CPC Loop Den Haag 2025 – Virgin Half Marathon

Virgin Half Marathon

CPC Loop Den Haag adalah acara lari tahunan yang diselenggarakan di Den Haag. Ada beberapa jarak dari 5km, 10k, sampai Half Marathon 21.1km. Itu untuk kategori dewasa. Untuk anak – anak, jaraknya berbeda lagi. Setiap tahun sejak pindah ke Belanda, saya hampir selalu mengikuti acara ini untuk lari jarak 10km. Cerita yang tahun 2015, bisa dibaca di sini. Bahkan saat saya hamil anak terakhir, usia kandungan hampir menginjak trimester tiga, saya ikut juga CPC Loop Den Haag untuk jarak 5km. Cerita lengkapnya ikut acara lari saat hamil besar, bisa dibaca di sini.

Nah, karena sudah bertahun – tahun saya rajin ikut yang kategori 10km, rasanya butuh tantangan baru. Beberapa kali mencoba menguatkan niat untuk naik ke jarak 21.1km alias Half Marathon, beberapa kali pula mengurungkan niat. Merasa kok jauh sekali hahaha. Rasanya kapan selesainya itu lari. Sementara saya kan larinya super lelet. Selama ini pun lari buat saya adalah hobi. Bukan hal yang ambisius harus cepat. Senyamannya saja.

Lalu akhir tahun 2023, saya mengumpulkan niat mendaftar half marathon untuk tahun 2024. Itu beberapa bulan setelah melahirkan. Ternyata belum direstui Allah, mungkin karena masih ada bayi. Disuruh fokus dulu dengan bayi, tidak usah pecicilan :))) Bulan Januari 2024, saya sakit parah sampai 2 minggu tergeletak dan tempat tidur jadi teman setia. Padahal half marathonnya bulan Maret. Setelah masa kritis terlewati, saya butuh waktu untuk penyembuhan sebulan. Walhasil ya selama 2 bulan tak ada latihan. Sebulan menjelang hari H, dengan kesadaran penuh, saya turunkan ke 10km saja. Selain alasan sakit, waktunya pun tidak sesuai dengan bayi kami tidur dan bangun. Jadi ya sudah, half marathon kapan – kapan saja. Cerita CPC Loop tahun 2024, saya tuliskan lengkap di sini. Enak ya punya blog, jadi dokumentasinya lengkap dan terperinci. Itulah kenapa saya tidak bisa berhenti ngeblog. Lebih jelas dokumentasinya.

Akhir tahun 2024, saya niat lagi untuk mendaftar half marathon untuk tahun 2025. Saya sudah berniat bulat, tahun 2025 harus jadi. Tahun yang akan banyak memperingati hari – hari yang bersejarah dalam hidup saya. Jadi saya bertekat kuat untuk latihan secara rutin. Setelah mendaftar sekitaran Oktober – November, saya mulai latihan yang terstruktur. Dari jarak, waktu, sampai intensitas pun terukur. Bahkan saat pagi beku pun saya tetap bangun, untuk latihan lari. Semua saya lewati dengan penuh sungguh – sungguh. Semua latihan ini saya dokumentasikan alias pamerkan di story Instagram apakabar.denald (dan saya taruh di highlight). Tapi sekarang sedang hiatus Instagram.

Niat saya bukan untuk mempercepat tempo lari per menit. Tujuan saya latihan teratur cuma dua : Bisa finish dalam waktu 3 jam dan tanpa cedera.

Bulan Februari, saya ikut race di dekat rumah, 10km. Kok ya pas banget cuacanya sedang dingin parah dan berangin hebat. Jadi lari sambil melawan badai angin. Saya pikir, ya sudah anggap saja latihan buat Half Marathon. Mendekati bulan Maret, saya semakin grogi. Latihan juga saya rasa cukup. Alhamdulillah musim dingin kali ini saya tidak jatuh sakit. Biasanya musim dingin tidak pernah terlewati tanpa sakit.

CPC Loop tahun ini, pas banget dengan Ramadan. Karena saya masih menyusui, jadi saya belum ikutan puasa. Seminggu sebelum hari H, dapat kiriman email dari panitia menginformasikan kalau hari H prakiraan cuaca akan terik. Jadi disarankan memakai pakaian setipis mungkin, minum yang banyak dan cukup terhidrasi. Cuaca yang terik nih membuat mental saya agak goyah. Saya bilang suami, terus apa tidak ya. Takutnya pingsan. Mulai nih bisikan – bisikan untuk turun saja ke 10km.

Tapi saya menguatkan hati untuk tetap maju tak gentar menjalankan ibadah Half Marathon. Bismillah.

Tepat tanggal 9 Maret 2025, jadi tanggal bersejarah dalam perjalanan saya di dunia lari. Half Marathon pertama akhirnya dijalani. Dengan mengucap banyak doa dan deg – degan tidak karuan, terlewati juga garis start. Saya menggunakan pakaian senyaman mungkin dan jilbab setipis mungkin. Saya mulai lari jam 11 siang, karena wave terakhir hahaha wave 3. Pas saya baru mulai lewat garis start, yang wave 1 elite runner sudah sampai finish :)))) padahal mulainya jam 10. Beneran uji mental. Suhu 17 derajat celcius. Bayangkan, biasa latihan disuhu 1 digit sekitaran 5 derajat bahkan 0 derajat, eh pas hari H, suhunya jadi 17 derajat. Mana larinya melawan sinar matahari. Ongkepnya Subhanallah bukan main.

Ya sudah, saya hanya bisa pasrah. Niat saya dari 2 akhirnya jadi 1. Sampai finish dengan sehat, happy, tanpa cedera. Saya sudah tidak memikirkan berapa lama lagi waktu sampainya. Senyampainya saja. Saya yakin pasti dtunggu panitia haha.

Sewaktu di km 4, ada peserta orang Belanda tiba – tiba memelankan lari dan jejer saya, bertanya, “kamu puasa Ramadan? kuat kamu lari cuaca terik begini?” Saya kaget sekaligus terharu ada yang bertanya tentang Ramadan. Saya bilang kalau tidak puasa karena masih memberikan ASI. Dia lalu bilang. “hebat! Sukses ya!!” lalu dia pamit lari lebih dulu.

Saat km 5, ada water station. Wah saya minum langsung banyak. Haus sekali. Panas dan ongkepnya luar biasa. Lalu saya melanjutkan lari. Nah setelah lewat km 6, ada mobil panitia menghentikan lari saya. Mereka bilang, waktu saya lewat dari skema yang mereka tetapkan. Jadi saya disuruh menyudahi lari dan ikut masuk ke mobil mereka. Wah saya kaget donk. Seumur – umur ikut race, baru kali ini disuruh stop lari. Lalu saya bilang, bisa tidak saya melanjutkan lari sampai finish, tapi lari di trotoar. nego ceritanya. Setelah berunding dengan sebelahnya, akhirnya dibolehkan. Saya tidak menoleh ke belakang karena saya pikir jadi peserta HM yang terakhir. Wah ketika menulis ini, saat ini, saya jadi merasakan lagi traumanya. Yang membekas dan membuat saya jadi punya kenangan yang tidak nyaman untuk diingat tentang HM pertama.

Lalu saya melanjutkan lari di trotoar. Sementara truk yang mengambil pembatas – pembatas di jalan raya, bersisian dengan saya lari. Jalan raya kembali dibuka. Jadi sepanjang km ke 7 sampai km ke 15 kalau tidak salah, saya lari di trotoar. Km ke 15 saya lari lagi di jalan raya karena rute steril untuk yang race 10km. Lumayan ya, karena jadi peserta lelet, ikut nebeng rute :))). Nah di titik ini, saya dengar kok banyak suara sirine. Saya pikir apa ambulan atau polisi. Dikemudian waktu saya baru tau kalau banyak peserta half marathin yang tidak sampai finish karena tumbang dan harus dibawa ke RS. Penyebab terbesarnya dehidrasi dan kepanasan parah.

Saat lewat rute pantai yang menanjaknya wassalam curam, saya akhirnya jalan kaki saja sambil foto – foto hahaha anggap istirahat sesaat. Lumayan, mumpung langit biru. Sekalian saya mengunyah energy bar. Lapar berat. Lalu saya lanjut lari lagi. Sewaktu dikm ke 18, saya telpon suami yang sudah menunggu di garis finish bersama anak – anak. bertanya apa saya selesai saja ya. Kok rasanya ga sampai – sampai ini. Mulai halusinasi. Kata suami terus saja karena peserta 5km juga baru saja lewat start. Sayang, kurang 3km lagi. Saya pikir iya, sayang kurang sedikit lagi. ya sudah saya lari sambil selang seling jalan kaki.

Yang paling menyenangkan dari event lari di kota besar dan taraf Internasional. sepanjang jalan pasti ada saja yang menyemangati. Dari berteriak, diberikan camilan, diputarkan musik, sampai dijejeri lari supaya tidak berhenti. Karena saya peserta yang ngotot sampai finish meski waktunya melset jauh, jadi saya pun mendapatkan ekstra penyemangat dari mereka. Terharu lah pokoknya. Diteriakkan nama saya.

Singkat cerita, akhirnya sampai finish juga, bersamaan dengan peserta jarak 5km hahaha. Jadi saya nyempil diantara mereka. Untung saja suami melihat saya, lalu dia berteriak. Saya sampai putar balik lagi untuk mencium anak – anak yang menunggu lama di garis finish. Anak ragil digendong papa di pundak. Saya sampai terharu ditunggu mereka.

Tentu saja setelah selesai Half Marathon, saya pamerkan di semua media sosial saya haha. Salah satu sahabat malah salah fokus dengan lipstick yang saya pakai, kok bisa tetap merah merona meski sudah lari lebih dari 21km. Lha ini juga penting, memilih lipstick yang tepat saat race. Jadi saat difoto tetap bagus :))))

Rasanya tuntas sudah perjuangan latihan selama ini saat saya diberikan medali. Meski catatan waktu meleset jauh dari yang saya rencanakan, bersyukur sekali sampai finish dengan sehat dan tanpa cedera. Meski kebahagiaan saya sempat ternoda karena adegan diciduk panitia :))) tetap rasa syukur tak henti saya ucapkan.

Suami dan anak – anak menyambut saya di pintu keluar dengan bunga. Mereka satu persatu memeluk saya dan mengucapkan selamat karena sudah menyelesaikan Half Marathon yang pertama. Medali Half Marathon ini juga buat mereka, yang selalu saya tinggal saat akhir pekan untuk latihan lari jarak jauh. Mereka di rumah yang merelakan waktu agar saya bisa lari. Saya yang seringnya sudah pergi lari saat mereka belum bangun tidur. Half Marathon yang pertama ini sangat berarti bukan untuk saya sendiri sebagai ajang pembuktian kalau saya bisa, juga buat anak – anak dan suami yang tak pernah putus mendukung dan memberikan semangat pada saya dari sebelum mendaftar, proses latihan selama 6 bulan an, sampai menunggu di garis finish.

Saya betul terharu menahan tangis. Tuntas sudah yang saya jalani selama ini. Latihan disiplin, tetap lari meskipun musim dingin, mengalahkan rasa malas, dan tetap maju sampai titik maksimal kesanggupan. Alhamdulillah saya sanggup sampai garis akhir.

Half Marathon inipun punya arti yang spesial karena :

  • Marayakan 10 tahun tinggal di Belanda dengan segala warna warninya.
  • Merayakan 10 tahun status saya sebagai lulusan S2.
  • Merayakan ulangtahun angka kembar dibulan yang sama Half Marathon.
  • Merayakan 10 tahun sejak pertama ikut CPC Loop Den Haag.
  • Merayakan 10 tahun rutin berlari selama di Belanda.
  • Merayakan diri sendiri yang tak pernah menyerah dan gigih memperjuangkan apapun yang sudah dijalani. Menyelesaikan dengan baik apapun yang sudah dimulai.
  • Merayakan status sebagai Ibu 3 anak dengan 5 kali kehamilan.
  • Merayakan tuntas menyusui sampai ketiga anak yang sampai saat ini dan semoga seterusnya tumbuh sehat, aktif, pintar, kreatif, dan semoga bahagia.
  • Merayakan segala kemenangan dari yang kecil sampai yang besar dan berkah yang sudah didapat selama ini
  • Merayakan 11 tahun pernikahan dan 12 tahun saling mengenal dengan suami.

Half marathon ini sebagai pembuktian meski sampai finish dengan waktu 3 jam 25 menit, Alhamdulillah saya tidak menyerah. Meski ada opsi untuk naik tram saja kembali ke tempat acara (ya km ke 18 sudah sempat memikirkan opsi ini hahhaa) tapi saya masih diberikan kewarasan pikiran untuk lanjut sampai selesai. Banyak peserta yang tidak bisa menyelesaikan sampai finish, saya diberikan kekuatan, kesehatan, sampai menyelesaikan apa yang sudah saya impikan. Yang penting sudah mencoba dan tau rasanya.

Sampai ke rumah, langsung menyantap soto ayam :))).

Buat saya, half marathon pertama ini bukanlah sekedar sebuah medali. Tapi kegigihan, perayaan, dan penghargaan terhadap diri sendiri dan keluarga yang selalu mendukung langkah saya. Dan tak lupa, tentang semangat dan pantang menyerah.

Setelah ini Half Marathon lagi atau Marathon?

Enggak dulu. Saya masih belum sanggup meninggalkan anak – anak dalam waktu lama untuk latihan. Nanti saja kalau mereka sudah lulus SD, mungkin akan memikirkan. Setelah ini, ganti cabang olahraga jalan cepat saja :)))

Tapi, never say never kan ya. Siapa tau tahun depan ikutan HM lagi.

Sekian cerita kali ini. Terima kasih sudah membaca sampai akhir.

  • 25 Oktober 2025-

Söderåsen National Park – Swedia

Söderäsen National Park

Saat sedang menyusun rencana kasar tempat mana saja yang akan kami kunjungi selama di Swedia, tentu saja kami memasukkan agenda untuk hiking. Mumpung di Swedia gitu kan ya yang banyak tempat untuk hiking dan juga banyak Taman Nasionalnya. Kami memutuskan untuk setidaknya pergi ke 1 wilayah hiking yang ramah untuk anak – anak. Artinya, medannya tidak terlalu susah. Saya mulai googling dan menemukan beberapa tempat. Lalu saya juga menghubungi satu orang mutual di twitter dan Instagram yang tinggal di Malmo, apakah ada rekomendasi dari dia Taman Nasional yang bagus dan ramah untuk kami pergi hiking. Lalu dia mengusulkan ke Söderäsen National Park. Pas sekali, lokasinya tidak jauh dari tempat kami menginap selama di Landskrona.

Persiapan kami untuk hiking, sangat maksimal. Maksudnya, dari segi perlengkapan. Kami sekeluarga sampai membeli sepatu baru khusus hiking dan suami membeli apa ya namanya semacam tas panggul yang bisa membawa anak kicik, merk Deuteur. Saya bilang mending beli yang tangan kedua saja, wong cuma dipakai selama liburan musim panas. Di Belanda yakin tidak akan terpakai. Lagian anak ragil sebentar lagi sudah tidak muat untuk dipanggul. Dia bilang, tidak masalah beli baru. Nanti kalau sudah tidak terpakai bisa dijual lagi. Ya sudah, uang dia ini.

Selain sepatu khusus hiking, kami bahkan hampir membeli celana khusus. Tapi setelah dipikir – pikir dan setelah melihat medan di taman nasional di wilayah Swedia bagian selatan, tidak terlalu serius dibandingkan Swedia bagian utara yang nampak lebih sulit. Akhirnya kami batalkan membeli celana khusus hiking. Pakai yang ada saja. Selebihnya, kami menggunakan tas ransel yang sudah dipunya, lalu anak – anak juga memakai jaket yang sudah ada di rumah. Musim panas kan, jadi semoga cuaca juga tidak terlalu buruk selama hiking.

Kami ke Söderäsen National Park saat hari terakhir di Landskrona sebelum pindah ke Enkoping, dekat dari Stockholm. Hari H, kami bangun pagi dan saya mulai mempersiapkan bekal makan siang dan camilan yang akan dbawa selama hiking juga minuman. Suami membawa roti isi, sedangkan saya dan anak – anak makan mie goreng dengan lauk telur dadar. Standar bekal orang Indonesia hahaha. Saat tiba di lokasi, tempat parkir masih belum terlalu ramai. Memang kami sampainya masih hitungan pagi, jam 10. Taman Nasional ini karena lokasinya sangat luas, jadi ada beberapa pintu masuk. Kami memilih pintu masuk yang paling dekat dengan tempat kami menginap. Bisa dibaca di sini untuk deskripsi lengkapnya tentang Taman Nasional Söderäsen.

Suami dan anak – anak ke toilet terlebih dahulu sebelum kami mulai masuk ke dalam lokasi. Di bagian depan, ada peta dan pilihan rute. Setelah berunding, kami memilih rute yang paling jauh yaitu 10km. Ya kalau ternyata rutenya terlalu menantang dan anak – anak capek, nanti bisa potong rute. Untuk 2 kilometer pertama, rute yang kami pilih ini masih bisa diakses untuk kursi roda atau kereta bayi. Setelahnya, mulai jalan setapak biasa.

Awalnya jalan setapak masih datar tanpa tantangan apapun. Kanan atau kiri masih lebar dan ada aliran sungai. Setelah makin jauh, jalanan makin susah karena melewati bebatuan yang lumayan runcing. Lebar jalan pun makin mengecil. Untuk tanda arah, sangat jelas sekali. Papan nama bahkan warna rute yang dipilih juga jelas. Jadi tinggal mengikuti arah.

Saat sudah memasuki km ke 5, anak – anak mulai bilang capek dan ingin istirahat dulu. Kami bilang tunggu sebentar karena akan sampai ke tempat khusus istirahat. Pas juga waktunya untuk makan siang. Selama jalan, saya juga sudah memberikan camilan dan minuman untuk mereka, termasuk anak ragil yang anteng digendong papanya di punggung. Sepanjang jalan digendong, dia juga tidak berhenti bernyanyi sesuai bahasanya sendiri :))) lumayan, kami jadi ada hiburan.

Sampai ke suatu area, kami mulai bingung karena tanda berwarna di pohon tidak muncul lagi. Bahkan ada pohon di depan yang nampaknya sengaja dirubuhkan untuk menghalangi jalan. Artinya, kami harus mendaki ke atas karena terlihat dari tempat kami berdiri, seperti nampak ada bangunan. Sempat ragu apakah harus jalan terus atau menanjak ke atas. Ini medannya susah sekali untuk ke puncak. Tapi ya tidak ada pilihan lain. Ada sih sebenarnya, putar balik. Tapi sayang kan sudah sampai hampir puncak malah putar haluan.

Akhirnya kami pelan – pelan naik. Anak – anak sudah mulai mengomel. Saya berikan semangat ke mereka kalau sebentar lagi sudah sampai atas dan makan siang bekal mie goreng. Setiap mendengar kata makanan, mereka langsung ceria. Memanglah darah Indonesia yang melekat ke mereka lebih kuat. Orang Indonesia kan kalau dipancing makanan langsung bersemangat :))).

Suami sih yang merasa kesusahan naik karena harus memanggul anak kicik. Saking susahnya medan naik, saya sampai tidak bisa mendokumentasikan dalam video. Ya seperti biasa, di manapun berada tugas saya tetaplah jadi bagian dokumentasi dan konsumsi :)))

Setelah perjuangan panjang menanjak yang Ya Allah membuat ingat untuk menguruskan badan :)) akhirnya kami sampai ke semacam area istirahat. Tempatnya bersih, rapi, dan tidak ada sampah berserakan. Ada toilet juga, tempat sampah banyak, dan tempat semacam rumah berteduh. Kami istirahat di sini untuk makan siang. Saya dan anak – anak lahap sekali makan mie goreng Indomie yang khusus saya bawa dari Belanda. Suami bilang kok ya kepikira bawa Indomie dari Belanda. Saya bilang, “Lah ini sudah bekal wajib orang Indonesia kalau mau naik gunung, kemah, atau piknik. Indomie goreng plus telor dadar hahaha”

Setelah cukup beristirahat selama hampir setengah jam, kami melanjutkan perjalanan dengan rute turun kembali ke tempat parkir. Sama dengan sewaktu naik, kami juga mengikuti tanda di pohon atau tanda panah di tonggak kayu. Pemandangan dari atas, wah cantik sekali. Belanda itu kan negara yang sangat flat ya, datar seperti pancake. Jadi setiap ada kesempatan naik gunung atau bukit, kami selalu takjub dengan pemandangan dan rute yang kami lewati. Maklum, di Belanda tidak ada.

Di atas, ada satu area penuh dengan bunga warna ungu. Bukan lavender pastinya. Seperti bunga yang ada di taman nasional di Belanda. cantik sekali. Tentu saja saat di puncak, kami mengabadikan foto sekeluarga. Jangan sampai ini terlupa.

Rute turun lebih mudah. Ya iyalah, di mana – mana kan kalau turun lebih gampang dibandingkan naik. kecuali rutenya licin. Makanya kan orang lebih gampang tergelincir dalam kehidupan saat sudah susah – susah naik *bahasan mulai membelok.

Saat melintasi hutannya yang yang sangat hijau, Saya dan suami sampai terkagum, sepanjang jalan naik sampai puncak sampai turun ke parkiran, kami tidak melihat satupun sampah berserakan. Herannya lagi, sepanjang rutepun tidak terlihat tempat sampah. Hanya ada tempat sampah saat di area istirahat di puncak. Yang kami kagumi adalah kesadaran para pengunjung untuk tidak membuang sampah sembarangan. Saya acungi jempol dan benar – benar terkagum saat tulisan ini diunggah. Kalau hanya mengandalkan petugas kebersihan taman nasional, area yang sangat bersih susah terwujud kalau tidak diikuti dengan kesadaran tidak buang sampah sembarangan dari pengunjungnya. Benar – benar bersih lho dari semua bagia hutan. Salut!

Ada satu cerita yang tidak bakal saya lupa. Saya dulu kan anak gunung. Ya beberapa kali naik gunung. Jadi ada satu hal yang selalu dipegang anak gunung perihal jangan sombong jika naik gunung. Jangan congkak dan meremehkan. Nah, entah ini kebetulan atau apa, pada satu titik, saya membatin, “Ya kalau naik gunung seperti ini tidak bakalan tersasar, wong petunjuknya jelas sekali.” Lalu kami jalan terus. Lama – lama saya sadar kok tanda biru di pohon sudah hilang. Tinggal warna Oranye. Artinya kami akan menuju ke arah lain. Wah saya bilang suami jangan – jangan kita tersasar. Kami putuskan kembali arah. Ternyata benar donk, kami terlewat membaca tanda. Harusnya belok ke kiri, kami malah terus berjalan.

Makanya, jangan sombong bin congkak di gunung. Perhatikan arah dan tanda. Jangan sok – sok bilang tidak bakal tersasar. Dikabulkan lah yang dibatinkan.

Dengan drama menyasar yang lumayan jauh itu, akhirnya kami sampai juga di bawah, di pintu pertama masuk. Total 12km kami jalan dari awal masuk sampai turun ke pintu ke luar. Lumayan ya gempor. Untungnya anak – anak tidak rewel. Cuma bagian naik ke atas saja yang lumayan susah. Selebihnya mereka benar – benar menikmati hiking ini.

Sewaktu kami masih di atas, anak – anak bilang ke saya jangan jalan terlalu ke pinggir. Lalu saya tanya kenapa, dijawab, “Nanti kalau jatuh, Ibu bisa meninggal.” Saya tanya lagi kenapa kalau saya meninggal. Mereka jawab, “Sedih kalau tidak ada Ibu.” Saya tanya lagi kenapa sedih, kan kalau tidak ada saya, tidak ada yang marah dan mengomel di rumah. Jawaban mereka, “Nanti tidak ada masak enak, tidak ada yang menyiapkan baju. Ibu kan penyayang. Suka peluk, cium, dan bilang I Love You. Jadi jangan meninggal ya Ibu, aku cinta sama Ibu.” Lalu mereka berdua memeluk saya. Sementara suami sudah berjalan jauh di depan. Ini saat kami belum sadar sudah tersasar jauh.

Duh, saya jadi terharu mendengarkan omongan mereka. Ternyata, meskipun sering ngomel, ada juga hal baik yang diingat mereka dari saya. Ya setidaknya, tidak hanya ngomelnya saja yang diingat :))

Waktu liburan inilah yang sangat saya suka. Selalu ada momen – momen percakapan yang spontan dari anak – anak atau suami. Karena itu, saya menjadikan momen liburan sebagai waktu untuk benar – benar hadir sepenuhnya untuk keluarga. Pikiran dan badan untuk mereka. Itulah kenapa, kalau liburan, saya jauh – jauh dari media sosial. Bahkan liburan kali ini, saya uninstall media sosial dari telefon genggam saya.

Taman Nasional Söderäsen meninggalkan banyak kenangan manis untuk kami sekeluarga. Bukan hanya terkesan dengan rutenya yang bersih, alamnya yang cantik, dan medannya yang tidak terlalu susah, pun kami sekeluarga jadi bertambah lagi momen yang indah yang akan selalu kami ingat sampai anak – anak besar nanti.

Momen kebersamaan, mempererat ikatan satu sama lain, percakapan yang hangat, saling memberikan semangat, pengalaman baru, dan hadir sepenuhnya satu sama lain.

Kenangan yang sangat indah. Selain dokumentasi foto dan video yang tak kalah pentingnya.

  • 18 Oktober 2025 –

Kunjungan Dari Copenhagen, Cerita Baking, Race 10km, dan Membaca 34 Buku

Sourdough Roti Manis

Kembali ke cerita kompilasi gado – gado alias semua cerita yang bukan hanya akhir pekan, juga cerita sehari – hari dalam 3 minggu terakhir, saya jadikan satu unggahan.

  • KUNJUNGAN DARI COPENHAGEN

Setelah gagal bertemu Rani saat kami ke Copenhagen bulan Agustus lalu (awalnya mau ke Copenhagen hari Sabtu, dia lagi ikutan lomba lari. Dan kami juga tidak jadi ke Copenhagen. Saat hari minggu, Rani lagi panjat tebing ke Swedia. Selipan terus), akhirnya ketemu Rani malah di Belanda. Berunding ke sana sini enaknya di mana tempat untuk ketemuan, akhirnya saya udang dia ke rumah. Saya pikir lebih nyaman juga buat ngobrol dan saya tidak harus ke mana – mana membawa anak kicik. Saya masakkan Rani menu yang cocok untuk musim gugur. Bakso, mie ayam, dan segala gorengan. Orang Indonesia sih kurang komplit kalau ngobrol tanpa gorengan haha. Selain itu saya membuat tiramisu dan kue lumpur. Semua yang saya hidangkan buat Rani, saya masak semua sendiri. Demi menjamu tamu dari negara maju :)))

Kocaknya, salah satu oleh – oleh yang Rani bawa, sama persis dengan yang Kiki (tinggal di Denmark juga) berikan ke saya waktu kami ketemuan di Ribe. Jadilah saya sekarang punya koleksi coklat lempengan buat makan roti :))) (itu foto terakhir).

Ngobrol panjang lebar dengan Rani. Dari susahnya hidup sebagai pendatang, segala tes yang harus dilalui, sukanya juga hidup di negara masing – masing, sampai ke satu fakta bahwa Rani ini ternyata tau saya pertama kali dari membaca blog ini. Setelahnya kami saling berkoneksi di twitter lalu setahun belakang di Instagram. Wah saya jadi terharu. Rani membaca blog saya pertama kali tahun 2019 sebelum dia pindah ke Belanda. Semacam jumpa pembaca blog ini. Senang ngobrol banyak dengan Rani.

  • CERITA BAKING

Saya mulai rajin baking lagi nih. Setelah mati suri beberapa bulan ini. Lumayan mengisi waktu ya. Kan sedang rehat dari media sosial. Jadi banyak waktu luang sekarang. Bukan hanya baking roti yang menggunakan ragi alami, juga saya membuat kudapan manis. Roti yang saya buat juga bukan hanya yang berasa manis, juga roti keras untuk suami. Dia senang sekali saya kembali sibuk baking. Rumah kembali wangi roti dan butter. Pewangi alami.

  • KE RUMAH YAYANG

Suatu pagi saya menerima pesan dari Yayang. Dia sekeluarga Agustus lalu baru mudik. Dia ingin memberikan saya oleh – oleh. Jadi dia ingin ketemuan. Saya usulkan untuk ketemu di rumahnya saja saat dia sedang libur kerja. Memang jarak rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah saya. Hanya terpaut 10km sekali jalan. Dia bilang, ok. Akhirnya janjian hari Jumat. Saya ke rumahnya dengan naik sepeda. Ini pertama kalinya. Biasanya naik metro. Itupun sudah lama sekali.

Lumayan juga ya PP 22km (karena ada jalan yang ditutup, jadi harus memutar). Hujan agak rintik. Untung saya ada hiburan, anak ragil di boncengan nyanyi tiada henti. Jadi terasa tidak membosankan. Saya membawakan Yayang Banana Cake andalan. Lalu di sana saya bisa mencicipi segala keripik – keripik yang dibawa Yayang dari mudik. Lalu kami makan siang dengan mie ayam dan bakso.

Saya senang bisa ngobrol banyak dan bertukar kabar terkini dengan Yayang. Pulangnya saya dibungkuskan makanan.

  • RACE 10KM

Di kota sebelah, tiap bulan Oktober selalu ada event lari Half Marathon dan jarak – jarak lainnya. Tentu saja saya ikut yang 10km saja. Tahun lalu saya juga ikutan. Awalnya saya ingin ikut yang Half Marathon. Tapi setelah saya pikir – pikir lagi, kok males latihannya. Akhirnya saya mendaftar yang 10km saja. Kebetulan, anak – anak juga ikutan, termasuk anak ragil yang masih umur 2 tahun. Mereka tentu saja ikut yang jarak paling pendek, 600 meter. Eh kok 2 hari mendekati hari H, saya ambruk sakit. Akhirnya, suami yang menggantikan. Sayang daripada nomernya tidak terpakai. Ini dijoki suami sendiri hahaha. Dihasilnya, 10km selesai dalam waktu 1 jam. Sejarah dalam hidup,nama saya bisa selesai 1 jam 10 km :)))

Tahun lalu ada 3 medali, tahun ini menjadi 4 medali karena anak ragil ikutan. Di foto cuma ada 3 karena satunya entah ada di mana. Medali tahun ini bagus karena dari kayu. Unik desainnya. Saya senang sekali anak – anak juga suka dengan lari tanpa kami paksa. Mereka ikut dengan sendirinya. Mereka juga suka dengan olahraga lainnya.

  • MEMBACA 34 BUKU

Salah satu yang saya syukuri dari rehat media sosial adalah bisa membaca buku dengan fokus dan tanpa terdistraksi apapun. Lumayan saya jadi bisa menyelesaikan banyak buku yang isinya berat yang sudah saya beli tahun lalu tapi belum sempat saya baca. Dan akhir bulan September lalu, saya sudah melampaui target 30 buku. Sudah 34 buku terbaca (1 buku tidak ada di goodreads). Kalau sesuai rencana, kemungkinan sampai akhir tahun bisa 40 buku. Saat ini saya sedang membaca 3 buku pararel haha. Saya kalau membaca buku memang suka pararel.

  • LARI DAN JALAN KAKI

Olahraga seperti biasa tetap lari dan angkat beban di rumah. Sejak September, saya jadi senang untuk mencoba menekuni jalan kaki. Ternyata menyenangkan juga. Selama jalan kaki, bisa dengan tenang melihat sekitaran yang saya lewati. Menikmati pemandangan dan mendengarkan suara lebih khusyuk. Sekarang ke manapun, kalau memungkinkan, saya lebih memilih jalan kaki dibandingkan naik sepeda. Misalkan kemaren ke dokter gigi, biasanya saya naik sepeda. Tapi karena saya ada waktu sendiri (anak kicik sedang sekolah) dan cuaca tidak hujan, jadi saya jalan kaki saja ke sana. Lumayan PP bisa 7km.

Saya berencana, tahun depan akan mengurangi ikutan race lari dan beralih ikut event jalan kaki.

  • LANGIT CANTIK

Meskipun akhir – akhir ini warna langit sehari – hari adalah abu – abu, saya beruntung 2 pagi yang berbeda masih bisa melihat semburat warna yang cantik di langit. Dua foto di bawah ini saya lihat dari loteng yang paling atas, pada 2 pagi yang berbeda. Anak – anak saya sudah hafal, kalau langitnya nampak cantik, mereka pasti teriak antusias memanggil saya dan memberitahu lalu meminta saya untuk memfoto langitnya.

Hal – hal yang simple tapi bermakna seperti ini yang jadi penghiburan saya dimusim yang mulai gelap dan hujan terus setiap hari. Alhamdulillah masih diberikan kesempatan melihat langit yang cantik dan hati jadi gembira.

  • DAUN BERUBAH WARNA

Daun sudah mulai berubah warna, banyak yang sudah rontok malahan. Senang kalau melihat warna daun musim gugur. Yang tidak suka adalah melihat langit yang warnanya abu – abu. Ya langit belanda pada umumnya. Saya nikmati saja. Ya bagaimana lagi. Saya syukuri tiap harinya.

Sudah terlhat juga mulai banyak labu di mana – mana.

  • MASAK MEMASAK

Suatu hari, tiba – tiba ingin masak garang asem. Mumpung berlimpah tomat hijau hasil panen yang pernah saya unggah di sini ceritanya. Plus ada banyak belimbing wuluh di freezer. Wah, serumah makannya nambah – nambah. Anak – anak dan suami senang sekali dengan garang asem. Seger dan hangat di badan. Cocok untuk musim saat ini.

  • CERITA RANDOM LAINNYA

Saya kemaren ke dokter gigi. Kunjungan dadakan karena ada sakit di mulut. Setelah minggu lalu ke dokter umum belum membaik, Beliau bilang untuk periksa ke dokter gigi saja.

Karena sampai di komplek klinik terlalu cepat, jadi saya mampir saja ke toko India yang letaknya persis di depan klinik. Setelah memilih beberapa barang untuk dibeli, mata saya tiba – tiba melihat klenthang. Wah mata saya langsung berbinar. Terbayang segarnya sayur asem klenthang, makan dengan tempe goreng, dan sambel terasi belimbing wuluh. Tanpa pikir panjang, saya membeli 3 batang. Klenthang ini buahnya daun kelor. Sayur asem klenthang makanan orang Madura dan khas daerah Jawa Timur wilayah tapal kuda. Biasanya saya membeli Klenthang di pasar di Den Haag. Hanya satu stan yang berjualan, juga punya orang India.

Setelah membayar semua belanjaan, saya ke klinik. Si klenthang ini, karena memang panjang, jadi nongol di tas yang saya bawa. Saat diletakkan di kursi, terlihat mencuat sedikit. Seperti di foto kanan. Setelah diperiksa, dokter gigi tiba – tiba kaget melihat tas saya. Dia tanya apa itu yang mencuat. Dia pikir apa ular hahaha saya menahan tertawa. Saya bilang kalau itu sayur namanya Klenthang. Saya keluarkan dari tas dan memperlihatkan dari dekat. Lalu saya jelaskan juga kalau sayur ini biasanya dibuat sup asem. Dia yang belum pernah melihat klenthang sebelumnya, takjub :)))

Lumayan ya jadi duta makanan Indonesia. Memperkenalkan Klenthang :)))

Cerita penutup unggahan kali ini adalah kami ke Ikea. Setelah membeli beberapa barang yang kami butuhkan, seperti biasa pasti kami makan di restoran. Saat duduk, bangku belakang kami masih kosong. Tidak berapa lama terdengar ada beberapa orang yang sudah menempati. Lalu terdengar suara satu orang yang sedang melakukan video call. Suaranya lumayan kencang dan saya jadi tau, dari negara mana mereka (dari bahasanya tentu saja).

Setelah video call selesai, suara di belakang jadi anteng lagi. Tidak berapa lama, saya mendengar ada suara nyanyian dari telefon salah satu dari mereka. Otomatis saya menoleh. Suaranya itu keras sekali. Ternyata mereka sedang entah menonton film atau menonton konser musik dari telefon genggam karena mata dari 2 orang ini menatap layar telefon.

Saya dan suami jadi tertawa. Saya merasa sedang makan di warung yang ada suara musik dengan genre yang bisa menggoyangkan badan hahaha. Anak saya protes kenapa suara dari telefon mereka keras sekali. Saya bilang, biar nanti ditegur petugas Ikea. Sampai kami selesai makan, mereka masih khusyuk melihat lagu yang diputar di telefon genggam. Dan tetap dengan suara kencang. Dan tidak ada satu pegawai Ikea yang datang menegur.

Entah kenapa, saya kalau bertemu orang – orang dari negara ini, ada saja cerita uniknya. Angap saja ini kebetulan.

Warna – warni akhir pekan.

Selesai sudah rekapan cerita yang lumayan menarik untuk saya tulis di blog. Semoga bisa menghibur untuk yang membaca ya. Meskipun ngeblog sudah tidak populer lagi sekarang, tapi saya tetap akan ngeblog dan menuliskan hal – hal yang simpel seperti ini. Ada kenang – kenangan kalau dibaca lagi.

Sehat – sehat semuanya.

  • 14 Oktober 2025 –

Sebelas Tahun Pernikahan

Landskrona

Pagi ini saya bangun tidur dengan perasaan membuncah. Bahagia. Hari ini, tepat 11 tahun lalu, kami melangsungkan pernikahan di rumah orang tua saya, di sebuah kota kecil, di Jawa Timur. Sebelas tahun berlalu, di sini kami sekarang dengan tiga anak sehat sangat aktif yang selalu meriah mengisi hari – hari disegala musim. Kami menjalani pernikahan ini dengan begitu banyak kompromi, saling memaafkan, saling membersamai, saling mendukung, saling memberi ruang, tak ada bosan untuk segala perbincangan, suka dan duka, tangis dan tawa, dan segala hal pahit manis yang telah kami lalui selama 11 tahun ini. Alhamdulillah, Insya Allah cinta dan sayang di antara kami tetap dan akan selalu menguat. Insya Allah kami jalani 11 tahun ini meski ada beberapa kali badai datang, meski tidak besar, bisa kami lewati, dan pada akhirnya kami jalani penuh ketenangan, banyak bersyukur, dan penuh bahagia. Sebelas tahun yang membahagiakan.

Saat ini kami sedang berada di Landskrona, Swedia. Kami sedang dalam rangkaian perjalanan darat liburan musim panas. Awalnya kami berencana merayakan 11 tahun pernikahan dengan pergi ke Copenhagen, Denmark menggunakan kereta dari Landskrona. Tapi perkiraan cuaca mengatakan kalau hari ini akan cerah seperti kemarin, jadi kami putuskan ke Copenhagen besok pagi saja. Hari ini saya ingin menghabiskan banyak waktu dengan leyeh – leyeh di pinggir pantai bersama anak – anak dan suami. Selama di Landskrona, kami tinggal persis di pinggir pantai, Jadi bisa dengan maksimal merasakan suasana pantai dari matahari terbit sampai terbenam. Anak – anak pun senang sekali seharian utuh main pasir dan berenang di laut.

Setelah kami saling mengucapkan selamat dan berdoa, saya memutuskan lari pagi sepanjang pinggir pantai. Niatnya ingin menjadikan lari perayaan ulangtahun pernikahan. Tapi kalau harus 11km, kok PR bangert. Akhirnya ya sudah 6 km saja. Eh ternyata, jam tangan saya mengatakan jarak yang saya tempuh 6.11km. Ya lumayanlah, ada unsur 11 nya hahah maksa. Suasana masih sepi. Saya bisa berlari dengan perasaan yang tenang. Sambil refleksi, memikirkan 11 tahun pernikahan saya dan suami. Senyuman tiba – tiba tersungging di bibir ketika teringat hal – hal manis dan lucu.

Sesekali saya berhenti untuk mengambil foto beberapa sudut pantai sebagai kenang – kenangan.

Saat kembali ke penginapan, anak – anak dan suami sudah bangun. Mereka mulai mempersiapkan sarapan. Rencana kami pagi ini akan ke kota Helsingborg yang letaknya tidak jauh dari Landskrona. Helsingborg adalah kota pelabuhan. Saya selalu bersemangat jika pergi ke kota pelabuhan. Melihat kapal bersandar, mencium aroma laut, dan melihat bangunan – bangunan tua di kota itu.

Setelah sarapan selesai dan semua persiapan tuntas, kami berangkat. Sesampainya di Helsingborg, masih pagi. Jadi kota masih terasa sepi. Kami mulai berjalan menyusuri pusat kota. Suami bilang, bisa melihat kota dari atas bukit. Jadi ke sanalah tujuan kami. Sebelum sampai ke bukit yang dimaksud, kami melihat taman bermain. Anak – anak minta berhenti sebentar untuk bermain di sana. Tidak berapa lama kami di sana karena sinar matahari yang cukup menyengat. Kami melanjutkan perjalanan sampai ke atas bukit yang dimaksud. Wah cantik sekali di atas. Selain melihat taman yang sangat asri, ada semacam menara tinggi sekaligus museum yang bernama Karne Museum yang bisa dinaiki sampai atas. Anak – anak dan suami masuk ke dalam, saya dan anak ragil menunggu di luar saja.

Setelah selesai, suami menunjukkan foto dari atas menara. Kota Helsingborg dari atas menara. Sangat cantik. Kami lalu melanjutkan perjalanan. Sudah mendekati waktu makan siang, jadi kami jalan sembari mencari restaurant. Anak – anak ingin kencing juga, jadi sekalian mencari toilet. Karena memang masih jam 11 pagi, jadi tidak banyak yang restaurant yang sudah buka. Akhirnya kami melihat ada satu Chinese restaurant sudah buka. Ya sudah, kami memutuskan makan di sini saja. Sayapun sudah kangen makan nasi haha karena sudah seminggu lebih perut tidak terisi nasi.

Lumayan enak rasa masakan di restaurant ini. Setelah makan, kami memutuskan menuju ke tempat parkir untuk kembali ke Landskrona, sambil saya mencari toko souvenir untuk membeli kartupos. Mungkin Helsingborg bukan kota turis, jadi di pusat kota pun saya tidak menjumpai toko souvenir. Sayang sekali, jadi tidak ada kenang – kenangan dari Helsingborg berupa kartupos.

Sesampainya kembali di penginapan Landskrona, saya dan anak – anak langsung bersiap ke pantai. Suami memutuskan akan jalan kaki ke kastil penjara yang jaraknya 7km dari tempat kami menginap. Matahari sangat gonjreng meski anginnya lebih dingin dari kemarin. Saya leyeh – leyeh saja di pasir sambil membaca buku. Anak – anak bermain pasir dan berenang. Bermain sepak bola, main lempar piring terbang, membangun kastil, dll. Kami ingin berpuas ria di sini karena perkiraan cuaca besok tidak sebagus hari ini.

Sekitar jam 5 sore, angin makin dingin. Jadi kami memutuskan untuk selesai bermain di pantai. Suami pun sudah sampai kembali dari jalan kaki sepanjang 15km. Kami kembali ke penginapan. Anak – anak mandi. Kami mulai bersiap ke restaurant di area penginapan, sekalian sebagai makan malam perayaan ulangtahun pernikahan. Awalnya, kalau sesuai rencana kami hari ini ke Copenhagen, ingin merayakan di Saji, restauran Indonesia yang terkenal di sana. Ini saya mendapatkan rekomendasi dari Rani yang tinggal di Copenhagen. Ternyata, restaurannya tutup karena mereka sedang pergi liburan. Ya sudah, memang pas waktunya jadi kami rayakan di Landskrona saja.

Restaurant yang kami tuju (cuma jalan kaki dari rumah menginap) ternyata penuh dan baru ada tempat jam 8. Kami sudah sangat lapar. Jadi kami ke restaurant sebelah. Masih ada, cuma sistemnya buffet. Kami lihat menunya ok lah, BBQ an. Anak – anak bisa makan juga. Jadi kami makan di sini. Saya bertanya pada petugas yang memanggang, apakah ada menu yang bukan babi. Kok ya, pas banget. Yang bagian memanggang ini orang Islam. Jadi dia bilang akan memanggangkan ayam buat saya tapi di pemanggangan yang berbeda, bukan barengan dengan pemanggangan untuk babi. Saya disuruh menunggu sebentar. Alhamdulillah, tanpa harus menjelaskan, dengan melihat jilbab saya dia paham. setelah menunggu beberapa saat, dia datang dari dapur dengan ayam panggang spesial yang dipanggangkan khusus untuk saya. Hal yang nampak simpel seperti ini, buat saya sangat berarti. Saya mengucapkan banyak terima kasih buat dia.

Sebelum makan, anak – anak mengucapkan kembali (karena pagi hari mereka sudah mengucapkan) selamat ulang pernikahan untuk Ibu dan Papa, lalu mereka mencium kami bergantian. Saya dan suami saling mengucapkan juga diselingi dengan doa baik semoga pernikahan ini selalu diberikan banyak berkah, bisa menjadikan jalan berkah untuk orang lain, bisa saling menopang dalan duka dan tidak berlebihan dalam suka, diberikan kesehatan yang baik untuk satu keluarga, diberikan kelimpahan rejeki material dan non material, dikelilingi cinta dari orang – orang tersayang, dijauhkan dari bala, dan langgeng sampai berlangsung lama usia pernikahan kami.

Hari ini ditutup dengan melihat matahari terbenam dari tepi pantai.

Sebelas tahun bukan waktu yang cukup lama karena kami menjalani semuanya bersama. Malah kami suka kaget sendiri, lho kok sudah sebelas tahun. Sepertinya baru kemaren ini kami melaksanakan pernikahan di depan penghulu. Sebelas tahun rasanya sangat sebentar. Memang tidak selalu ada pelangi di pernikahan ini, tapi sebelas tahun saya rasakan adalah bahagia. Alhamdulillah diberikan jodoh suami yang sabarnya seluas dunia. Mendukung sepenuhnya apa yang ingin saya jalani selama itu membuat saya bahagia. Jadi Bapak terbaik untuk anak – anak. Semua sudah cukup untuk saya. Kami jalani semua penuh rasa tenang, syukur, dan bahagia.

Semoga kami berjodoh panjang sampai berpuluh tahun kemudian.

  • 9 Agustus 2025 –

*Tahun lalu, 10 tahun pernikahan, kami rayakan di Zator, Polandia. Ceritanya bisa dibaca di sini.

Apakah Saya Bahagia?

Sunrise

Seperti biasa, kegiatan hari senin saya setelah mengantarkan anak – anak ke sekolah adalah olahraga. Kali ini saya lari dengan target 8km. Awalnya ingin jalan kaki saja, tapi akhir pekan ada race 10km jadi mau tidak mau harus latihan. Pagi hari semakin menggelap. Jam 7 pagi masih gulita. Jika beruntung, bisa melihat semburat merah matahari di langit.

Pagi ini kabut muncul. Untungnya matahari muncul. Jadi pemandangan sepanjang lari, meskipun dingin dengan suhu 10 derajat celcius, sangat indah karena kabut tertimpa cahaya matahari. Saya berlari pelan seperti biasa. Sempat berhenti beberapa detik, 2 kali untuk memfoto pemandangan. Target tercapai, 8km berlari terlampaui dengan baik tanpa keluhan kaki sakit atau nafas tersengal – sengal.

Saya masih meneruskan kebiasaan minum jus beet. Rasanya enak, jadi saya doyan. Lumayanlah kalau nanti ternyata bonus kulit tampak cemerlang bagus.

Akhir pekan lalu, ada seorang teman dari Denmark berkunjung ke rumah. Baru kali ini kami bertemu setelah kenal lama dari twitter dan IG. Diantara banyak obrolan seru yang tak putus kami bahas, dia tiba – tiba bertanya, “Mbak Deny apakah bahagia?”

Saya termenung sebentar untuk menjawab. Bahagia itu untuk saya pribadi, variabelnya tidak terukur. Seperti sesuatu yang tidak pasti karena memang banyak faktornya. Pun, bahagia itu sebuah rasa. Apa yang kita rasakan. Setelah berpikir beberapa saat, saya menjawab, “Sejauh ini dan untuk saat ini, aku bahagia. Semoga sampai kapanpun bahagia”

Sebenarnya berharap untuk selalu bahagia itu terlalu muluk ya. Namanya hidup, keadaan kadang ada di atas, kadang di bawah agak ndelosor. Kadang bisa jadi sedih, kadang bisa marah. Tapi kan, apa yang kita ucapkan dan batinkan itu adalah bagian dari doa. Jadi ya harapan saya, bahagia selamanya. Merasakan sedih pun tidak ada salahnya. Justru karena rasa sedih, saat datang keadaan bahagia, kita bisa sangat menghargainya.

Kebahagiaan sebenarnya bukan tujuan utama hidup yang selalu saya kejar. Buat saya, yang terpenting adalah selalu bersyukur. Jika selalu bersyukur, Insya Allah rasanya bahagia.

Yang saya rasakan saat ini memang bahagia. Hati saya tenang, tidak kemrusung, Insya Allah selalu penuh dengan rasa syukur, sudah berkurang overthinking dan tidak cemas berlebihan, menjalani hidup dan aktitas sehari – hari dengan pelan dan sadar, menikmati waktu dan hadir penuh setiap saat. Meskipun mungkin nampak monoton, aktifitas yang itu – itu saja sangat saya nikmati. Semua membuat saya merasa cukup dan tenang.

Untuk variabel yang bisa diukur, tentang keadaan keluarga. Saya sehat. Anak – anak dan suami sehat, kami dicukupkan rejeki untuk kehidupan sehari – hari, kami punya rumah untuk tinggal, saya punya waktu untuk diri sendiri, saya dan suami saling bekerjasama mengurus rumah dan membersamai anak – anak.

Meskipun dengan huru haranya, Alhamdulillah saya dengan suami sampai saat ini hidup rukun dan selalu saling mencintai. Anak – anakpun sayang dengan kami begitu juga sebaliknya. Saya bisa beribadah dengan tenang dan nyaman. Saya punya teman – teman yang baik (karena yang tidak baik sudah saya hempaskan). Saya dikelilingi dan merasa dicintai oleh keluarga, sahabat, dan teman – teman yang menerima saya sebagai seorang Deny.

Menjalani hidup dengan tenang.

Menjalani hidup penuh rasa syukur.

Konsep bahagia saya cukup sederhana. Merasa cukup dan melihat diri sendiri. Tidak punya keinginan dan ambisi yang berlebihan. Tidak membandingkan dengan hidup orang lain. Hidup itu kan memang sawang sinawang kalau kata orang Jawa. Kalau selalu nyawang -melihat- kehidupan orang lain, memang tidak akan ada habisnya. Selalu ada yang kurang dan merasa kurang. Padahal ya sebenarnya baik – baik saja. Hanya saja, karena orang lain memperlihatkan versi bahagianya, kita merasa hidup kita kurang. Lalu lupa bersyukur dan jadi tidak bahagia. Kunci tidak bahagia sebenarnya simple : membandingkan kehidupan kita dengan orang lain (terutama yang kondisinya dirasa di atas kita). Dijamin, ada saja kurangnya dari hidup kita.

Saya tidak mau jadi manusia yang kurang bersyukur. Jadi, saya latih hati dan pikiran aya untuk merasa cukup. Tak terkecuali tentang materi. Asal hal – hal dasar sudah terpenuhi dengan baik, itu sudah cukup. Jika diberikan rejeki lebih, ya ditabung. Sedekah dan zakat memang harus diusahakan ya, bukan menunggu rejeki yang lebih. Untuk keinginan materi lainnya misalkan barang – barang bermerek, saya memang tidak terlalu suka. Jadi Alhamdulillah saya sangat cukup dengan apa yang sudah ada saat ini. Merawat dengan sebaiknya apa yang di depan mata.

Tidak ada keinginan muluk lainnya. Hidup mengalir dan berjalan seperti semestinya. Mengusahakan apa yang bisa diusahakan. Melepaskan apa yang sudah tidak bisa dipegang lagi. Saya tidak mau ngoyo. Saya ingin menikmati hidup dengan tenang dan bahagia.

Kunci bahagia cuma satu, rasa syukur yang penuh.

Jadi jika ada yang bertanya apakah saya bahagia? Alhamdulillah, saya bahagia dengan penuh rasa syukur.

  • 29 September 2025-

Etika Menerima Kartu Ucapan

Pagi ini setelah mengantarkan anak – anak ke sekolah, saya melanjutkan aktifitas dengan berjalan kaki cepat. Lumayan, bisa sampai 7km setara dengan -hampir- 9600 langkah. Ditengah jalan kaki, saya melihat pelangi. Senang sekali karena sudah lama tidak melihat penampakannya. Memang cuaca tadi pagi sedang labil. Antara mendung dan tiba – tiba cuaca cerah. Hanya saja karena anginnya kencang, jadi hawanya lumayan dingin. Saya juga bertemu pasuka soang yang sedang berjemur. Sesampainya kembali di rumah, saya membuat jus yang isinya beet, wortel, timun, jahe, dan air lemon. Untuk makan siang, saya masak tumis kangkung, menggoreng ikan makarel, dan telur dadar.

Seperti biasa, saat berjalan kaki, tiba – tiba ada saja ide ini dan itu muncul. Salah satunya ide untuk menulis di blog. Dari sekian banyak ide yang muncul, akhirnya saya memutuskan untuk menuliskan seperti yang judul di atas, tentang Etika saat menerima kartu ucapan. Tapi ide tulisan ini bukan saat saya jalan kaki, melainkan saat menemani anak ragil bermain di taman.

Mumpung juga, sebentar lagi masuk ke musim saling berkirim kartu ucapan selamat Natal dan Tahun Baru di Belanda. Walaupun sebenarnya, secara umum tulisan saya ini bisa diaplikasikan bukan hanya saat menerima kartu ucapan, pun ketika menerima kiriman kartupos, atau kartu – kartu lainnya.

Sebenarnya ini hal yang simpel, sederhana, tapi tidak semua orang paham etikanya. Setidaknya, paham untuk sekadar memberi kabar ataupun mengucapkan terima kasih.

Saat menerima kartu ucapan, entah itu ucapan Natal, tahun baru, Idul Fitri, ulang tahun, atau kartu pemberitahuan kelahiran bayi (di Belanda disebut Geboortekaart), bahkan kartu kematian, normalnya kan langsung mengabari si pengirim, bahwa kartu yang mereka kirimkan sudah diterima dan juga mengucapkan terima kasih karena sudah dikirimi kartu. Simpel kan sebenarnya, tapi tidak semua orang paham dan bisa melakukan hal ini. Entah karena malas atau tidak peduli. Dengan alasan sibuk atau ya sudah, “ngapain musti ngabari” Padahal mengabari kalau kartunya sudah sampai itu, bisa menenangkan pengirim bahwa kartu dari mereka sudah sampai pada alamat yang benar. Kalau tidak ada kabar, bisa jadi kartunya nyasar karena salah dari petugas pos atau mungkin dari pengirim salah menuliskan alamat. Jadi bisa dikirim kartu yang baru.

Pun saat menerima kartupos. Saat sudah menerima, langsung kasih kabar kalau kartu dari mereka sudah sampai dan ucapkan terima kasih.

Hal sederhana seperti ini sudah masuk dalam etika, saya rasa. Saat ada orang yang mengirimkan kartu ucapan atau kartupos, artinya kita punya tempat yang spesial di dalam hidup mereka. Diingat saat sedang bepergian atau diingat saat ada kabar baik bahkan juga kabar duka. Kalau hubungannya tidak terlalu dekat, mana mungkin orang tersebut memberikan dan mengirimkan kartu untuk kita. Kalau tidak pernah saling ngobrol atau berinteraksi secara intens sebelumnya, tidak mungkin kan ujug – ujug dikirimi kartu. Nah karena hubungan yang dekat itu, paling tidak kita punya kontak telefon atau email atau mungkin private message di media sosial. Jadi ya, etikanya kan bisa langsung mengabari kalau kartunya sudah sampai.

Etika ini sangat gampang dilakukan tapi entah kenapa ada saja orang – orang di luar sana yang susah sekali untuk melaksanakannya. Selain tentang etika, sebenarnya memberi kabar tentang kartu yang sudah sampai itu juga bentuk menghargai. Memberikan apresiasi pada pengirim. Percayalah, bagi oarng yang mengirimkan kartu, tidak ada hal yang lebih membahagiakan selain menerima kabar bahwa kartunya sudah sampai. Itu saja. Syukur – syukur kalau diberikan ucapan terima kasih juga.

Karena itulah, saya sangat mengapresiasi kepada mereka yang saya kirimi kartu dan memberi kabar kalau kartunya sudah sampai, sebelum saya bertanya. Saya pun melakukan hal yang sama jika menerima kartu. Setelah menerima, saya langsung memberikan kabar kalau kartu dari mereka sudah sampai dan saya ucapkan terima kasih. Gampang banget lho dan tidak perlu ditunda – tunda sampai lupa. Berasa kok tidak menghargai.

Kalau saya sendiri, memang punya pengalaman dengan beberapa orang yang seperti ini. Dikirim kartu, eh tidak ada kabar apakah kartu yang saya kirimkan sudah sampai atau belum. Menunggu sampai seminggu kok juga tidak ada kabar padahal ke alamat yang lain sudah sampai. Akhirnya saya tanyakan langsung. Ternyata sudah sampai seminggu lalu tapi lupa ngabari dengan alasan sibuk. Sesibuk – sibuknya orang, masa sih dari 24 jam tidak punya waktu satu menit untuk mengirimkan pesan. Biasanya orang seperti ini langsung saya coret dari daftar yang akan saya kirimi lagi. Atau malah mengabarinya lewat akun media sosial padahal punya nomer telfon saya. Duh, kenapa tidak mengabari langsung malah lewat media sosial. Biasanya sih setelahnya, ya sudah saya tidak kirimi lagi. Cukup tau saja.

Terbaca rewel ya saya untuk perkara yang nampak sederhana ini. Memang iya. Sederhana tapi ini tentang etika dan rasa menghargai. Itu saja sebenarnya.

Jadi semoga yang membaca tulisan saya kali ini, ketika suatu ketika nanti menerima kartu ucapan atau kartu pos atau kartu yang lain – lain, jangan lupa untuk memberi kabar kepada pengirim bahwa kartunya sudah sampai dan jangan lupa untuk mengucapkan terima kasih. Jangan memberikan beban pikiran pada si pengirim padahal kita sudah diingat dan dijadikan bagian dari berita yang dikirimkan lewat kartu.

Atau kalau kemaren – kemaren tidak memberikan kabar ketika kartu sudah diterima, tolong jangan dijadikan kebiasaan ya. Ayo saatnya berubah. Jangan mbidheg kalau kata orang Jawa. Artinya jangan diam saja. Gak elok rasanya.

Kecuali, kartu tagihan dari kantor pajak, ya kalau ini ga usah diberi kabar pengirimnya. Urusannya sudah lain. Laksanakan saja kewajiban asal sesuai dengan perhitungan.

  • 22 September 2025 –

Amsterdam, Gouda 10km, Bertemu Teman Lama

Tomat hasil panen

Sejak pulang dari liburan, akhir pekan saya selalu sibuk dengan agenda bersosialisasi alias bertemu dengan beberapa teman. Sudah lama tidak menuliskan cerita akhir pekan, jadi kali ini saya akan merapel cerita 3 akhir pekan aktifitas bersama beberapa teman dan aktifitas pribadi.

  • KRAAMBEZOEK ALIAS TILIK BAYI

Sebulan sebelumnya, saya sudah memasak beberapa jenis makanan untuk dibawa ke rumah teman yang melahirkan 3 bulan lalu. Niat saya setelah pulang liburan, bisa tilik bayi alias melihat bayi dan ibunya setelah melahirkan, mumpung dia masih belum kembali bekerja. Saat liburan, saya membuat janji dan dia setuju dengan waktu yang saya tawarkan. Seminggu sebelum berangkat ke rumahnya, saya mulai mengecek kendaraan umum apa untuk menuju ke sana karena terus terang baru kali ini mendengar kota tempat dia tinggal. Sebenarnya letak rumahnya tidak jauh dari tempat tinggal saya, tapi karena akses kendaraannya tidak terlalu banyak, jadi waktu tempuh ke sana agak panjang.

Hari H ke rumahnya, saya membawakan kado untuk bayi dan Ibu juga beberapa makanan seperti ayam panggang, rendang, bakso, lodeh, mie goreng, bumbu soto, dan bumbu urap. Semuanya saya masak sendiri. Tak ketinggalan Banana Cake andalan saya. Alhamdulillah Banana cake mendapatka pujian, hari yang sama ludes karena mertuanya juga suka. Setiap menjenguk Ibu yang melahirkan, saya selalu membawakan makanan karena Ibu dan Bapak yang punya anak bayi butuh tenaga banyak dan mood yang baik untuk tetap bisa kuat dan bahagia menghadapi makhluk kecil mungil dan segala perubahan setelah melahirkan. Jadi, semoga makanan yang saya masak sendiri bisa membawa mood yang baik dan kebahagiaan tersendiri. BIsa dijadikan stok juga supaya mereka tidak sibuk masak.

Singkat cerita, setelah menempuh perjalanan dengan deg – deg ser takut nyasar, saya dan anak ragil sampai juga di rumahnya. Oh, bayinya lucu sekali. Kami mengobrol banyak hal, makan siang dengan mie goreng yang saya buat, lalu 3 jam kemudian saya pamit pulang. Selain Ibu dan bayinya butuh istirahat, saya juga harus cepat kembali karena anak mbarep sepulang sekolah sudah janjian di rumah membawa satu temannya. Jadi saya siap siaga menyedikan camilan untuk mereka.

  • PANEN TOMAT HIJAU

Cuaca mulai dingin dan daun mulai rontok, saatnya berbenah halaman depan dan belakang. Pulang dari liburan, tanaman tomat yang tiba – tiba saja muncul tanpa ditanam, buahnya sangat banyak. Untungnya, masih berwarna hijau. Jadi bisa disimpan di freezer untuk masak yang butuh rasa asam. Isi freezer saya terbatas, karenanya saya tawarkan ke teman apakah mau meminang si tomat – tomat ini, gratisan. Senangnya, dia mau. Selain tomat, saya juga panen Strawberry meski jumlahnya tidak seberapa. Daun mint juga tumbuh subur. Dedaunan seperti kucai, thyme, rosemary, dan basil juga lumayan banyak. Semuanya saya pangkas sekalian dengan bunga – bunga yang sudah mulai mengering. Siap menyambut musim gugur.

  • KULINERAN DI AMSTERDAM

Sabtu minggu berikutnya, saya dan anak tengah pergi ke Amsterdam dengan kereta. Saya dan seorang teman akan wisata kulineran meskipun belum diputuskan akan kemana. Awalnya kami sudah reservasi tempat ke satu Indonesia restoran yang baru dibuka. Tapi setelah membaca ulasan di Google, kami membatalkan reservasi dan memutuskan ke sana lain waktu saja jika mereka sudah lebih siap dan menu yang disajikan sudah lengkap.

Saat kami sudah bertemu dan berdiskusi cepat, akhirnya kami memilih makan di Satay Club. Ini juga restoran yang baru buka beberapa bulan lalu. Konsepnya mengusung berjualan sate seperti di Indonesia dengan membakar menggunakan arang. Kami tentu saja penasaran karena sepintas saya lihat penyajiannya bisa menggunakan lontong. Wah favorit saya ini, makan sate dengan lontong. Plus katanya pemilik restoran ini belajar ke Indonesia langsung untuk membuat sate dan mendatangkan orang Indonesia langsung untuk mengajari mereka cara membuat sate dan bumbunya yang enak. Sekarang si Bapak sudah kembali ke Indonesia.

Satay Club lokasinya tidak jauh dari Stasiun Amsterdam. Lokasi turis tentu saja. Sesampainya di tempat, masih sepi. Baru jam buka juga. Setelah memilih menu dan membayar (yang lumayan juga harganya) kami menunggu makanan datang dengan berbincang. Obrolan seputar liburan saya, hidup sehari – hari, dan rencana kami tentang liburan.

Makanan datang, kami mencicipi satenya. Saya pesan sate domba dan anak tengah makan sate ayam. Sate ayam dan bumbu kacangnya ok, tidak yang spesial. Sensasi bakarannya dapat, dagingnya agak kering, potongannya manusiawi tidak seperti potongan sate ayam di Belanda yang besar – besar. Sate domba yang saya pesan, rasanya enak. Bumbunya terasa jadi seperti sate Maranggi. Lontongnya yang mengecewakan karena disajikan dengan dingin. Saya minta dipanaskan katanya tidak bisa karena standar penyajian mereka ya dingin. Saya memberi masukan kalau di Indonesia kami makan sate tidak pernah dengan lontong yang dingin. Minimal suhu ruang. Apalagi setelah ini masuk musim dingin, akan tidak enak kalau makan sate dengan lontong yang dingin. Mereka menerima masukan saya dan akan mempertimbangkan untuk mengubah penyajian lontong.

Balado terong rasanya tidak masuk selera saya. Sambel bawangnya enak. Jadi secara keseluruhan, ok lah makan di sini. Tapi, cukup sekali saja untuk saya. Anak saya sih senang dan habis makan sate ayam dengan nasi. Katanya enak sekali. Pasti karena kelaparan.

Setelahnya kami ke toko oleh – oleh yang lokasinya persis di depan Satay Club. Saya membeli beberapa barang. Seperti turis saja ya. Lalu kami melanjutkan jalan kaki ke Restoran Thailand untuk bungkus bawa pulang, ke toko roti membeli kudapan, restauran Vietnam untuk membeli es kopi, dan ke toko es krim. Cuaca hari itu lumayan cerah cenderung gerah. Membuat hati juga ikutan gembira melihat matahari dan langit biru di Amsterdam. Seperti biasa ya Amsterdam, ramai sekali dan aromanya itu aduh, khas ganja. Aroma yang saya tidak suka.

Alhamdulillah, jalan – jalan ke Amsterdam selesai sudah. Perut kenyang sekali karena makan ini dan itu. Saya dan anak tengah pulang dengan hati gembira. Saya senang karena banyak ngobrol dengan teman dan makan dengan kenyang.

  • CARGILL SINGELOOP GOUDA 2025 – 10KM

Hari minggu keesokan harinya, saya mulai ragu apakah akan tetap berangkat ke Gouda untuk ikutan race 10km yang sudah saya daftar sejak bulan Januari dan nomernya pun sudah dikirim ke rumah. Yang membuat saya ragu adalah cuaca hari itu akan sangat terik dengan suhu 28 derajat celcius. Apalagi waktu berlarinya sore hari jam 3. Puncaknya panas. Suami meyakinkan saya untuk tetap berangkat saja karena sudah daftar, sayang kalau tidak datang. Apalagi Gouda cuma 20 menit saja naik kereta.

Akhirnya saya niatkan datang dengan berdoa semoga dikuatkan selama lari. Walapun tetap deg – deg an juga. Sesampainya di lokasi acara, wah peserta yang lain sudah terlihat siap sedia. Saat saya datang, yang 5km baru saja dimulai. Panasnya mulai terasa. Sangat menyengat ke muka.

Saya membeli air mineral dingin di supermarket terdekat dan berniat membawanya selama lari. Saya memakai pakaian dan jilbab tertipis. Supaya tidak terlalu panas. Niat saya pokoknya ya sudah dijalani saja, sesampainya saja. Kalaupun akan jadi yang terakhir masuk finish, ya sudah. Kalau tidak kuat ya stop saja.

Nanti akan saya ceritakan selengkapnya di tulisan yang terpisah. Singkat cerita dengan perjuangan dan keringat yang basah ke baju, hampir menyerah juga tidak melanjutkan, akhirnya saya jadi peserta terakhir yang sampai finish haha! sudah biasa. Saat saya sampai, semua langsung bersorak dan ya lumayan, dijepret foto banyak pose. Waktu saya 1 jam 35 menit. Ini lari dengan selingan jalan kaki terbanyak selama saya ikutan race. Ya lumayanlah, nambah 1 medali lagi.

  • BERTEMU TEMAN AKRAB

Sabtu minggu lalu, saya bersama anak ragil berkunjung ke rumah teman yang sudah 11 tahun ini saya kenal. Sudah lama saya tidak mengobrol panjang dengan dia. Sebelumnya sudah bertemu di acara Indonesia di Den Haag beberapa bulan lalu, tapi ya tidak terlalu lama juga. Plus berisik jadi ngobrol tidak khusyuk. Lalu kami membuat janji sebelum saya pergi liburan.

Jam 7 pagi saya sudah ada di stasiun metro. Untung anak kicik tidak terlalu susah bangunnya dan semangat sekali karena akan pergi dengan kereta. Perjalanan ke rumah teman ini, 3 jam lamanya. Jauh ya, karena memang sudah beda provinsi. Terbiasa jadi penduduk kota besar, jadi kalau mau ke provinsi lain berasa sekali jauhnya. Tapi ya tidak masalah, demi bisa bertemu teman dan ngobrol banyak, perjalanan jauh pun bukan hambatan. Makanya berangkat pagi supaya pulangnya pun tidak terlalu telat.

Jam 10 pagi pun saya sudah di rumahnya. Langsung kami heboh bercerita ke sana sini tanpa henti. Sampai suaminya yang maunya nongkrong duduk dekat kami, diusir untuk pergi saja haha karena dia tidak bisa berbahasa Indonesia. Daripada tidak paham kan, apalagi saya dan teman ini sama – sama orang Jawa Timur. Jadi obrolan kami jelasnya semuanya berbahasa Jawa Tapal Kuda. Kencang dan penuh tawa.

Lima jam tak terasa ngobrol dan makan. Kalau dengan teman yang sudah satu frekuensi, saya pikir ngobrol tujuh hari tujuh malam pun tidak akan pernah kehabisan topik. Dari topik tentang keluarga sendiri, diri sendiri, rencana ini itu, sampai menggosipkan orang *LOH!

Waktunya pulang, temu kangen sayangnya harus diakhiri di sini. Sampai berjumpa dilain waktu yang entah kapan karena rumah kami yang berjauhan dan dia pun kerja kantoran jadi waktunya tidak se fleksibel saya. Lima jam yang terasa pendek tapi cukuplah menuntaskan rasa rindu.

Butuh usaha kedua pihak untuk pertemanan yang awet. Tidak selalu ada pelangi dan kupu – kupu di dalamnya, tapi paling tidak sampai 11 tahun ini kami masih bersama. Memaafkan, menerima, dan saling memahami adalah kuncinya. Komunikasi juga tak kalah penting. Semoga kami tetap langgeng selalu.

Perjalanan 3 jam kembali ke rumah, lancar jaya. Pukul 6 malam kami sudah sampai. Anak kicik yang senang sekali dengan perjalanan kali ini, dia langsung bercerita banyak ke Papa dan kedua kakaknya. Kangen juga meninggalkan suami dan anak – anak di rumah seharian utuh.

  • MENGUNJUNGI MAMA MERTUA

Hari minggu, kami ke rumah Mama mertua. Jadwal kami setiap 2 hari minggu memang menjenguk Mama. Tidak lama di sana, berbincang seperti biasa lalu satu jam kemudian kami pulang. Mama juga tidak bisa terlalu lama karena gampang capek. Biasanya setelah dari Mama, kami muter – muter dulu di pusat kota Den Haag. Tapi kali ini kami langsung kembali ke rumah karena saya agak capek. Kali ini tidak jajan dulu di Toko Asia.

Wow, panjang juga ya rapelan cerita 3 akhir pekan. Senang sekali bisa menulis cerita akhir pekan seperti ini. Sama senangnya karena saya kembali rajin menulis di blog. Saat menulis ini, saya mulai jam 5 pagi karena sudah tidak bisa tidur lagi. Waktu yang tenang untuk berkonsentrasi. Fokus yang penuh. Satu jam menulis, sudah selesai.

Saya bersyukur sekali, masa – masa istirahat dari media sosial seperti ini, konsentrasi saya jadi panjang dan juga produktif untuk menulis kembali. Tidak sebentar – sebentar pegang Hp untuk mengecek media sosial. Entah sampai kapan rehatnya, yang pasti saya sangat menikmati waktu tanpa bermedia sosial.

  • 18 September 2025 –

Merasa Cukup

Pemandangan Jalan Kaki Pagi Hari

Senin pagi, saya awali dengan hati gembira. Akhir pekan saya bertemu dengan seorang teman yang sudah 11 tahun ini saya kenal dengan baik. Kami mengobrol panjang serta lama di rumahnya. Obrolan yang hangat karena sudah lama kami tidak berbicara dari hati ke hati. Rasa hangat itu terbawa sampai ke hari senin.

Saya bangun dengan badan yang segar dan pikiran yang jernih. Setelah membalas beberapa pesan di telefon genggam, lalu saya membangunkan satu persatu anak – anak. Hari ini dua anak akan makan siang di sekolah, jadi saya sedikit lebih sibuk di dapur karena ada bekal ekstra yang akan dibawa. Setelah menyiapkan baju mereka, saya turun untuk menyiapkan sarapan mereka. Suami seperti biasa sibuk dengan anak ragil yang hari ini juga jadwal ke sekolah.

Setelah rutinitas pagi terlewati, saya mengantarkan 2 anak pertama ke sekolah, sedangkan suami mengantarkan anak ragil. Sekolah mereka berbeda karena tingkatannya juga masih belum sama.

Setelah anak – anak sudah masuk ke kelas, saya memarkir sepeda di halaman luar sekolah lalu melanjutkan dengan jalan kaki. Seperti biasa, satu jam kedepan akan saya lalui dengan berjalan kaki cepat. Tanpa musik, banyak melamun, dan menikmati suasana sekitar. Cuaca pagi ini mendung, berangin kencang, dan sesekali gerimis. Sepanjang jalan, banyak sekali ide yang muncul di kepala. Pun kontemplasi hal – hal yang saya lewati beberapa waktu ini. Terkadang teringat ingatan yang tidak mengenakkan dimasa lalu. Semuanya saya coba rasakan. Tidak mencoba untuk menghindar. Menarik nafas panjang, mencoba memasukkan sebanyak mungkin udara segar.

Alhamdulillah, saya masih diberikan sehat dan langkah kaki yang kuat untuk berolahraga. Alhamdulillah saya masih diberikan kewarasan dalam berpikir dan bertindak.

Hidup di kampung, jadi pemandangan jalan kaki atau saat berlari ya aneka ria binatang. Salah satunya kambing (atau domba ya ini, ga terlalu paham).

Tidak terasa, langkah kaki kembali lagi di parkiran sekolah. Lumayan, 6.22km dengan hampir 8000 langkah. Saya kayuh sepeda menuju rumah. Sesampainya di rumah, saya langsung membuka beberapa jendela supaya angin segar masuk ke rumah, menyalakan lilin di beberapa sudut dengan aroma favorit yaitu vanilla dan paduan beberapa buah. Saya senang sekali jika rumah wangi. Rasanya menenangkan.

Lalu saya merebus air untuk membuat teh. Sembari menunggu air panas, saya mencuci beberapa piring dan peralatan masak. Lalu mengepel seluruh lantai bawah. Setelah semua beres dan bersih, saya menyeduh teh, menghangatkan bala – bala yang tadi malam saya goreng, dan menyiapkan laptop untuk menulis.

Di sinilah saya sekarang. Menikmati pagi sendiri di rumah dengan menulis, makan gorengan, dan minum teh hangat. Menghirup aroma wangi vanilla dari lilin dan segarnya angin yang masuk dari pintu dapur yang terbuka.

Hidup seperti ini, saya sangat merasa cukup. Tidak mengkhawatirkan banyak hal, tidak was – was dengan segala hal yang belum terjadi, dan tidak gampang ingin hidup yang berlebih. Secukupnya saja. Menjalani hidup dengan mengalir. Tentu saja ini rasa seperti ini tidak datang dengan tiba – tiba. Saya butuh latihan bertahun – tahun sampai bisa ditahap ini. Salah satu faktor yang membuat saya ada di titik ini karena apa yang saya ingin capai dan inginkan, sudah saya lakukan dan dapatkan sebelum pindah ke Belanda. Jadi setelah sampai sini, keinginan dan prioritas sudah beebeda. Sudah tidak lagi berambisi yang macam – macam. Hanya ingin menikmati hidup secara pelan. Sadar saat melangkah, tau kapan beristirahat, dan menerima dengan hati yang lapang saat memang harus dihentikan.

Termasuk saat saya memutuskan untuk menjadi Ibu Rumah Tangga sepenuhnya setelah berdiskusi panjang dengan suami. Dia yang selalu mendukung apapun keputusan yang ingin saya jalani dalam hidup. Selama saya suka, bahagia, dan menikmati, dia selalu ok saja. Di sinilah saya selama 8 tahun ini. Ibu Rumah Tangga dengan segala aktifitas harian yang kadang itu – itu saja, kadang ada selingan yang mengejutkan, kadang belajar hal – hal baru, dan seringnya melewati minggu dengan rutinitas yang pasti.

Hidup itu – itu saja seperti ini, ternyata yang saya inginkan dan sangat menikmati menjalaninya. Begini – begini saja yang dulu tidak bisa lakukan karena selalu tergesa melakukan semua hal. Rutinitas tiap hari dengan urusan rumah, anak – anak, suami, dan diri sendiri, itu yang membuat saya bahagia.

Merasa cukup untuk masa sekarang adalah hal yang mewah. Apalagi di era media sosial semakin hingar bingar. Membandingkan keadaan diri sendiri dengan kehidupan orang lain lewat foto atau video. Merasa kondisi diri tidak menarik dan membosankan. Hal paling penting yang sering dilupakan adalah : semua yang sudah ditampilkan di media sosial adalah versi yang terbaik. Sudah melalui proses editing, pilah pilih video atau foto yang terbaik, bahkan cerita yang dituliskan pun sudah melalui hapus tulis beberapa kali. Memang tidak akan pernah merasa cukup kalau terlalu banyak melihat yang dimiliki orang lain lalu ujungnya jadi tidak bersyukur.

Merasa cukup, dimulai dari diri sendiri. Cukup yang membuat hidup nyaman, tenang, tidak was – was, dan tidak membuat keonaran atau merugikan orang lain. Cukup saat menjalani. Secukupnya saja. Tidak perlu berlebih, tidak perlu mengambil hak orang lain.

Merasa cukup akan membuat hati tenang dan tidak kemrusung. Bahagia dengan segala yang dimiliki dan dilakukan saat ini. Menikmati setiap proses dan momen setiap harinya. Hadir secara nyata, sadar, dan tidak perlu mencari perbandingan dengan orang lain.

Cukup dengan diri sendiri, cukup dengan keadaan sendiri, cukup dengan yang ada saat ini.

Merasa cukup.

  • 15 September, 2025 –

Merasakan Bosan

Rute lari pagi

Pernahkan mencoba lari jarak jauh tanpa suara musik di telinga?

Pernahkah menunggu kereta datang selama 15 menit dengan memperhatikan sekitar dan melamun?

Pernahkan jalan kaki pagi atau sore hari tanpa membawa telepon?

Pernahkah duduk terdiam di taman memperhatikan air di danau kecil yang dilewati bebek – bebek hilir mudik?

Pernahkah menyetrika tanpa diselingi dengan melihat TV atau sambil menelepon?

Jika semua jawabannya adalah IYA, pernahkah merasakan bosan saat melakukan itu semua?

Saya memperhatikan dan tentu saja pernah mengalami sendiri, manusia jaman sekarang sepertinya jarang sekali merasakan bosan. Ada waktu kosong 10 menit, langsung tergesa mengambil telefon genggam dari tas atau kantong celana dan membuka media sosial. Ada waktu santai 15 menit di taman, mata tidak lepas dari scrolling Hp. Saat berjalan kaki pagi atau sore hari, jari tangan sibuk memilih lagu yang akan didengarkan lewat earphone sepanjang rute.

Otak kita tidak diberikan kesempatan untuk istirahat. Untuk berjeda dengan segala aktifitas. Kita takut merasa bosan. Merasa bahwa bosan adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Merasa bahwa bosan adalah perasaan yang tidak produktif. Merasa bosan adalah sebuah momok yang harus disingkirkan.

Rute lari pagi ini yang tampak membosankan karena langit abu – abu, tapi bisa memberikan ide untuk menulis di blog.

Padahal, jika kita diam saja sejenak 10 menit tanpa melakukan apapun, otak kita pun sedang beristirahat. Memberikan kesempatan badan dan pikiran untuk santai sejenak.

Sejak kecil, kami mengajari anak – anak untuk belajar berteman dengan bosan. Bagaimana caranya? dengan tidak memberikan mereka tablet, telefon genggam, tontonan TV saat umurnya belum cukup. Saat mereka sudah cukup umurpun, penggunaannya tetap kami batasi. Mereka sudah terbiasa bermain dengan apa yang ada di rumah. Justru, mereka jadi lebih kreatif mengisi waktu. Misal dengan membaca buku, berbincang, dan bergurau menciptakan sebuah cerita. Menggambar, atau bahkan bermain tebak – tebakan. Kalau sudah bosan, ya mereka diam saja duduk di sofa sambil melamun, lalu lama – lama jadi tertidur sendiri.

Hal tersebut juga terjadi saat kami sedang road trip jarak jauh. Selama perjalanan, kami tidak pernah memberikan permainan elektronik. Mereka bermain dengan segala apa yang sudah dipersiapkan sendiri. Misal boneka, buku bacaan, rubik, mobil – mobilan, dll. Jika sudah bosan, kami semua bermain tebak – tebakan. Kalau sudah bosan lagi, kami makan. Kami selingi juga dengan saling bercerita dan bergurau. Jika sudah capai, mereka akan memperhatikan jalan, melamun, dan lama – lama tertidur. Bahkan waktu kami roadtrip di Andalusia, anak kami yang pertama saat itu berusia 4 tahun, bisa menciptakan lagu dengan lirik karangan dia sendiri hahaha.

Kami sampai menjuluki mereka professor melamun dan ahli di bidang bosan :))))

Bagaimana bisa mereka terbiasa tanpa distraksi Hp atau tablet atau TV? Selain karena memang sudah kami biasakan dan mereka terbiasa, kamipun memberikan contoh. Kami tidak pernah sibuk main Hp saat bersama mereka. Tidak pernah mata cuma tertuju di tablet atau laptop saat bersama anak – anak. Tentu saja jika diberikan contoh langsung, akan lebih gampang buat mereka untuk meniru. Bukankah anak adalah peniru yang ulung. Karenanya, orang dewasa di sekitarnya seharusnya memberikan contoh yang baik.

Jika anak – anak tidak takut merasa bosan karena sudah dibiasakan, sebenarnya hal tersebut bisa diterapkan pada orang dewasa. Bisa dilatih. Jika selama ini kita bangun tidur hal pertama yang dilakukan adalah mengambil Hp dan langsung buka media sosial, bisa dicoba perlahan untuk meniadakan kebiasaan itu. Coba saat pertama membuka mata, ya sudah melamun saja. Memikirkan atau mengosongkan pikiran. Pergi ke kamar mandi lalu ke ruangan yang lain tanpa membawa Hp.

Atau misal kalau menunggu bus atau kereta yang belum datang, mulai dibiasakan tidak perlu terburu – buru mengambil Hp lalu sibuk membuka media sosial. Sambil duduk, kita bisa memperhatikan kondisi sekitar. Oh ada papan pengumuman, coba deh dibaca isinya apa. Oh ada kios kecil, coba ah masuk siapa tau ada yang menarik. Atau ya sekedar duduk saja diam melamun sampai kereta datang. Memperhatikan orang sekitar. Biasanya ada saja yang menarik untuk diperhatikan. Saya juga beberapa kali memberikan pujian jika melihat ada orang yang memakai pakaian yang kece, parfume dengan aroma yang saya suka, atau memberikan pujian ke seorang Oma yang memakai kutek warna menyala.

Tidak perlu takut bosan. Sesekali, merasakan bosan itu perlu. Tidak perlu langsung diberikan distraksi saat punya waktu kosong 10 menit. Otak juga butuh istirahat. Mata juga perlu santai sejenak.

Sesekali perlu juga dicoba berkegiatan yang Tanpa Suara Musik.

Jika sudah mulai pelan – pelan dilatih untuk berjarak dengan hal – hal yang gampang menganggu fokus dan konsentrasi, lama – lama kita akan berteman akrab dengan rasa bosan. Tidak takut lagi. Tidak harus tau semua hal tentang kehidupan orang lain di media sosial. Yang ada hanya diri sendiri.

Dari bosan yang sudah kita rasakan, justru sering muncul ide – ide ajaib yang muncul. Ide kreatif untuk masak makan siang, ide nulis di blog, teringat untuk menghubungi teman dekat, atau sesederhana tiba – tiba merasa kangen dengan suami.

Coba deh, sesekali merasakan bosan. Karena bosan tidak semenakutkan itu untuk dirasakan. Atau bosan tidak semembosankan jika memang sudah jadi bagian dari keseharian.

*Ide menuliskan tema ini, saya dapatkan pagi ini ketika lari sepanjang 6km. Lari pagi tanpa mendengarkan musik, bisa mendapatkan banyak ide buat saya. Salah satunya, ide menuliskan topik ini. Saya hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk menyelesaikan tulisan ini, tanpa terdistraksi dengan telefon genggam, tanpa terdistraksi dengan media sosial. Tanpa musik. Hanya ditemani segelas susu coklat panas yang sesekali saya minum. Fokus dan bisa tuntas menyampaikan ide yang terpendam sejak pagi hari. Sembari menunggu suami pulang dari rapat orangtua di sekolah anak, tulisan ini sudah selesai.

  • 9 Agustus, 2025 –

Berkoneksi Kembali Dengan Diri

Saat saya menulis, suasana di rumah sangat sepi. Senyap. Hanya terdengar suara ketikan dari laptop, suara burung di luar, dan tetangga sebelah yang berbenah rumah.

Di meja, saya letakkan teh tanpa gula yang baru saja saya seduh. Masih panas. Jam tangan saya taruh di sebelah kanan karena selesai menulis di blog, saya berencana jalan kaki pagi selama 1 jam. Setelahnya saya akan kembali ke rumah dan memasak makan siang untuk saya dan anak kicik. Dua anak pertama, hari ini jadwal makan siang di sekolah. Jadi mereka kembali ke rumah sore hari. Suami, saat ini sedang olahraga jalan kaki selama 1 jam.

Sebelum menulis, saya sudah membereskan rumah, menyalakan lilin beraroma vanilla, dan membuka semua jendela di ruangan bawah dan kamar – kamar di lantai atas. Supaya udara pagi yang segar masuk dengan leluasa. Pagi ini cuaca sejuk dengan suhu 19 derajat celcius. Kamar anak – anak pun saya bereskan sedikit saja karena setelah bangun tidur mereka sudah terbiasa beberes sendiri. Saya sangat ketat untuk urusan kamar yang bersih. Saya selalu tekankan ke anak – anak bahwa sebelum tidur dan setelah bangun tidur mereka harus membereskan kamar sendiri supaya saat tidur kondisi di kamar berasa nyaman.

Hari ini, hari pertama anak kami yang bungsu masuk Peuterspeelzaal. Bahasa Inggrisnya adalah Pre School. Sejak minggu lalu kami bertemu gurunya untuk perkenalan, dia sangat antusias. Tidak sabar memakai tas barunya yang kami belikan saat di Stockholm dengan gantungan kunci Lego Minimouse yang dibeli saat di Copenhagen. Pagi ini dia bangun dengan ceria. Saya sudah menyiapkan bajunya sejak tadi malam. Dress warna merah muda dengan corak penuh bunga. Saya masukkan ke tasnya beberapa baju ganti dan popok. Dia memilih sendiri untuk memakai sandal merah muda favoritnya. Saya tawarkan untuk memakai sepatu, dia menolak. Anak ini sudah bisa memilih apa yang dia suka. Jaket yang saya pilihkan berwarna magenta. Pagi ini semua sangat bersemangat karena adik kicik pertama kali ke sekolah yang hanya 2 kali seminggu dan 4 jam sekali datang.

Setelah bersepeda bersama anak – anak dan mengantar mereka ke sekolah, saya dan suami ke sekolah anak ragil. Hari yang spesial, jadi kami ingin mengantar dia bersama. Selama di sepeda, dia bersenandung riang. Sesampainya di sekolah, dia sangat antusias. Menggantung tas dan jaketnya, masuk ke kelas dan menyapa gurunya sambil melambaikan tangan, “Goedemorgen Juff!”

Saya menemani dia sebentar supaya tidak kaget saat saya tinggal. Setelah 10 menit, saya mulai siap – siap. Saya berpamitan dan ke luar dari gedung sekolah. Dari luar terdengar jelas tangisannya. Saya menghampiri jendela untuk dadah – dadah ke dia. Dia masih menangis tapi tetap melambaikan tangan ke saya. Gurunya mencoba menenangkan dengan berbicara dan mengajak bermain.

Saya bersepeda kembali ke rumah. Ada rasa sedih dan bahagia. Anak – anak cepat sekali besarnya. Tiba – tiba anak bayi sudah masuk sekolah. Berasa baru kemarin melahirkan dia, sekarang umurnya sudah lebih dari 2 tahun. Dua yang pertama sudah punya kegiatan sendiri. Selalu ada janji bermain bersama teman mereka tiap pulang sekolah. Waktu bersama kami sudah mulai berkurang.

Salah satu yang membuat saya untuk memutuskan rehat dulu dari media sosial, selain diri sendiri, adalah anak – anak dan suami. Saya ingin menikmati waktu dengan anak – anak. Hadir secara nyata untuk mereka. Fokus tidak terbagi dengan scrolling HP tanpa henti. Ingin hidup tenang dan hati yang nyaman. Ingin menikmati kebersamaan dengan suami. Fokus pada keluarga sendiri. Tidak perlu membagi kehidupan dengan orang lain di luar sana yang saya tidak tau dan kenal dengan baik.

Cukup diri sendiri, keluarga, dan teman – teman baik terdekat.

Saya ingin menikmati hari demi hari dengan perasaan tenang dan damai. Tidak perlu berbagi pikiran dengan segala perbincangan yang ada di media sosial. Segala permasalahan dan keributan yang diada – adakan. Tidak masalah tidak banyak tau. Sedikit kalau bermakna, itu lebih baik.

Usia tidak ada yang tau. Saya ingin memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Ingin menjalani menit per menitnya dengan kegiatan yang lebih berguna. Anak – anak makin besar, saya ingin benar – benar hadir untuk mereka. Bukan hanya fisik, tapi juga seratus persen pikiran dan perhatian. Anak – anak yang menjadi prioritas utama saya saat ini. Media sosial bisa kapan – kapan lagi, tapi anak – anak akan terus tumbuh dan semakin besar. Kebersamaan bersama mereka tidak bisa terulang.

2 bulan (saat tulisan ini dibuat) rehat dari Instagram dan Threads, 5 bulan rehat dari twitter, hidup saya lebih tenang.

Disinilah saya sekarang. Sibuk mengetik apa yang ada di pikiran. Mencoba kembali ke kebiasaan dan hobi lama yang saya senangi yaitu menulis di blog dengan konsentrasi penuh, tanpa distraksi. Membaca buku karena memang suka bukan karena untuk konten. Berolahraga lari karena cinta, bukan karena butuh dipuja.

Berkoneksi kembali dengan diri sendiri. Hadir secara nyata dan kembali memperhatikan diri sendiri. Berbincang dengan pikiran dengan senyap tanpa harus berbagi fokus dengan hal – hal tidak penting lainnya. Merasa nyaman, tenang, dan damai. Otak lebih santai. Menjalani aktifitas sehari – hari dengan pelan dan sadar. Tidak tergesa dan tidak perlu harus selalu diperlihatkan untuk orang banyak.

Secukupnya saja. Tidak untuk sebuah validasi. Mungkin jika suatu hari nanti saat saya memutuskan siap untuk kembali ke media sosial, mudah – mudahan saya lebih sadar dalam penggunaannya. Tidak berlebihan dan secukupnya saja.

Saya menyesap teh yang mulai menghangat. Menikmati aromanya tanpa terburu – buru.

Saya bersyukur akan waktu istimewa yang saya miliki saat ini. Punya waktu sepenuhnya untuk diri sendiri.

Suami baru saja datang dari jalan kaki pagi. Kami berbincang sebentar, lalu dia naik ke lantai atas menuju ruang kerja. Memulai rutinitas kerjanya.

Saya harus bersiap untuk jalan kaki. Teh hangat sudah habis saya minum.

Waktunya untuk berolahraga dan berbincang dengan diri sendiri dari hati ke hati.

Menikmati segarnya udara pagi. Menikmati hidup yang tak tergesa. Pelan dan damai. Hadir secara nyata.

  • 8 September, 2025 –