Akhir bulan November 2025, saya dan suami merayakan 12 tahun pertama kali berkenalan. Kenapa sampai dirayakan tanggal pertama kami berkenalan? Karena tanpa ada perkenalan, tak akan ada sebuah pernikahan. Simpel seperti itu. Jadi selain tanggal pernikahan, tanggal pertama perkenalan juga sangat berarti untuk kami. Tanggal perkenalan ini juga yang kami abadikan dalam sebuah jumlah mahar pernikahan. Jadi memang benar spesial untuk kami berdua dan selalu kami rayakan tiap tahunnya.
Tahun ini, kami memilih merayakan di sebuah restauran yang masuk dalam daftar Michelin dan letaknya ya di kampung tempat tinggal kami. Memang sudah lama restaurant ini ada, tempatnya pun hanya 5 menit jalan kaki dari rumah. Hanya baru kesampaian sekarang bisa ke sana. Tahun lalu, kami merayakan di restaurant Michelin Star di Rotterdam. Tahun – tahun sebelumnya pun kami rayakan di beberapa restaurant lainnya (kecuali sewaktu pandemi, kami merayakan di rumah saja).
Kami pesan tempat sejak bulan September. Lalu mulai menghubungi tetangga yang biasanya menjaga anak – anak jika kami pergi berkencan malam hari. Menjelaskan ke anak – anak kalau pada hari itu kami akan makan malam di luar hanya berdua saja. Karena sudah biasa, jadi mereka tidak ada komen apapun, hanya mengucapkan, “Veel plezier.” Satu masalah, anak bungsu tiba – tiba ingin ikut kami dan menangis waktu melihat kami akan berangkat. Saya tenangkan dia dulu, peluk cium, setelah dia tenang, kami ke luar.
Jadi sebelum keluar, kami sudah persiapkan mereka untuk tidur. Setelah waktunya menonton TV selesai, mereka bisa langsung ke kamar masing – masing. Kecuali anak bayi, masih dibantu ke tempat tidurnya.
Saya seperti biasa kalau berkencan, berdandan maksimal. Berpakaian sebagus mungkin. Supaya tetap ada kupu – kupu dalam perut. Suami pun begitu. Romantis itu kan diusahakan berdua semaksimal mungkin ya. Supaya selalu ada rona merah di pipi. Malam itu agak rintik. Jadi suami membawa payung cukup satu buat berdua. Kami berjalan bergandengan tangan di bawah satu payung, suasana kampung yang sunyi menambah suasana hangat diantara kami berdua. Obrolan mendalam selama kami berjalan ke restaurant.
Sesampainya di Restaurant, wah interior bagian dalamnya cantik sekali. Elegan, simple, dan hangat. Kami telat 15 menit dari waktu yang kami pesan. Sudah banyak tamu lainnya di sana. Kami langsung dipersilahkan ke tempat duduk yang disiapkan.
Pertama ditanya tentang minuman, lalu satu persatu makanan mulai disajikan. Ada 10 menu yang dikeluarkan secara bertahap, sesuai dengan menu yang tertulis di kartu yang diberikan ke masing – masing tamu saat makanan penutup mulai dihidangkan. Chef sekaligus pemilik restaurant ini, turun ikut serta menyajikan beberapa makanan dan mengajak ngobrol para tamu. Dia ini pemenang enterprenur award di kabupaten kami tinggal. Dan yang mengejutkan, dia ternyata tinggalnya tidak jauh dari rumah kami. Ternyata orang lokal kampung sini juga.
Semua makanan yang dihidangkan, saya foto. Mayoritas makanan laut, rasa yang dominan asin umami. Ada satu menu seingat saya, umaminya sangat machtig, jadi lumayan meninggalkan rasa yang tidak nyaman. Tapi suami saya, doyan aja. Ya dia memang semua makanan dilabeli enak dan enak sekali :))))
Secara keseluruhan, sangat enak makanan di restaurant ini. Ada harga, ada rasa. Cuma saya yang terbiasa tidur jam 9 malam, begitu jam 11 masih di restoran, rasanya harus berperang dengan rasa kantuk. Sangat mengantuk. Saya sampai skip satu menu karena sudah tidak sanggup lagi melek dan perut sudah sangat penuh. Kenyang sekali. Yang saya skip menu berbagai macam keju. Suami saya tentu doyan sekali, lha wong camilan kesukaan dia. Kelihatannya secimit secimit ya hidangan Michelin Star ini, tapi percayalah, kalau sampai 10 sampai 14 menu, niscaya perut akan penuh kenyang.
Selama makan, saya dan suami ngobrol banyak tentang kami, dari hati ke hati. Membahas segala hal dari masa yang sudah dilewati, mengenang masa dulu, bercanda, sampai ada adegan menangis juga. Tentu saja saya yang menangis :))) muka sangar tapi gampang menangis.
Foto di bawah ini muka sudah mengantuk tetap memaksa senyum. Ngantuk tapi bahagia karena makanan enak dan perut kenyang.
Kami pulang bukan hanya membawa perut yang kenyang dengan hidangan yang super lezat, pun hati yang berbunga karena bisa menikmati malam yang membahagiakan bisa pacaran kembali berdua sampai larut malam.
Semoga tahun depan Insya Allah merayakan di restaurant yang lainnya.
Banyak hal menyenangkan terjadi bulan November ini. Beberapa diantaranya sudah saya tuliskan dalam kompilasi cerita, bisa dibaca di sini. Ada beberapa lainnya yang belum saya tuliskan, nanti akan dibuatkan versi cerita kompilasi yang lainnya.
Sekarang, saya ingin bercerita tentang hobi olahraga yang baru, yaitu berjalan kaki cepat.
Terbiasa dengan olahraga lari, pindah haluan ke jalan kaki cepat pada awalnya sempat melukai ego saya. Merasa duh kok jalan satu jam cuma dapat paling jauh 5.5km. Biasanya kalau lari, satu jam bisa 7km. Tapi, lama – lama perasaan itu saya tepis. Saya kembali ke tujuan awal ingin mencoba hal yang baru dan belajar untuk menyenanginya. Alasan pindah haluan ke jalan kaki cepat dari lari adalah : Ingin mencoba hal yang baru, ingin mengurangi lari karena sedang program menurunkan berat badan, dan ingin memelankan ritme langkah supaya bisa menikmati apa yang saya lewati dengan sadar tanpa terburu.
Sebenarnya mulai coba – coba berjalan kaki cepat akhir tahun 2024 saat saya persiapan Half Marathon tahun 2025. Saya selang seling antara lari dan jalan kaki. Cuma waktu itu berasa ah jalan kaki kok berasa gak keren gini ya. Maklum, biasa jadi anak lari berasa songong gitu hahaha. Jadi jalan kaki cepat tidak terlalu diseriusi. Sesempatnya saja karena masih fokus dengan persiapan Half Marathon.
Lalu setelah pulang dari Liburan sebulan tanpa media sosial dan meneruskan rehat dari media sosial sampai sekarang, saya jadi punya banyak waktu, akhirnya saya manfaatkan untuk berjalan kaki cepat dan mulai mengurangi intensitas lari. Dari yang awalnya merasa jalan kaki cepat itu tidak keren, lama – lama jadi ketagihan dan merasa : wah olahraga ini ternyata aku banget *nelen ludah sendiri :)))
Saat berjalan kaki, meski cepat, saya masih bisa menikmati segala yang saya lewati. Bisa tetap memfoto dan merekam. Bisa mendengarkan dengan jelas suara apapun itu yang melintas. Memelankan langkah dibandingkan lari juga mengajari saya untuk sabar dan sadar. Sabar karena selama berjalan kaki saya bisa fokus ke diri sendiri, berbincang dari hati ke hati dengan otak, dan bisa meredam segala emosi yang ada. Berjalan kaki, membuat saya bisa berkoneksi dengan mental. Sebenarnya hal yang tersebutkan ini, juga saya dapatkan di lari. Hanya saat berjalan kaki cepat, rasanya lebih menghayati
Sama halnya dengan lari, saat berjalan kaki cepat, saya juga memasukkan hasil dari apple watch ke Strava. Lumayan jadi bisa tau sebulan berapa jauh (dalam km) saya bisa berjalan kaki cepat. Lumayan juga bisa dipamer di WhatsApp Story :))) Yang saya masukkan Strava adalah data khusus jalan kaki cepat karena hitungannya olahraga. Bukan total berjalan dalam satu hari. Kalau total dalam satu hari, saya melihat dari aplikasi Steps App.
Biasanya, saya mulai jalan kaki cepat pagi hari setelah mengantar anak – anak ke sekolah. Sesekali siang hari setelah anak – anak kembali ke sekolah dari makan siang di rumah. Untuk olahraga baik lari, jalan kaki cepat, angkat beban, dll saya lakukan saat perut dalam keadaan kosong. Entah rasanya lebih bersemangat olahraga saat perut masih belum terisi makanan apapun. Tenaga masih tinggi.
Karena akhir – akhir ini hujan, jadi pemandangan yang sering saya lihat selain langit yang gelap, yang lainnya adalah pelangi. Cantik sekali. Saya sampai berdecak kagum. Bahkan ada double pelangi. Kalau cuaca sedang cerah, bisa melihat semburat matahari yang muncul. Siang hari bisa melihat langit biru nan cantik meski suhu sudah 1 digit alias dingin sekali. Tapi saya tetap semangat meski dingin luar biasa. Asal tidak hujan, saya akan tetap berjalan kaki cepat di luar rumah.
Melihat data dari Apple Watch ini, lumayan ya ternyata jalan kaki cepat sejauh 5.3km selama 1 jam bisa membakar kalori sampa 220 Cal.
Kenapa sih kalau jalan kaki santai saja tidak usah cepat? Saya analisa sendiri, karena dasarnya saya terbiasa lari, jadi kalau jalan kakipun tanpa direncanakan, jadi cepat. Plus, saya membatasi jalan kaki cepat hanya maksimal 1 jam perhari. Tidak ada alasan khusus, supaya cepet selesai saja dan kembali ke rumah. Alasan lainnya adalah supaya terasa olahraganya. Selain jarak, saya pun mengamati detak jantung. Meski berjalan kaki, saya tetap ingin mendapatkan manfaatnya. Itulah kenapa, meski berjalan kaki, saya memilih dalam tempo yang cepat. Tidak ingin mencoba metode jalan kaki Jepang yang sedang ngetren sekarang? Sudah mencoba tapi saya lebih cocok jalan kaki dengan cara sendiri :))))
Sejak menekuni (Halah, baru juga 4 bulan haha) jalan kaki cepat, kualitas tidur malam hari saya jauh lebih baik. Benar – benar nyenyak sampai bangun pagi. Lumayan saya tidur bisa sampai 7 jam. Ditambah lagi karena saya sedang rehat dari medsos, jadi otak saya bisa relax dan hati tenang. Ini juga mempengaruhi kualitas tidur saya jadi makin lebih baik. Istirahat malam yang cukup dan berkualitas, sangat penting untuk banyak hal. Buat saya, baik untuk ketenangan dan kebahagiaan.
Beberapa bulan belakang, saya sudah berencana untuk ikut beberapa event jalan kaki. 2 kali rencana ikut eh gagal. Yang satu karena tiket sudah habis, sedangkan yang satu karena hujan deras. Sayang, padahal saya sudah bersemangat.
Kembali ke pembahasan Strava, di sana kan bisa ikutan Challenge. Lumayan buat seru2an dan sungguh bisa memotivasi. Biasanya saya ikutan challenge untuk lari, kali ini ikutan untuk jalan kaki. Saya mendaftar challenge untuk berjalan kaki 50km selama satu bulan di November 2025. Senang lho ikutan Challenge seperti ini. Seru rasanya. Jadi benar – benar memotivasi untuk menyelesaikan yang sudah dimulai.
Saya menutup bulan November dengan prestasi cemerlang. Bisa menuntaskan challenge bahkan lebih. Bulan November 2025, saya bisa berjalan kaki cepat total sejauh 52km. Wow bangga dengan prestasi ini. Bisa konsisten. Tepuk dada dan salami diri sendiri. Bangga bisa mengalahkan ego memelankan langkah dari berlari ke jalan kaki cepat.
Saya merasakan banyak sekali manfaat jalan kaki cepat. Selain kualitas tidur yang sangat baik, hal positif lainnya saya jadi bisa mengenali diri sendiri dengan cara banyak berdialog selama 1 jam berjalan kaki cepat. Hasilnya, saya jauh lebih tenang, lebih bisa menerima, menjauhkan otak dari terlalu mikir, dan tentu saja membuat badan jauh lebih sehat. Alhamdulillah kualitas hidup secara mental, jauh lebih baik.
Jadi sehat mental dan raga.
Tahun 2026, saya berencana akan lebih banyak mengikuti event jalan kaki yang ada di Belanda.
Saya tetap akan menekuni berjalan kaki cepat, memberikan waktu satu jam untuk diri sendiri. Bukan untuk sebuah perlombaan. Tapi untuk ketenangan hati dan pikiran. Berkoneksi dengan diri sendiri dan alam. Memelankan langkah untuk hadir secara nyata dan sadar.
Saya tutup November dengan Alhamdulillah. Mari sambut Desember dengan Bismillah. Tinggal satu bulan langkah kaki ditahun 2025.
Ketika saya dan adik-adik masih kecil, Bapak sudah mengajarkan sebuah konsep : Membeli hanya jika membutuhkan. Dimulai dari hal-hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, semisal baju. Tidak disetiap hari raya kami mempunyai baju baru, tidak seperti anak-anak kecil tetangga yang selalu punya baju baru ketika lebaran tiba. Bapak dan Ibu tidak akan membelikan baju baru jika kami masih mempunyai pakaian yang layak digunakan dan masih dalam kondisi bagus. Jika memang kami sudah tidak membutuhkan lagi baju-baju tersebut dan ingin membeli baju yang baru, maka syaratnya baju yang lama dan masih dalam kondisi bagus serta layak tersebut harus diberikan kepada yang lebih membutuhkan, misalkan disumbangkan ke Panti Asuhan atau tetangga yang memang kurang mampu atau ke saudara.
Jadi intinya kalau mau membeli satu baju, satu baju dari lemari yang masih bagus harus dikeluarkan untuk disumbangkan atau diberikan. Kenapa harus baju yang masih bagus yang disumbangkan? Karena jangan sampai memberikan barang yang kita tidak suka dan dalam kondisi yang sudah tidak bagus lagi. Perlakukan orang akan menerima barang tersebut seperti kita yang menerima. Jika barangnya masih bagus dan sangat layak untuk dipakai dan digunakan, tentu saja lebih bermanfaat dan membuat orang yang menerima merasa berbahagia. Jika memang kondisinya sudah tidak bagus lebih baik dibuang.
Kebiasaan itu akhirnya terbawa sampai saya besar. Untuk segala barang, saya akan membeli kalau memang benar-benar membutuhkan, bukan hanya menginginkan saja. Saya ingat dulu ketika bekerja di Jakarta, HP yang saya miliki adalah nokia lama (lupa tipe berapa) sementara beberapa kolega di kantor selalu berganti tipe Hp dan memperolok HP saya yang hanya bisa sms dan telepon saja. Saya tidak gentar dengan olokan mereka dan tetap mempertahankan HP itu karena masih sesuai fungsiunya. Saya tidak akan membeli suatu barang hanya karena mengikuti tren saja. Sampai suatu hari, Hp tersebut benar-benar tidak bisa dipakai lagi, mungkin memang sudah saatnya mengganti setelah 6 tahun lamanya setia menemani. Setelahnya saya langsung membeli HP berbasis Android yang lumayan harganya karena sepesifikasi didalamnya memang sesuai kebutuhan.
Sampai sekarang saya tinggal hampir 11 tahun di Belanda dan punya anak tiga, hal tersebut tetap saya terapkan. Baju, ya itu – itu saja. Saya masih punya kaos yang usianya sudah lebih dari 20 tahun, masih muat di badan, saya pakai sehari – hari dan bahannya masih bagus. Jilbab pun sama. Kalau saya membeli 2 baju baru, berarti 2 baju lama harus dikeluarkan dari lemari. Baju anak – anakpun, jika ada teman yang melungsuri, dengan senang hati saya terima. Lumayan kan, budget membeli baju anak – anak di negara 4 musim yang cukup besar, bisa dialihkan ke hal – hal lainnya. Toh baju yang dilungsurkan pasti masih dalam kondisi bagus. Begitupun dengan baju anak – anak kami, jika memang sudah tidak bisa dipakai karena ukurannya terlalu kecil, saya akan pilah pilih dan berikan ke teman – teman yang mau menerima untuk anak mereka. Jika tidak ada yang mau dilungsuri, saya berikan ke Kringloopwinkel atau toko barang bekas di kampung sini. Yang sudah tidak layak, saya buang.
Saya sangat rajin beberes isi rumah. Ini saya rasa turunan dari Bapak. Dari sejak saya ngekos umur 15 tahun, kalau sedang pulang ke rumah, tugas saya mendadak jadi petugas kebersihan. Segala yang sekiranya memenuhi rumah dan tidak bisa dipakai lagi, saya buang. Ibu saya yang suka sekali menumpuk barang, biasanya marah – marah kalau barang tumpukannya saya buang. Ya termasuk makanan yang suka disimpan sampai kadaluarsa.
Dulunya, suami saya pun tukang menumpuk barang. Tidak separah Ibu memang (nanti fenomena menumpuk barang akan saya buatkan tulisan terpisah, karena sayapun pernah ada dijaman sebagai penumpuk satu barang. Tapi langsung tersadar dan jadi berubah ke haluan awal). Sejak menikah dan kami mulai tinggal bersama, kebiasaan menumpuk barangnya jadi berkurang. Kemelekatan dia akan sebuah barang jadi pelan – pelan hilang. Dia melihat saya suka mensortir segala macam yang ada di rumah, melihat saya yang tidak suka membeli barang jika tidak perlu, dan gampang melenyapkan barang dari rumah jika memang sudah tidak digunakan lagi. Dia akhirnya ketularan rajin beberes, bersih – bersih dan sekarang jadi gampang sekali untuk mensortir barang – barang yang memang waktunya disingkirkan dari rumah.
Foto di bawah dari kiri ke kanan : Saya sedang beberes sebagian kecil buku – buku di ruang perpustakaan di rumah, suami setelah beberes mendapatkan banyak sekali barang yang memang sudah harus dibuang. Foto terakhir sebelah kanan, akan saya bawa saat mudik tahun lalu. Lumayan banyak baju suami yang masih bagus bisa saya berikan ke tetangga – tetangga di desa.
Saya sendiri, memang tidak terlalu punya rasa kemelakatan yang kuat akan sebuah barang. Memang ada barang – barang tertentu yang punya nilai sejarah, akan saya simpan. Tapi hanya satu dua saja. Misalkan sarung dari Bapak yang biasa dipakai ke Masjid, saya simpan sampai sekarang. Sebagai kenang – kenangan dan sarung itu yang Beliau gunakan ke Masjid saat sholat Maghrib lalu sekitar 2 jam setelahnya Bapak meninggal. Contoh lainnya : Suami pernah membeli satu set baju olahraga untuk bayi, jauh sebelum saya hamil. Kata dia, membeli itu karena iseng saja, lucu katanya. Lalu sekitar 2 atau 3 bulan setelahnya, saya hamil dan anak yang saya kandung, berjenis kelamin sama dengan baju yang suami beli tersebut.
Hanya barang yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi, akan saya simpan. Selebihnya, kalau sudah tidak terpakai lagi, lama tidak digunakan, dan tidak memberikan manfaat lagi, saya singkirkan. Tidak perlu lagi disimpan selain karena tidak ada tempat, juga gunanya untuk apa disimpan kalau jumlahnya terlalu banyak.
Lepaskan saja. Less is more.
Memang saya gampang melepaskan. Bukan hanya tentang barang, ke banyak hal juga. Termasuk pikiran – pikiran yang dirasa memberatkan, ya sudah lepaskan saja. Otak kapasitasnya terbatas. Lebih baik memberikan kesempatan kepada hal – hal yang bermanfaat untuk dijalani saat ini. Melepaskan apa yang sudah terjadi dimasa lalu. Jangan sampai memberatkan langkah ke depan. Melepaskan pikiran khawatir tentang masa depan. Jalani dan nikmati yang ada sekarang, yang di depan mata, dan saat ini. Supaya hati dan pikiran tetap tenang. Yang nanti ya dipikir nanti. Yang sudah selesai, ya letakkan tidak perlu disimpan lagi. Lepaskan saja rasa cemas itu. Fokus pada hari ini.
Termasuk hubungan yang saya anggap sudah tidak ada manfaatnya lagi dan tidak memberikan keberkahan dimasa mendatang. Dari hubungan pertemanan sampai persaudaraan. Tentunya setelah melalui pertimbangan yang matang. Jika dirasa sangat tidak ada faedahnya, buat apa dipertahankan. Membuat sakit diri sendiri. Penghambat banyak rejeki yang akan datang. Melepaskan untuk mendapatkan ketenangan dan keberkahan, itu jauh lebih baik. Daripada tetap dipertahankan, rasa tidak nyamannya ditumpuk, dan pura – pura tidak ada masalah. Buat apa.
Hidup di dunia cuma sekali. Minimalkan untuk menimbun hal – hal yang beracun untuk diri sendiri. Manfaatkan tiap waktu dengan berkegiatan yang menyamankan hati bersama mereka yang memberikan ketenangan hati dan keberkahan. Yang sama – sama bisa mendatangkan kebahagiaan hidup. Yang dicari dalam hidup kan ketenangan dan kebahagiaan. Kalau sudah tidak lagi bermanfaat, buat apa tetap dipertahankan.
Lepaskan saja. Hempaskan saja.
Pada sebuah masa, sesuatu memang perlu untuk dilepaskan jika memang sudah tidak dibutuhkan dan tidak bisa memberikan manfaat. Ditumpuk bisa menimbulkan racun yang menganggu kesehatan jiwa dan raga.
Hidup berdampingan dengan hal – hal yang memberikan ketenangan dan kebahagiaan.
Melepaskan semua hal yang tidak dibutuhkan dan tidak lagi punya nilai guna..
Vandaag is Sinterklaas. Tijd om kadootje te openen. ’s Avonds gaan we samen kijken wie kado’s van Sinterklaas krijgt (Pakjesavond).
“O, kom er eens kijken
wat ik in mijn schoentje vind
Alles gekregen van die beste Sint”
Zijn jullie al klaar voor Sinterklaasavond?
Kado yang untuk malam ini (Pakjesavond : Sinterklaas bagi – bagi kado dimalam 5 Desember) tinggal segini. Kado – kado yang lain sudah dicicil ngasihnya hampir tiap hari sejak tanggal 16 November 2024 (ceritanya tanggal segini Sinterklaas datang ke Belanda dari Spanyol). Tidak selalu kado barang, kadang peppernotten, coklat, chips, atau makanan – makana lainnya. Kado dari tetangga sebelah rumah yang selalu satu tas penuh, kami berikan minggu lalu.
Sebelum tidur, anak – anak menaruh sepatu di depan pintu, di dalamnya dikasih wortel beserta gambar – gambar mereka, tulisan — tulisan. Apapun itu. Paginya, mereka mengecek apa ada sesuatu sesuai gantinya. Kadang ada, artinya sinterklaas mampir. Kalau tidak ada, ya artinya sinterklaas lagi ke rumah lainnya. Tidak selalu harus ada. Biar belajar berbagi dengan anak – anak lainnya dan belajar menerima bahwa tidak semua keinginan harus terwujud.
Kami masih menikmati masa mereka percaya dengan Sinterklaas. Biarkan mereka menikmati masa kecilnya. Nanti akan ada saatnya mereka sudah tidak mau merayakan ini lagi.
Seperti biasa, seperti tahun – tahun sebelumnya (sejak anak pertama lahir) sponsor penyumbang kado – kado dalam bentuk mainan, makanan, adalah dari Oma, kami sebagai orangtua, tetangga londo yang selalu ngasih kado banyak tiap tahunnya, dan teman – teman saya yang kirim lewat pos.
Wij wensen alle families een fijne Pakjesavond!
Morgen gaat Sinterklaas terug naar Spanje toe.
– Pakjesavond, 2024 –
———-
MENEMUKAN TULISAN INI DI DRAFT. SEJAK TAHUN LALU SELESAI DITULIS TAPI BELUM DIUNGGAH. JADI SAYA UNGGAH SEKARANG SEBELUM PAKJESAVOND TAHUN 2025 DATANG.
Tahun 2025 ini, dalam perjalanan hidup saya, banyak berhadapan dengan angka kembar. Ulang tahun perkawinan kami tahun ini, menginjak sebelas tahun. Ulang tahun Mama mertua, angkanya kembar. Sayapun, akhir maret 2025, berulang tahun dengan angka kembar. Itulah kenapa, tahun 2025 buat saya sangat spesial, sehingga saya rayakan dengan Half Marathon yang pertama, yang bulannya bertepatan dengan saya berulang tahun.
Tahun lalu, suami memberikan kejutan pada saat saya berulang tahun dengan berlibur ke Paris, sekeluarga. Ini kali kedua saya ke Paris. Pertama kali ke sana, 7 tahun lalu. Ceritanya saya tuliskan di sini. Tahun lalu, kami sekeluarga juga ke Disneyland.
Tahun ini, saya ditanya ingin merayakan ulang tahun ke mana atau yang bagaimana. Ulang tahun sekarang, bertepatan dengan hari terakhir puasa Ramadan dan besoknya Idul Fitri. Jadi, saya memutuskan untuk dirayakan di Belanda saja. Saya pun mengundang beberapa teman ke rumah, yang bisa datang, untuk makan bersama saat lebaran. Sekali rengkuh, 2 tujuan tercapai. Merayakan ulang tahun dan berlebaran. Hanya saja, saya tidak menginformasikan ke mereka kalau sehari sebelumnya saya berulang tahun. Jadi ya mereka taunya, makan rame – rame untuk lebaran. Hanya 1 orang saja yang tau karena memang tiap tahunnya selalu memberikan kado.
Selain merayakan di rumah bersama teman – teman, saya juga merayakan ulang tahun angka kembar ini dengan jalan – jalan satu hari ke wilayah Belanda utara. Tepatnya ke kota Water in Broekland dan Monnickendam. Saya memilih dua kota ini karena saya paling suka dengan suasana laut. Melihat kapal sandar dan menikmati aroma laut, selalu membuat hati saya gembira. Berlama – lama memnadang air, membuat hati saya tenang.
Pagi hari sebelum kami sekeluarga berangkat, saya mendapatkan hadiah bunga dan jam tangan dari suami dan anak – anak, serta ucapan yang hangat dari mereka. Ciuman bertubi dan pelukan penuh kasih sayang dari mereka, membuat saya tidak membutuhkan hadiah apapun. Cukup kehadiran mereka secara lengkap, sehat, dan kami berkumpul bersama dihari spesial saya. Tapi kalau diberi hadiah ya tidak menolak *lah. Jam tangannya terpakai sampai sekarang, meski hanya saat olahraga saja. Bukan hanya saat lari, juga semua olahraga yang saya lakukan. Saya tidak terlalu suka memakai smartwatch diluar jadwal olahraga. Merasa dimata-matai :))) Lebih nyaman memakai jam tangan biasa saja.
Beberapa teman, sahabat, keluarga di Belanda dan Indonesia pun mengucapkan lewat whatsapp. Menambah kebahagiaan saya tentunya. Saya pasang di sini foto dari beberapa ucapan tersebut. Saya tidak mengumumkan di media sosial kalau sedang berulang tahun. Memang selama ini seperti itu. Cukup orang – orang terdekat saja yang memang selama ini tau dan tak pernah absen mengucapkan. Itu lebih terasa intimnya. Lebih bermakna dihati. Makin tua, ulang tahun ingin yang sederhana tapi bermakna.
Karena kami perginya sekitar jam 10 pagi, saya masih ada waktu membuat kuah bakso untuk lebaran esok harinya. Curi – curi waktu ceritanya haha. Lumayan kan, memanfaatkan waktu seefisien mungkin.
Setelahnya, kami pergi. Tujuan pertama ke Water in Broekland. Kami sekeluarga baru pertama kali datang ke kedua kota ini. Kotanya saling berdekatan dan tidak jauh dari Amsterdam. Jadi jika ada yang sedang liburan ke Amsterdam dan ingin melipir sejenak dari hiruk pikuk kota besar, bisa datang ke kota – kota yang areanya dikelilingi air dan minim turis seperti Marken, Water in Broekland, Monnickendam, Purmerend. Volendam juga termasuk, hanya saja turis di Volendam sudah melimpah ruah.
Saat di Water in Broekland, kami datang ke gereja setempat untuk melihat dalamnya seperti apa. Tidak disangka, ada acara pasar loak di sana. Wah saya kalap melihat segala pecah belah. Sampai pada pojokan gereja, saya melihat satu set peralatan makan. Lho, kok ternyata murah. Akhirnya saya beli semua. Satu set banyak ini, harganya hanya 10 euro. Masih bagus semua kondisinya. Saya seperti mendapatkan rejeki nomplok. Pas sekali, bisa dijadikan wadah hidangan lebaran keesokan hari. Bagaimana, cantik kan. Untuk cerita lebaran tahun ini, akan saya tuliskan terpisah.
Siangnya, kami makan di restoran lokal di Broek in Waterland. Yang sedang buka saat itu, Pannekoekenhuis atau arti harfiahnya rumah pancake. Jadi menunya segala pancake dengan topping macam – macam. Dari manis sampai asin. Anak – anak tentu senang sekali. Setelah melihat menunya, kami cocok, dan makan di sini. Saya lupa nama menu yang saya pesan, yang pasti rasanya enak.
Malamnya, kami makan di restaurant dekat rumah, tinggal jalan kaki saja. Rangkaian acara ulangtahun saya untuk hari ini, selesai sampai di sini. Keesokan hari, saya merayakan dengan teman – teman yang datang ke rumah karena akan berlebaran bersama. Sementara itu, sampai sekarang yang saya undang hanya satu orang yang tau kalau waktu itu saya sedang berulangtahun.
Ulang tahun angka kembar ini sangat bermakna untuk saya. Bukan hanya angkanya saja yang cantik, pun saya merasa cukup dan bertumbuh sebagai seorang Deny. Cukup dengan apa yang Allah titipkan saat ini, bersyukur tanpa henti dengan segala barokahNya, dan tidak lagi mempunyai ambisi yang muluk – muluk. Alhamdulillah sehat dan bahagia bersama suami dan anak – anak. Mempunyai hubungan yang baik dengan teman – teman dan sahabat yang masih ada sampai saat ini, menjaga hubungan yang secukupnya saja dengan keluarga.
Cukup menjalani hari, berencana seperlunya, lalu selebihnya serahkan pada Allah.
Angka memang benar hanya sebuah angka, tapi buat saya ini adalah sebagai simbol bertumbuh. Banyak hal yang terjadi, mengajarkan saya untuk menjadi jiwa yang lebih baik dan sebisa mungkin bermanfaat bukan hanya buat diri sendiri, pun bagi yang membutuhkan. Meluruskan hati bahwa semua tindakan dan perbuatan sebagai media untuk ibadah. Mendengarkan hanya yang baik saja, segala omongan buruk saya anggap sebagai gangguan kehidupan. Semoga langkah kaki dan segala ucapan menjadikan ke arah kebaikan.
Semoga pertambahan angka umur ini menjadikan sebuah manfaat dan ladang kebajikan.
Akhir bulan Januari 2025, tepat 10 tahun saya tinggal di Belanda dan merasakan winter ke 11. Senang karena saya tinggal di sini bersama keluarga yang saya sayangi sepenuh hati : suami dan anak – anak. Keluarga suami juga baik dan perhatian. Mama mertua yang selalu memperlakukan saya dengan dengan penuh sayang. Punya beberapa teman Indonesia di Belanda yang baik sampai sekarang. Jumlah tidak banyak, tidak mengapa. Orang yang itu – itu saja yang penting saling mengisi dan memberikan kebaikan serta saling mengingatkan di depan jika salah satu dari kami sedang berada di luar jalur. Teman – teman yang membuat nyaman di hati. Pertemanan yang makin mengecil lingkarnya. Alhamdulillah. Tetangga sebelah rumah yang baiknya sudah rasa saudara. Lingkungan rumah yang menyenangkan, tinggal di desa yang juga sangat nyaman dan tenang. Punya rumah yang hangat Insya Allah dipenuhi dengan cinta dan kasih di dalamnya, sangat nyaman untuk kami berteduh dalam segala cuaca, dan tempat terbaik untuk tinggal.
Segalanya saya syukuri dengan peran yang pernah dan sedang saya jalani. Dari pernah bekerja, mempunyai usaha sendiri, sampai memutuskan menjadi Ibu Rumah Tangga yang penuh tinggal di rumah. Dari hanya berdua dengan suami, 5 kehamilan, dan 3 anak yang Alhamdulillah terlahir dan tumbuh sehat sampai sekarang. Banyak belajar hal baru dari menguatkan tekat belajar menyetir mobil sampai mendapatkan SIM, belajar baking di tempat yang professional, membuka usaha dan berdagang, mengambil banyak sertifikasi di luar bidang keilmuan, dan masih banyak lagi. Semuanya sangat bermanfaat untuk hidup saya di Belanda.
Menjalani tahun demi tahun dengan segala naik turunnya dengan ikhlas. Dijalani saja. Pahitnya tidak perlu diumbar terlalu detail di media sosial. Ditelan sendiri dan hanya suami yang tau semuanya. Kalaupun ingin bercerita, saya akan memilih mereka yang amanah. Berbagi di media sosial yang bikin bahagia saja. Tinggal di negara orang, berapapun lamanya, tentu saja rasanya tetap sebagai pendatang. Beda rasa, seperti tidak memiliki. Yang namanya negara, tidak ada yang sempurna. Sama dengan manusia.
Namun saya sudah merasa negara ini sebagai rumah. Tempat di mana saya bisa kembali pulang dan merasa nyaman, bahagia, dan tenang. Setiap langkah, saya jalani dengan perlahan. Hidup yang pelan. Tidak terburu waktu, tidak tergesa, dan tidak butuh membuktikan apapun. Saya bisa menjadi diri sendiri. Tidak harus memikirkan lagi dan terusik pendapat orang lain. Selama tidak merugikan siapapun, kepala saya tetap tegak melihat ke depan. Tidak perlu membandingkan diri sendiri dengan apapun dan siapapun. Yang terutama tetap saya, suami, dan anak – anak. Itu saja sudah lebih dari cukup.
Selama tinggal di Belanda, saya selalu bermusuhan dengan musim dingin. Setiap musim dingin, saya selalu jatuh sakit. Tapi tahun ke 10 ini, ajaibnya, saya segar bugar. Sama sekali tidak sakit. Mungkin karena saya rutin lari karena persiapan Half Marathon di Den Haag. Atau mungkin juga mental saya pada akhirnya sudah menerima, ya mau bagaimana lagi. Musim dingin akan selalu datang tiap tahunnya. Tinggal dijalani saja, tidak perlu terlalu dipikirkan. Tinggal di Belanda juga mengajarkan saya untuk tidak terlalu overthinking. Dijalani saja. Toh tiap manusia ada saja cobaannya. Dan pasti banyak juga masa bahagianya. Semua tidak ada yang abadi. Tinggal dijalani, banyak berdoa, dan berserah. Yakin bahwa langkah kaki saya di sini pun semua atas ijin Allah. Dia yang akan memberikan perlindungan dan kekuatan.
IJIN TINGGAL DI BELANDA
Bulan November 2024, saya mendapatkan surat dari kantor imigrasi Belanda kalau ijin tinggal saya akan segera berakhir masa aktifnya. Saya diminta untuk memperpanjang sebelum tanggal yang sudah disebutkan. Kalau tidak salah ingat, ini sudah ketiga kali saya memperpanjang ijin tinggal. Saya sudah mendapatkan ijin tinggal permanen sejak tahun ke 4. Jadi proses memperpanjang ini tidak perlu memasukkan dokumen – dokumen apapun. Tinggal memberikan konfirmasi ke pihak imigrasi (lewat online) beberapa informasi terkait.
Tepat akhir bulan Januari 2025, saya datang ke kantor imigrasi di Belanda untuk mengambil kartu ijin tinggal saya yang permanen yang sudah diperpanjang. Persis 10 tahun lalu, ditanggal yang sama, saya juga datang ke kantor imigrasi Belanda untuk mengambil kartu ijin tinggal sementara. Pas tanggal kedatangan saya di Belanda. Bedanya, sekarang kantor imigrasinya sudah pindah. Rok yang saya pakai 10 tahun lalu, saya pakai juga ke kantor imigrasi tahun ini. Roknya sih masih muat ya, badan saya saja yang melebar :))). Tulisan saya 10 tahun lalu, bisa dibaca di sini. Jadi bisa melihat muka saya 10 tahun lalu dibandingkan dengan foto di bawah ini.
MERAYAKAN 10 TAHUN DI BELANDA
Pagi itu langitnya cantik sekali. Saya menerima bunga dari suami dan sebuah hadiah. Dia bilang, untuk merayakan sepuluh tahun di Belanda. Malamnya kami makan bersama di sebuah restoran. Makan segala macam ada. Kami memang keluarga yang merayakan apapun. Bahkan tiap tahun pertambahan saya tinggal di sini, selalu dirayakan. Apalagi tahun istimewa ini, satu dekade. Saya sendiri tidak memasak, hanya membuat kue lumpur kentang karena tiba – tiba ingin makan.
Sepuluh tahun di Belanda, saya tidak punya ambisi apapun lagi. Tinggal menjalani hidup, menikmati tiap harinya dengan pelan dan sadar, sehat jasmani rohani, selalu bersyukur, berusaha menjadi orang yang bermanfaat dan memberikan banyak berkah, bisa menyeimbangkan peran antara diri sendiri, Ibu, dan seorang istri.
Itu saja, tidak ada yang hal yang muluk.
Yang penting hati tenang, nyaman, dan bahagia pun mengikuti.
Dunia blog saat ini, tidak seramai 11 tahun lalu saat saya mulai menulis di WordPress. Sebelum aktif di sini, saya juga rajin menulis di Blogspot, Multiply, Tumblr. Friendster termasuk tidak ya, karena dulu juga rajin curhat di sana. Ya tulisan saya di blog memang tidak jauh dari curhat, cuma tampilannya saja yang berbeda. Kalau di Blogspot, curhat dalam bentuk puisi. Di Multiply sering menuliskan kegundahan dalam bentuk tulisan pendek.
Di WordPress, saya mulai belajar menulis panjang tentang dokumentasi kehidupan sehari – hari, peristiwa terkini yang terjadi, cerita jalan – jalan, sampai cerita keluarga. Menulis di sini, dari saya dan suami belum menikah, sampai sekarang kami sudah punya anak tiga. Hanya saja, untuk cerita tentang anak – anak, memang saya batasi tidak saya buka semua di sini. Cerita tentang suami juga, tidak terlalu banyak. Saya membatasi menuliskan tentang keluarga, berkaitan dengan privasi. Sebagian besar yang saya tuliskan di sini ya tentang kegiatan saya, kegelisahan, maupun uneg – uneg di kepala yang perlu dikeluarkan.
Blog ini awalnya dibuat karena komitmen kami berdua untuk menulis, pun karena suami suka menulis. Itu kenapa nama blognya Deny dan Ewald. Walaupun Denald sendiri bukan singkatan nama kami berdua (meskipun kalau cocoklogi sebenarnya bisa ya hahaha). Awal – awal memang masih dijalur yang benar, suami masih menulis di sini. Lama – lama dia mangkir dan menulis di blognya sendiri. Lah, bagaimana ini :))) Ya sudah, selanjutnya saya sendiri yang solo karir di sini.
Denald itu nama alias yang sudah saya gunakan sejak SMP. Denald kependekan dari Deny suka Donald hahaha iya, Donald Duck. Saya memang penggemar Donald.
Seingat saya, 2014 sampai sekitar sebelum pandemi, WordPress masih ramai. Masih banyak yang menulis lalu saling berbalas komentar. Dari cerita sehari – hari yang ringan sampai pembahasan berat seperti politik. Dari yang hanya kenal di dunia blog, sampai kopi darat dan berteman sampai sekarang. Saya masih berteman baik sampai saat ini dengan beberapa blogger yang kenal di WordPress kisaran tahun 2014 – 2017, sering jalan bareng, ngobrol nyambung, ketemuan kalau mudik, sampai nggosip di WhatsApp. Ada juga yang sudah tidak sejalan lagi. Namanya dinamika kehidupan, ada yang datang dan ada yang pergi. Tidak mengapa.
Semakin tahun, saya mulai merasa dunia blog semakin sepi, terutama di WordPress. Entah untuk media blog yang lain. Setidaknya beberapa blogger yang saya ikuti sudah jarang sekali menulis, bahkan memutuskan tidak menulis di blog lagi dan pindah ke media sosial. Misal lebih aktif menulis di twitter, Quora, Substack atau beralih jadi konten kreator di tiktok, Youtube, dan Instagram. Semakin maraknya media sosial, bisa dipahami kalau ngeblog itu jadi hal yang membutuhkan ekstra. Bukan hanya ekstra fokus, waktu, pun tenaga. Sementara menulis di media sosial, bisa dengan cerita singkat atau bahkan tanpa cerita hanya unggah foto atau video saja. Menulis panjang di blog lebih nyaman di depan laptop atau komputer, sedangkan di media sosial bisa dilakukan melalui telefon genggam. Belum lagi, ada yang sudah membayar biaya anggota per tahun di blog kemudian jarang menulis, berasa rugi uang. Sedangkan di media sosial, gratis.
Sayapun mengakui, sejak pandemi, menulis di WordPress frekuensinya jadi jarang. Apalagi sejak di twitter saya pelan – pelan mempunyai banyak pengikut, akhirnya lebih aktif di sana. Interaksinya pun menyenangkan. Instan dan menemukan komunitas baru. Bisa dijadikan tempat berjejaring. Menulis di blog jadi bolong – bolong. Ditambah aktifitas saya di dunia nyata yang memang lumayan menyita waktu. Mengurus 3 anak yang super aktif, ada bisnis yang dikerjakan, berjibaku dengan kegiatan sehari – hari, dan menyoba menyeimbangkan peran antara sebagai istri dan tidak melupakan diri sendiri.
Setahun belakang ini, saya pun menambah media sosial di Instagram dan Threads. Memang cari perkara baru nambah medsos ini. Dipikir kebanyakan waktu padahal sehari – hari bisa duduk cantik saja sudah Alhamdulillah :))) Makin jaranglah saya ngeblog. Terlena dengan “mainan” baru. Terlena dengan segala kenyamanan di sana. Meskipun pada akhirnya, saya putuskan untuk hiatus di semua platform media sosial yang saya punya sejak 6 bulan terakhir. Bosen juga ternyata dan saya ingin kembali fokus dengan dunia nyata. Fokus dengan diri sendiri.
Saya kembali lagi aktif ngeblog 3 bulan belakang ini. Sejak awal ngeblog dulu, memang tujuan saya untuk mendokumentasikan dan menumpahkan apa yang ada di kepala, secara runtun. Dari kecil saya memang suka menulis. Bahkan karena suka menulis, saya pernah ikut keroyokan menulis di beberapa buku. Ceritanya saya tuliskan di sini. Dulu senang sekali kalau setelah menulis lalu ada yang meninggalkan komentar. Saling berbalas jawaban. Sekarang menyadari WordPress mulai sepi, jadi saya sudah niatkan bahwa ada atau tidak ada yang komen, menulis tetap berjalan. Kalau ada yang baca Alhamdulillah, tidak ada yang baca ya tidak masalah. Ada yang meninggalkan komentar saya senang, kalau tidak ada yang komentar sama sekali, ya sama senangnya.
Kesenangan ngeblog sekarang buat saya mulai bergeser. Bukan lagi tentang interaksi antar blogger, tapi lebih ke berinteraksi dengan pikiran sendiri. Berkoneksi dengan diri sendiri. Dulu juga begitu, sekarang lebih intensif lagi. Perlahan mulai menata kembali fokus di otak yang sempat kocar kacir karena terlalu aktif di media sosial dengan kesenangan instan dan konten yang pendek – pendek. Sekarang lebih berteman dengan sunyi di blog. Saya menulis sekarang untuk meditasi dan ketenangan diri. Bukan lagi untuk mencari gegap gempita tenar ataupun pujian. Dan kesenangan ngeblog memang tidak tergantikan, buat saya.
Tentang semangat ngeblog, saya pernah menuliskan tema ini juga saat hari blogger Nasional tahun 2021. Silahkan baca di sini. Sama dengan yang saya tuliskan di sana, sampai kapanpun, saya akan tetap semangat ngeblog. Rasanya beda antara menulis di blog dan di media sosial. Di blog selain bisa menulis panjang, juga bisa melatih runtun dan fokus. Sedangkan di media sosial, memang lebih gampang dan ringkes, tapi rasanya berbeda. Kurang penuh, ada ruang kosong yang tidak bisa terisi oleh menu – menu canggih media yang lain.
Kalaupun saat saya menulis panjang di media sosial, misal Instagram, tetap saja tidak dibaca dengan tuntas oleh mereka yang melihat foto yang saya unggah. Tetap menanyakan apa yang sudah ditulis di sana. Ingin tepuk kepal, tapi ya sudah, mencoba memahami. Karakteristik pengguna Instagram memang suka yang singkat padat. Memang harusnya di Instagram itu tidak untuk menulis panjang tapi mengunggah foto dengan cerita yang ringkas. Saya yang biasa menulis di blog, lumayan kagok juga ketika saat itu mencoba aktif di sana. Bahkan mengunggah Insta Story saja, pasti ada cerita panjangnya hahaha. Susahlah saya beradaptasi. Walau ternyata ya banyak yang suka dengan unggahan story saya yang penuh cerita itu. Karena kalau membuat story, saya selalu persiapkan dengan matang. Tidak asal unggah. Pasti ada cerita yang dituliskan.
Buat saya, menulis di blog tetaplah yang terbaik. Meski ngeblog bukan tren lagi di masa kini, saya akan tetap setiap menulis di sini.
Terima kasih untuk kalian yang sudah mampir ke blog saya dan membaca segala tulisan dari semua suasana hati, opini, cerita perjalanan, ataupun cerita acak lainnya. Terima kasih untuk yang meninggalkan komentar. Terima kasih sudah menyediakan waktu untuk bertahan membaca sampai selesai.
CPC Loop Den Haag adalah acara lari tahunan yang diselenggarakan di Den Haag. Ada beberapa jarak dari 5km, 10k, sampai Half Marathon 21.1km. Itu untuk kategori dewasa. Untuk anak – anak, jaraknya berbeda lagi. Setiap tahun sejak pindah ke Belanda, saya hampir selalu mengikuti acara ini untuk lari jarak 10km. Cerita yang tahun 2015, bisa dibaca di sini. Bahkan saat saya hamil anak terakhir, usia kandungan hampir menginjak trimester tiga, saya ikut juga CPC Loop Den Haag untuk jarak 5km. Cerita lengkapnya ikut acara lari saat hamil besar, bisa dibaca di sini.
Nah, karena sudah bertahun – tahun saya rajin ikut yang kategori 10km, rasanya butuh tantangan baru. Beberapa kali mencoba menguatkan niat untuk naik ke jarak 21.1km alias Half Marathon, beberapa kali pula mengurungkan niat. Merasa kok jauh sekali hahaha. Rasanya kapan selesainya itu lari. Sementara saya kan larinya super lelet. Selama ini pun lari buat saya adalah hobi. Bukan hal yang ambisius harus cepat. Senyamannya saja.
Lalu akhir tahun 2023, saya mengumpulkan niat mendaftar half marathon untuk tahun 2024. Itu beberapa bulan setelah melahirkan. Ternyata belum direstui Allah, mungkin karena masih ada bayi. Disuruh fokus dulu dengan bayi, tidak usah pecicilan :))) Bulan Januari 2024, saya sakit parah sampai 2 minggu tergeletak dan tempat tidur jadi teman setia. Padahal half marathonnya bulan Maret. Setelah masa kritis terlewati, saya butuh waktu untuk penyembuhan sebulan. Walhasil ya selama 2 bulan tak ada latihan. Sebulan menjelang hari H, dengan kesadaran penuh, saya turunkan ke 10km saja. Selain alasan sakit, waktunya pun tidak sesuai dengan bayi kami tidur dan bangun. Jadi ya sudah, half marathon kapan – kapan saja. Cerita CPC Loop tahun 2024, saya tuliskan lengkap di sini. Enak ya punya blog, jadi dokumentasinya lengkap dan terperinci. Itulah kenapa saya tidak bisa berhenti ngeblog. Lebih jelas dokumentasinya.
Akhir tahun 2024, saya niat lagi untuk mendaftar half marathon untuk tahun 2025. Saya sudah berniat bulat, tahun 2025 harus jadi. Tahun yang akan banyak memperingati hari – hari yang bersejarah dalam hidup saya. Jadi saya bertekat kuat untuk latihan secara rutin. Setelah mendaftar sekitaran Oktober – November, saya mulai latihan yang terstruktur. Dari jarak, waktu, sampai intensitas pun terukur. Bahkan saat pagi beku pun saya tetap bangun, untuk latihan lari. Semua saya lewati dengan penuh sungguh – sungguh. Semua latihan ini saya dokumentasikan alias pamerkan di story Instagram apakabar.denald (dan saya taruh di highlight). Tapi sekarang sedang hiatus Instagram.
Niat saya bukan untuk mempercepat tempo lari per menit. Tujuan saya latihan teratur cuma dua : Bisa finish dalam waktu 3 jam dan tanpa cedera.
Bulan Februari, saya ikut race di dekat rumah, 10km. Kok ya pas banget cuacanya sedang dingin parah dan berangin hebat. Jadi lari sambil melawan badai angin. Saya pikir, ya sudah anggap saja latihan buat Half Marathon. Mendekati bulan Maret, saya semakin grogi. Latihan juga saya rasa cukup. Alhamdulillah musim dingin kali ini saya tidak jatuh sakit. Biasanya musim dingin tidak pernah terlewati tanpa sakit.
CPC Loop tahun ini, pas banget dengan Ramadan. Karena saya masih menyusui, jadi saya belum ikutan puasa. Seminggu sebelum hari H, dapat kiriman email dari panitia menginformasikan kalau hari H prakiraan cuaca akan terik. Jadi disarankan memakai pakaian setipis mungkin, minum yang banyak dan cukup terhidrasi. Cuaca yang terik nih membuat mental saya agak goyah. Saya bilang suami, terus apa tidak ya. Takutnya pingsan. Mulai nih bisikan – bisikan untuk turun saja ke 10km.
Tapi saya menguatkan hati untuk tetap maju tak gentar menjalankan ibadah Half Marathon. Bismillah.
Tepat tanggal 9 Maret 2025, jadi tanggal bersejarah dalam perjalanan saya di dunia lari. Half Marathon pertama akhirnya dijalani. Dengan mengucap banyak doa dan deg – degan tidak karuan, terlewati juga garis start. Saya menggunakan pakaian senyaman mungkin dan jilbab setipis mungkin. Saya mulai lari jam 11 siang, karena wave terakhir hahaha wave 3. Pas saya baru mulai lewat garis start, yang wave 1 elite runner sudah sampai finish :)))) padahal mulainya jam 10. Beneran uji mental. Suhu 17 derajat celcius. Bayangkan, biasa latihan disuhu 1 digit sekitaran 5 derajat bahkan 0 derajat, eh pas hari H, suhunya jadi 17 derajat. Mana larinya melawan sinar matahari. Ongkepnya Subhanallah bukan main.
Ya sudah, saya hanya bisa pasrah. Niat saya dari 2 akhirnya jadi 1. Sampai finish dengan sehat, happy, tanpa cedera. Saya sudah tidak memikirkan berapa lama lagi waktu sampainya. Senyampainya saja. Saya yakin pasti dtunggu panitia haha.
Sewaktu di km 4, ada peserta orang Belanda tiba – tiba memelankan lari dan jejer saya, bertanya, “kamu puasa Ramadan? kuat kamu lari cuaca terik begini?” Saya kaget sekaligus terharu ada yang bertanya tentang Ramadan. Saya bilang kalau tidak puasa karena masih memberikan ASI. Dia lalu bilang. “hebat! Sukses ya!!” lalu dia pamit lari lebih dulu.
Saat km 5, ada water station. Wah saya minum langsung banyak. Haus sekali. Panas dan ongkepnya luar biasa. Lalu saya melanjutkan lari. Nah setelah lewat km 6, ada mobil panitia menghentikan lari saya. Mereka bilang, waktu saya lewat dari skema yang mereka tetapkan. Jadi saya disuruh menyudahi lari dan ikut masuk ke mobil mereka. Wah saya kaget donk. Seumur – umur ikut race, baru kali ini disuruh stop lari. Lalu saya bilang, bisa tidak saya melanjutkan lari sampai finish, tapi lari di trotoar. nego ceritanya. Setelah berunding dengan sebelahnya, akhirnya dibolehkan. Saya tidak menoleh ke belakang karena saya pikir jadi peserta HM yang terakhir. Wah ketika menulis ini, saat ini, saya jadi merasakan lagi traumanya. Yang membekas dan membuat saya jadi punya kenangan yang tidak nyaman untuk diingat tentang HM pertama.
Lalu saya melanjutkan lari di trotoar. Sementara truk yang mengambil pembatas – pembatas di jalan raya, bersisian dengan saya lari. Jalan raya kembali dibuka. Jadi sepanjang km ke 7 sampai km ke 15 kalau tidak salah, saya lari di trotoar. Km ke 15 saya lari lagi di jalan raya karena rute steril untuk yang race 10km. Lumayan ya, karena jadi peserta lelet, ikut nebeng rute :))). Nah di titik ini, saya dengar kok banyak suara sirine. Saya pikir apa ambulan atau polisi. Dikemudian waktu saya baru tau kalau banyak peserta half marathin yang tidak sampai finish karena tumbang dan harus dibawa ke RS. Penyebab terbesarnya dehidrasi dan kepanasan parah.
Saat lewat rute pantai yang menanjaknya wassalam curam, saya akhirnya jalan kaki saja sambil foto – foto hahaha anggap istirahat sesaat. Lumayan, mumpung langit biru. Sekalian saya mengunyah energy bar. Lapar berat. Lalu saya lanjut lari lagi. Sewaktu dikm ke 18, saya telpon suami yang sudah menunggu di garis finish bersama anak – anak. bertanya apa saya selesai saja ya. Kok rasanya ga sampai – sampai ini. Mulai halusinasi. Kata suami terus saja karena peserta 5km juga baru saja lewat start. Sayang, kurang 3km lagi. Saya pikir iya, sayang kurang sedikit lagi. ya sudah saya lari sambil selang seling jalan kaki.
Yang paling menyenangkan dari event lari di kota besar dan taraf Internasional. sepanjang jalan pasti ada saja yang menyemangati. Dari berteriak, diberikan camilan, diputarkan musik, sampai dijejeri lari supaya tidak berhenti. Karena saya peserta yang ngotot sampai finish meski waktunya melset jauh, jadi saya pun mendapatkan ekstra penyemangat dari mereka. Terharu lah pokoknya. Diteriakkan nama saya.
Singkat cerita, akhirnya sampai finish juga, bersamaan dengan peserta jarak 5km hahaha. Jadi saya nyempil diantara mereka. Untung saja suami melihat saya, lalu dia berteriak. Saya sampai putar balik lagi untuk mencium anak – anak yang menunggu lama di garis finish. Anak ragil digendong papa di pundak. Saya sampai terharu ditunggu mereka.
Tentu saja setelah selesai Half Marathon, saya pamerkan di semua media sosial saya haha. Salah satu sahabat malah salah fokus dengan lipstick yang saya pakai, kok bisa tetap merah merona meski sudah lari lebih dari 21km. Lha ini juga penting, memilih lipstick yang tepat saat race. Jadi saat difoto tetap bagus :))))
Rasanya tuntas sudah perjuangan latihan selama ini saat saya diberikan medali. Meski catatan waktu meleset jauh dari yang saya rencanakan, bersyukur sekali sampai finish dengan sehat dan tanpa cedera. Meski kebahagiaan saya sempat ternoda karena adegan diciduk panitia :))) tetap rasa syukur tak henti saya ucapkan.
Suami dan anak – anak menyambut saya di pintu keluar dengan bunga. Mereka satu persatu memeluk saya dan mengucapkan selamat karena sudah menyelesaikan Half Marathon yang pertama. Medali Half Marathon ini juga buat mereka, yang selalu saya tinggal saat akhir pekan untuk latihan lari jarak jauh. Mereka di rumah yang merelakan waktu agar saya bisa lari. Saya yang seringnya sudah pergi lari saat mereka belum bangun tidur. Half Marathon yang pertama ini sangat berarti bukan untuk saya sendiri sebagai ajang pembuktian kalau saya bisa, juga buat anak – anak dan suami yang tak pernah putus mendukung dan memberikan semangat pada saya dari sebelum mendaftar, proses latihan selama 6 bulan an, sampai menunggu di garis finish.
Saya betul terharu menahan tangis. Tuntas sudah yang saya jalani selama ini. Latihan disiplin, tetap lari meskipun musim dingin, mengalahkan rasa malas, dan tetap maju sampai titik maksimal kesanggupan. Alhamdulillah saya sanggup sampai garis akhir.
Half Marathon inipun punya arti yang spesial karena :
Marayakan 10 tahun tinggal di Belanda dengan segala warna warninya.
Merayakan 10 tahun status saya sebagai lulusan S2.
Merayakan ulangtahun angka kembar dibulan yang sama Half Marathon.
Merayakan 10 tahun sejak pertama ikut CPC Loop Den Haag.
Merayakan 10 tahun rutin berlari selama di Belanda.
Merayakan diri sendiri yang tak pernah menyerah dan gigih memperjuangkan apapun yang sudah dijalani. Menyelesaikan dengan baik apapun yang sudah dimulai.
Merayakan status sebagai Ibu 3 anak dengan 5 kali kehamilan.
Merayakan tuntas menyusui sampai ketiga anak yang sampai saat ini dan semoga seterusnya tumbuh sehat, aktif, pintar, kreatif, dan semoga bahagia.
Merayakan segala kemenangan dari yang kecil sampai yang besar dan berkah yang sudah didapat selama ini
Merayakan 11 tahun pernikahan dan 12 tahun saling mengenal dengan suami.
Half marathon ini sebagai pembuktian meski sampai finish dengan waktu 3 jam 25 menit, Alhamdulillah saya tidak menyerah. Meski ada opsi untuk naik tram saja kembali ke tempat acara (ya km ke 18 sudah sempat memikirkan opsi ini hahhaa) tapi saya masih diberikan kewarasan pikiran untuk lanjut sampai selesai. Banyak peserta yang tidak bisa menyelesaikan sampai finish, saya diberikan kekuatan, kesehatan, sampai menyelesaikan apa yang sudah saya impikan. Yang penting sudah mencoba dan tau rasanya.
Sampai ke rumah, langsung menyantap soto ayam :))).
Buat saya, half marathon pertama ini bukanlah sekedar sebuah medali. Tapi kegigihan, perayaan, dan penghargaan terhadap diri sendiri dan keluarga yang selalu mendukung langkah saya. Dan tak lupa, tentang semangat dan pantang menyerah.
Setelah ini Half Marathon lagi atau Marathon?
Enggak dulu. Saya masih belum sanggup meninggalkan anak – anak dalam waktu lama untuk latihan. Nanti saja kalau mereka sudah lulus SD, mungkin akan memikirkan. Setelah ini, ganti cabang olahraga jalan cepat saja :)))
Tapi, never say never kan ya. Siapa tau tahun depan ikutan HM lagi.
Sekian cerita kali ini. Terima kasih sudah membaca sampai akhir.
Saat sedang menyusun rencana kasar tempat mana saja yang akan kami kunjungi selama di Swedia, tentu saja kami memasukkan agenda untuk hiking. Mumpung di Swedia gitu kan ya yang banyak tempat untuk hiking dan juga banyak Taman Nasionalnya. Kami memutuskan untuk setidaknya pergi ke 1 wilayah hiking yang ramah untuk anak – anak. Artinya, medannya tidak terlalu susah. Saya mulai googling dan menemukan beberapa tempat. Lalu saya juga menghubungi satu orang mutual di twitter dan Instagram yang tinggal di Malmo, apakah ada rekomendasi dari dia Taman Nasional yang bagus dan ramah untuk kami pergi hiking. Lalu dia mengusulkan ke Söderäsen National Park. Pas sekali, lokasinya tidak jauh dari tempat kami menginap selama di Landskrona.
Persiapan kami untuk hiking, sangat maksimal. Maksudnya, dari segi perlengkapan. Kami sekeluarga sampai membeli sepatu baru khusus hiking dan suami membeli apa ya namanya semacam tas panggul yang bisa membawa anak kicik, merk Deuteur. Saya bilang mending beli yang tangan kedua saja, wong cuma dipakai selama liburan musim panas. Di Belanda yakin tidak akan terpakai. Lagian anak ragil sebentar lagi sudah tidak muat untuk dipanggul. Dia bilang, tidak masalah beli baru. Nanti kalau sudah tidak terpakai bisa dijual lagi. Ya sudah, uang dia ini.
Selain sepatu khusus hiking, kami bahkan hampir membeli celana khusus. Tapi setelah dipikir – pikir dan setelah melihat medan di taman nasional di wilayah Swedia bagian selatan, tidak terlalu serius dibandingkan Swedia bagian utara yang nampak lebih sulit. Akhirnya kami batalkan membeli celana khusus hiking. Pakai yang ada saja. Selebihnya, kami menggunakan tas ransel yang sudah dipunya, lalu anak – anak juga memakai jaket yang sudah ada di rumah. Musim panas kan, jadi semoga cuaca juga tidak terlalu buruk selama hiking.
Kami ke Söderäsen National Park saat hari terakhir di Landskrona sebelum pindah ke Enkoping, dekat dari Stockholm. Hari H, kami bangun pagi dan saya mulai mempersiapkan bekal makan siang dan camilan yang akan dbawa selama hiking juga minuman. Suami membawa roti isi, sedangkan saya dan anak – anak makan mie goreng dengan lauk telur dadar. Standar bekal orang Indonesia hahaha. Saat tiba di lokasi, tempat parkir masih belum terlalu ramai. Memang kami sampainya masih hitungan pagi, jam 10. Taman Nasional ini karena lokasinya sangat luas, jadi ada beberapa pintu masuk. Kami memilih pintu masuk yang paling dekat dengan tempat kami menginap. Bisa dibaca di sini untuk deskripsi lengkapnya tentang Taman Nasional Söderäsen.
Suami dan anak – anak ke toilet terlebih dahulu sebelum kami mulai masuk ke dalam lokasi. Di bagian depan, ada peta dan pilihan rute. Setelah berunding, kami memilih rute yang paling jauh yaitu 10km. Ya kalau ternyata rutenya terlalu menantang dan anak – anak capek, nanti bisa potong rute. Untuk 2 kilometer pertama, rute yang kami pilih ini masih bisa diakses untuk kursi roda atau kereta bayi. Setelahnya, mulai jalan setapak biasa.
Awalnya jalan setapak masih datar tanpa tantangan apapun. Kanan atau kiri masih lebar dan ada aliran sungai. Setelah makin jauh, jalanan makin susah karena melewati bebatuan yang lumayan runcing. Lebar jalan pun makin mengecil. Untuk tanda arah, sangat jelas sekali. Papan nama bahkan warna rute yang dipilih juga jelas. Jadi tinggal mengikuti arah.
Saat sudah memasuki km ke 5, anak – anak mulai bilang capek dan ingin istirahat dulu. Kami bilang tunggu sebentar karena akan sampai ke tempat khusus istirahat. Pas juga waktunya untuk makan siang. Selama jalan, saya juga sudah memberikan camilan dan minuman untuk mereka, termasuk anak ragil yang anteng digendong papanya di punggung. Sepanjang jalan digendong, dia juga tidak berhenti bernyanyi sesuai bahasanya sendiri :))) lumayan, kami jadi ada hiburan.
Sampai ke suatu area, kami mulai bingung karena tanda berwarna di pohon tidak muncul lagi. Bahkan ada pohon di depan yang nampaknya sengaja dirubuhkan untuk menghalangi jalan. Artinya, kami harus mendaki ke atas karena terlihat dari tempat kami berdiri, seperti nampak ada bangunan. Sempat ragu apakah harus jalan terus atau menanjak ke atas. Ini medannya susah sekali untuk ke puncak. Tapi ya tidak ada pilihan lain. Ada sih sebenarnya, putar balik. Tapi sayang kan sudah sampai hampir puncak malah putar haluan.
Akhirnya kami pelan – pelan naik. Anak – anak sudah mulai mengomel. Saya berikan semangat ke mereka kalau sebentar lagi sudah sampai atas dan makan siang bekal mie goreng. Setiap mendengar kata makanan, mereka langsung ceria. Memanglah darah Indonesia yang melekat ke mereka lebih kuat. Orang Indonesia kan kalau dipancing makanan langsung bersemangat :))).
Suami sih yang merasa kesusahan naik karena harus memanggul anak kicik. Saking susahnya medan naik, saya sampai tidak bisa mendokumentasikan dalam video. Ya seperti biasa, di manapun berada tugas saya tetaplah jadi bagian dokumentasi dan konsumsi :)))
Setelah perjuangan panjang menanjak yang Ya Allah membuat ingat untuk menguruskan badan :)) akhirnya kami sampai ke semacam area istirahat. Tempatnya bersih, rapi, dan tidak ada sampah berserakan. Ada toilet juga, tempat sampah banyak, dan tempat semacam rumah berteduh. Kami istirahat di sini untuk makan siang. Saya dan anak – anak lahap sekali makan mie goreng Indomie yang khusus saya bawa dari Belanda. Suami bilang kok ya kepikira bawa Indomie dari Belanda. Saya bilang, “Lah ini sudah bekal wajib orang Indonesia kalau mau naik gunung, kemah, atau piknik. Indomie goreng plus telor dadar hahaha”
Setelah cukup beristirahat selama hampir setengah jam, kami melanjutkan perjalanan dengan rute turun kembali ke tempat parkir. Sama dengan sewaktu naik, kami juga mengikuti tanda di pohon atau tanda panah di tonggak kayu. Pemandangan dari atas, wah cantik sekali. Belanda itu kan negara yang sangat flat ya, datar seperti pancake. Jadi setiap ada kesempatan naik gunung atau bukit, kami selalu takjub dengan pemandangan dan rute yang kami lewati. Maklum, di Belanda tidak ada.
Di atas, ada satu area penuh dengan bunga warna ungu. Bukan lavender pastinya. Seperti bunga yang ada di taman nasional di Belanda. cantik sekali. Tentu saja saat di puncak, kami mengabadikan foto sekeluarga. Jangan sampai ini terlupa.
Rute turun lebih mudah. Ya iyalah, di mana – mana kan kalau turun lebih gampang dibandingkan naik. kecuali rutenya licin. Makanya kan orang lebih gampang tergelincir dalam kehidupan saat sudah susah – susah naik *bahasan mulai membelok.
Saat melintasi hutannya yang yang sangat hijau, Saya dan suami sampai terkagum, sepanjang jalan naik sampai puncak sampai turun ke parkiran, kami tidak melihat satupun sampah berserakan. Herannya lagi, sepanjang rutepun tidak terlihat tempat sampah. Hanya ada tempat sampah saat di area istirahat di puncak. Yang kami kagumi adalah kesadaran para pengunjung untuk tidak membuang sampah sembarangan. Saya acungi jempol dan benar – benar terkagum saat tulisan ini diunggah. Kalau hanya mengandalkan petugas kebersihan taman nasional, area yang sangat bersih susah terwujud kalau tidak diikuti dengan kesadaran tidak buang sampah sembarangan dari pengunjungnya. Benar – benar bersih lho dari semua bagia hutan. Salut!
Ada satu cerita yang tidak bakal saya lupa. Saya dulu kan anak gunung. Ya beberapa kali naik gunung. Jadi ada satu hal yang selalu dipegang anak gunung perihal jangan sombong jika naik gunung. Jangan congkak dan meremehkan. Nah, entah ini kebetulan atau apa, pada satu titik, saya membatin, “Ya kalau naik gunung seperti ini tidak bakalan tersasar, wong petunjuknya jelas sekali.” Lalu kami jalan terus. Lama – lama saya sadar kok tanda biru di pohon sudah hilang. Tinggal warna Oranye. Artinya kami akan menuju ke arah lain. Wah saya bilang suami jangan – jangan kita tersasar. Kami putuskan kembali arah. Ternyata benar donk, kami terlewat membaca tanda. Harusnya belok ke kiri, kami malah terus berjalan.
Makanya, jangan sombong bin congkak di gunung. Perhatikan arah dan tanda. Jangan sok – sok bilang tidak bakal tersasar. Dikabulkan lah yang dibatinkan.
Dengan drama menyasar yang lumayan jauh itu, akhirnya kami sampai juga di bawah, di pintu pertama masuk. Total 12km kami jalan dari awal masuk sampai turun ke pintu ke luar. Lumayan ya gempor. Untungnya anak – anak tidak rewel. Cuma bagian naik ke atas saja yang lumayan susah. Selebihnya mereka benar – benar menikmati hiking ini.
Sewaktu kami masih di atas, anak – anak bilang ke saya jangan jalan terlalu ke pinggir. Lalu saya tanya kenapa, dijawab, “Nanti kalau jatuh, Ibu bisa meninggal.” Saya tanya lagi kenapa kalau saya meninggal. Mereka jawab, “Sedih kalau tidak ada Ibu.” Saya tanya lagi kenapa sedih, kan kalau tidak ada saya, tidak ada yang marah dan mengomel di rumah. Jawaban mereka, “Nanti tidak ada masak enak, tidak ada yang menyiapkan baju. Ibu kan penyayang. Suka peluk, cium, dan bilang I Love You. Jadi jangan meninggal ya Ibu, aku cinta sama Ibu.” Lalu mereka berdua memeluk saya. Sementara suami sudah berjalan jauh di depan. Ini saat kami belum sadar sudah tersasar jauh.
Duh, saya jadi terharu mendengarkan omongan mereka. Ternyata, meskipun sering ngomel, ada juga hal baik yang diingat mereka dari saya. Ya setidaknya, tidak hanya ngomelnya saja yang diingat :))
Waktu liburan inilah yang sangat saya suka. Selalu ada momen – momen percakapan yang spontan dari anak – anak atau suami. Karena itu, saya menjadikan momen liburan sebagai waktu untuk benar – benar hadir sepenuhnya untuk keluarga. Pikiran dan badan untuk mereka. Itulah kenapa, kalau liburan, saya jauh – jauh dari media sosial. Bahkan liburan kali ini, saya uninstall media sosial dari telefon genggam saya.
Taman Nasional Söderäsen meninggalkan banyak kenangan manis untuk kami sekeluarga. Bukan hanya terkesan dengan rutenya yang bersih, alamnya yang cantik, dan medannya yang tidak terlalu susah, pun kami sekeluarga jadi bertambah lagi momen yang indah yang akan selalu kami ingat sampai anak – anak besar nanti.
Momen kebersamaan, mempererat ikatan satu sama lain, percakapan yang hangat, saling memberikan semangat, pengalaman baru, dan hadir sepenuhnya satu sama lain.
Kenangan yang sangat indah. Selain dokumentasi foto dan video yang tak kalah pentingnya.
Kembali ke cerita kompilasi gado – gado alias semua cerita yang bukan hanya akhir pekan, juga cerita sehari – hari dalam 3 minggu terakhir, saya jadikan satu unggahan.
KUNJUNGAN DARI COPENHAGEN
Setelah gagal bertemu Rani saat kami ke Copenhagen bulan Agustus lalu (awalnya mau ke Copenhagen hari Sabtu, dia lagi ikutan lomba lari. Dan kami juga tidak jadi ke Copenhagen. Saat hari minggu, Rani lagi panjat tebing ke Swedia. Selipan terus), akhirnya ketemu Rani malah di Belanda. Berunding ke sana sini enaknya di mana tempat untuk ketemuan, akhirnya saya udang dia ke rumah. Saya pikir lebih nyaman juga buat ngobrol dan saya tidak harus ke mana – mana membawa anak kicik. Saya masakkan Rani menu yang cocok untuk musim gugur. Bakso, mie ayam, dan segala gorengan. Orang Indonesia sih kurang komplit kalau ngobrol tanpa gorengan haha. Selain itu saya membuat tiramisu dan kue lumpur. Semua yang saya hidangkan buat Rani, saya masak semua sendiri. Demi menjamu tamu dari negara maju :)))
Kocaknya, salah satu oleh – oleh yang Rani bawa, sama persis dengan yang Kiki (tinggal di Denmark juga) berikan ke saya waktu kami ketemuan di Ribe. Jadilah saya sekarang punya koleksi coklat lempengan buat makan roti :))) (itu foto terakhir).
Ngobrol panjang lebar dengan Rani. Dari susahnya hidup sebagai pendatang, segala tes yang harus dilalui, sukanya juga hidup di negara masing – masing, sampai ke satu fakta bahwa Rani ini ternyata tau saya pertama kali dari membaca blog ini. Setelahnya kami saling berkoneksi di twitter lalu setahun belakang di Instagram. Wah saya jadi terharu. Rani membaca blog saya pertama kali tahun 2019 sebelum dia pindah ke Belanda. Semacam jumpa pembaca blog ini. Senang ngobrol banyak dengan Rani.
CERITA BAKING
Saya mulai rajin baking lagi nih. Setelah mati suri beberapa bulan ini. Lumayan mengisi waktu ya. Kan sedang rehat dari media sosial. Jadi banyak waktu luang sekarang. Bukan hanya baking roti yang menggunakan ragi alami, juga saya membuat kudapan manis. Roti yang saya buat juga bukan hanya yang berasa manis, juga roti keras untuk suami. Dia senang sekali saya kembali sibuk baking. Rumah kembali wangi roti dan butter. Pewangi alami.
KE RUMAH YAYANG
Suatu pagi saya menerima pesan dari Yayang. Dia sekeluarga Agustus lalu baru mudik. Dia ingin memberikan saya oleh – oleh. Jadi dia ingin ketemuan. Saya usulkan untuk ketemu di rumahnya saja saat dia sedang libur kerja. Memang jarak rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah saya. Hanya terpaut 10km sekali jalan. Dia bilang, ok. Akhirnya janjian hari Jumat. Saya ke rumahnya dengan naik sepeda. Ini pertama kalinya. Biasanya naik metro. Itupun sudah lama sekali.
Lumayan juga ya PP 22km (karena ada jalan yang ditutup, jadi harus memutar). Hujan agak rintik. Untung saya ada hiburan, anak ragil di boncengan nyanyi tiada henti. Jadi terasa tidak membosankan. Saya membawakan Yayang Banana Cake andalan. Lalu di sana saya bisa mencicipi segala keripik – keripik yang dibawa Yayang dari mudik. Lalu kami makan siang dengan mie ayam dan bakso.
Saya senang bisa ngobrol banyak dan bertukar kabar terkini dengan Yayang. Pulangnya saya dibungkuskan makanan.
RACE 10KM
Di kota sebelah, tiap bulan Oktober selalu ada event lari Half Marathon dan jarak – jarak lainnya. Tentu saja saya ikut yang 10km saja. Tahun lalu saya juga ikutan. Awalnya saya ingin ikut yang Half Marathon. Tapi setelah saya pikir – pikir lagi, kok males latihannya. Akhirnya saya mendaftar yang 10km saja. Kebetulan, anak – anak juga ikutan, termasuk anak ragil yang masih umur 2 tahun. Mereka tentu saja ikut yang jarak paling pendek, 600 meter. Eh kok 2 hari mendekati hari H, saya ambruk sakit. Akhirnya, suami yang menggantikan. Sayang daripada nomernya tidak terpakai. Ini dijoki suami sendiri hahaha. Dihasilnya, 10km selesai dalam waktu 1 jam. Sejarah dalam hidup,nama saya bisa selesai 1 jam 10 km :)))
Tahun lalu ada 3 medali, tahun ini menjadi 4 medali karena anak ragil ikutan. Di foto cuma ada 3 karena satunya entah ada di mana. Medali tahun ini bagus karena dari kayu. Unik desainnya. Saya senang sekali anak – anak juga suka dengan lari tanpa kami paksa. Mereka ikut dengan sendirinya. Mereka juga suka dengan olahraga lainnya.
MEMBACA 34 BUKU
Salah satu yang saya syukuri dari rehat media sosial adalah bisa membaca buku dengan fokus dan tanpa terdistraksi apapun. Lumayan saya jadi bisa menyelesaikan banyak buku yang isinya berat yang sudah saya beli tahun lalu tapi belum sempat saya baca. Dan akhir bulan September lalu, saya sudah melampaui target 30 buku. Sudah 34 buku terbaca (1 buku tidak ada di goodreads). Kalau sesuai rencana, kemungkinan sampai akhir tahun bisa 40 buku. Saat ini saya sedang membaca 3 buku pararel haha. Saya kalau membaca buku memang suka pararel.
LARI DAN JALAN KAKI
Olahraga seperti biasa tetap lari dan angkat beban di rumah. Sejak September, saya jadi senang untuk mencoba menekuni jalan kaki. Ternyata menyenangkan juga. Selama jalan kaki, bisa dengan tenang melihat sekitaran yang saya lewati. Menikmati pemandangan dan mendengarkan suara lebih khusyuk. Sekarang ke manapun, kalau memungkinkan, saya lebih memilih jalan kaki dibandingkan naik sepeda. Misalkan kemaren ke dokter gigi, biasanya saya naik sepeda. Tapi karena saya ada waktu sendiri (anak kicik sedang sekolah) dan cuaca tidak hujan, jadi saya jalan kaki saja ke sana. Lumayan PP bisa 7km.
Saya berencana, tahun depan akan mengurangi ikutan race lari dan beralih ikut event jalan kaki.
LANGIT CANTIK
Meskipun akhir – akhir ini warna langit sehari – hari adalah abu – abu, saya beruntung 2 pagi yang berbeda masih bisa melihat semburat warna yang cantik di langit. Dua foto di bawah ini saya lihat dari loteng yang paling atas, pada 2 pagi yang berbeda. Anak – anak saya sudah hafal, kalau langitnya nampak cantik, mereka pasti teriak antusias memanggil saya dan memberitahu lalu meminta saya untuk memfoto langitnya.
Hal – hal yang simple tapi bermakna seperti ini yang jadi penghiburan saya dimusim yang mulai gelap dan hujan terus setiap hari. Alhamdulillah masih diberikan kesempatan melihat langit yang cantik dan hati jadi gembira.
DAUN BERUBAH WARNA
Daun sudah mulai berubah warna, banyak yang sudah rontok malahan. Senang kalau melihat warna daun musim gugur. Yang tidak suka adalah melihat langit yang warnanya abu – abu. Ya langit belanda pada umumnya. Saya nikmati saja. Ya bagaimana lagi. Saya syukuri tiap harinya.
Sudah terlhat juga mulai banyak labu di mana – mana.
MASAK MEMASAK
Suatu hari, tiba – tiba ingin masak garang asem. Mumpung berlimpah tomat hijau hasil panen yang pernah saya unggah di sini ceritanya. Plus ada banyak belimbing wuluh di freezer. Wah, serumah makannya nambah – nambah. Anak – anak dan suami senang sekali dengan garang asem. Seger dan hangat di badan. Cocok untuk musim saat ini.
CERITA RANDOM LAINNYA
Saya kemaren ke dokter gigi. Kunjungan dadakan karena ada sakit di mulut. Setelah minggu lalu ke dokter umum belum membaik, Beliau bilang untuk periksa ke dokter gigi saja.
Karena sampai di komplek klinik terlalu cepat, jadi saya mampir saja ke toko India yang letaknya persis di depan klinik. Setelah memilih beberapa barang untuk dibeli, mata saya tiba – tiba melihat klenthang. Wah mata saya langsung berbinar. Terbayang segarnya sayur asem klenthang, makan dengan tempe goreng, dan sambel terasi belimbing wuluh. Tanpa pikir panjang, saya membeli 3 batang. Klenthang ini buahnya daun kelor. Sayur asem klenthang makanan orang Madura dan khas daerah Jawa Timur wilayah tapal kuda. Biasanya saya membeli Klenthang di pasar di Den Haag. Hanya satu stan yang berjualan, juga punya orang India.
Setelah membayar semua belanjaan, saya ke klinik. Si klenthang ini, karena memang panjang, jadi nongol di tas yang saya bawa. Saat diletakkan di kursi, terlihat mencuat sedikit. Seperti di foto kanan. Setelah diperiksa, dokter gigi tiba – tiba kaget melihat tas saya. Dia tanya apa itu yang mencuat. Dia pikir apa ular hahaha saya menahan tertawa. Saya bilang kalau itu sayur namanya Klenthang. Saya keluarkan dari tas dan memperlihatkan dari dekat. Lalu saya jelaskan juga kalau sayur ini biasanya dibuat sup asem. Dia yang belum pernah melihat klenthang sebelumnya, takjub :)))
Lumayan ya jadi duta makanan Indonesia. Memperkenalkan Klenthang :)))
Cerita penutup unggahan kali ini adalah kami ke Ikea. Setelah membeli beberapa barang yang kami butuhkan, seperti biasa pasti kami makan di restoran. Saat duduk, bangku belakang kami masih kosong. Tidak berapa lama terdengar ada beberapa orang yang sudah menempati. Lalu terdengar suara satu orang yang sedang melakukan video call. Suaranya lumayan kencang dan saya jadi tau, dari negara mana mereka (dari bahasanya tentu saja).
Setelah video call selesai, suara di belakang jadi anteng lagi. Tidak berapa lama, saya mendengar ada suara nyanyian dari telefon salah satu dari mereka. Otomatis saya menoleh. Suaranya itu keras sekali. Ternyata mereka sedang entah menonton film atau menonton konser musik dari telefon genggam karena mata dari 2 orang ini menatap layar telefon.
Saya dan suami jadi tertawa. Saya merasa sedang makan di warung yang ada suara musik dengan genre yang bisa menggoyangkan badan hahaha. Anak saya protes kenapa suara dari telefon mereka keras sekali. Saya bilang, biar nanti ditegur petugas Ikea. Sampai kami selesai makan, mereka masih khusyuk melihat lagu yang diputar di telefon genggam. Dan tetap dengan suara kencang. Dan tidak ada satu pegawai Ikea yang datang menegur.
Entah kenapa, saya kalau bertemu orang – orang dari negara ini, ada saja cerita uniknya. Angap saja ini kebetulan.
Warna – warni akhir pekan.
Selesai sudah rekapan cerita yang lumayan menarik untuk saya tulis di blog. Semoga bisa menghibur untuk yang membaca ya. Meskipun ngeblog sudah tidak populer lagi sekarang, tapi saya tetap akan ngeblog dan menuliskan hal – hal yang simpel seperti ini. Ada kenang – kenangan kalau dibaca lagi.