Saat sedang menyusun rencana kasar tempat mana saja yang akan kami kunjungi selama di Swedia, tentu saja kami memasukkan agenda untuk hiking. Mumpung di Swedia gitu kan ya yang banyak tempat untuk hiking dan juga banyak Taman Nasionalnya. Kami memutuskan untuk setidaknya pergi ke 1 wilayah hiking yang ramah untuk anak – anak. Artinya, medannya tidak terlalu susah. Saya mulai googling dan menemukan beberapa tempat. Lalu saya juga menghubungi satu orang mutual di twitter dan Instagram yang tinggal di Malmo, apakah ada rekomendasi dari dia Taman Nasional yang bagus dan ramah untuk kami pergi hiking. Lalu dia mengusulkan ke Söderäsen National Park. Pas sekali, lokasinya tidak jauh dari tempat kami menginap selama di Landskrona.
Persiapan kami untuk hiking, sangat maksimal. Maksudnya, dari segi perlengkapan. Kami sekeluarga sampai membeli sepatu baru khusus hiking dan suami membeli apa ya namanya semacam tas panggul yang bisa membawa anak kicik, merk Deuteur. Saya bilang mending beli yang tangan kedua saja, wong cuma dipakai selama liburan musim panas. Di Belanda yakin tidak akan terpakai. Lagian anak ragil sebentar lagi sudah tidak muat untuk dipanggul. Dia bilang, tidak masalah beli baru. Nanti kalau sudah tidak terpakai bisa dijual lagi. Ya sudah, uang dia ini.
Selain sepatu khusus hiking, kami bahkan hampir membeli celana khusus. Tapi setelah dipikir – pikir dan setelah melihat medan di taman nasional di wilayah Swedia bagian selatan, tidak terlalu serius dibandingkan Swedia bagian utara yang nampak lebih sulit. Akhirnya kami batalkan membeli celana khusus hiking. Pakai yang ada saja. Selebihnya, kami menggunakan tas ransel yang sudah dipunya, lalu anak – anak juga memakai jaket yang sudah ada di rumah. Musim panas kan, jadi semoga cuaca juga tidak terlalu buruk selama hiking.
Kami ke Söderäsen National Park saat hari terakhir di Landskrona sebelum pindah ke Enkoping, dekat dari Stockholm. Hari H, kami bangun pagi dan saya mulai mempersiapkan bekal makan siang dan camilan yang akan dbawa selama hiking juga minuman. Suami membawa roti isi, sedangkan saya dan anak – anak makan mie goreng dengan lauk telur dadar. Standar bekal orang Indonesia hahaha. Saat tiba di lokasi, tempat parkir masih belum terlalu ramai. Memang kami sampainya masih hitungan pagi, jam 10. Taman Nasional ini karena lokasinya sangat luas, jadi ada beberapa pintu masuk. Kami memilih pintu masuk yang paling dekat dengan tempat kami menginap. Bisa dibaca di sini untuk deskripsi lengkapnya tentang Taman Nasional Söderäsen.
Suami dan anak – anak ke toilet terlebih dahulu sebelum kami mulai masuk ke dalam lokasi. Di bagian depan, ada peta dan pilihan rute. Setelah berunding, kami memilih rute yang paling jauh yaitu 10km. Ya kalau ternyata rutenya terlalu menantang dan anak – anak capek, nanti bisa potong rute. Untuk 2 kilometer pertama, rute yang kami pilih ini masih bisa diakses untuk kursi roda atau kereta bayi. Setelahnya, mulai jalan setapak biasa.
Awalnya jalan setapak masih datar tanpa tantangan apapun. Kanan atau kiri masih lebar dan ada aliran sungai. Setelah makin jauh, jalanan makin susah karena melewati bebatuan yang lumayan runcing. Lebar jalan pun makin mengecil. Untuk tanda arah, sangat jelas sekali. Papan nama bahkan warna rute yang dipilih juga jelas. Jadi tinggal mengikuti arah.
Saat sudah memasuki km ke 5, anak – anak mulai bilang capek dan ingin istirahat dulu. Kami bilang tunggu sebentar karena akan sampai ke tempat khusus istirahat. Pas juga waktunya untuk makan siang. Selama jalan, saya juga sudah memberikan camilan dan minuman untuk mereka, termasuk anak ragil yang anteng digendong papanya di punggung. Sepanjang jalan digendong, dia juga tidak berhenti bernyanyi sesuai bahasanya sendiri :))) lumayan, kami jadi ada hiburan.
Sampai ke suatu area, kami mulai bingung karena tanda berwarna di pohon tidak muncul lagi. Bahkan ada pohon di depan yang nampaknya sengaja dirubuhkan untuk menghalangi jalan. Artinya, kami harus mendaki ke atas karena terlihat dari tempat kami berdiri, seperti nampak ada bangunan. Sempat ragu apakah harus jalan terus atau menanjak ke atas. Ini medannya susah sekali untuk ke puncak. Tapi ya tidak ada pilihan lain. Ada sih sebenarnya, putar balik. Tapi sayang kan sudah sampai hampir puncak malah putar haluan.
Akhirnya kami pelan – pelan naik. Anak – anak sudah mulai mengomel. Saya berikan semangat ke mereka kalau sebentar lagi sudah sampai atas dan makan siang bekal mie goreng. Setiap mendengar kata makanan, mereka langsung ceria. Memanglah darah Indonesia yang melekat ke mereka lebih kuat. Orang Indonesia kan kalau dipancing makanan langsung bersemangat :))).
Suami sih yang merasa kesusahan naik karena harus memanggul anak kicik. Saking susahnya medan naik, saya sampai tidak bisa mendokumentasikan dalam video. Ya seperti biasa, di manapun berada tugas saya tetaplah jadi bagian dokumentasi dan konsumsi :)))
Setelah perjuangan panjang menanjak yang Ya Allah membuat ingat untuk menguruskan badan :)) akhirnya kami sampai ke semacam area istirahat. Tempatnya bersih, rapi, dan tidak ada sampah berserakan. Ada toilet juga, tempat sampah banyak, dan tempat semacam rumah berteduh. Kami istirahat di sini untuk makan siang. Saya dan anak – anak lahap sekali makan mie goreng Indomie yang khusus saya bawa dari Belanda. Suami bilang kok ya kepikira bawa Indomie dari Belanda. Saya bilang, “Lah ini sudah bekal wajib orang Indonesia kalau mau naik gunung, kemah, atau piknik. Indomie goreng plus telor dadar hahaha”
Setelah cukup beristirahat selama hampir setengah jam, kami melanjutkan perjalanan dengan rute turun kembali ke tempat parkir. Sama dengan sewaktu naik, kami juga mengikuti tanda di pohon atau tanda panah di tonggak kayu. Pemandangan dari atas, wah cantik sekali. Belanda itu kan negara yang sangat flat ya, datar seperti pancake. Jadi setiap ada kesempatan naik gunung atau bukit, kami selalu takjub dengan pemandangan dan rute yang kami lewati. Maklum, di Belanda tidak ada.
Di atas, ada satu area penuh dengan bunga warna ungu. Bukan lavender pastinya. Seperti bunga yang ada di taman nasional di Belanda. cantik sekali. Tentu saja saat di puncak, kami mengabadikan foto sekeluarga. Jangan sampai ini terlupa.
Rute turun lebih mudah. Ya iyalah, di mana – mana kan kalau turun lebih gampang dibandingkan naik. kecuali rutenya licin. Makanya kan orang lebih gampang tergelincir dalam kehidupan saat sudah susah – susah naik *bahasan mulai membelok.
Saat melintasi hutannya yang yang sangat hijau, Saya dan suami sampai terkagum, sepanjang jalan naik sampai puncak sampai turun ke parkiran, kami tidak melihat satupun sampah berserakan. Herannya lagi, sepanjang rutepun tidak terlihat tempat sampah. Hanya ada tempat sampah saat di area istirahat di puncak. Yang kami kagumi adalah kesadaran para pengunjung untuk tidak membuang sampah sembarangan. Saya acungi jempol dan benar – benar terkagum saat tulisan ini diunggah. Kalau hanya mengandalkan petugas kebersihan taman nasional, area yang sangat bersih susah terwujud kalau tidak diikuti dengan kesadaran tidak buang sampah sembarangan dari pengunjungnya. Benar – benar bersih lho dari semua bagia hutan. Salut!
Ada satu cerita yang tidak bakal saya lupa. Saya dulu kan anak gunung. Ya beberapa kali naik gunung. Jadi ada satu hal yang selalu dipegang anak gunung perihal jangan sombong jika naik gunung. Jangan congkak dan meremehkan. Nah, entah ini kebetulan atau apa, pada satu titik, saya membatin, “Ya kalau naik gunung seperti ini tidak bakalan tersasar, wong petunjuknya jelas sekali.” Lalu kami jalan terus. Lama – lama saya sadar kok tanda biru di pohon sudah hilang. Tinggal warna Oranye. Artinya kami akan menuju ke arah lain. Wah saya bilang suami jangan – jangan kita tersasar. Kami putuskan kembali arah. Ternyata benar donk, kami terlewat membaca tanda. Harusnya belok ke kiri, kami malah terus berjalan.
Makanya, jangan sombong bin congkak di gunung. Perhatikan arah dan tanda. Jangan sok – sok bilang tidak bakal tersasar. Dikabulkan lah yang dibatinkan.
Dengan drama menyasar yang lumayan jauh itu, akhirnya kami sampai juga di bawah, di pintu pertama masuk. Total 12km kami jalan dari awal masuk sampai turun ke pintu ke luar. Lumayan ya gempor. Untungnya anak – anak tidak rewel. Cuma bagian naik ke atas saja yang lumayan susah. Selebihnya mereka benar – benar menikmati hiking ini.
Sewaktu kami masih di atas, anak – anak bilang ke saya jangan jalan terlalu ke pinggir. Lalu saya tanya kenapa, dijawab, “Nanti kalau jatuh, Ibu bisa meninggal.” Saya tanya lagi kenapa kalau saya meninggal. Mereka jawab, “Sedih kalau tidak ada Ibu.” Saya tanya lagi kenapa sedih, kan kalau tidak ada saya, tidak ada yang marah dan mengomel di rumah. Jawaban mereka, “Nanti tidak ada masak enak, tidak ada yang menyiapkan baju. Ibu kan penyayang. Suka peluk, cium, dan bilang I Love You. Jadi jangan meninggal ya Ibu, aku cinta sama Ibu.” Lalu mereka berdua memeluk saya. Sementara suami sudah berjalan jauh di depan. Ini saat kami belum sadar sudah tersasar jauh.
Duh, saya jadi terharu mendengarkan omongan mereka. Ternyata, meskipun sering ngomel, ada juga hal baik yang diingat mereka dari saya. Ya setidaknya, tidak hanya ngomelnya saja yang diingat :))
Waktu liburan inilah yang sangat saya suka. Selalu ada momen – momen percakapan yang spontan dari anak – anak atau suami. Karena itu, saya menjadikan momen liburan sebagai waktu untuk benar – benar hadir sepenuhnya untuk keluarga. Pikiran dan badan untuk mereka. Itulah kenapa, kalau liburan, saya jauh – jauh dari media sosial. Bahkan liburan kali ini, saya uninstall media sosial dari telefon genggam saya.
Taman Nasional Söderäsen meninggalkan banyak kenangan manis untuk kami sekeluarga. Bukan hanya terkesan dengan rutenya yang bersih, alamnya yang cantik, dan medannya yang tidak terlalu susah, pun kami sekeluarga jadi bertambah lagi momen yang indah yang akan selalu kami ingat sampai anak – anak besar nanti.
Momen kebersamaan, mempererat ikatan satu sama lain, percakapan yang hangat, saling memberikan semangat, pengalaman baru, dan hadir sepenuhnya satu sama lain.
Kenangan yang sangat indah. Selain dokumentasi foto dan video yang tak kalah pentingnya.
Sudah lama ternyata saya tidak menulis di blog. Terakhir menulis di sini, Januari 2025. Padahal banyak sekali hal – hal yang terjadi dalam hidup sehari – hari selama beberapa bulan yang sudah terlewati. Memang harus saya akui, sumber kemalasan saya menulis panjang karena terlalu asyik bermain media sosial. Sebagai pemanasan sebelum kembali aktif kembali di blog, saya akan menuliskan topik yang ringan saja.
Liburan tanpa membuka sama sekali media sosial yang saya punya.
Jadi ceritanya, kami baru saja selesai liburan musim panas selama 25 hari, roadtrip dari Belanda ke Jerman – Denmark – Swedia – Denmark – Jerman – Belanda. Hampir setiap musim panas, kami sekeluarga memang senang melakukan perjalanan jauh, darat, dan dengan durasi minimal 3 minggu. Tahun lalu ke 7 negara arah bawah (kalau di peta). Sedangkan tahun ini ke negara – negara di bagian atas.
Sebelum liburan dimulai, saya sudah berniat untuk tidak membuka satupun media sosial yang saya punya : Instagram, Facebook, Twitter, dan Threads, selama liburan. Saya ingin menikmati liburan secara maksimal tanpa harus berbagi fokus dengan membuka media sosial. Saya ingin bebas sejenak dari mengamati hidup orang lain, kecanduan membuka medsos, dan tidak fokus dengan dunia nyata. Selain itu, saya merasa sudah terlalu banyak menghabiskan waktu di media sosial akhir – akhir ini. Saya ingin detox dulu dari kecanduan ini.
Malam hari sebelum berangkat, saya sudah log out dan uninstall semua media sosial yang saya punya (twitter sudah saya lakukan 2 bulan sebelumnya) tanpa woro – woro apapun. Ya kan namanya mau liburan, masa mau woro – woro. Lagian, siapalah saya ini. Artis juga bukan. Saya hanya pamitan di twitter waktu itu. Takutnya punya tanggungan yang belum saya selesaikan.
Salah satu yang saya sudah tidak pernah lakukan lagi selama 11 tahun terakhir adalah tidak update apapun selama liburan. Kalaupun saya tetap buka media sosial, saya membahas atau unggah hal yang lain. Jika liburan sudah selesai, baru saya unggah foto dan cerita selama liburan. Semacam late post. Nanti saya akan bahas pada tulisan yang lain tentang hal ini.
Yang saya masih aktifkan cuma Strava dan Goodreads. Strava karena saya masih sempat lari selama liburan (wow ambisius) dan jalan kaki jauh. Jadi lumayan lah nambah angka statistik di Strava. Itupun saya tidak buka kalau sedang tidak terhubung. Sedangkan Goodreads, ya untuk laporan ke reading challenge.
BAGAIMANA RASANYA SELAMA LIBURAN OFF DARI MEDIA SOSIAL?
WOW Surga sekali. Baru kali ini saya benar – benar tidak membuka sama sekali medsos selama liburan. Tidak merasa kangen bahkan merasa sangat damai. Saya bisa menikmati liburan secara maksimal tanpa harus berbagi fokus dengan membuka telepon secara sering atau saat malam hari sebelum tidur. Saya maksimal hadir untuk diri sendiri, anak – anak, dan suami. Saya bisa sering bengong melihat apa yang ada di depan mata. Tidur bisa lebih lama dan panjang tanpa terputus. Otak saya fokus dengan apa yang terjadi saat itu. Otak saya jadi sangat enteng dan fresh. Buka mata di pagi hari setelah bangun tidur, bukan Hp lagi yang saya ambil. Tapi bengong dan ngelamun :))) Liburan kali ini benar – benar saya nikmati sekali, hadir nyata.
Saya tetap mengambil sebanyak mungkin foto dan merekam segala yang dilewati selama liburan. Saya kan sesi dokumentasi kalau di rumah :)))
Saya jadi berjarak dengan telefon jika di rumah sewa. Tidak sedikit – sedikit membuka Hp untuk mengecek isi medsos. Saya membaca buku dengan fokus. Selama 3.5 minggu, saya bisa menyelesaikan membaca 2 buku selama liburan. Lumayanlah ya.
Saat di Ribe, Denmark. Selesai membaca 2 buku ini dengan tuntas selama 3.5 minggu.
Karena tiba – tiba libur tanpa woro – woro, ada beberapa teman yang juga mutual di IG yang tau nomer WhatsApp saya, mengirimkan pesan apakah saya sehat kok tidak tampak story harian dalam waktu yang lama. Saya bilang kalau sedang liburan. Saya sempat tertegun. ternyata saya kangen juga ditanya secara personal seperti ini. Tau kabar saya bukan dari unggahan di media sosial. Jadi terharu.
Saya sempat membahas dengan suami, ada banyak orang yang saya lihat, membuat video dan mengunggah di halaman (bukan story) twitter atau IG ketika liburan masih berlangsung. Padahal profesi mereka bukan so calledinfluencer yang ada hubungannya dengan jalan – jalan. Lalu saya pun mengomentari sendiri pernyataan saya tersebut : ya mungkin memang hobinya membuat video kapanpun dan dimanapun.
Lalu muncul pertanyaan yang lain : Apakah mereka benar – benar menikmati liburan dengan cara masih sibuk dengan unggahan di media sosial (bukan story)? Membayangkan pasti waktu istirahat yang dikorbankam. Padahal kan liburan ya waktunya libur ya. Bukan malah sibuk.
Atau ya memang itu yang bikin mereka bahagia.
Itu hanya segala overthinking yang sempat mampir sejenak.
Kembali lagi ke bahasan awal. Saking merasa nyamannya saya tanpa media sosial selama 4 minggu ini, saya ingin melanjutkan istirahat dari media sosial sampai waktu yang tidak ditentukan. Bisa jadi 3 bulan, bisa jadi 7 bulan (Tahun 2021 saya pernah rehat 7 bulan dari media sosial, segala alasannya pernah saya tulis panjang lebar di sini), bisa setahun, bisa selamanya, entah juga. Saya tidak ada rencana pasti. Cukup dijalani saja. Yang pasti, karena rehat dari medsos, saya jadi punya waktu untuk kembali menulis di blog. Memang saat ini blog sudah tidak populer lagi ya. Kalah pamor dengan media sosial. Tapi saya tetap setia menulis di sini. Meski tidak sesering dulu.
Saya menikmati hidup saat ini yang lebih menyenangkan tanpa media sosial. Lebih banyak waktu tanpa terdistraksi fokus. Lebih hadir untuk diri sendiri, anak – anak dan suami. Lebih bisa memikirkan hal – hal yang perlu. Lebih ada untuk diri sendiri. Bisa kembali menulis di blog. Banyak waktu untuk berjeda dengan hiruk pikuk dunia luar. Bisa kembali terhubung dengan teman – teman lama dengan berbagi kabar lewat WhatsApp.
Tanpa media sosial saja saya sudah sibuk sekali. Kenapa dulu saya bisa punya waktu banyak ya dengan aktifitas media sosial? Padahal siang hari rasanya kerjaan kok tidak selesai – selesai. Jadi heran dengan diri sendiri.
Saat di Landskrona, Swedia. Menunggu anak – anak yang sedang main seharian di pantai dengan membaca buku sampai tertidur. Ini suami yang memfotokan diam – diam. Katanya takjub lihat saya tidak lengket dengan telpon lagi :))))
Jadi kalau ada siapapun mutua atau follower saya yang kebetulan mampir ke blog dan membaca tulisan kali ini, saya mengabarkan dalam keadaan yang baik – baik saja. Kalau kalian kangen dengan segala celotehan saya, silahkan sering – sering mampir ke blog ini untuk ngecek tulisan terbaru dari saya *PD jaya dikangenin haha.
Maya bilang kalau kangen dengan story saya bagian pasukan soang :)))
Kami baru saja kembali (sebulan lalu tepatnya) dari road trip a.k.a perjalanan darat di Andalusia dan Madrid, Spanyol selama 2 minggu. Seperti biasa, liburan kali ini juga tidak terencana jauh hari sebelumnya, apalagi suasana Pandemi seperti ini yang serba tak pasti mengenai peraturan di negara sendiri maupun di negara jujugan liburan. Tapi, liburan ke Andalusia sebenarnya akan kami lakukan bulan Maret 2020 saat saya berulangtahun. Wassalam keduluan Corona, jadinya batal. Akhirnya terwujud bulan November ini. Berawal saat akhir September saya bertanya ke suami : kita ada rencana ke mana gitu ga bulan November. Kan bulan spesial itu.
Maksud saya bertanya seperti itu karena kepikiran pengen ke museum. Eh sama dia dijawab : kita ke Andalusia aja. Kayaknya bisa sih ke sana (terkait peraturan tentang Covid). Akhirnya sama-sama ngebut cari informasi ini itu lalu mencocokkan jadwal karena November itu lumayan padat buat kami. Saya ada kursus kelas roti dan ada beberapa pesanan, sementara suami ada beberapa meeting yang wajib dihadiri. Setelah mendapatkan tanggal, kami cari informasih terlebih dahulu cuaca dan keadaan di Andalusia bulan November seperti apa. Lalu kami membeli tiket.
Kota – kota yang kami kunjungi adalah : Madrid – Cordoba – Seville – Ronda – Malaga – Marbella – Nerja – Granada.
Nah cerita selanjutnya, akan saya sampaikan per poin supaya lebih jelas
PERATURAN TERBANG DAN TRAVELLING KE SPANYOL
Kami terbang dengan KLM. Sebenarnya semua peraturan sudah jelas dijabarkan di website mereka dan juga surat elektronik yang dikirimkan. Jelas juga dokumen apa saja yang harus diunggah atau ditunjukkan saat check in. Jadi ada dua pilihan mengenai dokumen ini : bisa diunggah online atau ditunjukkan saat check in di Bandara. Kami memilih yang pertama karena disebutkan bisa mengurangi waktu tunggu saat check in.
Dokumen yang diunggah : paspor (dan kartu verblijsvergunning EU-langdurig ingezetene buat saya), bukti sudah vaksin 2 kali, formulir pernyataan kesehatan. Dari pihak Spanyol juga mengirimkan formulir untuk diisi dan dikirim kembali. Kalau menurut KLM dan pihak Spanyol dokumen yag kami kirimkan sudah ok, mereka akan kasih informasi lewat email. Dari pihak Spanyol sudah ok, jadi kami bisa cetak formulirnya dan akan ditunjukkan saat sampai di bandara Madrid untuk dicek ulang.
Dari pihak KLM ada sedikit drama. Setelah satu hari dokumen dikirim, mereka memberikan reaksi kalau ada dokumen yang kurang lengkap. Salah satunya, saya harus menyertakan bukti tes negatif. Lha, kan bingung ya. Jelas – jelas di website mereka tertulis jika sudah ada bukti vaksin 2 kali, tidak perlu menyertakan bukti tes negatif. Sudah dihubungi lewat twitter ga ada tanggapan. Akhirnya suami telpon ke Rijksoverheid, minta penjelasan apakah seperti itu. Mereka menjawab, kalau sudah vaksin 2 kali dan menyertakan buktinya, tidak ada kewajiban untuk tes.
Sesampainya di bandara (kami sampai 3 jam sebelum penerbangan. Jam penerbangan kami 8 pagi, jadi jam 5 pagi kami sudah di Schiphol. Karena membawa 2 koper dan satu tas juga pagi masih belum ada tram dari kampung kami ke stasiun besar, kami memutuskan naik taksi), antrian sudah lumayan panjang. Setelah dicek segala dokumen, ternyata ya dokumen kami sudah lengkap.
Senang akhirnya merasakan naik pesawat lagi meskipun ribetnya ga karuan terbang diera pandemi gini.
Penerbangan ke Madrid selama 2 jam 10 menit pesawat kecil 2 kursi 2 kursi dan penuh. Di pesawat menggunakan masker. Tidak ada ketentuan khusus harus masker apa. Jadi sembarang masker. Dicopot hanya saat makan dan snack. Jadi kami mendapatkan makan roti dan snack muffin. Selebihnya selama penerbangan aman terkendali.
Sesampainya di bandara Madrid, kami langsung disambut petugas yang akan cek dokumen dari pemerintah spanyol. Setelah ok, baru kami ke ambil bagasi dan ke tempat penyewaan mobil yang ada di Bandara. Selama 2 minggu, kami menyewa mobil.
Satu hal yang jadi perhatian saya, entah ini perasaan saya atau bagaimana, tapi pemeriksaan di Bandara terkait barang bawaan di pesawat tidak seketat saat terakhir kami terbang 2 tahun lalu. Sekarang, kami membawa air dalam wadah ukuran besar di dalam tas saja diperbolehkan. Lalu kami membawa roti dan beberapa camilan juga diperbolehkan. Tanpa ditanya terlebih dahulu untuk apa. Di tas khusus lainnya, kami membawa antibiotik cair, juga lolos saja. Pulang dan pergi seperti itu, tidak seketat penerbangan – penerbangan sebelumnya.
Selama 2 minggu tersebut, di Belanda ada dua kali pers conf terkait pengetatan aturan. Kami memantau dengan harap cemas. Takut tidak bisa pulang ke Belanda. Syukurlah begitu sampai kembali di Schiphol, membaca aturan yang tertera, kami tidak harus melakukan karantina karena Andalusia tidak termasuk dalam area yang resiko tinggi.
PERATURAN DI ANDALUSIA DAN MADRID TERKAIT CORONA
Selama di sana, sepanjang mata memandang, masih banyak orang memakai masker di ruangan terbuka. Sebenarnya yang wajib itu saat berada dalam ruangan misalkan masuk ke supermarket, restoran, museum dll. Jadi kalau di ruang publik, tidak wajib. Tapi banyak orang yang memakainya. Untuk masuk ke Restoran, Museum, Perpustakaan, tidak ada pemeriksaan QR Code. Jadi bisa langsung masuk. Berbeda dengan Belanda jika masuk ke restoran, museum, konser, disuruh menunjukkan QR Code.
Ronda
Berita terbaru beberapa hari lalu, sekarang di Spanyol peraturan sudah berubah lagi. Menunjukkan QR Code sudah wajib saat masuk ke tempat – tempat yang saya sebutkan sebelumnya.
NOVEMBER BULAN YANG TEPAT KE ANDALUSIA
Saat mencari informasi apakah November merupakan bulan yang tepat ke Andalusia terkait cuaca, hampir semua website yang kami kunjungi mengatakan kalau November adalah salah satu bulan yang sangat tepat karena suhu sekitaran 20-25 derajat celcius dan musim liburan sudah usai jadi harga – harga sudah turun. Memang benar, tiket pesawat saat bulan Oktober dan November sangat jauh beda. Yang bulan November harganya setengah dari yang bulan Oktober. Harga hotelnya pun juga jauh lebih terjangkau dibandingkan Oktober. Lalu di bulan November juga masih ada beberapa festival yang bisa dilihat. Seperti di Sevilla, secara tidak sengaja kami bisa melihat Festival yang memuliakan Bunda Maria (kalau tidak salah).
Nerja
Selama di sana, kami berlimpah dan bermandikan matahari. Dua minggu penuh puas dengan memakai kaos tanpa jaket dan bersandal ria, tanpa ada hujan sama sekali. Kata sopir taksi, di Andalusia, hujan itu datang maksimal cuma 3 bulan dalam satu tahun. Kami langsung cekikikan karena di Belanda kebalikannya. Hujan datang sepanjang tahun, cuma 3 bulan saja rasanya yang terang benderang.
Jadi, kami sangat merekomendasikan bulan November saat berkunjung di Andalusia. Perfect!
MINIM TURIS (ASIA)
Hal ini pasti berhubungan dengan Pandemi ya jadinya tempat – tempat wisata di sana minim turis, terutama turis Asia. Sangat jarang saya temui. Lumayan lah jadi tidak melihat pemandangan satu tempat yang menarik dimonopoli satu turis (Asia) untuk foto – foto tiada henti.
Bahkan tempat wisata yang kalau dalam keadaan normal harus membeli tiket dulu secara online, ini bisa membeli langsung di sana. Hanya saat saya di Seville, ketemu rombongan Mahasiswa Indonesia yang sedang melakukan program pertukaran pelajar selama 6 bulan di Granada. Awalnya saya pikir ada rombongan dari Filipina karena terdengar seperti bahasa Tagalog. Setelah saya dengarkan dengan seksama, oh ternyata aksen Jakarta dan Betawi haha lha nampak mirip logatnya.
Pun karena bukan bulan liburan, jadinya turis selain Asia pun tidak terlalu banyak. Tapi tetep ya, turis dari Belanda ada di mana – mana. Suami malah ngobrol sama sesama orang Belanda di beberapa kota. Selama di sana, saya selalu dipikir turis dari Filipina. Mereka mengira dari logat saya ngomong bahasa Inggris. Katanya mirip orang Filipina. Aksen Amerika donk ya berarti. Baru kali ini seumur hidup dipikir orang Filipina. Biasanya dipikir orang Malaysia :))).
MENGEMUDI DI ANDALUSIA
Pengalaman kami mengemudi di Andalusia, terbagi jadi dua area. Pertama mengemudi di jalan tol lintas kota, sangat sepi minim kendaraan kecil. Seringnya malah berpapasan atau menyalip truk sedang sampai yang besar. Kecepatan di jalan tol 120km/jam yang seringnya kami nyetir sampai 130km/jam. Saking sepinya. Lalu pemandangan di jalan tol, aduhai indahnya. Kiri dan kanan gunung yang konturnya beda dengan gunung biasanya. Entah apa nama bentuk seperti itu. Lalu saat melintasi laut atau pantai, kami bisa melihat dari atas. Pendek kata, selama menyetir di jalan tol Andalusia, mata dimanjakan dengan pemandangan yang super cantik. Kami yang dari negara tidak punya gunung tinggi, jadi norak sekali saat melihat gunung – gunung di sana yang menjulang dan bentuknya cantik. Rambu di jalan tol juga lebih jelas dibandingkan di Belanda. Dan yes, saya ikut serta menyetir selama di sana. Wah bangganya bukan main sama diri sendiri karena punya pengalaman menyetir di luar Belanda. Antara bangga dan norak haha ya maklum, masih hangat dapat SIM jadi masih suka menyetir ke mana – mana juga sebagai sarana latihan kan.
Salah satu pemandangan gunung dari jalan tol
Menyetir dalam kota, lain cerita. Meskipun tetap saja hitungannya penduduk sana masih taat aturan, tapi ada saat – saat tertentu yang membuat kami sampai bingung harus seperti apa. Salah satu contohnya : mobil tiba – tiba berhenti di jalan sempit, lalu penumpangnya keluar santai saja malah sambil ngobrol dengan yang di dalam mobil. Trus mobil yang dibelakangnya ya dengan santai menunggu tanpa membunyikan klakson. Walhasil, mobil – mobil yang di belakangnya juga santai saja menunggu, hasilnya adalah macet. Hal ini tidak akan terjadi di Belanda, kalau ga mau dicaci maki sama mobil belakangnya.
Lalu, tentang parkir. Lahan parkir di Andalusia sepengamatan saya selama di sana, tidak terlalu banyak. Jadi, parkirnya di dalam gedung. Nah, tanjakan naik dan turun dalam gedung parkir itu sempit sekali dan curam. Kalau mobilnya panjang, akan kesusahan untuk belok. Mobil yang kami sewa, ukurannya besar dan panjang. Walhasil, kami seringnya menghindari parkir dalam gedung karena beberapa kali mengalami kesusahan kalau harus naik atau turun.
TRANSPORTASI DALAM KOTA DAN ANTAR KOTA
Transportasi dalam dan antar kota di Andalusia sangatlah mudah. Harga tiketnya pun tergolong murah dibandingkan dengan Belanda. Selama kami di sana, tidak pernah membeli karcis harian. Jadi kalau kami mau pergi dengan bis, ya baru beli langsung di dalam bisnya. Di dalam bis juga ada layar yang menunjukkan rute perjalanannya. Di haltenya juga ada peta bis ini rutenya ke mana saja. Di dalam bisnya sendiri, sama seperti di Belanda, ada ruang khusus untuk stroller, kursi roda. Ada kursi prioritas juga. Untuk anak mulai usia 4 tahun, sudah mulai membayar karcis meskipun belum harga penuh. Untuk usia dewasa, harga karcisnya 3 euro.
Bis dalam kota di Sevilla
Sesekali juga kami naik taksi yang harganya sangat murah. Buka pintu dimulai dengan harga 1.5 euro. Dan nampaknya taksi – taksi di sana legal semua. Tidak ada taksi gelap. Ini hasil dari kami naik taksi di sana ya. Entah kalau ternyata ada taksi gelap karena meskipun kami nyegat di sembarang tempat, tetap saja mereka pakai argo resmi. Bahkan saat kami akan ke kastil (yang jadi lokasi film Game of Throne) di sebelah kota Sevilla, itu juga taksinya punya tarif berdasarkan tabel. Jadi, tidak khawatir akan dipermainkan harga. Bis antar kotanya juga bagus. Besar dan bersih. Kami ke Marbella dari Malaga, naik bis. Itupun hitungannya sangat murah karena perjalanan 1.5 jam, bisnya bagus dan ada wifinya, kalau tidak salah tiketnya 2.5 euro.
Nah sewaktu di Madrid, kami selama 1 hari naik metro ke pusat kota. Ini tiketnya beli terusan yang satu hari. Kalau tidak salah ingat, anak di bawah 6 tahun gratis.
RUANG PUBLIK DI ANDALUSIA
Ruang Publik di sini saya akan mengkhususkan pada taman kota dan taman bermain. Jadi selama di beberapa kota tersebut, saya melihat di setiap beberapa meter akan ditemui taman kota dan taman bermain. Tamannya lumayan luas dan taman bermainnya juga lumayan besar. Dibandingkan dengan Kroasia, taman bermain di Andalusia jumahnya lebih banyak dalam radius beberapa meter juga taman kotanya lebih luas dan lebih rindang. Jadi menyenangkan selama di Andalusia kami sedikit – sedikit bisa mampir ke taman bermain. Lumayan bisa sambil istirahat menyelonjorkan kaki. Trotoar di sana pun lebar.
Taman bermain di Nerja
MAKANAN DI ANDALUSIA
Sebelum ke Andalusia, saya belum pernah sama sekali makan masakan Spanyol. Jadi di Andalusia adalah pengalaman pertama kali. Oh, satu – satunya makanan Spanyol yang pernah saya makan adalah Paella waktu ada acara food truck apa gitu namanya lupa, di Den Haag. Seingat saya, rasanya enak sekali. Mungkin karena isinya adalah ikan dan kerang ya, jadi saya suka.
Bayangan saya, makanan Spanyol itu kaya akan rasa. Kuat dengan citarasa karena dari fotonya kan warnanya gonjreng gitu. Jadi saya menaruh harapan tinggi dengan rasa makaan di sana. Mungkin ingatan saya berhenti saat liburan ke Italia, Portugal, Kroasia yang makanannya enak – enak.
Setelah dua minggu di Andalusia dan Madrid, saya semacam bisa menyimpulkan dari menu – menu yang saya pesan (kebanyakan adalah makanan laut), rasanya datar alias plain. Tidak ada rasa yang menonjol dari setiap masakan. Jadi semacam nanggung, tidak ada ciri khas yang bisa saya ingat. Tidak yang asin, tidak pedas, tidak asam. Jadi benar – benar datar. Saya sampai sering minta botol garam dan merica supaya makanan yang saya pesan ada sedikit rasa. Bahkan terkadang saya menanyakan apa mereka punya bubuk cabe haha saking agak “frustasi” dengan rasanya. Bukan tidak enak ya makanan di Andalusia, hanya kekuatan rasanya tidak sesuai yang saya bayangkan. Mayoritas yang saya makan seperti itu. Bahkan saat saya pesan ikan bakar, dari fotonya sangat menjanjikan. Saya sudah ngiler – ngiler lapar. Saat datang dan saya cicipi, saya sampai mikir ini rasanya apa ya. Lalu saya minta garam dan merica karena rasa ikan bakarnya semacam tidak dikasih bumbu. Untuk beberapa makanan lainnya, enak. Terutama tapas dan makanan laut yang segar. Cabe, nampaknya agak langka dalam menu di Andalusia. Kalaupun ada, ya rasanya tidak pedas.
Paella yang saya makan di Granada, rasanya masih saya ingat sampai sekarang karena enaakk dan bercitarasa
Karena kami tidak makan babi, jadi kami tidak tahu rasa masakan yang ada babinya. Mungkin lebih bercitarasa, mungkin ya. Kami hanya menebak – nebak. Untuk meminimalisasi kesalahan pesan makanan, saya selalu tanya dulu yang bukan babi yang mana atau langsung google translate saja yang ada di menu. Selama di sana, saya seringnya pesan makanan laut atau yang vegetarian.
Ada satu hari kami sudah sangat ingin makan nasi (di sana, seringnya makanan disajikan dengan kentang goreng atau pasta. Nasi sangat jarang ada dalam daftar menu, kecuali Paella), kami pergi ke restoran Jepang pesan Sushi dan ke Restoran Turki. Saking kangennya dengan nasi, semua langsung lahap makannya haha. Saya sampai bilang suami : nanti kalau sudah sampai di Belanda, aku mau puasa kentang goreng 6 bulan saking blenger nya lihat kentang goreng terus. Untuk bahasan Kuliner di Andalusia dan Madrid, nanti akan saya buatkan tulisan khusus (mudah – mudahan tidak malas).
Untuk roti dan kue, saya cocok dengan rasa yang ada di Andalusia. Kue dan roti mereka tidak semanis yang dijual di Belanda. Jadinya hampir tiap hari kami blusukan ke bakery lokal dan makan kue – kue manis yang ada di sana, buat referensi saya juga. Makanya pulang liburan badan saya langsung membengkak lagi, meskipun di sana tiap hari jalan kaki dalam jarak yang jauh, tetap tidak bisa meluruhkan gula – gula yang bersarang di badan.
Di hotel pun, menu yang disajikan selalu ada cake nya. Ya tentu saja saya mengambil sepotong misalkan cheesecake untuk sarapan haha lalu bagaimana badan ini tidak membengkak saat kembali dari liburan. Ya sudah tidak mengapa. Namanya juga liburan, dibuat senang saja.
Jadi kalau ditanya makanan di Spanyol, saya malah lebih ingat rasa makanan selama liburan di Italia, Portugal, dan Kroasia. Rasa masakannya lebih membekas sampai sekarang.
JAM MAKAN DI ANDALUSIA
Nah ini penting untuk dibahas karena kami tidak survey dulu sebelumnya. Jadinya lumayan kecele. Sama halnya dengan jam makan di Italia, khususnya makan malam, di Andalusia dan Madrid pun jam makan malamnya sangat malam untuk ukuran kami. Di sana, restoran baru buka paling cepat antara jam 8 sampai jam setengah 9 malam. Paling banyak jam 20.30 baru buka. Kami yang terbiasa makan malam jam 5 sore di Belanda, jadinya lumayan “tersiksa” malam – malam keluyuran ke luar hotel cari makan. Biasanya jam 19.30 semua sudah selesai dengan aktifitas dan sudah rapi di tempat tidur, selama 2 minggu di Andalusia paling cepat jam 22.00 baru mulai tidur.
Metro Parasol di Seville
Jadi antara jam 15.00/16.00 sampai jam 20.00/20.30 itu semua restoran tutup. Namanya ini Siesta. Jadi semacam jam istirahat. Makanya tidak heran jam 20.00 masih banyak anak – anak kecil yang bermain di taman. Rupanya menunggu jam makan malam mereka. Di Belanda, jam 19.00 malam saja sudah tidak ada anak yang keluyuran di luar. Kalau sudah lapar, bisa ke restoran cepat saji yang buka sepanjang hari. Kami ada satu malam yang sudah capek, akhirnya masuk ke salah satu restoran burger cepat saji. Sudah tak sanggup kalau harus menunggu malam untuk makan.
BAHASA
Tentu saja bahasanya Spanyol kan ya. Selama di sana, kami mengandalkan bantuan google translate dan bahasa tubuh juga bahasa tulisan. Ini secara spesifik saat kami di restoran atau di bakery atau di supermarket. Saat mencari sesuatu atau akan menanyakan sesuatu, mayoritas yang kami temui bahasa Inggrisnya tidak terlalu lancar atau bahkan tidak bisa. Jadilah kami sibuk mencari terjemahannya dalam bahasa Spanyol atau menuliskan pakai gambar apa bahkan kalau sudah lumayan putus asa menjelaskan, dua belah pihak pakai bahasa tubuh haha. Sewaktu di Cordoba, hampir setiap hari kami pergi ke bakery dekat apartemen. Hari pertama, penjualnya lumayan bisa bahasa Inggris. Hari kedua dan ketiga, penjualnya berbeda dan tidak bisa berbicara bahasa Inggris tapi paham kalau kami ngomong bahasa Inggris. Saat saya bertanya pakai bahasa Inggris yang artinya : Ini rotinya isi daging sapi atau babi? Dia jawab : moooo mooo menirukan suara sapi hahaha kocak sekali. Dia sambil tertawa kami ya ikutan tertawa.
Sebenarnya Suami bisa sedikit – sedikit bahasa Spanyol. Hanya saja, kadang dia juga ragu sama pemahamannya sendiri. Sering dia pesan makanan atau berkomunikasi di tempat wisata dengan menggunakan bahasa Spanyol. Cuma untuk hal – hal tertentu yang dia sendiri tidak yakin, google translate adalah solusinya.
Sewaktu di Sevilla, di sebuah restoran yang isinya penduduk lokal, saya mau bertanya menunya yang bukan babi yang mana. Karena di daftar menunya itu namanya panjang – panjang. Mau menterjemahkan satu persatu kok ya makan waktu. Lalu penjualnya menyodorkan kertas dan dengan bahasa tubuh, dia menyuruh saya menggambarkan apa yang saya maksudkan. Jadi saya menggambar babi trus saya silang dan menggambarkan ikan. Baru dia paham dan menunjukkan, mana menu yang bisa saya makan.
El Albaicin dilihat dari Nasrid Palace – Granada
Lain lagi sewaktu di Alhambra. Karena ada satu kampung yang isinya orang Islam, jadi penduduk di Granada mungkin mereka sudah tau apa dan bagaimana tentang Islam. Sewaktu saya dengan sok tahunya menunjuk satu menu yang akan dipesan, yang mencatat menu memberitahukan kalau itu babi. Dia bilang : Anda pakai jilbab berarti tidak makan babi kan. Wah saya jadi terharu, terselamatkan oleh Jilbab.
Sekalian membicarakan tentang Jilbab yang masuk dalam bahasan bahasa, anggap saja sebagai bahasa busana (mekso). Ada beberapa kesempatan selama di sana, karena secara tampak mata saya memakai Jilbab, jadi semacam ada sisi positifnya. Selain cerita tentang makanan di atas, juga saat di Alhambra. Jadi saat mau masuk ke Nasrid Palace, ada salah pemahaman tentang jam masuk tiket. Intinya kami sudah tidak bisa masuk dan harus membeli tiket yang baru. Kalau dari website nya, untuk hari itu tiket sudah terjual habis. Lalu, tiba – tiba ada yang menyapa saya : Assalamualaikum, Sister. Saya menjawab Waalaikumsalam, lalu bingung Sister apaan yak. Ternyata Bapak yang menyapa ini adalah petugas di Alhambra. Saya ceritakan lah apa yang terjadi. Lalu dia menyuruh saya ke sebuah kantor di pojokan yang katanya ada petugas yang bisa membantu di sana. Lalu dia menghubungi koleganya tersebut. Sebelum saya pergi, dia bilang : Saya tolong kamu karena kita bersaudara. Baru saya ngeh maksudnya dia panggil saya Sister haha loading agak lama. Ya akhirnya kami bisa masuk Nasrid Palace hari itu juga karena ada unsur KKN sesama “saudara” haha.
Madrid
Segitu saja cerita panjang kami selama liburan di Andalusia dan Madrid. Nanti kalau tidak malas, saya akan ceritakan secara terpisah kota – kota yang kami datangi dan juga pengalaman kulineran selama 2 minggu di sana.
Beberapa waktu lalu di twitter, ada topik yang membuat saya bernostalgia. Jadi mengingat hal-hal kocak tentang pengalaman naik pesawat pertama kali. Saya besar dikeluarga yang suka bepergian, terutama Ibu. Tapi, belum pernah sekalipun kami naik pesawat. Biasa naik bis, kapal laut, atau numpang mobil saudara. Paling mewah adalah naik kereta kelas ekonomi. Mewah karena kalau ke Jakarta naik kereta ekonomi, Ibu selalu masak banyak trus dibuat nasi bungkus. Jadi kami makan di kereta berbekal nasi bungkus buatan Ibu. Wahh, itu rasanya mewah sekali. Entah kenapa, berkali lipat enaknya. Padahal ya, kereta ekonomi pada jaman itu, sudahlah panas, tidurpun di lantai kereta beralaskan koran. Tidur di bangku kereta, sempit. Jadi lebih nyaman tidur di lantai kereta, beralaskan koran, lalu dilangkahi orang-orang yang lalu lalang dan para pedagang. Haha masa-masa itu. Indah untuk dikenang, tapi kalau disuruh mengulangi, saya tidak mau. Lagipula, katanya sekarang kereta ekonomi sudah jauh lebih nyaman.
Jadi tahun 2005, sebelum diwisuda, saya sudah diterima kerja di salah satu perusahaan Multinasional (sekarang PMA) yang ada di Surabaya. Sewaktu tandatangan kontrak kerja, saya diberitahu kalau sudah didaftarkan training di AC Nielsen – Jakarta, hari kedua kerja. Dikasih tau juga akomodasi dan lain-lainnya. Waahh, saya berasa keren sekali waktu itu dan juga rasa tak percaya baru masuk kerja sudah dikirim training. Saya naik Garuda Indonesia, makanya norak dan berasa keren. Tidak pernah naik pesawat sebelumnya, pertama langsung Garuda Indonesia dan dibiayai kantor pula.
Hari H tiba, saya naik taksi dari tempat kos. Naik taksi saja saya sudah merasa sangat keren karena dibayari kantor. Norak-norak bergembiralah intinya waktu itu haha. Berasa keren sejak awal. Hari itu, pertama kalinya saya tau yang namanya Bandara Juanda. Kalau lewat sih pernah beberapa kali sebelumnya. Tapi belum pernah sampai masuk ke dalamnya. Turun dari taksi, saya melongo, wah besar dan megah sekali. Lalu saya tersadar dan jadi deg-degan, semoga tidak nyasar. Oh ya, saya tidak pergi sendirian ke Jakarta, melainkan dengan rekan satu team dan manager. Pagi harinya kami sudah janjian akan bertemu di mana untuk sama-sama Check In. Sambil tetap deg-degan dan norak karena melihat Juanda pertama kali, akhirnya saya bisa menemukan mereka.
Saat Check In, meskipun judulnya tetap sama-sama, tapi kenyataannya sendiri-sendiri majunya. Saya pikir dikolektifkan. Saya urutan paling belakang, jadi deg-degan sendiri. Sampai depan, saking sudah tidak konsen, ditanya tiket pesawat, saya berikan briefing training hahaha padahal sudah saya siapkan lho. Cuma karena satu map, jadi salah kasih.
Selama di Bandara, saya diam saja beribu bahasa. Kalau tidak ditanya, ya saya tidak bersuara. Anak baru pun ya saya ini, tidak paham juga yang dibicarakan rekan kerja dengan manager itu apa. Saya juga bukan tipe orang yang suka basa basi atau sok-sok bisa masuk dalam pembicaraan. Sudahlah diam saja, daripada ketahuan ga pahamnya. Intinya selama menunggu masuk pesawat, saya ngintil mereka terus.
Tibalah saat masuk pesawat, ya itu pertama kali juga saya tahu dalamnya pesawat secara nyata. Sebelumnya cuma tahu dari film. Saat mulai pasang sabuk pengaman, sebelum Pramugari mempraktekkan, saya kembali resah. Duh gimana caranyaaa ini pasang sabuk pengamannya. Manager duduk sebelahan dengan rekan kerja. Sementara saya duduk terpisah namun masih satu deret. Saya yang awalnya pasang muka sok tahu, lalu bingung nengok kanan kiri, akhirnya menyerah bilang, “Bu, saya tidak tahu caranya pasang sabuk pengaman ini.” Manager saya biasa saja mukanya, lalu membantu memasangkan dan memberi tahu bagaimana cara melepaskannya.
Lalu pesawat tinggal landas, nah itu terharu sekali saya. Rasa : benar-benar naik pesawat nih, nyata! Tak berapa lama, pramugari mulai memberikan roti dan minuman sebagai camilan. Saat itu, saya tidak paham kalau itu diberikan sebagai salah satu fasilitas. Saya pikir seperti di bis, diberikan trus disuruh bayar kalau diambil. Jadi, setelah diberikan roti dan minuman, saya tidak langsung makan. Takut disuruh bayar hahaha. Ya maklum karyawan baru masuk dua hari, mana punya uang banyak ya kan. Di kepala saya, kalau berhubungan dengan Garuda Indonesia, pasti mahal semua. Wong tahun segitu tiket Surabaya – Jakarta pulang pergi, mahalnya tidak karuan. Jadi roti dan minuman tersebut tidak saya sentuh sama sekali. Sewaktu pramugari datang lagi untuk mengambil sampah plastik, saya mikir kok roti saya tidak diambil ya. Padahal kalau tidak makan, kan diambil saja, jadi saya tidak harus bayar. Ah, ya sudahlah pikir saya. Nanti kalau semua penumpang turun, pasti diambil juga dan saya tidak disuruh bayar.
Sewaktu bersiap-siap turun, manager saya bilang roti yang tidak dimakan bawa saja, taruh di tas. Nanti bisa dimakan di taksi. Saya bilang dengan polosnya : Memang sengaja tidak saya makan Bu, biar tidak usah bayar. Manager saya yang pada awalnya mukanya datar-datar saja, langsung tertawa ngakak “Den, itu dikasih rotinya. Kamu makan saja, ga akan disuruh bayar. Kan sudah dibayar kantor tiketnya.” Duh!! Muka saya berasa panas, entah berubah jadi merah apa tidak. Saya tersenyum kikuk, malu hahaha. Kocak bener kalau diingat.
Pengalaman naik pesawat pertama kali yang tidak akan pernah saya lupakan. Kocak, norak, berasa keren, tapi banyak bersyukur juga karena bisa naik pesawat pertama kali tanpa harus bayar sendiri.
Tahun depannya, saya pindah kerja di Jakarta. Di perusahaan baru ini, 70% pekerjaan saya di luar kantor. Jadi dalam 1 bulan, 20 hari selalu bepergian untuk perjalanan kantor seluruh Indonesia, 10 hari di kantor. Seseorang yang jarang sekali naik pesawat, menjadi orang yang sehari-hari akrab dengan bandara, pesawat, pramugari dan transit. Di kantor ini, fasilitas pesawatnya adalah Garuda. Dari GFF Blue sampai kelas Platinum saking seringnya bepergian. Lumayan, beberapa kali poinnya bisa saya tukarkan tiket untuk liburan. Kerja sering naik pesawat kadang sampai bingung sendiri, hari ini ada di kota mana, bangun tidur langsung kaget takut ketinggalan pesawat. Selama bepergian dengan pesawat, belum sekalipun ketinggalan pesawat. Tiga kali nyaris telat, malah dipindah ke kelas bisnis Garuda Indonesia. Wow, rejeki nomplok. Lumayan pas rute panjang : Jakarta – Makassar, Jakarta Manado, Jakarta – Medan. Lumayan bisa merasakan kelas bisnis haha. Karena kerja di kantor ini pula, saya jadi tahu banyak kota di Indonesia yang selama ini hanya tahu dari TV. Jadi punya kesempatan menyaksikan keindahan alamnya dan keragaman kulinernya.
Kalau bepergian sendiri tidak dibiayai kantor, saya naiknya pesawat yang terjangkau kantong harganya. Pernah naik Adam Air, Lion Air, Merpati, Air Asia, Tiger Air, Citilink, Sriwijaya, Mandala.
Pertama kali buat paspor, saya naik pesawat ke negara tetangga : Malaysia. Setelahnya, beberapa kali ke luar negeri (sampai akhirnya takdir mengirimkan saya tinggal di Belanda) dengan pesawat yang berbeda seperti Luthfansa, Etihad, Singapore Airlines, Ryan Air, KLM, Kroatia Air, beberapa saya lupa yang pesawat sekitaran Eropa.
Harusnya tahun ini naik pesawat ke Indonesia. Tidak jadi karena Pandemi. Naik pesawat terakhir kali ke Kroasia tahun kemaren. Tahun ini kami pergi liburan cuma dalam negeri saja.
Panjang juga ya cerita pengalaman pertama saya naik pesawat. Banyak kocaknya sih.
Cerita kalian sendiri bagaimana, pertama kali naik pesawat kemana perginya, pesawat apa, apakah ada cerita unik lucu dan menarik?
Nama Menara Pisa sering saya dengar, bahkan sejak SD karena sering muncul di RPUL (yang hapal isinya RPUL, ngacung *saya! Saat masih SD ya). Sebuah menara miring di Italia dan merupakan salah satu keajaiban dunia, begitu yang saya ingat. Saya pikir, Pisa itu benar-benar hanya nama sebuah menara. Jadi seperti Monas gitu, saya pikir tidak ada sangkut pautnya dengan nama tempat. Ternyata saya salah. Saat menyusun rute perjalanan, baru saya paham kalau Pisa adalah nama sebuah kota di wilayah Tuscany, Italia. Hapal RPUL ternyata belum tentu pintar (ngaku haha).
Pisa Baptistery, Cathedral Santa Maria Assunta, Campo Santo, Menara Pisa – PIsa – Italia
Pisa Baptistery
Setelah tahu kalau Pisa adalah nama kota, masih dalam bayangan saya, menara Pisa letaknya tidak di dalam komplek yang ada beberapa bangunan bersejarah lainnya. Ya bayangan saya seperti Monas gitu (haha maap ya dari tadi contohnya Monas terus, karena memang pada saat itu saya membayangkan lokasinya seperti Monas gitu). Setelah sampai sana, owalah ternyata beberapa bangunan bersejarah ini terletak dalam satu komplek, satu area. Jadi dalam satu area ada Pisa Baptistery, Cathedral Santa Maria Assunta, Campo Santo, Menara Pisa. Baru mudeng saya.
Cathedral Santa Maria Assunta dilihat dari Pisa Baptistery
Cathedral Santa Maria Assunta, Menara Pisa – PIsa – Italia
Cathedral Santa Maria Assunta
Kami ke sana saat musim panas. Waduh, saya yang gampang terkena serangan panik kalau berada di keramaian yang super ramai, benar saja saat baru memasuki gerbangnya, melihat orang yang sangat banyak memenuhi dalam komplek, mendadak badan saya gemetar. Saya sampai harus duduk untuk menenangkan diri dan meneduh dari sengatan sinar matahari yang saat musim panas di Italia rasanya ada 10 biji di atas kepala. Super panas. Waktu itu suhu sampai 40 derajat celcius. Sepanjang mata memandang, banyak sekali turis Asia (terutama turis Cina).
Campo Santo
Untuk masuk ke bangunan-bangunan tersebut harus membeli tiket dulu. Tiket yang dijual saya tidak ingat apakah bisa membeli satuan ataukah harus terusan. Kami membeli tiket terusan sehingga bisa dipakai untuk masuk ke semua tempat di dalam area tersebut. Untuk masuk ke Menara Pisa, harus bergiliran. Jadi ada penjaganya yang mengatur kapan kita bisa masuk ke dalam. Tahun 2016, ada pengerjaan bangunan terkait dengan kemiringan menara Pisa. Tapi saya tidak ingat pastinya pengerjaan yang seperti apa. Tentang Menara Pisa, bisa googling sendiri ya, banyak yang sudah menyediakan informasi lengkapnya (haha blog macam apa ini).
Menara Pisa – PIsa – Italia
Naik ke Menara Pisa
Tangganya sampai jeglong begini
Yang paling menarik perhatian saya selain Menara Pisa adalah turis-turis (termasuk saya) yang berfoto dengan berbagai macam pose. Saking menariknya saya sampai memotret beberapa yang “terniat.” Ada banyak, tapi tidak saya tampilkan di sini ya takutnya yang bersangkutan tidak berkenan. Benar-benar niatlah pose mereka. Dari yang bergaya standar (macam saya yang hanya berdiri tegak di atas batu lalu pose seolah-olah memegang Menara Pisa) sampai pose yang jumpalitan. Menarik sekali mengamati tingkah turis-turis ini. Belum lagi turis-turis yang ributnya macam di sana hanya ada mereka saja, yang lainnya semacam tak terlihat haha. Lah bagaimana tidak, ngomong kenceng sekali ditambah berteriak, rasa-rasa tidak ada orang lain saja di sekelilingnya.
Kota Pisa dilihat dari atas Menara Pisa
Satu yang kami tidak lupa tentang kota Pisa adalah cerita dibalik dompet suami yang hilang lalu mendadak ada seorang wanita yang membawa dan mengembalikannya. Jadi ceritanya, setelah selesai dari Menara Pisa dan beberapa tempat lainnya, kembalilah kami ke area parkir mobil. Menuju tempat parkir mobil, banyak sekali orang menjajakan dagangannya, macam kalau di Paris. Nah saat suami akan membayar parkir mobil di mesin, dia mencari dompet di tasnya kok tidak ada. Wah paniklah kami, karena masih ada waktu 1.5 minggu lagi di Italia, lalu bagaimana dengan selanjutnya. Saat membayar di mesin tersebut, ada beberapa orang yang mepet maksa menawarkan dagangannya. Jadi berhati-hatilah dengan para pedagang di sana ya.
Saya coba berpikir positif, mungkin saja ketinggalan di mobil. Saat akan menuju ke mobil, seorang wanita berteriak-teriak. Kami menoleh, rupanya dia berteriak ke kami. Dikembalikan dompet suami, dia bilang terjatuh di jalan. Kami heran, kapan mengeluarkan dari tas ya kok sampai terjatuh. Tas suami modelnya selempang tidak terlalu besar dan hampir selalu ditaruh di depan. Setelah diperiksa, tidak ada satupun yang hilang dari dompet. Bahkan uang pun masih lengkap. Sungguhlah suatu keajaiban. Kami benar-benar berterima kasih pada perempuan yang menemukan. Dia hanya tersenyum lalu melanjutkan jalannya.
Menara PIsa – PIsa – ITalia
Sungguhlah Pisa tidak terlupakan buat kami. Cerita dompet hilang lalu tiba-tiba kembali dan masih lengkap isinya dan banyaknya turis yang ada di sana. Beneran lho itu turis membludak jumlahnya. Yang pasti, saya senang bisa mengunjungi tempat yang selama ini selalu jadi hapalan di RPUL. Buat saya, melihat Menara Pisa secara langsung membuat terkagum, berdecak dan juga terpana dengan megahnya serta kemiringannya.
Suhu di Belanda semakin dingin dan nyaris tiap hari hujan. Dalam rangka menghangatkan hati dan pikiran, saya akan menuliskan cerita liburan yang belum terdokumentasikan di blog. Jadi harap maklum ya kalau tulisan saya ke depannya akan sering cerita liburan yang sudah bertahun lalu lamanya.
San Marino dan San Gimignano, dua nama yang agak sama. Namun keduanya sangat berbeda karena satunya adalah nama negara dan satunya nama kota. San Marino adalah sebuah negara yang terletak di negara Italia. Jadi, negara dalam negara. Sedangkan San Gimignano adalah nama kota yang terletak di wilayah Tuscany. Ini adalah tulisan lanjutan yang sudah ada beberapa kali sebelumnya, tentang perjalanan kami selama tiga minggu di Italia bagian Utara, tahun 2016.
REPUBLIK SAN MARINO
Kami mampir San Marino sebelum ke kota selanjutnya yaitu Ravenna. Penasaran akan tiga menara yang terletak di atas bukit batu di negara San Marino. Setelah saya datangi, lebih tepat kalau dikatakan kastil kecil, yang sudah ada sejak abad ke 11.
San Marino adalah sebuah negara Republik, jadi seringnya disebut sebagai Republik San Marino. Untuk mencapai tiga menara, dari pusat kota, bisa berjalan kaki atau menggunakan cable car. Waktu itu kami naik menggunakan Cable Car dan turunnya jalan kaki biasa. Cable car ini hanya sampai kota tuanya. Untuk menuju tiga menara, harus jalan kaki biasa. Medannya lumayan menanjak meskipun jalan setapaknya tidak terlalu susah dilalui. Sering-sering olahraga saja, jadi tidak terlalu ngos-ngosan menanjaknya.
Republik San Marino
Republik San Marino
Republik San Marino
Republik San Marino
Tiga tower ini letaknya di bukit yang berbeda. Jadi kalau niat jalan sampai ke tiga towernya, ya harus semi hiking sampai tower yang terakhir. Kita bisa masuk ke dalamnya. Kalau tidak salah ingat, membayar tiket supaya bisa masuk. Saya terkesima dengan ketiga menara tersebut. Selain letaknya yang di atas bukit batu jadi terlhat megah dan kokoh, juga dari masing-masing menaranya, bisa dibaca sejarah menara tersebut.
Republik San Marino
Republik San Marino
Karena masuk ke dalam sebuah negara, sebenarnya kita bisa minta stempel di paspor. Lumayan kan menambah koleksi stempel haha (ya ga ngefek juga ya kalau tinggalnya di wilayah Schengen, lintas negara tidak ada stempelnya). Tapi setelah saya bertanya ke kantor, semacam imigrasinya Republik San Marino, untuk mendapatkan stempel harus membayar. Urunglah saya minta stempel. Mengunjungi San Marino satu hari saja sudah cukup. Mengitari Kota tua dan hiking ke tiga menaranya tidak membutuhkan waktu yang lama.
SAN GIMIGNANO
San Gimignano adalah salah satu kota yang sangat membekas di ingatan karena areanya sangat cantik. Selain itu, sewaktu di sana, saya sedih sekali (sampai menangis berderai-derai) karena teringat keluarga di Indonesia yang merayakan lebaran sedangkan saya jauh dari mereka.
Kami menginap di Airbnb yang letaknya di tengah perkebunan anggur dan zaitun. Pemiliknya mempunyai usaha rumahan pembuatan Wine dan Minyak Zaitun. Rumah yang kami tempati sangat nyaman dan dari kamar mata benar-benar dimanjakan hamparan anggur dan zaitun. Selain itu bisa terlihat jelas juga dari kamar, menara-menara yang ada di kota tua San Gimignano.
Penginapan di San Gimignano. Di tengah perkebunan anggur dan zaitun
Sesampainya kami di penginapan, pemilik rumah langsung mengajak kami untuk keliling ke lokasi usahanya, yang terletak di samping rumahnya. Peralatan di dalamnya sederhana, tetapi hasil produksinya sudah diexport ke beberapa negara di Eropa. Kami diberi dua gelas wine untuk dicicipi. Saya berikan gelas saya pada suami, jadi puaslah dia minum dua gelas haha. Pemilik rumahnya sangat ramah dan berbahasa Inggris dengan jelas. Sarapan yang disediakan juga sangat lezat, salah satunya adalah kue-kue buatan sendiri.
Wine dan Olive Oil produksi dari San Gimignano
San Gimignano
San Gimignano
San Gimignano adalah kota kecil yang terletak antara Florence dan Siena. Kota ini terkenal dengan arsitektur abad pertengahan dan menara-menara yang menjulang sehingga nampak menarik jika dilihat dari kota sekitarnya yang terletah di lembah (maksudnya dari kota yang letaknya di bawah San Gimignano).
Keluarga ningrat San Gimignano pada puncak kejayaannya membangun sampai dengan 72 menara sebagai simbol kekayaan dan kekuasaan. Meskipun hanya 14 yang tersisa sampai sekarang, namun menara-menara tersebut masih dalam keadaan terawat dengan baik.
San Gimignano
San Gimignano
San Gimignano
San Gimignano
Masuk dalam UNESCO World Heritage Site sejak tahun 1990, berkunjung ke San Gimignano seperti ditarik mundur ke abad pertengahan. Melewati gerbangnya, kita langsung merasakan kontras suasana antara di dalam dan di luar San Gimignano. Saya sangat merekomendasikan San Gimignano untuk dikunjungi jika ada kesempatan berkunjung ke Italia dan rutenya di sekitar Florence atau Siena. Kota yang sangat cantik.
San Gimignano
San Gimignano
Sekilas cerita tentang San Marino dan San Gimignano. Menulis tentang dua kota ini saja sudah membuat hati saya hangat. Mengingat liburan kami selama di Italia.
Tahun 2019 cepat banget ya rasanya, kok moro-moro sudah akhir tahun. Kayaknya baru beberapa bulan lalu ke Malta, lah kok ternyata hampir setahun lalu. Daripada foto-foto liburan ke Malta tersimpan manis di laptop, saya ceritakan saja di blog beberapa tempat yang kami kunjungi selama di sana. Meskipun Malta tidak terlalu besar, tapi banyak sekali tempat menarik yang bisa dikunjungi. Kami hanya mendatangi beberapa saja sesuai dengan minat. Tulisan ini akan terbagi jadi dua (dan mudah-mudahan lanjutannya tidak dituliskan tiga tahun kemudian haha, kebiasaan!).
Tulisan kali inipun seperti biasa, mengorek ingatan karena sudah setahun lalu. Baiklah, saya mulai saja.
VALLETTA
Valletta adalah kota pertama yang kami kunjungi saat di Malta. Valletta adalah Ibukota Malta, jadi bisa dibayangkan kalau turis tumplek di kota ini. Meskipun kami di sana sudah masuk musim dingin, tetap saja banyak turis di Valleta. Jadi tidak terbayang bagaimana ramainya kota ini jika musim panas.
VALLETTA – MALTA
VALLETTA – MALTA
Valletta masuk dalam daftar Unesco World Heritage. Turis yang datang ke Malta kebanyakan memilih untuk menginap di Valletta atau di kota disekitarannya. Toko, restoran, pub, cafe, buka sampai dini hari.
VALLETTA – MALTA
VALLETTA – MALTA
Kami saat itu menyusuri jalan-jalan kecil di Valleta. Lumayan takjub dengan desain bangunannya terutama bentuk balkon yang jadi ciri khas Malta. Balkon tersebut selain berwarna coklat tanah, juga banyak yang memberi cat warna warni. Namun bentuknya tetaplah sama, khas dan unik. Kontur kota di Malta, sama dengan Italia. Naik turun banyak tangga. Sewaktu di Italia, kami sampai punya pendapat, “pantes orang Italia makan malamnya larut sekali (jam 9), ga takut jadi lemak lha wong jalan kaki naik turun tangga banyak sekali. Beda sama Belanda, negara datar jam 6 sudah selesai makan malam, jam 9 sudah siap-siap mau tidur.” Haha ini pendapat ngaco ya. Karena kontras sekali jam makan malam antara Belanda dan Italia. Saat orang Italia baru mulai makan malam, di Belanda sudah akan siap-siap tidur.
VALLETTA – MALTA
VALLETTA – MALTA
RABAT DAN MDINA
Rabat dan Mdina sebenarnya satu area. Jadi semacam kota di dalam kota. Mdina adalah kota kecil dalam kota Rabat. Saya waktu itu sampai bingung bertanya pada penduduk lokal, mana kota Rabat. Ternyata ya memang kota dalam kota. Saat di Rabat, kami tidak terlalu banyak berkeliling di kotanya. Hanya sekadarnya saja dan berkunjung ke Pasar Natal.
Salah satu gang di kota Rabat
Mdina letaknya di atas bukit. Dari jalan besar menuju Rabat, akan terlihat kemegahan kota Mdina. Masuk ke dalam Mdina, kita seperti merasakan berjalan di ruang waktu yang lain. Rasanya seperti tersedot ke dimensi waktu yang lalu. Bentuk bangunannya, jalan sempit diantara bangunan, benar-benar kontras dengan kota Rabat yang terletak persis di luar pintu gerbang Mdina. Mdina jadi salah satu tempat lokasi film Game of Thrones selain Gozo di Malta (saya baca dari artikel, karena saya sendiri tidak pernah nonton film ini).
Gerbang kota Mdina – Malta
Mdina – Malta
Cathedral of Saint Paul – Mdina – Malta
Salah satu bangunan yang wajib dikunjungi saat di Mdina adalah Cathedral of Saint Paul. Saya sampai terkagum dengan kemewahan di dalam Cathedral. Lantainya, ornamennya, lukisan di langit-langitnya, setiap detilnya benar-benar membuat decak kagum tidak berhenti.
Cathedral of Saint Paul – Mdina – Malta
Cathedral of Saint Paul – Mdina – Malta
Cathedral of Saint Paul – Mdina – Malta
Cathedral of Saint Paul – Mdina – Malta
Mdina – Malta
Mdina – Malta
DINGLY CLIFFS
Dingly adalah nama desa di bagian selatan Malta. Desa ini letaknya tidak jauh dari Rabat. Dingly terletak 250 meter di atas permukaan laut dan merupakan salah satu tempat tertinggi di Malta. Dari atas, bisa terlihat laut Mediterania secara jelas dan jadi salah satu tempat paling bagus untuk mengabadikan sunset. Kami melakukan hiking karena penasaran ingin melihat beberapa tempat yang lebih menarik lainnya di Dingly.
DINGLY CLIFFS – MALTA
DINGLY CLIFFS – MALTA
DINGLY CLIFFS – MALTA
DINGLY CLIFFS – MALTA
Untuk bagian pertama, cukup sampai di sini. Bagian kedua akan saya ceritakan kunjungan ke pulau Gozo, Mallieha, dan Popeye Village. Nantikan lanjutannya ya. Kalau ada yang ingin ditanyakan tentang Malta, silahkan. Saya akan jawab sesuai pengalaman selama di sana.
Salah satu yang membuat saya bermimpi untuk bisa ke Italia dikarenakan film Letters To Juliet. Entah sudah berapa belas kali sampai sekarang saya menonton film tersebut, masih belum ada bosannya. Filmnya sih biasa saja ya, cerita cinta biasa dan gampang ditebaklah jalan ceritanya. Tapi ada yang membuat saya terpikat yaitu alam Italia (khususnya wilayah Tuscany) dan aksen British pemain filmnya. Saya memang gampang terpikat kalau mendengar ada pria yang berbicara menggunakan aksen British haha padahal belum tentu juga saya paham yang diomongkan karena terdengar tidak jelas di telinga.
Letters To Juliet seperti memberikan sebuah ambisi pada saya untuk bisa ke beberapa kota yang ada di film tersebut. Ketika ada kesempatan ke Italia pada tahun 2016, tidak saya sia-siakan memasukkan Siena (serta beberapa kota di Tuscany) dan Verona ke dalam kota yang wajib dikunjungi. Karena film ini juga, saya sampai punya niatan, kalau punya anak perempuan ingin diberi nama Siena atau Sophie (nama karakter perempuan di film ini). Segitunya ya haha.
Inilah cerita singkat yang akan saya tuliskan kali ini. Mengunjungi dua kota di Italia yang berawal dari film Letters To Juliet.
VERONA
Verona adalah dua kota yang terakhir kami kunjungi saat road trip selama di Italia, setelah dari Venezia. Letak kota ini tidak jauh dari Venezia. Kami hanya menginap satu malam di Verona, itu sudah cukup untuk mengelilingi pusat kotanya. Senangnya lagi, di Verona ada Amphitheatre dan lumayan besar. Saya selalu menuliskan bahwa kami berdua memang punya ketertarikan mengunjungi kota-kota yang mempunyai catatan sejarah berhubungan dengan amphitheatre.
Verona
Verona Arena Amphitheatre
Verona Arena Amphitheatre
Verona adalah kota yang dikenal secara Internasional sebagai tempat dalam karya Shakespeare, Romeo and Juliet. Wisatawan yang datang ke Verona salah satunya bertujuan untuk melihat di mana tempat tinggal Juliet. Adalah sebuah bangunan yang tidak jauh dari Piazza delle Erbe, yang akhirnya dijadikan tempat sebagai rumah dari Juliet. Tidak peduli bahwa ceritanya fiksi, wisatawan tetap berbondong-bondong ke tempat ini untuk melihat rumah tersebut. Nama rumah tersebut adalah Casa di Giulietta. Pada tahun 1930, ditambahkan balkon yang menghadap ke halaman, lalu beberapa dekade kemudian ditambahkan patung perunggu dan di dalam rumah dijadikan semacam museum yang mengisahkan perjalanan hidup Juliet. Untuk sampai ke balkon, wisatawan harus membeli tiket.
Verona
Niatan awal mengunjungi Verona karena ingin napak tilas segala yang ada di film kan, jadinya wajib mengunjungi Rumah Juliet ini. Pada gerbang masuknya, di dinding kanan kiri, banyak sekali coretan. Mungkin memang disediakan untuk dicorat coret. Di halaman, penuh sekali wisatawan yang ingin melihat seperti apa sih balkon yang konon ada di bagian cerita Romeo and Juliet. Setiap ada yang muncul di balkon, orang-orang yang di bawah langsung melambaikan tangan pada orang yang di balkon haha agak lucu juga jadinya. Padahal ya mereka tidak saling kenal. Suami lalu menyuruh saya untuk masuk ke dalam dan naik sampai balkon. Saya awalnya ragu karena kok agak malu ya dadah-dadah dari atas haha. Karena suami bilang nanggung sudah sampai sini tidak naik sampai balkon. Saya pikir, iya juga.
Casa di Giulietta
Casa di Giulietta
Nah, foto di bawah ini ketika saya sudah sampai balkon. Pas dadah-dadah ke suami, kerumunan di bawah mendadak riuh. Bukan riuh karena saya muncul dari balkon haha tapi karena ada adegan melamar di bawah. Jadi ada sepasang kekasih yang sedang dalam adegan melamar, Waahh romantis sekali ya. Jadinya saya menonton dari atas, lumayan dapat tontonan yang saya ingat seumur hidup. Entah saya tidak ingat apakah prosesi melamar tersebut berakhir indah (yang dilamar menjawab iya maksudnya).
Casa di Giulietta
Verona
Senang sekali ke Verona bisa sampai ke rumah Juliet dan napak tilas ke beberapa tempat yang ada di film Letters To Juliet. Ya beginilah kalau termakan dengan film haha. Tapi tak apa, Verona memang sungguhlah cantik. Oh ya, di Verona ada Verona Card. Jika akan tinggal di Verona minimal 24 jam, bisa menggunakan kartu ini untuk mengunjungi semua museum bahkan masuk ke Amphitheatre dan digunakan ke Balkon rumah Juliet. Akan lebih murah kalau berencana masuk ke banyak museum juga menghindari antrian panjang. Pilihannya ada yang 24 jam (20 euro) dan 48 jam (25 euro).
Verona
SIENA
Cantik ya nama kota ini, Siena. Kotanya juga secantik namanya. Kami sampai Siena setelah sebelumnya menginap dua malam di San Gimignano. Kami mengunjungi Siena juga karena alasan yang sama : saya ingin napak tilas beberapa tempat yang ada di film Letters to Juliet.
Seingat saya, pusat kota Siena tidak terlalu besar. Lebih besar Verona. Jadi, waktu satu hari juga sangatlah cukup mengunjungi semua tempat yang ada di sana. Saya naik ke Tower bernama Torre del Mangia untuk melihat kecantikan Siena dari atas.
Sungguhlah cantik memang wilayah Tuscany ini.
Piazza del Campo – Siena
Palazzo Pubblico and Museo Civico – Siena
Siena
Melewati setiap jalan yang saya ingat jelas ada di film tersebut, membuat senyum tidak terhenti tersungging dan rasanya pipi saya menghangat. Rasa agak lebay ya, tapi ya memang begitulah rasanya haha. Saya sampai hapal sekali semua yang ada di film tersebut sampai akhirnya hapal dialognya. Sama seperti dialog film AADC 1 dan Kuch Kuch Hota Hai yang saya hapal luar kepala karena keseringan nonton. Percayalah, saya ini memang agak-agak terobsesi dengan film kalau sudah sangat suka bisa menonton sampai berulang kali. Bukan di bioskop tentu saja karena nonton film di bioskop cukup satu kali. Selebihnya biasanya nonton dari YouTube.
Siena
Cathedral of Santa Maria Assunta – Siena
Siena
Begitulah cerita singkat saya napak tilas ke dua kota yang jadi impian ingin saya kunjungi sejak pertama nonton film Letters To Juliet. Sewaktu menonton film tersebut, rasanya agak ngayal yang berlebihan bisa sampai ke Verona dan Siena. Tidak terpikirkan di masa depan malah saya bisa mengunjungi bersama orang yang saya cintai. Ya filmnya kan romantis, jadi makin romantis kalau datang bersama belahan jiwa.
Baru saja membuka deretan panjang draft, lalu terhenti saat membaca judul dan isinya foto-foto makanan selama di Italia. Ternyata cerita tentang kulineran di Italia yang bagian kedua hanya sebatas judul dan foto, lalu nangkring manis begitu saja di draft haha, padahal sudah ada sejak 2016 *tukang ngedraft. Daripada sia-sia, saya lanjutkan saja, meskipun sudah banyak yang lupa :))) maklumin saja ya, sudah 3 tahun lalu. Cuma satu yang saya ingat dengan pasti, selama makan di Italia, makanannya ga ada yang ga enak karena enak semua. Apalagi yang restoran benar-benar lokal ya, enak semua yang kami makan. Itulah salah satu keuntungannya kalau nginep di airbnb, minta rekomendasi makanan dari orang lokal. Mereka pasti tahu yang enak yang mana.
Cerita kulineran bagian pertama, bisa klik di sini.
Cerita beberapa kota (Venezia, Lake Como, Portofino, Cinque Terre, Burano Murano) yang sempat saya tuliskan selama kami roadtrip di Italia bisa klik di sini. Masih banyak yang belum dituliskan seperti Florencia, San Marino, Ravenna, San Gimignano, beberapa kota di Tuscany. Kalau ada waktu mudah-mudah bisa di cicil.
TURIN
Kami sampai Turin sudah menjelang malam, dalam keadaan capek karena muter-muter salah terus menemukan alamat apartemen. Setelah sampai, pemilik airbnb menyarankan kami untuk makan malam di sekitaran Piazza Castello. Nanti di sana akan banyak dijumpai restoran lokal yang kualitas rasanya dijamin ok. Akhirnya selama dua malam kami di Turin, makan malam kami selalu di seputaran Piazza Castello.
Turin, meskipun bangunannya banyak yang nampak kusam, tapi secara keseluruhan kotanya menyenangkan. Jika ada waktu lebih, saya sarankan ke Basilica di Superga yang berada di atas bukit. Dari sana bisa terlihat kota Turin yang cantik. Turin juga dikenal sebagai tempat Juventus berasal dan stadionnya juga di sana (kami tidak ke sana).
BRA
Dari Turin, kami mampir sebentar ke kota Bra yang merupakan asal muasal slow food. Kotanya kecil, jadi cuma beberapa jam saja sudah selesai mengelilingi pusat kotanya. Kami tidak makan siang selama di sana, hanya membeli pizza (camilan haha) dan beberapa pastry.
LA SPEZIA
Saat akan ke Cinque Terre, saya mendapatkan saran dari Anggi untuk mencari penginapan di sekitaran La Spezia karena selain harganya tidak semahal di Cinque Terre, juga bisa mencicipi pesto khas wilayah Genoa (ini kalau tidak salah ingat ya). Kata Anggi, pesto di wilayah Genoa rasanya khas dan berbeda dengan wilayah Italia lainnya. Kami makan di restoran kecil yang isinya orang-orang lokal. Makanannya benar-benar enak dan rasa pestonya memang berbeda dari beberapa kali kami makan di beberapa kota sebelumnya. Nama makanannya yang memakai pesto saya lupa. Yang pasti saya akhirnya membeli satu botol kecil pesto dari La Spezia.
SEBUAH KOTA DEKAT VENEZIA
Nah ini dia, saya bener-bener lupa nama kota tempat kami menginap selama ke Venezia. Yang pasti tidak terlalu jauh karena kami naik bis hanya sebentar saja. Kami dapat rekomendasi dari pemilik airbnb untuk mencoba spaghetti cumi item karena khas sana. Makanan di tempat ini enak-enak semua, apalagi spaghetti seafoodnya *saya jadi lapar lho malam-malam nulis ini haha.
VERONA
Setelah dari Venezia, kami lanjut ke Verona. Karena cuma satu malam di Verona, kami tidak terlalu kulineran. Tulisan tentang Verona dan Siena sebenarnya juga sudah nangkring lama di draft. Mudah-mudahan saya bisa menyelesaikannya karena dua kota inilah saya akhirnya bisa keturutan juga mewujudkan impian ke Italia. Oh ya, saya kan tidak terlalu suka truffle karena aroma dan rasanya yang tajam. Tapi, selama di Italia jadi doyan banget karena kok rasanya tidak setajam yang pernah saya makan sebelumnya. Kembali ke Belanda, jadi tidak doyan lagi haha. Memanglah makanan Italia di Italia itu luar biasa, semuanya jadi enak.
LAKE COMO
Selama di Lake Como, kami hanya satu kali makan di luar penginapan. Selebihnya kami pesan makanan di penginapan karena memang rasanya lokal sekali. Entahlah, tulisan di blog ini kok terlalu banyak saya menuliskan kata enak, karena memang nyatanya seperti itulah penggambaran selama kami makan di Italia. Tidak ada makanan yang tidak enak yang kami makan.
Wah, selesai juga akhirnya, pfiuhh. Saya tidak menuliskan secara rinci ya makanan apa saja dan namanya yang kami makan. Seperti yang saya tuliskan di awal, karena sudah tiga tahun lalu jadi banyak lupanya haha. Beda sekali dengan cerita kulineran bagian pertama yang lengkap sekali ulasannya. Mudah-mudahan setelah baca tulisan kali ini, tidak ada yang keruyukan lapar ya, karena saya sendiri jadi lapar melihat foto-foto makanannya .
Saya tiba-tiba ingin menuliskan beberapa hal saat suami berkunjung ke Indonesia 5 tahun lalu. Tahun 2014 ada dua kali kunjungan, yang pertama untuk melamar dan 6 bulan kemudian suami datang lagi untuk menikah. Kunjungan pertama hanya satu minggu, sedangkan kunjungan kedua selama 6 minggu karena setelah menikah kami bulan madu backpacker-an dari Bali sampai Bandung, benar-benar naik transportasi umum perjalanan darat berhenti di beberapa kota. Nah selama dua kunjungan itu, ada hal-hal dari yang lucu sampai yang biasa saja tapi teringat terus sampai sekarang. Sebenarnya banyak ya cerita-cerita selama suami di Indonesia, tapi saya tuliskan yang paling diingat saja.
TANGAN SAKTI
Malam pertama dia di Surabaya (saat itu status masih teman), saya jemput dia di penginapan yang tidak jauh dari kos saya. Lalu kami jalan kaki menuju tempat makan yang ada di Mulyosari. Nah ketika hendak menyeberang jalan, saya kan tengok kiri kanan dulu. Lalu saya bilang, “nanti kalau aku nyebrang, kamu ikut nyebrang ya sambil tangan kamu agak diangkat satu kayak posisi menyetop,” saya memberikan contoh. Dia masih bingung, tapi mengikuti saya ketika menyeberang. Itu jalanan Mulyosari lumayan ramai kalau malam. Jadi kalau terlihat agak sepi, harus cepat-cepat menyeberang.
Sesampainya di seberang jalan, dia bertanya,”kok tadi kita tidak menyeberang di tempat penyeberangan? Kok bisa sih menyeberang hanya dengan mengacungkan tangan seperti itu?” saya jawab,”wah, bisa kelamaan kalau nyebrang di tempat penyeberangan. Ya beginilah cara kami menyeberang. Memang kalau menyeberang seperti itu, meskipun tidak jaminan kendaraan akan berhenti sih. Tapi lumayan memberi tanda kalau kita akan menyeberang.”
Dia cuma komen,”sakti sekali ya fungsi tangan di sini, bisa untuk menyeberang dan memperlambat laju kendaraan.” haha saya waktu itu tertawa melihat mukanya yang masih bingung. Setelah tinggal di Belanda, barulah saya paham kenapa waktu itu dia reaksinya seperti itu. Di Belanda, tidak bisa sembarangan menyeberang jalan. Kalau mau menyeberang, di tempat penyeberangan dan musti memencet tombol dulu dan tunggu sampai lampu untuk pejalan kaki (atau pesepeda) berwarna hijau. Bisa saja menyeberang tanpa di tempat penyeberangan khusus, misalkan jalan di desa yang kecil, tapi perhatikan rambu disekitarnya. Meskipun di Belanda pejalan kaki adalah raja, tapi jika ada tanda bahwa pejalan kaki menyeberang menunggu mobil lewat, maka harus dipatuhi juga. Dan tidak ada tangan sakti di sini.
SARAPAN SUPER LENGKAP
Sejak pertama dia datang ke rumah orangtua, saya sudah mewanti-wanti kalau Ibu selalu menyiapkan sarapan yang pasti termasuk ukuran berat buatnya, apalagi kalau ada tamu yang menginap. Berat di sini maksudnya setara dengan makan siang dia. Benar saja, saat sarapan Ibu memasak nasi goreng, telor dadar, sambel, ayam goreng, pepaya, dan menyajikan nasi putih juga oseng kangkung. Dia yang biasa cuma sarapan dengan roti gandum dua lembar, mentimun diiris, telor rebus, keju dan yoghurt, terbelalak betapa banyaknya menu sarapan di Indonesia. Dia lalu bisik-bisik ke saya.”sarapannya seperti ini, bagaimana makan siang dan malamnya ya.” Saya bilang kalau di Indonesia tidak ada beda antara sarapan, makan siang, atau malam, semuanya berat haha.
Sebagai bayangan, kami di Belanda makan berat hanya sekali dalam sehari. Umumnya orang Belanda akan makan panas saat makan malam. Tapi di keluarga kami, makan panas justru siang hari sedangkan makan malam hanya roti atau salad. Makan panas ini maksudnya makan lengkap ya dan dalam keadaan panas. Sedangkan sarapan, saya cukup makan buah (pisang atau apel), minum susu almond. Itu sudah cukup sampai waktu makan siang. Kalau lagi males sarapan buah, ya saya sarapan roti dua lembar pakai keju atau selai coklat pakai meses. Simpel kan.
ARTI LAMPU LALU LINTAS
Saya ingat sekali kejadian ini. Setelah kami selesai berkunjung ke museum House of Sampoerna, kembali ke penginapan kami naik bemo O dari jembatan merah. Kami duduk di muka. Sesampainya di depan Galaxy Mall, saat lampu lalu lintas terlihat warna kuning dari kejauhan, supir bemo melambatkan kendaraan. Nah saat lampu berwarna merah, kami melihat beberapa sepeda motor tetap menerobos. Pemandangan tersebut tentu saja biasa untuk saya, tapi tidak untuk suami. Dengan perlahan memutar kepala ke arah saya, dia nanya, “arti lampu berwarna merah di sini dengan di negaraku apa beda ya? kalau di Belanda, lampu warna merah berhenti. Kalau di sini apa perkecualian untuk sepeda motor?” Hahaha saya langsung tergelak mendengar pertanyaannya. Saya lalu menjelaskan, ya di mana-mana sama artinya, hanya di Indonesia pemandangan seperti itu akan sering dilihat. Memang salah, tapi ya sudah mendarah daging nampaknya. Dia hanya mengangguk-angguk tapi mukanya tetap bingung haha.
TUKANG PARKIR SILUMAN
Beberapa kali kejadian, saat naik mobil, cari posisi parkirnya sendiri, eh tiba-tiba saat akan pergi tukang parkir datang minta uang parkir. Lah dia fungsinya apa ya, bantuin cari tempat kosong nggak, minta uang iya. Nah, suami juga komennya sama, dia sampai bingung, orang kok tiba-tiba muncul kayak siluman trus minta uang. Maklum ya, di Belanda mau parkir pun pasti nyari tempat sendiri. Tidak ada yang namanya tukang parkir, apalagi yang tiba-tiba muncul hanya minta uang saja.
SHOWER DAN WC JONGKOK
Di Belanda kan kamar mandinya kering. Bagian basah hanya untuk mandi. Selebihnya, kering semua. Sedangkan di rumah ortu, kamar mandi adanya ya bak mandi besar. Sedangkan WC tipe yang jongkok. Di kamar mandi selalu tersedia selang yang fungsinya untuk mengeluarkan kotoran yang ada di bagian bawah bak mandi. Kotoran ini maksudnya seperti tanah lembut yang terikut air keran. Sewaktu mandi, suami mikir selang ini fungsinya apa. Lalu dia ngarang sendiri apa mungkin semacam shower gitu haha. Tapi kalau misalkan semacam shower, cara pakainya bagaimana. Selesai mandi, dia cerita sama saya lalu saya tertawa terpingkal. Untung saja dia tidak menggunakan selang itu untuk mandi haha. Dan selama di rumah orangtua, tentu saja dia sangat tersiksa kalau di WC. Ya bagaimana tidak, kebanyakan orang Belanda kan tidak bisa duduk jongkok. Pasti susah buang hajat besar sambil jongkok.
Kami, 5 tahun lalu. Dan Saya, berpuluh-puluh kg lalu 😀
TISSUE TOILET
Di Indonesia, pada umumnya tissue yang digunakan dan diletakkan di atas meja restauran adalah tissue gulung yang sebenarnya adalah tissue toilet. Saya pun dulu cuek saja menggunakannya. Tapi suami saat pertama melihat sudah merasa aneh dan memastikan apakah tissue yang di taruh di atas meja itu tidak tertukar dengan tipe tissue lainnya.
Setelah tinggal di Belanda dan dipikir kembali, wah iya ya, pantas saja suami males menggunakan tissue gulung yang disediakan di restauran atau warung-warung di Indonesia, lah wong memang fungsinya untuk di toilet, bukan untuk mengelap mulut.
DUDUK MELANTAI
Nah ini yang tadi sempat saya singgung. Seperti kebanyakan orang Belanda (dan orang Eropa mungkin ya), mereka tidak bisa duduk dalam posisi jongkok. Entah mungkin tidak terbiasa sejak kecil. Hal tersebut akhirnya berpengaruh pada susahnya mereka untuk duduk lesehan. Suamipun seperti itu. Keluarga saya sudah terbiasa ngobrol santai ya lesehan. Sedangkan suami kesusahan duduk lesehan. Daripada merasa tersiksa, saya suruh saja dia duduk di kursi. Jadi terbayang, orang-orang lainnya duduk di lantai (bahkan sampai yang paling tua pun), suami seperti raja duduk sendirian di kursi haha. Orang kalau tidak mengerti dipikir suami tidak ada unggah ungguhnya. Yang lain duduk melantai, dia duduk di kursi, padahal yang sepuh lainnya ada di bawah. Untuk ukuran orang Jawa, tentu saja hal tersebut tidak sopan ya. Tapi buat suami, perkecualian. Daripada kakinya bengkak kan.
SAUDARA SATU DESA
Setelah menikah, kami menyempatkan untuk berkunjung ke rumah saudara-saudara yang ada di desa. Meskipun mbah saya sudah meninggal, tapi kami ada satu rumah yang biasa kami tempati jika berkunjung ke sana. Selama tiga hari saya dan suami tinggal di desa. Selama itu, saya memperkenalkan suami ke semua saudara yang ada di sana. Yang anehnya dan baru saya sadari waktu itu, ternyata hampir seluruh penduduk desa mempunyai hubungan saudara haha. Sampai suami bingung, banyak sekali saudara saya. Dibandingkan dia dan keluarganya yang memang sangat sedikit jumlahnya, saya dan saudara-saudara tentu saja jumlahnya terlalu banyak untuk ukurannya. Dia bilang,”bagaimana kamu bisa hafal kalau A adalah Bude kamu, C adalah sepupu kamu, Z adalah keponakan kamu dll. Padahal jumlahnya kan banyak,” saya bilang saja,”ya setiap lebaran selalu diulang-ulang lama-lama jadi hafal sendiri.” hahaha.
MAKANAN SUPER MURAH
Ya kalau ini memang sudah tidak diragukan lagi ya. Makanan di Indonesia tentu saja relatif lebih murah dibandingkan harga makanan di Belanda. Salah satu contoh saja saat kami makan di Jejamuran Jogjakarta. Kami memesan menu super lengkap ditambah minum beberapa jenis, saat membayar hanya sekitar 60 ribu rupiah atau setara 4 euro saat ini. Dia sampai sangat heran, makanan yang begitu banyak, enak, dan sangat mengenyangkan hanya seharga satu jenis makanan di Belanda. Belum lagi waktu di kota saya, beli nasi goreng cuma 50 cent, sudah bisa dimakan berdua saking banyaknya.
JALAN TOL ATAU LAPANGAN PARKIR
Minggu terakhir bulan madu, kami menginap di rumah pak lek saya di Bekasi. Nah, kami berencana akan liburan ke Bandung dan menginap satu malam. Jadwal kereta ke Bandung yang paling awal sekitar jam 8 (kalau tidak salah ingat ya). Pak Lek saya bilang, lebih baik berangkat setelah subuh dari Bekasi karena kalau telat sedikit, jalan tol sudah macet parah. Benar saja, meskipun kami sudah berangkat pas setelah sholat subuh, ternyata keluar dari tol Jati Asih, kendaraan bergerak lambat cenderung tidak bergerak. Telat beberapa menit saja sudah begitu keadaannya. Suami waktu itu sampai bingung dan bertanya ke Pak Lek yang posisi menyetir mobil,”ini kita sedang ada di lapangan parkir atau bagaimana ya, kok banyak mobil yang berhenti.” hahaha Saya dan Pak Lek langsung tertawa terpingkal. Saya terangkan kalau kita sedang berada di jalan tol yang selalu banyak hambatan haha.Ya maklum saja, di negaranya namanya jalan tol ya jalan yang lancar meskipun tidak selalu ya. Jika jam-jam sibuk misalkan jam pulang kantor juga macet meskipun tidak sampai berhenti total.
Cerita yang saya tuliskan di atas kejadiannya 5 tahun lalu ya, jadi mungkin saja ada yang berbeda saat ini. Saya sendiri sudah lebih dari 4.5 tahun sejak tinggal di Belanda, belum pernah sekalipun mudik, jadi tidak tahu situasi saat ini. Menuliskan hal-hal yang berkesan tersebut membuat saya senyum-senyum sendiri dan tertawa ngikik bersama suami yang ada di sebelah saya sedang membaca buku sambil ngobrol. Jadi kangen dengan Indonesia.
Selamat berakhir pekan semua. Mungkin ada cerita dan pengalaman kenalan atau pasangan atau teman saat pertama kali berkunjung ke Indonesia, bagaimana kesannya, mungkin ada cerita lucu silahkan tulis di komen.