resminya untuk melihat jadwal yang terdekat dikotamu. 

Ini enak sekali. Namanya Kokos Balletjes.. Kelapa muda parut dikasih gula trus digoreng. Varian rasanya juga bermacam-macam. Ada yang campur coklat, orisinil, rasa vanila. dll. Bude saya di Ambulu sering membuat seperti ini. Tapi lupa apa namanya kalau di Ambulu.
Ini enak sekali. Namanya Kokos Balletjes.. Kelapa muda parut dikasih gula trus digoreng. Varian rasanya juga bermacam-macam. Ada yang campur coklat, orisinil, rasa vanila. dll. Bude saya di Ambulu sering membuat seperti ini. Tapi lupa apa namanya kalau di Ambulu.

Selamat berakhir pekan bersama keluarga, teman dan orang-orang tersayang. Semoga akhir pekan ini cuaca cerah ceria di Belanda, karena kalau tidak ada halangan ingin melihat pesta kembang api dipantai Scheveningen. 

-Den Haag, 14 Agustus 2015-

Semua foto adalah dokumen pribadi.

Ramadan Pertama di Belanda

Bulan Ramadan ini adalah Ramadan pertama saya di Belanda. Sudah 21 hari terlewati, dimana sebagai perempuan saya tentu tidak penuh selama 21 hari tersebut. Saya baru berbagi cerita tentang pengalaman puasa menjelang penghabisan Ramadan karena ingin mengobservasi dahulu perubahan apa yang terjadi dari 14 jam lama waktu puasa di Indonesia menjadi 19 jam lama waktu puasa di Belanda. Sebenarnya saya tidak terlalu kaget karena sebelum Ramadan sudah mencoba latihan dengan melakukan beberapa puasa sunnah misalkan puasa senin kamis dan puasa daud tetapi pada saat itu masih belum memasuki musim panas dimana waktu siang lamanya tidak terlalu panjang. Dan puasa Ramadan kali ini tentu saja berbeda karena waktu dari subuh sampai maghrib berselang 19 jam dikarenakan memasuki musim panas.

Karena berbeda lamanya dengan Indonesia maka tantangannya juga berbeda. Kalau puasa di Surabaya atau Jakarta atau Situbondo atau Jember (ini empat kota yang memang jadi tempat tinggal selama di Indonesia) tantangan terberat adalah panasnya yang super dahsyat. Kenapa saya mengatakan demikian karena bukan hanya hawa panas tapi udara yang tidak segar. Jadi meskipun waktu berpuasa lebih pendek dibandingkan Belanda tapi saya merasa lebih nyaman berpuasa di Belanda meskipun beberapa waktu lalu panasnya sampai 38 derajat. Tetapi karena udaranya lebih segar jadi saya merasa lebih nyaman dibadan meskipun panasnya sudah menyerupai Surabaya.

Tantangan kedua adalah masalah waktu. Dengan jeda waktu berbuka sampai subuh yang hanya berselang 5 jam (Subuh sekitar jam 3 pagi dan Maghrib sekitar jam 10 malam) maka saya harus menyiasati bagaimana bisa melakukan aktifitas berbuka puasa, sholat Maghrib, Sholat Isya (waktu Isya sekitar jam 12 malam), Sholat Taraweh (kadang-kadang kalau masih ada waktu saya juga sempatkan sholat Tahajjud), sahur, dan Sholat subuh. Untuk tadarusan (baca Al Qur’an) saya lakukan setelah atau sebelum waktu sholat wajib lainnya. Awalnya sempat keteteran karena masih belum memahami ritmenya. Seiring berjalannya waktu, saya mulai bisa mengatur jadwalnya. Jadi jam 10 saya buka puasa minum air putih dan buah, kemudian sholat Maghrib. Setelahnya saya makan berat. Jam 11 malam saya usahakan untuk tidur, lebih tepatnya dipaksakan untuk tidur supaya badan disempatkan untuk istirahat. Jam 2 pagi bangun lalu sholat Isya lanjut taraweh. Kemudian saya sahur sambil menunggu waktu sholat Subuh. Sekitar jam 3.30 pagi saya tidur lagi lalu bangun jam 6 pagi. Kalau sedang ada jadwal sekolah, saya siap-siap untuk berangkat. Tapi kalau tidak sedang sekolah, saya bantu suami untuk menyiapkan keperluan dia ke kantor. Entah mengapa badan selalu selalu terbangun jam 6 pagi dan setelahnya tidak bisa tidur lagi sampai waktu tidur dimalam hari.  Begitulah cara pengaturan kegiatan saya.

Selang beberapa lama sebelum saya benar-benar mengetahui ritmenya, ada informasi dari seorang teman yang tinggal di Norwegia tentang fatwa dari Mekkah tentang puasa yang dilakukan dinegara dengan lama waktu siang lebih dari 18 jam. Jadi untuk kota yang latitudenya diatas 50 bisa mengikuti waktu puasa Mekkah dengan jam sholat yang sudah diperhitungkan dengan acuan pada Mekkah, lebih jelasnya bisa dilihat disini tentang pembagian waktu sholatnya. Karena ini adalah Fatwa yang artinya adalah pendapat dari orang (atau sekelompok orang) yang ahli terhadap suatu masalah, maka Fatwa ini sifatnya tidak mengikat. Jadi bagi mereka yang merasa kesusahan berpuasa lebih dari 18 jam karena alasan kesehatan atau merasa tidak khusyuk melaksanakan ibadah malam dengan waktu yang sangat terbatas atau karena alasan lainnya yang memang sifatnya personal antara satu orang dan yang lainnya, maka bisa dan diperbolehkan untuk mengikuti fatwa dari Mekkah tersebut. Tetapi harus diingat bahwa Fatwa tersebut tidak bisa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang sifatnya hanya ingin berpuasa dalam waktu yang lebih pendek tanpa alasan yang logis. Namun kembali lagi, yang mengetahui mampu atau tidaknya hanya orang yang bersangkutan. Wallahu A’lam Bishawab. Informasi tentang Fatwa ini bisa dibaca lebih lengkap disini dan disini.

Jadi karena awalnya masih keteteran mengatur jadwal dan merasa tidak khusyuk untuk beribadah malam dengan waktu yang sangat pendek, dengan adanya informasi tentang Fatwa tersebut maka saya mengikuti puasa waktu Mekkah karena Den Haag latitudenya adalah 52 sehingga sudah memenuhi syarat. Jadi yang awalnya 19 jam waktu puasa, saya merubahnya menjadi 15 jam (jam 5.30 pagi waktu Subuh dan jam 8.30 malam waktu sholat Maghrib), mengikuti jam sholat yang sudah ditetapkan dengan mengikuti waktu Mekkah. Sambil jalan saya memantapkan hati untuk mencari informasi terkait supaya saya merasa lebih yakin. Tetapi selang beberapa hari saya memutuskan untuk kembali lagi mengikuti waktu puasa awal dengan mengikuti jadwal dari KBRI Den Haag. Saya memutuskan untuk kembali bepuasa dengan waktu awal karena pertama merasa belum cukup ilmu untuk mendalami tentang Fatwa tersebut dan kedua saya merasa masih mampu untuk puasa 19 jam. Kalau untuk mengatur jadwal ibadah malam, saya yakin pasti ada jalan keluarnya supaya ibadah lebih khusyuk. Jadi saya kembali berpuasa 19 jam karena secara pribadi, saya yang tidak memiliki cukup alasan kuat untuk mengikuti waktu Mekkah. Berpuasa memang bukan tentang berlomba lebih lama dalam waktu berpuasa, tetapi lebih kepada arti dari puasa itu sendiri yaitu menahan diri dari suatu perbuatan, misalnya menahan diri dari makan dan minum. Maksud dan tujuan puasa ialah menahan hawa nafsu dan meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah swt, serta menjaga diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat. Nah Fatwa sendiri dibuat dengan syarat dan kondisi tertentu seperti yang sudah saya sebutkan diatas sebagai jalan keluar supaya tetap bisa melakukan ibadah puasa.

Ramadan-mubarak-ikeethalal.nl_

Bagaimana dengan pengaturan makan? Secara keseluruhan tidak ada bedanya jenis makanan yang saya konsumsi ketika puasa di Indonesia maupun di Belanda. Sejak dulu kalau sahur saya tidak bisa makan jenis makanan yang kompleks. Untuk sahur saya makan buah dengan variasi maksimal 3 jenis buah dimana pisang wajib ada karena mengandung karbohidrat kompleks. Buah lainnya biasanya apel, pisang atau anggur atau buah lainnya. Saya merasa kalau sahur dengan buah kenyangnya awet lama dibandingkan makan nasi beserta lauk pauk lengkap. Ketika berbuka saya awali dengan minum air putih lalu makan kurma dan buah. Kemudian setelah sholat Maghrib saya baru makan sayuran segar (raw vegetables), nasi dan lauk (lauknya didominasi tahu dan tempe, sesekali ikan karena saya tidak makan daging dan ayam). Jadi yang wajib adalah buah dan sayur. Untuk pengaturan minum air putih, saya minumnya tidak sekaligus banyak dalam satu waktu tetapi sebotol demi sebotol namun bertahap. Alhamdulillah dengan pengaturan makan seperti itu badan tidak gampang lelah meskipun beraktifitas seharian misalkan sekolah ataupun mengerjakan pekerjaan lainnya dengan mondar mandir bersepeda atau jalan kaki atau naik kendaraan umum. Jadi selama Ramadan, kegiatan masih sama dengan sebelum berpuasa. Tidak ada bedanya. Sampai sekarang saya turun berat badan 2kg. Saya juga masih melakukan olahraga ringan seperti lari disore hari dengan waktu yang tidak terlalu lama.

Begitulah cerita saya (yang lumayan panjang) tentang pengalaman puasa pertama di Belanda. Dari pengaturan jadwal ibadah, perubahan waktu puasa yang berganti dari 19 jam ke 15 jam kembali lagi ke 19 jam, dan pengaturan makan dan asupan gizi yang masuk ketubuh. Dan saya merasa senang sekali puasa di Belanda. Seperti yang sudah saya sebutkan tadi karena udaranya lebih segar sehingga puasa menjadi tidak terasa meskipun ada saat saat tertentu panasnya lumayan nylekit. Pasti ada masa sulit misalnya saya kangen dengan suasana puasa bersama keluarga, kangen masakan ibu, kangen dengar suara tadarus di Masjid, kangen suasana berburu takjil dsb. Tapi ketika masa sulit itu datang saya selalu mengatakan dalam hati untuk menikmati saja setiap waktu dengan ikhlas dan riang gembira selama Ramadan ini. Toh hanya selama sebulan diantara 12 bulan dalam satu tahun. Jangan dibuat susah dan menggerutu. Satu lagi kenapa saya senang melalui Ramadan di Belanda yaitu, terbebas dari suara mercon yang selalu membuat kaget dan gemetar kalo tiba-tiba terdengar dimalam hari atau pagi buta.

Selamat melanjutkan sisa hari Ramadan buat yang melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Minggu depan sudah lebaran. Insya Allah kita dipertemukan lagi Ramadan yang akan datang dengan kualitas ibadah yang lebih baik.

Oh ya, kalau ada yang ingin tahu saya mudik apa tidak? Tidak, saya mau jalan-jalan sama Suami setelah lebaran. Sayang sudah jauh-jauh ke Eropa masak iya baru sebentar pulang lagi ke Indonesia.

-Den Haag, 8 Juli 2015-