Beberapa kali saya singgung pada tulisan – tulisan sebelumnya, bahwa sampai saat ini saya sedang menjalankan puasa media sosial. Sampai tulisan ini diunggah bulan Desember 2025, terhitung 5 bulan saya sama sekali tidak membuka akun IG pribadi (apakabar.denald) maupun IG jualan (SophieBreadnSweets), tidak membuka akun Threads yang mulai saya install sejak bulan Maret 2025 tapi baru aktif sekitaran bulan Mei(kalau tidak salah ingat ya), dan tidak membuka sama sekali akun FB. Sedangkan akun twitter, lebih lama lagi tidak saya buka. Kalau tidak salah, terakhir aktif bulan Maret, lalu April mulai off. Mei awal muncul lagi karena kepikiran kalau ada hutang atau janji yang belum tertunaikan. Hanya satu hari aktif di twitter dibulan itu untuk woro – woro kalau saya pindah ke IG dan Threads. Sejak saat itu, sampai menulis ini, tidak membuka sama sekali. Jadi sudah 9 bulan off dari Twitter.
Lalu ternyata, saya pun memutuskan untuk off semua media sosial saya hahaha maaf ya yang sudah mengikuti saya di IG dan Threads karena woro – woro pindah. Ternyata di 2 platform ini pun saya memutuskan puasa dulu. Daripada nanggung cuma puasa di satu platform, mending sekalian semua medsos saya off dulu. Jadi tidak pilih kasih :))) Saya uninstall semua media sosial dari Hp. Bukan menghapus akun, hanya uninstall saja supaya saya tidak tergoda untuk membuka.
Ternyata nyaman sekali tidak bermain media sosial apapun, setidaknya untuk saya saat ini. Lebih tenang. Ada beberapa orang yang menanyakan kabar baik itu langsung lewat WhatsApp atau melalui perantara teman. Alhamdulillah saya baik, sehat, dan bahagia. Tidak sakit atau tidak ada masalah apapun. Memang hanya ingin istirahat dulu dari segala aktifitas dari media sosial. Ingin menepi dulu, istirahat.
Ada beberapa alasan mengapa saya memutuskan HARUS PUASA MEDIA SOSIAL :
MERASA KECANDUAN
Saya mulai merasa kecanduan dengan aktifitas di media sosial. Bagaimana saya tau kalau kecanduan? Tentu saja ini berdasarkan analisa pribadi dengan kondisi saya saat itu. Saya merasa tiap saat, otak saya selalu memerintahkan untuk membuka media sosial tanpa kenal waktu. Setiap ada waktu senggang, yang pertama dilakukan adalah membuka salah satu platform media sosial -seringnya twitter-. Setiap bangun tidur yang pertama saya lakukan adalah mengecek beberapa akun media sosial yang saya punya. Saya tidak membiarkan otak dan pikiran saya untuk merasakan bosan atau ada jeda. Saya merasa gampang resah kalau tidak bermain medsos untuk beberapa jam saja. Merasa ketinggalan, merasa ada yang kurang. Padahal seharian ya selalu sibuk, kok ya masih ada waktu untuk kecanduan media sosial. Bagian ini yang menjadi misteri buat saya sendiri. Waktu cuma 24 jam, sehari – hari sibuk, tapi kok ya tetap punya banyak waktu mainan media sosial dengan jangka waktu yang panjang. Berarti kan ada hal yang saya korbankan. Ya, sepertinya kewarasan yang dikorbankan.
Merasa bahwa berkegiatan di media sosial itu membuat gembira karena menonton konten – konten yang menarik, melihat unggahan story beberapa orang yang saya ikuti, dan saya pikir itu memang membuat saya bahagia. Dikemudian hari, ternyata yang saya rasakan itu hanya sebuah proses pengalihan. Saya jadi merasa jauh dari diri sendiri, keluarga, bahkan saya merasakan apa yang diakukan sehari – hari selalu berpikir bisa dijadikan konten. Memang benar bahwa saya tetap melakukan apa yang ingin saya lakukan, tapi di kepala selalu ada pemikiran misalnya, “Foto ah biar saya unggah” Dan segalanya menjadi jauh dari kata menikmati momen. Tidak hadir secara sadar. Semuanya terpikirkan untuk media sosial. Hal ini membuat capek ternyata, lebih ke capek secara mental.
KEPALA PENUH DAN MEMPENGARUHI MOOD
Seperti yang saya jelaskan di atas, karena otak saya selalu ingin setiap saat membuka media sosial dan scroll scroll tanpa henti, secara sadar itu membuat otak saya menjadi penuh. Banyak sekali informasi yang saya dapat bahkan sebelum saya memulai hari. Bagaimana tidak, hal pertama yang saya lakukan setiap membuka mata dipagi hari adalah scrolling media sosial, lalu scrolling tiada henti minimal satu jam. Bahkan kadang saya sengaja bangun lebih pagi untuk mempunyai banyak waktu bermain media sosial. Lalu saya merasa, kok kayak orang ga waras ya, kerja di media sosial saja nggak, tapi waktu yang saya habiskan setiap hari berasa sedang kerja full time. Mendapatkan uang pun tidak sepeserpun dari kegiatan itu. Belum lagi, karena banyak hal yang sudah masuk ke otak sejak pagi, kepala saya merasa sangat penuh saat memulai hari. Dan itu benar – benar mempengaruhi mood sepanjang hari. Ditambah kalau membaca berita yang tidak menyenangkan atau pertengkaran online, langsung kepikiran seharian. Mood menjadi berantakan dan sepanjang hari saya lalui bukan hanya capek fisik dan capek mental. Saya lalu menyadari, ini tidak baik untuk diri sendiri. Jadi saya harus mengambil sikap tegas, berjarak dulu.
GAMPANG VIRAL
Poin ini, khususnya untuk twitter. Entah mengapa, sebelum saya off dari twitter, sering kali menulis sesuatu, gampang jadi rame. Entah cuitan sepele remeh temeh, rame. Opini pribadi, rame. Cuitan agak serius, rame. Cuitan super serius, juga rame. Saya sampai heran, kok gampang banget jadi rame. Bukan hanya rame positif, beberapa kali rame hujatan juga. Entah orang – orang ini kurang hiburan lalu jadi gampang marah atau gimana. Padahal ya, seperti yang saya pernah tuliskan sebelumnya, tujuan saya mainan media sosial, tidak ingin mencari popularitas. Untuk apa. Toh populer di media sosial buat saya tidak menjadikan kaya raya. Wong saya tidak mencari uang di sana, sampai saat ini. Ok lah kalau misalkan yang ramai itu tentang cuitan saya berbagi resep masakan atau resep baking. Ini justru saya senang karena menebarkan hal positiuf ya. Nah kalau yang rame perkara keluh kesah diri sendiri, kadang suka sumpek juga jadinya. Apalagi sampai dirujak dan dijadikan narasi lain yang jauh dari cuitan awal. Diplintir ke sana sini untuk memuaskan ego si pemelintir narasi ini.Dunia mereka yang penuh masalah dan ga bahagia, kok ngajak – ngajak jadi ngerujak orang.
Sampai saya rindu masa – masa twitter jaman dulu yang follower saya teman – teman sendiri. Mau mencuit apapun, sepi hahah. Makanya saya pindah ke Threads, mencari tempat yang sepi. Bosan viral di Twitter. Eh ternyata di Threads, dramanya beda lagi. Bosan juga jadinya.
Tapi ya, kita kan tidak bisa mengendalikan orang lain. Tidak bisa berharap semua suka. Pasti saja ada celah orang untuk mencela. Ya orang – orang yang tidak bahagia dengan dunia nyatanya. Yang bisa kita kendalikan diri sendiri. Jadinya daripada viral terus, istirahat dulu dari media sosial. Demi kesehatan mental juga.

TERLALU BANYAK INFORMASI (BERITA) TIDAK BAIK
Awal puasa media sosial ini, diawali dari twitter. Entah saat itu kenapa algoritma berita membawa saya ke beberapa berita jelek yang dilakukan oleh oknum – oknum polisi di Indonesia. Hampir setiap hari seperti itu. Ada saja berita – berita yang membuat emosi tentang anggota polisi. Saya berpikir, wah ini tidak baik untuk saya kalau tiap hari ada saja berita yang saya baca selalu membuat emosi. Sama halnya saat tahun 2021 saya undur diri dari twitter dan facebook selama 7 bulan, triggernya pun sama meski berbeda kasus. Kalau waktu itu tentang pandemi, kalau sekarang tentang keadaan di Indonesia yang beritanya membuat emosi. Belum lagi tentang pemerintahan baru yang ada saja gebrakan ajaibnya, pun membuat saya emosi saat membaca. Jadi ya sudah, daripada uring – uringan sendiri, saya putuskan off dulu dari twitter. Lalu setelah sebulan liburan tanpa media sosial di bulan Agustus, saya merasa kok enak ya off dari IG, Threads, dan FB. Ya sudah, saya lanjutkan sampai sekarang. Untuk tiga platform ini, saya off tanpa bilang terlebih dahulu. Ya kan bukan artis dan tanpa rencana juga, ngapain bilang – bilang. Ternyata beberapa orang mencari saya untuk menanyakan kenapa saya tiba – tiba menghilang.
GAMPANG CEMAS DAN OVERTHINKING
Alasan yang ini berhubungan dengan berita – berita tidak baik yang saya baca di media sosial. Misalnya tentang keadaan Indonesia atau kondisi politik di dunia. Perang, segala bencana, pembunuhan, bahkan tentang perselingkuhan. Itu hanya beberapa contoh dari banyaknya berita yang bersliweran. Pada dasarnya, saya memang gampang overthinking. Mau tidak dipikirkan, tapi keluarga saya ada di Indonesia. Kalau Indonesia kondisinya tidak baik, keluarga saya kan kena dampaknya juga. Mau cuek tapi kondisi dunia pun tidak dalam keadaan yang baik – baik saja sekarang. Mau tidak cemas tapi berita yang saya baca malah membuat overthinking dan menimbulkan rasa was was yang berlebihan. Pengen sebenarnya saya lewati saja berita – berita seperti itu dan pura – pura semua ok saja. Tapi kan tidak bisa (untuk saya). Rasa penasaran mengalahkan segalanya. Akhirnya ya sudah, demi kewarasan jiwa, saya rehat dulu dari media sosial sebagai sumber utama berita. Sedikit tau tentang apapun lebih baik untuk hidup saya sekarang ini. Bisa menyaring informasi apa yang masuk di kepala karena semua saya batasi sekarang. Tidak hanya sumber berita, pun notifikasi di Hp. Saya tiadakan semua notifikasi di Hp kecuali untuk orang – orang tertentu yang penting dan untuk keperluan anak – anak. Selebihnya, saya tiadakan. Supaya saya tidak gampang terdistraksi. Meminimalkan rasa cemas dan sumber overthinking.
SUSAH FOKUS DAN GAMPANG CAPEK
Saya merasa jadi susah fokus dalam durasi yang panjang. Meskipun tetap membaca buku, tapi seringnya terdistraksi dengan sedikit -sedikit buka twitter. Kalau IG, saya jarang terdistraksi. Biasanya saya buka cuma malam hari dan pagi saja. Jadi membaca buku dengan fokus yang terganggu karena diri sendiri yang memilih untuk scroll scroll diantara waktu membaca. Belum lagi saya merasa karena sering menonton konten yang pendek – pendek, kepala saya jadi gampang capek. Jadi saya merasa sudah tidak bagus lagi untuk otak, makanya saya menyebut kegiatan puasa media sosial ini untuk me-reset otak supaya berfungsi secara normal lagi, mengembalikan fokus supaya panjang, dan menyeimbangkan kegiatan otak supaya tidak terlalu lekat dengan media sosial yang menyebabkan gampang capek. Gampang uring – uringan juga. Menolong diri sendiri demi kesehatan jiwa raga dalam jangka panjang.
TIDUR KURANG BERKUALITAS
Sebenarnya dari segi durasi, waktu tidur saya lumayan ideal. Saya bisa tidur 7 – 8 jam tiap malam. Jam 9 malam biasanya sudah tidur nyenyak. Paling lambat jam 10. Nah waktu aktif mainan medsos, kadang tengah malam terbangun, trus scroll scroll, ga sadar sampai 1 jam. Lalu kembali tidur lagi jadi susah. Seperti kepikiran. Kayak ada pikiran yang nyantol belum tuntas. Bangun tidur, badan jadi tidak nyaman. Berasa kalau tidur lama tapi tidak berkualitas. Padahal seharian itu yang akan saya kerjakan banyak. Jadinya tidak maksimal dan ujung – ujungnya ngefek ke emosi. Uring – uringan ga jekas. Tidur cukup yang berkualitas itu akar dari semuanya. Jika tidurnya tidak cukup dan tidak nyaman, wassalam seharian akan kacau balau.
MELUPAKAN DIRI SENDIRI
Saking asyiknya saya memperhatikan kehidupan orang di media sosial, saya pikir tidak akan ngefek ke kehidupan sendiri. Saya merasa ikut bahagia melihatnya. Ternyata saya salah. Saya jadi melupakan diri sendiri. Banyak waktu yang terdedikasikan untuk melihat unggahan orang lain baik itu di story, halaman utama, menyimak segala cuitan orang, atau scrolling tanpa henti sampai satu jam penuh misalnya, ternyata membuat saya lalai akan kehidupan sendiri. Lalai bahwa berat badan merangkak naik karena kurang waktu untuk olahraga bahkan malas karena terlalu asyik lekat dengan media sosial. Lalai menanyakan diri sendiri apakah baik – baik saja karena merasa senang menonton konten tersebut, padahal ya itu hanya pengalihan saya saja. Lalai untuk berdialog dengan diri sendiri sehingga banyak hal – hal penting terabaikan. Lalai melihat diri sendiri karena terlalu asyik melihat kehidupan orang lain. Lalu saya merasa, mulai tidak mengenali diri sendiri. Merasa asing dan jauh. Merasa seperti ini bukan saya. Jadi berjarak dan berpikir, “Lho kok aku sekarang jadi pribadi yang seperti ini.” Supaya hal ini tidak berlarut, harus putus dulu dari penyebab utama, kesibukan di media sosial.
MERASA JAUH DARI SUAMI DAN ANAK – ANAK
Bagian ini yang paling menyedihkan untuk saya, merasa jauh secara mental dari suami dan anak – anak. Alasan ini sebenarnya yang paling utama membuat saya untuk berhenti dulu bermedia sosial dan tetap kuat sampai sekarang tidak kembali lagi. Saya merasa, hadir secara fisik untuk mereka, tapi pikiran suka ke mana – mana. Tidak fokus dan gampang terdistrak. Gampang uring – uringan juga. Sepertinya semua jadi gampang salah. Selama ini saya memang menerapkan aturan ke diri sendiri untuk tidak membuka telefon genggam di depan anak – anak kecuali ada hal yang sangat penting. Selebihnya ya saya membuka Hp kalau mereka di sekolah atau malam hari, pun pagi hari. Tapi, seringnya saya curi – curi kesempatan misalnya ke dapur hanya untuk ngecek apa sih lanjutan war di twitter pembahasan A misalnya. Padahal saya sedang main dengan anak – anak. Atau saat ngobrol dengan suami, saya mencoba semaksimal mungkin untuk mendengarkan dia, tapi pikiran saya malah ke postingan orang di Instagram contoh lainnya. Jadi secara fisik saya ada 100 persen untuk mereka, tapi secara mental mungkin cuma 40 persen saja karena pikiran saya sibuk sendiri dengan ingin setiap saat membuka media sosial. Menyedihkan sekali.
Lalu suatu hari, saya tersadar kalau anak – anak cepat sekali besarnya. Tau – tau mereka sudah umur segini saja. Berasa, “Wah ke mana saja aku selama ini.” Seperti kehilangan banyak momen dengan mereka. Merasa menyesal tidak hadir penuh untuk mereka. Lalu melihat diri sendiri dan suami yang juga makin menua. Harusnya saya menikmati setiap momen bersama mereka. Tidak sibuk sendiri dengan kegiatan yang entahlah faedahnya juga tidak seberapa penting. Di saat itulah saya memutuskan untuk stop dulu bermedia sosial karena ingin membersamai anak – anak tumbuh secara emosi dan fisik, hadir nyata untuk diri sendiri, anak – anak, dan suami. Menikmati sebanyak mungkin waktu bersama keluarga. Menemani mereka secara berkualitas bukan hanya kuantitas.
BOSAN BERMEDIA SOSIAL
Ternyata memang ada masanya saya merasa bosan dengan kegiatan bermedia sosial. Bosannya tuh seperti sudah ketebak jalan cerita tiap platform. Bisa bosan juga membaca ada saja drama dunia lari di Indonesia yang dibahas di Threads atau drama para diaspora Indonesia. Bosan membaca berita yang tidak menyenangkan di twitter dan segala war yang ada di sana. Plus sekarang orang gampang sekali memelintir sebuah cuitan bahkan yang tidak menyenggol siapapun, lalu dibuat narasi yang memojokkan. Gampang sekali terjadi perkelahian online di sana. Bosen ternyata scrolling Instagram yang yah isinya begitu – begitu saja. Bosen membuka Facebook yang sekarang banyak yang bikin konten mbuhlah. Ya memang saya sedang bosan saja dengan mainan media sosial. Ingin rehat sejenak dan menikmati dunia nyata. Jenuh dan butuh hal – hal yang lebih nyata. Ingin mengerjaka banyak hal baru yang lebih bermanfaat untuk hidup kedepannya.
HADIR SADAR DI DUNIA NYATA
Sibuk bermain media sosial, membuat saya hidup di dunia yang lain. Dunia yang tak terjangkau karena ya tidak nyata, bukan yang ada di depan mata saya yang bisa saya pegang atau jalani. Saya sebenarnya tidak ada masalah melihat postingan orang yang bahagia, justru saya pun ikut terbawa bahagia. Atau menemukan motivasi dari dunia lari misalnya lalu ingin lari lebih baik lagi. Tapi lama – lama saya jadi hidup dalam dunia yang berbeda. Tidak lagi napak tanah. Jadi punya semacam ambisi. Seperti ingin menunjukkan sesuatu kalau saya ini hebat, entah juga menunjukkan ke siapa. Semacam ingin mendapatkan validasi walau saya sadar sepenuhnya kalau saya tidak butuh itu semua. Sudah bukan umur saya lagi butuh dipuja puji. Sudah lewat masa itu. Tapi entah kenapa saya seperti terlena dengan komentar yang positif tentang hal – hal yang saya posting. Lalu saya merasa kok malah kosong di hati. Bahasa kerennya, saya jadi melakukan semua dengan tidak mindfull.
Saya tidak ingin menjalani hidup yang seperti itu. Saya ingin berjalan dan hadir secara penuh dan sadar di dunia nyata. Tidak untuk sebuah konten, tidak untuk sebuah pujian orang lain (yang banyak tidak saya kenal juga), pun tidak untuk sebuah ketenaran. Saya ingin menjadi diri sendiri seperti semula.
PENUTUP
Begitulah uraian panjang saya tentang kenapa menghilang dari twitter, Instagram, Threads, dan Facebook beberapa bulan ini, tanpa jejak dan tanpa pamitan. Saya ingin menjejakkan kaki lagi di dunia nyata. Ingin me-reset otak supaya kembali lagi fungsinya seperti semula. Dari uraian panjang tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa bukan salah media sosialnya, tapi salah saya yang kurang punya kontrol diri sehingga mainan media sosial mempunyai dampak yang negatif cukup banyak untuk kehidupan saat ini.
Sekarang saya istilahnya sedang dalam tahap rehabilitasi. Sedang menikmati proses masa penyembuhan dan menata ulang semuanya. Apakah saya akan kembali lagi mainan media sosial? Saya pastikan, iya. Kapan pastinya, tidak tau. Sama halnya dengan puasa media sosial yang tidak direncanakan, nanti kembali lagi juga tidak direncanakan. Jika saya sudah merasa siap dan otak saya sudah ok kembali. Jika jiwa saya sudah merasa waktu yang tepat, pasti saya akan kembali. Entah kapan itu.
Apakah ada rasa kangen dengan media sosial? Terus terang, kadang – kadang kangen beinteraksi dengan beberapa mutual yang saya kenal baik di twitter. Ingin tau kabar mereka sekarang seperti apa, semua baik – baik saja atau ada berita terkini seperti apa. Diantara beberapa media sosial yang saya punya, saya lebih kangen twitter dibandingkan lainnya. Memanglah hubungan saya dengan twitter ini hate love relationship :)))) Kangen tapi kadang – kadang juga ga suka.
Media sosial tidak sebegitu buruknya karena saya mendapatkan banyak manfaat juga dari sana. Saya mengenal banyak orang baik, mendapatkan informasi yang bermanfaat, seringkali bisa mendapatkan bahan bercanda juga, pun bahan gosip *lah :))) Kalau digunakan secara benar, media sosial bisa mendatangkan banyak hal yang baik. Yang terpenting kontrol diri dan tau tujuan menggunakan media sosial untuk apa.
Saat ini, saya sedang menata ulang tujuan saya bermedia sosial itu apa sehingga nanti jika kembali lagi aktif di media sosial, saya sudah punya kontrol diri yang bagus dan tujuan yang jelas untuk apa. Kenapa dibawa serius sekali bermedia sosial? Ya kalau tidak dibawa serius, nanti jadinya seperti akun – akun yang gampang marah itu. Tidak punya tujuan jelas apa di media sosial. Makanya semuanya harus saya tata ulang dulu. Supaya bisa bersenang – senang lagi nantinya dan bisa menjadikan taman bermain di sana, memberikan banyak manfaat buat semua. Terutama untuk diri sendiri.
Terima kasih sudah membaca tulisan panjang ini. Semoga ada manfaatnya. Buat beberapa orang yang menanyakan kabar saya, terima kasih atas perhatiannya.
Sehat – sehat ya semuanya.
- 13 Desember 2025 –


















































































